Sosial Social Bersarang Nesting

penyakit dari manusia dan patogen yang menyebabkan kematian akan semakin besar pula. Padahal untuk melahirkan satu anak, orangutan membutuhkan waktu yang sangat lama dan waktu untuk menyapihnya juga sangat lama sehingga pertambahan populasinya sangat lamban.

4.2.4 Sosial Social

Perilaku sosial yang dilakukan orangutan selama pengamatan yaitu sosial dengan anaknya seperti bermain, menyusui dan mengutui.Selain itu terjadi perilaku sosial dengan manusia atau wisatawan, persentasenya dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini: Tabel 4.4 Persentase Sosial Menyimpang Ketiga Individu Orangutan di Bukit Lawang No. Sosial S Juni Pesek Minah 1. Sosial dengan pengunjung SP 15,03 33,22 37,34 Dari Tabel 4.4 di atas dapat dilihat persentase sosial dengan pengunjung yang tertinggi dilakukan oleh orangutan Minah sebesar 37,34, kemudian Pesek 33,22 dan Juni 15,03. Menurut Yuliarta 2009, ada ketergantungan antara wisatawan dengan orangutan semi liar di Bukit Lawang, maksudnya adalah wisatawan melakukan cara apa saja untuk berdekatan atau hanya sekedar mengambil gambar orangutan termasuk mendekati dan memancing orangutan dengan makanan supaya mendekati pengunjung. Sifat alami orangutan liar adalah menjauhi manusia, namun saat dilapangan sering ditemukan adanya perilaku sosial ketiga orangutan Juni, Pesek, Minah dengan pengunjung baik itu meminta atau menerima makanan. Galdikas 1978 menyatakan bahwa, orangutan dewasa hidup hampir selalu soliter menyendiri kecuali orangutan betina yang sedang memiliki anak, sedangkan hewan muda bersifat jauh lebih sosial. Pada hakekatnya perilaku sosial orangutan biasanya hanya terjadi dengan anaknya untuk orangutan betina dewasa, dan akan bersosialisai dengan individu orangutan lain hanya untuk seksual jantan dan betina dewasa, bukan melakukan sosialisasi dengan hewan lain terutama manusia. Universitas Sumatera Utara Perilaku sosial orangutan dengan manusia dapat dilihat pada Gambar 4.11 di bawah ini: Gambar 4.11 Perilaku Menyimpang Orangutan Minah Saat Menerima Makanan

