mengunakan keyakinannya, namun dalam membentuk keyakinannya hakim harus pula berdasarkan pada minimal dua lat bukti yang sah yang ada dalam
persidangan. Terhadap pembuktian yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum haruslah
mampu meyakinkan hakim melalui alat-alat bukti yang dihadirkannya dalam persidangan sebagai sesuatu yang dapat menguatkan tuntutan dari
Jaksa Penuntut Umum. Dan dalam melakukan tuntutan Jaksa Penuntut Umum haruslah menyesuaikan dengan fakta-fakta hukum yang ada dalam
persidangan sehingga benarlah suatu tindak pidana tersebut telah terjadi dan dilakukan oleh Terdakwa sehingga tuntutan tersebut dibuat seobjektif
mungkin.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, dapat diberikan saran sebagai berikut :
1. Aparat penegak hukum terlebih kepada Majelis Hakim untuk memberikan
pertimbangan yang sesuai dengan hati nuraninya dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berdasarkan kepada kebenaran,
keadilan, kepastian, dan kemannfaatan hukum dalam menjatuhkan suatu putusan
2. Terhadap Jaksa Penuntut Umum sebagai salah satu pihak yang dalam
persidangan memiliki hak untuk melakukan pembuktian terhadap tuntutan yang dibuatnya terhadap terdakwa hendaklah memberikan alat-alat bukti
Universitas Sumatera Utara
yang memang dapat membuktikan bahwa terdakwa memang bersalah. Apabila dalam pembuktian dalam persidangan dimana fakta-fakta hukum
telah terungkap dan terdakwa tidak sepenuhnya bersalah terhadap apa yang didakwakan kepadanya hendaklah Jaksa Penuntut Umum menuntut hal yang
kurang terbukti kebenarannya dalam pembuktian. 3.
Majelis Hakim hendaknya lebih arif dan bijaksana dalam menilai bukti- bukti yang diajukan dalam suatu perkara tindak pidana terutama
pembunuhan, agar tujuan hukum acara pidana yang mencari kebenaran materiil benar-benar dapat terwujud.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PERANAN PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN
BERENCANA DAN PENGANIAYAAN BERENCANA A.
Pengaturan Mengenai Pembunuhan Berencana dan Penganiayaan Berencana dalam KUHP
1. Pengaturan Mengenai Pembunuhan Berencana dalam KUHP
Kejahatan terhadap nyawa misdrijven tegen het leven adalah berupa penyerangan terhadap nyawa orang lain. Kepentingan hukum yang dilindungi dan
yang merupakan objek kejahatan ini adalah nyawa leven manusia. Kejahatan terhadap nyawa dalam KUHP dapat dibedakan atau dikelompokkan atas 2 dasar,
yaitu : 1 atas dasar unsur kesalahannya dan 2 atas dasar objeknya nyawa. Atas dasar kesalahannya ada 2 kelompok kejahatan terhadap nyawa, ialah :
a. Kejahaatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja dolus
misdrijven , adalah kejahatan yang dimuat dalam Bab XIX KUHP, pasal
338 sd 350. b.
Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan tidak dengan sengaja culpose misdrijven
, dimuat dalam Bab XXI khusus pasal 359. Sedangkan atas dasar objeknya kepentingan hukum yang dilindungi,
maka kejahatan terhadap nyawa dengan sengaja dibedakan dalam 3 macam, yakni:
a. Kejahatan terhadap nyawa orang pada umumnya, dimuat dalam pasal
338,339,340,344,345.
31
Universitas Sumatera Utara
b. Kejahatan terhadap nyawa bayi pada saat atau tidak lama setelah
dilahirkan, dimuat dalam pasal 341,342,dan 343. c.
Kejahatan terhadap nyawa bayi yang masih ada dalam kandungan ibu janin, dimuat dalam pasal 346,347,348 dan 349.
32
Berdasarkan hal diatas dapat disimpulkan bahwa kejahatan terhadap nyawa merupakan suatu tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang
sebagai perbuatan yang anti sosial atau suatu perkosaan terhadap skala nilai sosial atau perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat yang menyebabkan hilangnya
kehidupan manusia mati, sehingga tidak dapat melaksanakan aktivitas sebagaimana manusia normal yang hidup.
