Perkembangan Gambaran Umum Variabel Dependen
83
Tabel 4.3 Kriteria Penilain NPF oleh Bank Syariah
Peringkat Kriteria
Keterangan
Peringkat 1 NPF 2
Sangat Baik Peringkat 2
2 ≤ NPF 5 Baik
Peringkat 3 5 ≤ NPF 8
Cukup Baik Peringkat 4
8 ≤ NPF 12 Kurang Baik
Peringkat 5 NPF ≥ 12
Tidak Baik
Sumber: SE Bank Indonesia No 924DPbS tahun 2007
Bank syariah dengan sistem bagi hasil dirancang untuk terbinanya kebersamaan dalam menanggung resiko usaha dan berbagi hasil usaha antara
pemilik dana shohibul mal yang menyimpan uangnya di lembaga, lembaga selaku pengelola dana mudhorib, dan masyarakat yang membutuhkan dana
yang bisa berstatus peminjam dana atau pengelola usaha Muhammad, 2009. Sistem bagi hasil yang digunakan oleh bank syariah berimplikasi pada
pemerataan hasil dan risiko antara lembaga keuangan dengan debitur. Proses penilaian dan kekuatan proposal pengajuan pembiayaan sangat berperan
penting dalam kelancaran usaha tersebut, karena jika tidak, alih-alih bisa mendapatkan bagi hasil, bank dapat dapat mengalami kerugian karena
pokoknya tidak bisa dikembalikan. Alokasi sistem ini cenderung merefleksikan efisiensi yang lebih besar pada sisi permintaan dan penawaran. Tetapi pada
kenyataannya menurut Agustianto Mingka Ketua IAEI, NPF perbankan syariah lebih tinggi dibanding non performing loan NPL konvensional.
84
Sumber : Statistik Perbankan Syariah Juni 2015
Gambar 4.1 Perkembangan NPF Berdasarkan grafik diatas dijelaskan bahwa perkembangan NPF dari
waktu ke waktu mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 nilai NPF berada pada tingkat 3,02 persen kemudian menurun pada tahun 2011 menjadi 2,52
persen, sedangkan pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 2,12 persen dari 2,22 persen. Kemudian pada tahun 2013 NPF perbankan syariah kembali
naik sebesar 0,4 persen menjadi 2,62 persen. Pada tahun 2014 angka NPF kembali naik drastis hampir 2 kali liat sebesar 1,71 persen menjadi 4,33 persen.
Pada tahun 2014 terjadi penurunan kinerja perbankan syariah. Pencapaian bank syariah selama 2014 mengalami pembalikan tren. NPF misalnya, tahun lalu
mencapai 4,33 persen, angka tertinggi dalam empat tahun terakhir. Sepanjang tahun lalu, industri perbankan, termasuk syariah mengalami beragam tekanan.
85
Pertumbuhan ekonomi melambat dari 5,8 persen pada 2013 menjadi 5,1 persen di penghujung 2014. Menurut Yuslami, Ketua Umum Asosiasi Bank
Syariah Indonesia Asbisindo, menilai perlambatan ekonomi menyebabkan volume pembiayaan turut melambat. Sehingga di sisi lain, kualitas aset
pembiayaan terus mengalami pemburukan yang menyebabkan Persentage NPF naik karena pembiayaan memlambat sehingga pembaginya menjadi
besar. Pembiayaan syariah hingga November 2014 hanya tumbuh 9,7 menjadi Rp198,376 triliun. Angka tersebut merupakan level terendah dalam empat
tahun terakhir. Sementara itu, jumlah pembiayaan macet atau kolektabilitas tingkat lima naik 73,45 menjadi Rp5,36 triliun. Adapun, jumlah pembiayaan
tidak lancar juga naik 78 sehingga NPF kotor pun ikut terseret. Kenaikan NPF tersebut menyebabkan terkurasnya laba perbankan.
