Thermal Cracking Thermal Degradation Catalytic Cracking

15 [4]. Pirolisis merupakan suatu alternatif untuk memperoleh energi dari limbah plastik. Hal ini menggunakan prinsip dimana kebanyakan substansi organik secara termal tidak stabil sehingga rantainya dapat pecah pada keadaan bebas oksigen [7]. Oleh karena itu, konversi limbah plastik menjadi bahan bakar memiliki beberapa keuntungan, yaitu [2] : 1. Membentuk siklus pemakaian energi tidak terbarukan. 2. Dapat menjadi sumber petrokimia alternatif untuk menurunkan pembelian atau pemakaian energi tidak terbarukan. 3. Solusi alternatif yang efektif untuk mengurangi limbah plastik yang berakibat tercegahnya pencemaran lingkungan yang biasanya ditimbulkan oleh cara pengolahan insinerasi dan landfill.

2.3.1 Thermal Cracking Thermal Degradation

Degradasi secara termal adalah suatu proses sederhana dimana pada temperatur tinggi polimer mencair dan pecah menjadi molekul yang lebih kecil. Akan tetapi produk yang dihasilkan berkualitas rendah [8]. Thermal cracking pada hal ini adalah dalam artian tidak menggunakan katalis. Thermal cracking dari polietilena dan polipropilena biasanya dilakukan pada temperatur tinggi 700 °C, untuk memproduksi campuran olefin C 1 – C 4 dan kompenen aromatis terutama benzen, toluen, dan xylen atau pada temperatur rendah 400 – 500 °C dimana tiga fraksi dihasilkan yaitu gas bernilai kalor tinggi, minyak hidrokarbon terkondensasi, dan lilin waxes. Cracking pada suhu rendah menghasilkan produk yang agak keras waxy didalam reaktor yang mana terdiri dari parafin dengan char karbon. Fraksi cair mempunyai komponen utama olefin linear dan parafin C 11 – C 14 atom karbon. Thermal Cracking dari poliolefin berlangsung melalui mekanisme pemotongan acak pada empat langkah: inisiasi, propagasi, inter- atau intra- molekular transfer hidrogen diikuti dengan pemotongan – β dan terminasi. Secara umum, thermal cracking menggunakan energi dalam jumlah besar [22].

2.3.2 Catalytic Cracking

Penambahan katalis pada proses pirolisis mempunyai banyak keuntungan. Penambahan katalis akan memperbaiki kualitas dari bahan bakar yang dihasilkan. Universitas Sumatera Utara 16 Waktu Reaksi menit Y ie ld P ro d u k B ah an B ak ar C ai r w t Keterangan : Catalytic Degradation Thermal Degradation 430 °C 400 °C Penggunaan katalis pada metode cracking akan menghasilkan reaksi pada suhu yang lebih rendah, sehingga akan menurunkan jumlah penggunaan energi [22]. Penambahan katalis juga bertujuan untuk meningkatkan yield produk cair dan memperbaiki kualitas minyak [17]. Aguado et al [23] melaporkan bahwa catalytic degradation mampu memecah rantai dalam waktu yang lebih singkat dan distribusi produk yang lebih baik dibadingkan dengan pemecahan secara termal. Pemecahan dengan katalis menghasilkan laju degradasi yang tinggi sehingga produk cair akan lebih banyak terbentuk. Dengan demikian apabila waktu reaksi singkat, dimana pemecahan termal akan membentuk banyak produk berviskositas tinggi seperti wax daripada pemecahan dengan katalis karena laju degradasinya yang rendah [24]. Tabel 2.7 dan Gambar 2.4 menunjukkan perbandingan yield antara pemecahan tanpa katalis dan dengan menggunakan katalis. Tabel 2.7 Perbandingan Yield Gas, Cairan, dan Residu dari Pemecahan Secara Termal dan Katalitik dari Limbah HDPE pada 430 °C [24] Gas Cairan Residu Thermal Degradation 20,0 75,7 4,5 Catalytic Degradation 19,4 79,7 0,9 Gambar 2.4 Perbandingan Yield Produk Cair yang Didapat dari Pemecahan Plastik HDPE Secara Termal dan dengan Katalis FCC [19] Universitas Sumatera Utara 17 Ada dua jenis katalis, yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis homogen digunakan untuk degradasi poliolefin kebanyakan asam lewis seperti AlCl 3 , metal tetrakloroaluminat, dan katalis baru berbasis cairan organik ionik [8]. Beberapa variasi katalis hidrogen telah diuji pada catalytic cracking dari poliolefin dan polistirena, yang dapat digolongkan sebagai berikut :  Padatan asam konvensional : zeolit, silika alumina, katalis FCC Farah et al [10] meneliti penggunaan beberapa jenis katalis NaOH, HUSY, dan Hbeta Zeolite untuk mendegradasi limbah botol HDPE. Penggunaan padatan asam dapat memperpendek panjang rantai karbon dari parafin menjadi C 10 – C 28 , dan mengubah komposisi produk. Diperoleh dari hasil penelitian bahwa katalis Zeolit Hbeta menghasilkan cairan yang paling banyak dengan rantai karbon yang paling pendek C 11 – C 29 . Dalam penelitian ini juga dapat disimpulkan penggunaan reaktor berunggun dapat meningkatkan efektivitas produksi bahan bakar tanpa pengunaan katalis yang mahal. Gonzales et al [7] meneliti tentang pengaruh penggunaan beberapa jenis katalis pada degradasi katalitik polietilen. Perbedaan jenis katalis mempengaruhi suhu yang diperlukan untuk didapatkan konversi maksimum. Penggunaan katalis silika gel mencapai konversi maksimum pada suhu 450 °C, 5A molecular sieve pada suhu 700 °C, dan karbon aktif pada suhu 450 °C. Komposisi fraksi yang dihasilkan juga berbeda pada setiap jenis katalis. Fraksi gas yang didapatkan pada pemecahan dengan silika gel mempunyai komposisi metana tertinggi yaitu 34 . Jerry et al [25] meneliti konversi limbah polietilen dan polistiren menjadi bahan bakar dengan memvariasikan beberapa katalis seperti zeolit dan Fluid Cracking Catalyst FCC. Didapatkan suhu optimum pada pengunaan katalis jenis FCC pada 410 – 430 °C dengan konversi fraksi gas dan bahan bakar sebesar 90 .  Katalis mesostruktur : MCM-41, FSM-16, Al-SBA-15 Aguado et al [26] meneliti tentang konversi katalitik poliolefin jenis LDPE dan HDPE menjadi bahan bakar cair dengan menggunakan katalis MCM- 41 dan zeolit. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa MCM-41 menghasilkan produk cairan lebih banyak dengan titik didih bensin C 5 – Universitas Sumatera Utara 18 C 12 dan C 3 – C 22 . MCM-41 mempunyai luas permukaan yang besar walaupun punya keasaman yang lebih rendah daripada zeolit.

2.3.3 Mekanisme Catalytic Cracking