KUHP menjelaskan mengenai kejahatan terhadap nyawa dirumuskan dalam Bab XIX secara lengkap. Kejahatan terhadap nyawa dirumuskan melalui
tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja. Perbuatan dan niat menggolongkan tindak pidana pembunhan kedalam tindak pidana tertentu,
maksudnya mengenai tindak pidana pembunuhan telah dibagi berdasarkan perbuatan dan niat bagi pelaku kejahatan dalam menjalankan aksinya.
Kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain itu dalam KUHP yang dewasa ini berlaku telah disebut sebagai pembunuhan. Untuk menghilangkan
nyawa orang lain itu seorang pelaku harus melakukan sesuatu atau suatu rangkaian tindakan yang berakibat dengan meninggalnya orang lain tersebut.
33
Istilah pembunuhan berencana pertama kali dipakai dalam pengadilan pada tahun 1963, pada sidang Mark Richardson, yang dituduh membunuh
32
Ibid., hlm. 55-56
33
P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh dan Kesehatan
Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
istrinya. Pada sidang itu diketahui bahwa Richardson berencana membunuh istrinya selama tiga tahun.
Pembunuhan dengan rencana lebih dulu atau disingkat dengan pembunuhan berencana, adalah pembunuhan yang paling berat ancaman
pidananya dari seluruh bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam pasal 340 yang rumusannya adalah :
“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu
, paling lama dua puluh tahun”.
34
Rumusan tersebut terdiri dari unsur-unsur : a.
Unsur Subyektif : Dengan Sengaja dan Dengan rencana terlebih dahulu
b. Unsur Obyektif:
Perbuatan yaitu menghilangkan nyawa orang lain. Dan yang menjadi objeknya adalah nyawa orang lain.
Pasal 340 dirumuskan dengan cara mengulang kembali seluruh unsur dalam pasal 338, kemudian ditambah dengan satu unsur lagi yakni “dengan
rencana terlebih dahulu”. Oleh karena dalam pasal 340 mengulang lagi seluruh unsur pasal 338, maka pembunuhan berencana dapat dianggap sebagai
pembunuhan yang berdiri sendiri een zelfstanding misdrijf lepas dan lain dengan pembunuhan biasa dalam bentuk pokok 338.
34
Himpunan Peraturan Perundang-undangan KUHAP KUHP Jakarta: Fokusmedia, 2012
Universitas Sumatera Utara
Apalagi pembunuhan berencana itu dimaksdukan oleh pembuntuk dari UU sebagai pembunuhan bentuk khusus yang memberatkan, seharusnya tidak
dirumuskan dengan cara demikian , melainkan dalam pasal 340 itu cukup disebut sebagai pembunuhan saja, tidak perlu menyebut seluruh unsur pasal 338 lagi.
Mengenai unsur dengan rencana terlebih dahulu, pada dasarnya, mengandung 3 unsur, yaitu :
a. Memutuskan kehendak dalam suasana tenang.
b. Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai
dengan pelaksanaan kehendak. c.
Pelaksanaan kehendak perbuatan dalam suasana tenang.
35
Pembunuhan berencana merupakan pemberatan dari pembunuhan biasa yang diatur dalam pasal 338 KUHP. Dimana yang membedakannya adalah
adanya unsur “direncanakan terlebih dahulu”. Pembunuhan berencana diatur
dalam pasal 340 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut : Terhadap isi dari pasal 340 KUHP diatas, R.Soesilo dalam bukunya
memberikan sedikit penjelasan dalam bukunya yaitu kejahatan ini dinamakan sebagai pembunuhan dengan direncanakan lebih dahulu moord. Boleh dikatakan
bahwa ini adalah suatu pembunuhan biasa doodslag dalam pasal 338 KUHP, akan tetapi dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu.
Direncanakan lebih dahulu voorbedacbte rade = antara timbulnya maksud untuk membunuh dengan pelaksanaannya itu masih ada tempo bagi si
pembuat untuk dengan tenang memikirkan misalnya dengan cara bagaimanakah
35
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Nyawa dan Tubuh Jakarta: Raja Grafindo, 2013, hlm. 80-82.