Sumber : Statistik Perbankan Syariah Juni 2015
Gambar 4.2. Perkembangan NPF Semester I Juni 2010 – Juni 2015
86
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan OJK, rasio pembiayaan bermasalah perbankan Non Performing FinancingNPF mengalami kenaikan
dari 3,90 pada Juni 2014 menjadi 4,73 pada Juni 2015. Secara nominal, pembiayaan perbankan syariah yang berstatus kredit bermasalah meningkat
sebesar 28,71 dari Rp7,54 triliun menjadi Rp9,71 triliun. Hingga Juni 2015, Biro Riset Infobank birI mencatat, ada 7 BUS
yang NPF-nya mengalami lonjakan. Dari jumlah tersebut, ada 5 bank BUS yang meski melonjak namun NPF-nya masih terkendali, yakni Panin Bank
Syariah, BNI Syariah, Bank Muamalat, BCA Syariah, dan Bank Mega Syariah. Hingga Juni 2015, tercatat ada 4 BUS yang NPF nya berada diatas ambang
batas aman yang ditentukan regulator sebesar 5. Empat bank tersebut adalah BRI Syariah 5,31, BJB Syariah 6,91, Maybank Syariah Indonesia
15,15, dan Bank Victoria Syariah 5,03. Sejatinya, memerahnya rasio NPF BUS sudah terjadi sejak tahun 2014.
Tahun 2014, BI mencatat ada 5 BUS yang NPF-nya berada diatas 5, yakni Maybank Syariah Indonesia 5,04, Bank Syariah Mandiri 6,84, Bank
Muamalat 6,43, BJB Syariah 5,84, dan Bank Victoria Syariah 7,10. Oleh karena itu perkembangan NPF perbankan syariah mendapatkan
perhatian lebih dari para pakar perbankan syariah agar selalu berada di tingkat yang stabil.
87
C.
Gambaran Umum Variabel Independen 1.
Perkembangan Capital Adequacy Ratio CAR
Keberlangsungan hidup suatu bank sangat tergantung dari kecukupan modal yang dapat menggerakkan operasional bank. Modal bank adalah dana
yang diinvestasikan oleh pemilik dalam rangka pendirian badan usaha yang dimaksudkan untuk membiayai kegiatan usaha bank disamping untuk
memenuhi regulasi yang ditetapkan oleh otoritas moneter Kuncoro dan Suhardjono dalam Hanifah, 2015. Jika pembiayaan macet tinggi maka akan
menguras kecukupan modal CAR. Bank wajib menediakan modal minimum ebesar 8 persen dari aktiva tertimbang menurut risiko yang dinyatakan dalam
CAR.
Sumber : Statistik Perbankan Syariah Juni 2015
Gambar 4.3. Perkembangan CAR
88
Perkembangan CAR selama 5 tahun terakhir sangat mengalami fluktuatif. Pada tahun 2010 tingkat CAR perbankan syariah mencapai 16,25
persen kemudian tingkat CAR naik sebesar 0,38 persen menjadi 16,63 persen. Hal yang sangat mengejutkan pada tahun 2012 CAR mengalami penurunan
sebesar 2,2 persen menjadi 14.43 persen. Hal tersebut disebabkan oleh tingkat pembiayaan yang rendah dan NPF yang naik dari tahun 2011. Pada tahun 2013
CAR menalami penurunan tetapi tidak signifikan hanya sebesar 0,01 persen. Pada tahun 2014 angka CAR naik menunjukkan angka 16,10 persen, angka
tersebut naik sebesar 1,68 persen, meskipun kenaikan NPF cukup tinggi pada tahun 2014 tetapi angka NP tersebut ditutupi oleh laba perbankan syariah,
sehingga tidak hanya menguras CAR tetapi menguras laba. Selama 4 tahun tersebut nilai CAR masih dalam tahap yang sangat aman karena sudah diatas
angka 8 persen.