commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Demam Berdarah Dengue DBD atau Dengue Hemorrhagic Fever DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh karena infeksi virus yang sangat
berbahaya karena dapat menyebabkan penderita meninggal dunia dalam waktu yang sangat pendek beberapa hari. Gejala klinik DBD berupa demam tinggi
yang berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari dan manifestasi perdarahan yang biasanya didahului dengan terlihatnya tanda khas berupa bintik-bintik merah
petechie pada bagian-bagian badan penderita. Jika gejala-gejala ringan tanpa disertai pendarahan, penyakitnya disebut Demam Dengue DD atau Dengue
Fever DF. Penderita dapat pula mengalami sindrom syok dan meninggal Agoes, 2009. Demam Berdarah Dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara,
Pasifik Barat, dan Karibia Suhendro dkk, 2006. Penyakit ini termasuk sepuluh penyebab perawatan di rumah sakit dan kematian pada anak-anak pada sedikitnya
delapan Negara-negara tropis Asia WHO, 1999. Vektor utama demam dengue adalah Aedes aegypti Sembel, 2009. Aedes
aegypti tersebar luas di seluruh Indonesia meliputi semua provinsi yang ada Agoes, 2009. Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut Mansjoer dkk,
1
commit to user
2
2005. Virus demam dengue terdiri atas 4 tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 Sembel, 2009. DBD terjadi bilamana pasien mengidap virus dengue
sesudah terjadi infeksi sebelumnya oleh tipe virus dengue yang lain Sembel, 2009. Vaksin dengue saat ini sangat dibutuhkan untuk menekan penyebaran
penyakit dengue secara global. Namun demikian, sampai sekarang belum ada vaksin yang siap digunakan untuk menangkal infeksi keempat serotipe virus
dengue Garjito, 2007 Pada area dengan kejenuhan populasi manusia yang tinggi, banyak orang
yang mungkin terpajan dengan nyamuk Aedes aegypti, meskipun indeks rumah nyamuk rendah WHO, 1999. Dilakukan berbagai cara pengendalian spesies
nyamuk sebagai usaha mengeliminasi DBD. Pengendalian larva merupakan salah satu cara efektif di dalam pengendalian vektor DBD WHO, 1999. Upaya
membasmi nyamuk Aedes aegypti yang paling efektif dan perlu dilakukan, justru ketika nyamuk-nyamuk itu masih dalam bentuk jentik-jentik Indrawan, 2001.
Dikenal beberapa insektisida sintetik seperti DDT, abatetemefos, malathion, baygon, dieldrin, dan piretrum. Saat ini DDT sudah tidak diproduksi lagi dan
dilarang penggunaannya diberbagai negara karena dampaknya yang sangat merusak lingkungan, yaitu mematikan makhluk hidup lainnya yang bukan
targetnya. Bahan kimia anorganik yang terkandung dalam insektisida piretrum diketahui menimbulkan efek paralisis pada serangga namun mengiritasi bronkus
dan menyebabkan sesak napas pada manusia Agoes, 2009. Hal ini menyebabkan orang terus mencari insektisida dan larvasida yang aman bagi lingkungan, tidak
commit to user
3
menimbulkan atau sedikit masalah resistensi. serta mudah memperolehnya Boewono, 2004. Sifat-sifat insektisida yang baik adalah tidak berbahaya bagi
manusia dan ternak, memiliki daya bunuh besar dan cepat, serta harga murah dan mudah didapat Agoes, 2009.
Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki flora yang sangat beragam dan mengandung cukup banyak jenis tumbuh-tumbuhan yang merupakan sumber
bahan insektisida botani. Dewasa ini penelitian tentang famili tumbuhan yang berpotensi sebagai insektisida botani telah banyak dilaporkan Sarjan, 2007.
Dinata 2008 meneliti tentang ekstrak kulit jengkol P. lobatum yang bersifat toksik terhadap larva Aedes aegypti karena mengandung flavonoid, tanin,
alkaloid, dan saponin. Menurut penelitian Rohmawati 1995, ekstrak daun pandan wangi Pandanus amaryllifolius bisa membunuh larva Aedes aegypti
karena mengandung polifenol, flavonoid, saponin, minyak atsiri, dan alkaloid. Cara kerja senyawa-senyawa kimia seperti yang terkandung dalam tanaman-
tanaman tersebut di atas adalah sebagai stomach poisoning atau racun perut yang dapat mengakibatkan gangguan pada sistem pencernaan larva Aedes aegypti,
sehingga larva tersebut gagal tumbuh dan akhirnya mati Dinata, 2008. Daun kemangi Ocimum sanctum Linn mengandung beberapa senyawa di
antaranya flavonoid, saponin, tanin, dan eugenol yang merupakan zat-zat yang bersifat toksik terhadap larva Depkes RI, 2001; Dharmayanti, 2008; Sudarsono
dkk, 2002. Flavonoid merupakan senyawa pertahanan tumbuhan yang dapat
commit to user
4
bersifat menghambat nafsu makan serangga Dinata, 2008. Saponin dapat menghambat kerja enzim proteolitik yang menyebabkan penurunan aktivitas
enzim pencernaan dan penggunaan protein Suparjo, 2008. Tanin dapat menurunkan kemampuan mencerna makanan pada serangga dengan cara
menurunkan aktivitas enzim pencernaan Dinata, 2008. Eugenol bertindak sebagai racun perut dan menghambat reseptor perasa pada mulut larva Prasetya,
2006. Biji jarak Ricinus communis L. mengandung ricin yaitu suatu protein
enzim yang memiliki 2 rantai yaitu rantai A dan rantai B. Rantai A memiliki aktivitas toksik karena menghambat sintesis protein dengan menginaktivasi
pabrik pembuatan protein yakni ribosom Sinaga, 2005; Hadi, 2004. Menarik untuk diteliti adakah efek potensiasi larvasida kombinasi kedua
ekstrak tumbuhan ini, yakni campuran daun kemangi Ocimum sanctum L. dan biji jarak Ricinus communis L. terhadap nyamuk Aedes aegypti.
B. Rumusan Masalah