Universitas Sumatera Utara
pembunuhan itu akan dilakukan. Tempo ini tidak boleh terlalu sempit, akan tetapi sebaliknya juga tidak perlu terlalu lama, yang penting ialah apakah didalam tempo
itu si pembuat dengan tenang masih dapat berpikir-pikir, yang sebenarnya ia masih ada kesempatan untuk membatalkan niatnya akan membunuh itu, akan
tetapi tidak ia pergunakan. Pembunuhan dengan mempergunakan racun hampir semua merupakan “moord”.
36
Menurut memori penjelasan, untuk “berencana” diisyaratkan “saat untuk menimbang dengan ten
ang dan berpikir secara mantap”. Untuk itu, dianggap cukup kalau pembuat sebelum melaksanakan kejahatan mempunyai waktu untuk
mempertimbangkan apa yang hendak dilakukannya. Juga, adanya bagian subyektif ini, sering kali disimpulkan oleh hakim dari “keadaan objektif”
kejadian. Demikian Hoge Raad. Membenarkan konklusi dari Pengadilan Tinggi Den Haag mengenai rencan terlebih dahulu yang dianggap terbukti, yaitu “Karena
beberapa hari sebelumnya, ketika banyak pemuda menjalani milisi, terdakwa mengenakan pakaian seragam, pada hari pembunuhan menggunakan kacamata
gelap, dan dengan alasan palsu membujuk korban untuk keluar dari rumahnya. Rencana terlebih dahulu itu mendahului pelaksanaan perbuatan, jadi
mendahului perbuatan dengan sengaja. Ciri “menimbang dengan tenang dan berpikir secara mantap” tidak sesuai dengan kenyataan. Ketenangan dan
kemantapan itu sering tidak besar. Selain itu, yang menjadi persoalan tidak begitu mengenai keadaan kebatinan, tetapi mengenai persiapan. Apa yang membedakan
pembunuhan berencana dari pembunuhan biasa adalah adanya suatu perencanaan,
36
R.Soesilo. KUHP serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal Bogor:Politeia, 1994. hlm.241.
Universitas Sumatera Utara
persiapan, pemilihan waktu yang tepat, dan pemandangan yang rendah terhadap nyawa orang lain.
37
2. Pengaturan Mengenai Penganiayaan Berencana Dalam KUHP
Dibentuknya kejahatan terhadap tubuh manusia misdrijven tegen bet liff ini ditujukan bagi perlindungan kepentingan hukum atas tubuh dari perbuatan-
perbuatan berupa penyerangan atas tubuh atau bagian dari tubuh yang mengakibatkan rasa sakit atau luka, bahkan karena luka yang sedemikian rupa
pada tubuh dapat menimbulkan kematian. Atas dasar unsur kesalahannya, kejahatan terhadap tubuh ada 2 macam, ialah :
1. Kejahatan terhadap tubuh yang dilakukan dengan sengaja. Kejahatan yang
dimaksudkan ini diberi kualifikasi sebgai penganiayaan mishandeling, dimuat dalam Bab XX buku II, pasal 351 sd 358.
2. Kejahatan terhadap tubuh karena kelalaian, dimuat dalam pasal 360 Bab XXI
yang dikenal dengan kualifikasi karena lalai menyebabkan orang lain luka.
38
Kejahatan terhadap tubuh dalam KUHP hal ini disebut dengan “penganiayaan” tetapi KUHP sendiri tidak memuat arti penganiayaan tersebut.
Ilmu pengetahuan doktrine mengartikan penganiayaan sebagai setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada
orang lain Jelaslah bahwa kata penganiayaan tidak menunjuk pada perbuatan
tertentu, misalnya kata mengambil dalam pencurian. Maka dapat dikatakan bahwa kini pun tampak pada perumusan secara material. Akan tetapi, tampak secara jelas
37
D. Schaffmeister, Hukum Pidana Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007, hlm. 96.
38
Adami Chazawi, Op.Cit, hlm. 7.
Universitas Sumatera Utara
apa wujud akibat yang harus disebabkan. Menurut penjelasan Menteri Kehakiman pada waktu pembentukan pasal 351 KUHP dirumuskan antara lain:
1. Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk memberikan
penderitaan badan kepada orang lain; 2.