4.2.5 Bersarang Nesting

Perilaku bersarang dilakukan pada siang hari untuk istirahat sementara dan malam hari untuk istirahat tidur. Perilaku bersarang dilakukan beberapa kali pada siang hari dengan membuat sarang kecil dan hanya sebentar saja, namun untuk sarang tidur biasanya dibuat lebih besar dan agak lama agar terlindung dari hujan dan predator. Selama melakukan pengamatan didapati bahwa orangutan beberapa kali membangun sarang rendah untuk istirahat sementara di siang hari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.5 di bawah ini: Tabel 4.5. Persentase Bersarang Rendah Ketiga Individu Orangutan di Bukit Lawang No. Bersarang B Juni Pesek Minah 1. Bersarang rendah BR 25,64 28,72 17,64 Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa perilaku bersarang rendah diantara ketiga individu orangutan yang diamati persentase tertinggi secara berurutan yaitu Pesek sebesar 28,72, Juni 25,64 dan Minah 17,64. Sarang rendah yang dibuat oleh orangutan dengan ketinggian rendah dikarenakan mereka tidak lagi menghawatirkan dan terganggu dengan adanya manusia, bahkan sudah terbiasa. Universitas Sumatera Utara Hal ini seharusnya tidak terjadi karena sarang yang terlalu rendah yaitu dibawah 5 meter terlalu dekat dengan tanah dan manusia. Sarang orangutan seharusnya dibuat lebih tinggi untuk menghindari bahaya, hal ini didukung oleh Gibson 2006 yang menjelaskan bahwa tingginya sarang yang dibuat bertujuan untuk menghindari gangguan yang mungkin ada ketika orangutan menggunakan sarangnya ketika tidur. Sebagaimana pada hutan, sarang dibuat lebih tinggi untuk mengurangi rasa terganggu akibat kehadiran manusia ketika orangutan berada di sarangnya, namun saat pengamatan ditemukan sarang rendah yang dekat dengan manusia. Suwandi 2000, mengklasifikasikan lapisan tajuk menjadi lima strata pohon dengan tinggi 25 m termasuk dalam strata A, pohon dengan ketinggian ini kurang disukai Orangutan sebagai tempat bersarang disebabkan karena pohon ini terlalu tinggi dan rawan terhadap terpaan angin. Pohon dengan tinggi 10-15 m termasuk dalam Strata C merupakan pohon yang bertajuk rendah dan berdiameter kecil. Pohon dengan ketinggian ini juga kurang disukai pohon yang paling sering digunakan orangutan sebagai tempat bersarang berada pada strata B yaitu pohon dengan ketinggian antara 20-30 m. Sedangkan sarang yang dibuat oleh orangutan yang diamati seringkali berada pada starata C yang bertajuk rendah, namun tingginya kurang dari 10 meter. Padahal sarang yang umumnya dibuat oleh orangutan adalah strata B, hal ini didukung oleh Rangkuti 2012 yang menyatakan orangutan lebih banyak membuat sarang atau lebih dominan membuat sarang pada posisi strata B. Sarang rendah tidak aman bagi orangutan karena terlalu dekat dengan lantai hutan dan manusia yang dapat membahayakan hidupnya. Rijksen 1978 menambahkan, tinggi sarang bergantung pada struktur hutan pada tempat tertentu, dan umumnya berkisar antara 13-15 meter. 4.3 Persentase Total Keseluruhan Perilaku Menyimpang Masing-Masing Individu Orangutan Betina Dewasa Semi liar di Bukit Lawang Sampai saat ini masih terjadi penyimpangan perilaku orangutan dalam perilaku bergerak, makan, tempat istirahat, sosial dan bersarang yang didasari oleh penelitian sebelumnya oleh Yuliarta tentang adanya perilaku orangutan yang menyimpang atau dilakukan di luar kebiasaan dalam perilaku harian dan Universitas Sumatera Utara seharusnya tidak dilakukan oleh orangutan. Perilaku menyimpang yang dilakukan oleh orangutan tentu merugikan bagi hidupnya dan kelangsungan populasinya yang terus menurun, padahal tujuan utama orangutan di lepas liarkan adalah untuk menjaga dan melestarikan agar orangutan tidak punah dan populasinya dapat bertambah di alam liar, yaitu hutan alami. Untuk lebih jelasnya total persentase penyimpangan orangutan yang diamati dapat dilihat pada Gambar 4.12 dibawah ini: Gambar 4.12 Grafik Perbandingan Total Penyimpangan Perilaku dari Ketiga Orangutan Betina Dewasa Semi Liar di Bukit Lawang Dari keseluruhan total penyimpangan yang terjadi pada tiap individu diperoleh penyimpangan terbesar dilakukan oleh Minah sebesar 20,92, kemudian disusul oleh orangutan Pesek 14,01 dan Juni 6,36. Hal ini dikarenakan orangutan Minah paling banyak melakukan perilaku menyimpang selama pengamatan, baik dalam perilaku bergerak, makan, istirahat dan sosial. Perilaku menyimpang orangutan Juni merupakan yang terendah jika dibandingkan dengan orangutan Minah dan Pesek, yaitu 6,36 dari 100 perilaku hariannya. Orangutan Juni tidak terlalu agresif jika bertemu dengan manusia, tidak terlalu mengandalkan makanan yang diberikan oleh manusia dan lebih jarang turun ke tanah. Hal ini berbeda dengan orangutan Minah 20,92 dan Pesek 14,01 yang sering mendapatkan bahkan mengejar manusia untuk mendapatkan makanan dan sering turun dari pohon. 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 Juni Pesek Minah P e rs e n ta se Total Perilaku Menyimpang ketiga Individu Orangutan Total Menyimpang Universitas Sumatera Utara Orangutan Juni bisa dikatakan lebih sukses hidup secara liar dibandingkan orangutan Pesek dan Minah. Menurut Santoso dkk 2012, naluri liar yang tidak tumbuh akan mengakibatkan adaptasi orangutan dengan lingkungan alaminya yang baru tidak berhasil. Hal ini karena selama dalam pemeliharaan mereka selalu diberi bantuan asupan makanan dari pawang dan penjagaan. Orangutan yang lama dipelihara akan memiliki peluang gagal sangat tinggi dibandingkan dengan hewan yang tidak lama dipelihara oleh pengelola. Orangutan yang banyak melakukan perilaku menyimpang dapat menyebabkan orangutan tersebut akan lebih agresif, ini bisa membahayakan manusia karena perilaku agresif bisa terjadi tanpa terduga. Hal yang sama ditemukan pada orangutan rehabilitan di Ketambe yang sering memakan makanan yang aneh dan tidak biasa dimakan oleh orangutan liar pada umumnya, seperti nasi Kuncoro, 2004. Daya jelajah orangutan yang semakin sedikit juga berpengaruh pada keseimbangan ekosistem. Beberapa satwa liar mempunyai peranan dalam penyerbukan bunga, penyebaran dan perkecambahan, dan proses-proses lainnya. Banyak biji-biji yang tidak bisa berkecambah kalau tidak dibawa dan dijatuhkan pada tempat-tempat yang cocok ataupun melalui saluran usus satwa liar seperti orangutan. Hal ini karena flora dan fauna hutan telah berkembang menjadi suatu dinamis yang sangat rumit, saling terkait dan saling pengaruh mempengaruhi Alikodra, 1990. Petugas Taman Nasional Gunung Leuser TNGL sudah cukup baik dalam membuat peraturan yang tegas kepada pengunjung dan pemandu wisata, sehingga dibandingkan tahun-tahun sebelumnya penyimpangan perilaku orangutan semakin bekurang. Para pemandu wisata yang juga penduduk Bukit Lawang dibekali dengan ilmu tentang bahaya orangutan jika dekat dengan manusia agar lebih waspada dan saling menjaga saat membawa wisatawan kedalam hutan, sehingga habitat orangutan yang menjadi kawasan Ekowisata tidak dirugikan. Universitas Sumatera Utara