Setiap perbuatan yang dilakukan yang dilakukan dengan sengaja untuk merugikan kesehatan orang lain. Dengan demikian, unsur kesengajaan ini
kini terbatas pada wujud tujuan oogmerk, tidak seperti unsur kesengajaan dari pembunuhan.
39
Berdasarkan unsur kesalahannya, kejahatan terhadap tubuh ada 2 macam yaitu kejahatan terhadap tubuh dengan sengaja dan kejahatan terhadap tubuh
karena kelalaian. Berikut dibawah ini adalah penjabaran mengenai penggolongan disertai mengenai penjelasan dari kejahatan terhadap tubuh.
KUHP mengatur mengenai tindak pidana penganiayaan yang disengaja dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu sebagai berikut:
a. Penganiayaan biasa sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP.
b. Penganiayaan ringan sebagaimana diatur dalam Pasal 352 KUHP.
c. Penganiayaan berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 353 KUHP.
d. Penganiayaan berat sebagaimana diatur dalam Pasal 354 KUHP.
e. Penganiayaan berat berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 355
KUHP. f.
Penganiayaan terhadap orang yang berkualitas tertentu.
39
http:wwwqolbu27.blogspot.co.id201006tindak-pidana-terhadap-tubuh.html. Diakses pada hari Kamis, 7 April 2016 pukul 11.54
Universitas Sumatera Utara
Penganiayaan berencana diatur dalam Pasal 353, mengenai penganiayaan berencana merumuskan sebagai berikut:
1. Penganiayaan dengan rencana lebih dulu, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 tahun; 2.
Jika perbuatan itu menimbulkan luka-luka berat, yang bersalah dipidana dengan pidan penjara paling lama 7 tahun;
3. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah dipidana dengan
pidana penjara paling lama 9 tahun. Ada 3 macam penganiayaan berencana, yakni :
1. Penganiayaan berencana yang tidak berakibat luka berat atau kematian;
2. Penganiayaan berencana yang berakibat luka berat;
3. Penganiayaan berencana yang berakibat kematian
Kejahatan yang dirumuskan pasal 353 dalam praktik hukum diberi kualifikasi sebagai penganiayaan berencana, oleh sebab terdapatnya unsur
direncanakan lebih dulu meet voorbedachte rade sebelum perbuatan dilakukan. Direncanakan lebih dulu disingkat berencana, adalah bentuk khusus dari
kesengajaan opzettelijk dan merupakan alasan pemberat pidana pada penganiayaan yang bersifat subyektif dan yang juga terdapat pada pembunuhan
berencana.
40
Ada persamaan dan perbedaan antara penganiayaan biasa bentuk a 351 ayat 1 dengan penganiayaan berencana bentuk a. Persamaannya, ialah pada
kedua penganiayaan :
40
Adami Chazawi, Op.Cit, hlm. 26.
Universitas Sumatera Utara
1. Masing-masing tidak mengakibatkan luka berat atau kematian
2. Memiliki kesengajaan yang sama terhadap perbuatan beserta akibatnya,
maksudnya baik terhadap perbuatan maupun akibat perbuatan berupa rasa sakit tubuh orang lain sama diinginkan petindak
3. Bila mengakibatkan luka, haruslah berupa bukan luka berat dalam arti luka
ringan sebagai kebalikan dari luka berat. 4.
Sama berlaku faktor yang memperberat pidana sebagaimana yang diatur dalam pasal 356
Sedangkan perbedaannya adalah, bahwa pada penganiayaan biasa bentuk : 1.
Tidak terdapat unsur direncanakan lebih dahulu. 2.
Dapat terjadi pada penganiayaan ringan, yakni bila penganiayaan itu tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan
atau pencaharian. 3.
Dipandang sebagai bentuk pokokstandar dari penganiayaan. 4.
Percobaannya tidak dapat dipidana. Sedangkan penganiayaan berencana bentuk a adalah :
1. Adanya faktor pemberat pidana berupa direncanakan lebih dulu ;
2. Tidak mungkin terjadi pada penganiayaan ringan, karena pasal 353 disebut
sebagai perkecualian dari penganiayaan ringan ; 3.
Dipandang sebagai penganiayaan yang dikualifisir gequalificeerde mishandeling
; 4.
Percobaannya dipidana .
Universitas Sumatera Utara
Pada penganiayaan berencana bentuk b dan c, sama pula halnya dengan penganiayaan biasa bentuk b dan c, penganiayaan berencana itu menimbulkan
akibat luka berat dan kematian. Akibat luka berat dan kematian adalah faktoralas an pemberat pidana yang bersifat obyektif
Kesengajaan petindak tidak ditunjukkan pada akibat luka berat dan atau kematian, sebab apabila akibat luka berat yang dikehendaki, maka bukan
penganiayaan yang berencana yang menimbulkan luka berat ayat 2 yang terjadi, akan tetapi penganiayaan berat berencana 355. Apabila kesengajaan ditujukan
pada akibat kematian, maka bukan penganiayaan berencana yang mengakibatkan kematian ayat 3 yang terjadi, tetapi pembunuhan berencana 340.
Perbedaan antara penganiayaan biasa bentuk b dan c dengan penganiayaan berencana bentuk b dan c lainnya, pada dasarnya adalah sama dengan perbedaan
antara penganiayaan biasa bentuk a dengan penganiayaan berencana bentuk a yang sudah disinggung dibagian muka, dengan tambahan bahwa faktor pemberat
pidana pada penganiayaan biasa bentuk b dan c hanyalah pada akibat perbuatan luka berat dan atau kematian saja, akan tetapi pada penganiayaan berencana
bentuk b dan c selain pada akibat luka berat dan atau kematian, faktor obyektif, juga pada faktor direncanakan terlebih dahulu. Ada alasan pemberat pidana pada
penganiayaan, yakni akibat perbuatan berupa luka berat ayat 2 dan kematian ayat 3.
41
41
Ibid ., hlm. 28-31.
Universitas Sumatera Utara
3. Perbedaan Antara Pembunuhan Berencana dan Penganiayaan Berencana
Dalam hal ini penulis akan membahas lebih mendalam mengenai pembunuhan berencana dan penganiayaan berencana secara khusus. Mengenai
perbedaan antara pembunuhan berencana dan penganiayaan berencana yang berakibat kematian memiliki perbedaan yang sulit untuk dibedakan, dikarenakan
tidak adanya suatu rumusan yang sangat jelas dalam membedakan kedua hal tersebut.
Mengenai perbedaan antara kejahatan terhadap nyawa dan kejahatan terhadap tubuh dalam prakteknya, terdapat sedikit kerumitan dalam penerapan
perbedaan keduanya, terutama pada pembunuhan berencana dan juga penganiayaan yang berakibat pada kematian yang telah direncanakan terlebih
dahulu. Karena pada dasarnya ada akibat dari tindakan tersebut yaitu hilangnya nyawa seseorang yang disebabkan oleh perbuatan dari pelaku. Sehingga perlu
dibuktikan terlebih dahulu mengenai makna berencana yang terkandung dalam pembunuhan berencana serta penganiayaan berat dan berencana. Kemudian harus
dibuktikan kembali niat awal dari pelaku kejahatan, hal tersebut dapat dilihat dari tindakan yang dilakukan oleh para pelaku.
Serta perlu dikaji mengenai pembuatan surat dakwaan. Jenis tindak pidana yang dalam frekuensi menyusul adalah tindak pidana mengenai tubuh dan nyawa
orang, yaitu terutama penganiayaan dan pembunuhan. Kedua macam tindak pidana ini sangat erat hubungannya.
42
42
Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hlm. 66.
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan antara Pidana Penganiayaan yang Mengakibatkan Kematian dengan Tindak Pidana Pembunuhan adalah terletak pada unsur-unsurnya. Adapun
yang menjadi unsur penganiayaan yang mengakibatkan kematian adalah: 1.