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Perilaku Meyimpang Orangutan Sumatera Betina Dewasa di Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser, dapat disimpulkan bahwa: 1 Perbandingan total rata-rata antara perilaku alami dan perilaku menyimpang yang dilakukan ketiga orangutan yaitu sebesar 14 untuk perilaku menyimpang dan 86 perilaku alami. 2 Dari ketiga individu orangutan yang menjadi target pengamatan Juni, Pesek, Minah didapatkan bahwa persentase perilaku menyimpang yang paling tinggi dilakukan oleh orangutan Minah adalah perilaku bergerak dengan persentase 6,49, sedangkan persentase perilaku bergerak Pesek sebesar 4,62 dan Juni 2,24. 3 Kategori perilaku menyimpang yang paling banyak dilakukan oleh ketiga orangutan yang diamati adalah penyimpangan bergerak sebesar 4,46, yang meliputi perilaku gerak di tanah GT 2,60, gerak batang di pohon tumbang GPT 1,47 dan gerak di bangunan GB 0,39.

5.2. Saran

Adapun saran dalam penelitian ini yaitu: 1 Sebaiknya penelitian selanjutnya dilakukan pada orangutan jantan dan betina pada masing-masing kelompok usia 2 Luas wilayah jelajah harian orangutan pada umumnya perlu diketahui agar dapat dibandingkan dengan luas jelajah harian orangutan yang menyimpang 3 Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk perilaku menyimpang orangutan di lokasi berbeda agar memperoleh data pembanding. Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Perilaku Sosial Induk-Anak Orangutan (Pongo abelii) di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser

0 33 87

Perilaku Harian Anak Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Akibat Adanya Aktivitas Manusia Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser

4 48 80

Pola Makan Induk Orangutan (Pongo abelii) Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, Desa Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara

0 19 60

Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Berdasarkan Jumlah Sarang Di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara

0 37 81

Studi Perilaku Menyimpang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Betina Dewasa Semi Liar di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara

0 0 13

Studi Perilaku Menyimpang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Betina Dewasa Semi Liar di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara

0 0 2

Studi Perilaku Menyimpang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Betina Dewasa Semi Liar di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara

0 0 4

Studi Perilaku Menyimpang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Betina Dewasa Semi Liar di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara

0 0 7

Studi Perilaku Menyimpang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Betina Dewasa Semi Liar di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara

0 2 4

Studi Perilaku Menyimpang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Betina Dewasa Semi Liar di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara

0 0 13