Unsur Kesengajaan Hukum pidana akan melihat unsur kesengajaan berdasarkan kasus
perkasus animus ad se omne jus ducit. Terkadang, kesengajaan lebih diperhitungkan dibandingkan dengan kejadiaannya atau fakta yang sesungguhnya
in maleficiis voluntas spectator, non exitus. Dalam konteks ini, penting kiranya kita memahami jenis-jenis kesengajaan yang akan diulas sebagai berikut :
a. Kesengajaan Sebagai Maksud.
Kesengajaan sebagai maksud atau opzet als oogmerk adalah kesengajaan untuk mencapai suatu tujuan. Artinya, antara motivasi seseorang
melakukan perbuatan, tindakan dan akibatnya benar-benar terwujud. b.
Kesengajaan Sebagai Kepastian Berbeda dengan kesengajaan sebagai maksud, kesengajaan sebagai
kepastian atau
keharusan opzet
bij noodzakelijkheids
of zekerheidsbewustzijn
adalah kesengajaan yang menimbulkan dua akibat. Akibat pertama dikehendaki oleh pelaku, sedangkan akibat kedua, tidak
dikehendaki oleh pelaku, sedangkan akibat kedua, tidak dikehendaki namun pasti atau harus terjadi.
c. Kesengajaan Sebagai Kemungkinan
Adakalanya suatu kesengajaan menimbulkan akibat yang tidak pasti terjadi namun merupakan suatu kemungkinan. Dalam hal yang demikian
Universitas Sumatera Utara
terjadilah kesengajaan dengan kesadaran akan besarnya kemungkinan atau opzet met waarschijnlijkheidsbewustzijn.
43
Tindak pidana penganiayaan unsur kesengajaan harus diartikan sebagai sebagai kesengajaan sebagai maksud. Berbeda dengan tindak pidana lain seperti
pembunuhan, unsur kesengajaan harus ditafsirkan secara luas yaitu meliputi kesengajaan sebagai maksud, kesengajaan sebagai kepastian dan kesengajaan
sebagai kemungkinan. Dengan penafsiran bahwa unsur kesengajaan dalam tindak pidana
penganiayaan ditafsir sebagai kesengajaan sebagai maksud opzet alsa ogmerk, maka seseorang baru dapat dikatakan melakukan tindak pidana penganiayaan,
apabila orang itu mempunyai maksud menimbulkan akibat berupa rasa sakit atau luka pada tubuh. Jadi, dalam hal ini maksud orang itu haruslah ditujukan kepada
perbuatan dan rasa sakit atau luka pada tubuh. Walaupun secara prinsip kesengajaan dalam tindak pidana penganiayaan
harus ditafsirkan sebagai kesengajaan sebagai maksud , namun dalam hal-hal tertentu kesengajaan dalam penganiayaan juga dapat ditafsirkan sebagai
kesengajaan sebagai kemungkinan
44
. Hal ini pernah dilakukan Hooge Raad dalam arrestnya tanggal 15 Januari 1934 , yang menyatakan :
“Kenyataan bahwa orang telah melakukan suatu tindak pidana yang besar kemungkinan dapat menimbulkan perasaan sangat sakit pada orang lain itu
merupakan suatu penganiayaan. Tidak menjadi soal bahwa dalam kasus ini opzet pelaku telah tidak ditujukan untuk menimbulkan perasaan sangat
sakit seperti itu melainkan telah ditujukan kepada perbuatan untuk
43
Eddy O.S. Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana Yogyakarta: Cahaya Atma Pusaka, 2014, hlm. 136-137.
44
Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan Malang: UMM Press, 2009, , hlm. 73.
Universitas Sumatera Utara
melepaskan diri dari penangkapan oleh seorang pegawai polisi ”.
45
Bertolak dari Arrest Hoge Raad diatas tersimpul, bahwa kemungkinan
terhadap terjadinya rasa sakit yang semestinya dipertimbangkan oleh pelaku tetapi tidak dilakukannya sehingga karena perbuatan yang dilakukannya itu
menimbulkan rasa sakit, telah ditafsirkan sebagai penganiayaan. Dalam hal ini sekalipun pelaku tidak mempunyai maksud untuk menimbulkan rasa sakit dalam
perbuatannya, tetapi ia tetap dianggap melakukan penganiayaan atas pertimbangan, bahwa mestinya ia sadar bahwa perbuatan yang dilakuaknnya itu
sangat mungkin akan menimbulkan rasa sakit. Namun demikian, penganiayaan itu dapat ditafsirkan sebagai kesengajaan
dengan sadar akan kemungkinan , tetapi penafsiran tersebut juga terbatas pada adanya kesengajaan sebagai kemungkinan terhadap akibat. Artinya dapat diambil
suatu kesimpulan bahwa dimungkinkan penafsiran secara luas terhadap unsur kesengajaan itu yaitu kesengajaan sebagai maksud, sengaja sebagai kepastian,
hanya dimungkinkan terhadap akibatnya. Sementara terhadap perbuatan itu haruslah merupakan tujuan dari si pelaku kejahatan tersebut.
2. Unsur Perbuatan
Yang dimaksud sebagai perbuatan dalam penganiayaan adalah suatu perbuatan dalam arti positif. Artinya perbuatan tersebut haruslah merupakan
aktivitas atau kegiatan dari manusia dengan menggunakan sebagian anggota tubuhnya sekalipun sekecil apapun perbuatan itu. Selain bersifat positif, unsur
perbuatan dalam tindak pidana penganiayaan juga bersifat abstrak. Artinya
45
Ibid., hlm. 74.
Universitas Sumatera Utara
penganiayaan itu bisa dalam berbagai bentuk perbuatan seperti memukul, mencubit, mengiris, membacok, dan sebagainya.
Dalam hal melakukan suatu perbuatan dalam hal ini, haruslah dilihat bahwa, walaupun disadari bahwa perbuatan yang sengaja dilakukan,
menimbulkan rasa sakit ataupun luka, tetapi bila bukan itu yang menjadi tujuannya melainkan sebagai sarana yang patut, maka disini tidak ada
penganiayaan. Dengan demikian pada perbuatan yang yang mengandung tujuan lain yang patut itu menjadi kehilangan sifat terlarangnya melawan hukum,
dengan karenanya tidak dipidana.
46
3. Akibat perbuatan yang dituju, berupa rasa sakit atau luka pada tubuh
Rasa sakit dalam konteks penganiayaan mengandung arti sebagai terjadinya atau timbulnya rasa sakit, rasa perih, tidak enak atau penderiataan.
Sementara yang dimaksud dengan luka adalah adanya suatu perubahan dari tubuh, atau terjadinya perubahan rupa tubuh sehingga menjadi berbeda dari keadaan
tubuh sebelum terjadinya penganiayaan. Perubahan rupa itu misanya lecet-lecet pada kulit, putusnya jari tangan, bengkak-bengkak pada anggota tubuh. Dalam hal
ini kematian dapat terjadi, namun kematian bukanlah menjadi tujuan dari pelaku, dimana kematian menjadi suatu hal yang tidak dikehendaki oleh pembuat tindak
pidana tersebut. Kematian akibat perbuatan pelaku hanya sebagai pemberat dalam pemberian hukuman bagi pelaku. Karena apabila kematian yang menjadi salah
satu tujuan pelaku, maka perbuatan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai
46
Adami chazawi, Op.Cit., hlm. 15.
Universitas Sumatera Utara
penganiayaan melainkan pembunuhan.
47
4. Akibat mana yang menjadi tujuan satu-satunya
Unsur ini mengandung pengertian bahwa dalam tindak pidana penganiayaan akibat berupa rasa sakit atau luka itu haruslah merupakan tujuan
satu-satunya dari pelaku. Artinya pelaku memang menghendaki timbulnya rasa sakit atau luka dari perbuatan penganiayaan yang dilakukannya. Jadi, untuk
adanya penganiayaan harus dibuktikan bahwa rasa sakit atau luka pada tubuh itu menjadi tujuan dari pelaku.
Apabila akibat yang berupa rasa sakit atatu luka itu bukan menjadi tujuan dari pelaku tetapi hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain yang patut,
maka dalam hal ini tidak terjadi penganiayaan. Dalam praktek penegakan hukum, persoalan yang muncul adalah apa yang menjadi ukuran atau kriteria dari tujuan
yang patut itu? Persoalan itu mudah dijawab, sebab tidak ada ukuran atau kriteria umum baku yang dapat dipakai sebagai pedoman. Oleh karena tidak ada ukuran
yang bersifat yang secara umum dapat diterapkan, maka ukuran atau kriteria patut atau tidak patut itu diserahkan pada akal pikiran dan kebiasaan yang berlaku
dalam masyarakat. Jadi, sifatnya sangat kasuistis dan tergantung dari kebiasaan dalam masyarakat setempat.
Muncul suatu pertanyaan yaitu siapakah yang berhak menentukan mengenai perihal suatu perbuatan, dari sudut akal pikiran dan kebiasaan yang
wajar dalam masyarakat sebagai mempunyai tujuan yang patut ataukah tidak patut dalam arti sudah dipandang sebagai suatu perbuatan yang berlebihan? Maka
47
Ibid., hlm. 11.
Universitas Sumatera Utara
jawabannya bukanlah korban maupun pelaku, melainkan hakim itu sendiri. Akal pikiran hakim harus mampu menangkap secara baik nilai-nilai kewajaran dalam
masyarakat terhadap perbuatan-perbuatan seperti itu.
48
Melihat dari uraian diatas maka telah diketahuilah mengenai unsur-unsur dalam penganiayaan. Kemudian perlu lah untuk menjelaskan unsur dari
Pembunuhan Berencana, sebagai berikut : 1
Unsur Subjektif : Dengan sengaja; Dengan rencana terlebih dahulu 2
Unsur Objektif : Perbuatan yang diwujudkan dengan menghilangkan nyawa orang lain, sedangkan objeknya adalah nyawa orang lain .
Pembunuhan berencana terdiri dari pembunuhan dalam arti pasal 338 ditambah dengan adanya unsur dengan rencana terlebih dahulu. Lebih berat
ancaman pidana pada pembunuhan berencana, jika dibandingkan dengan pembunuhan dalam pasal 338 maupun 339, diletakkan pada adanya unsur dengan
rencana lebih dahulu itu. Pasal 340 dirumuskan dengan cara mengulang kembali seluruh unsur
dalam pasal 338, kemudian ditambah dengan satu unsur lagi yakni “dengan
rencan terlebih dahulu”. Oleh karena dalam pasal 340 mengulang lagi seluruh pasal 338, maka pembunuhan berencana dapat dianggap sebagai pembunuhan
yang berdiri sendiri, lepas dan lain dengan pembunuhan biasa dalam bentuk pokok 338.
Apalagi pembunuhan berencana itu dimaksudkan oleh pembentuk UU sebagai bentuk pembunuhan khusus yang memberatkan, seharusnya tidak
48
Ibid., hlm. 14.
Universitas Sumatera Utara
dirumuskan dengan cara demikian, melainkan dalam pasal 340 itu cukup disebut sebagai pembunuhan saja, tidak perlu lagi mengulang seluruh unsur pasal 338.
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa merumuskan pasal 340 dengan cara demikian, pembentuk UU sengaja melakukannya dengan maksud
sebagai kejahatan yang berdiri sendiri.
49
Terdapat perbedaaan mengenai maksud dari penggunaan istilah dengan “rencana terlebih dahulu” dalam pasal 340 dan pasal 353 KUHP. Penggunaan
kata “voorbedachte raad” yang telah dibicarakan dalam pasal 351 ayat 1 KUHP itu mempunyai kedudukan yang “tidak sama” dengan “voorbedachte raad”
didalam pasal 340 KUHP. Jika didala m rumusan pasal 340 KUHP, “voorbedachte
raad ” itu ‘merupakan unsur” dari tindak pidana “moord”, maka didalam rumusan
pasal 353 ayat 1 KUHP “voorbedachte raad” “bukan merupakan unsur”dari
tindak pidana “penganiayaan” melakinkan ia hanya merupakan suatau “keadaaan yang memberatkan pidana” strafverzwaarende omstandigheid dari tindak pidana
pidana penganiayaan seperti yang dimaksud dalam pasal 351 KUHP. Pengetahuan mengenai perbedaan kedudukan dari “voorbedachte raad” di
dalam rumusan pasal 340 KUHP dengan ini dalam rumusan pasal 353 ayat 1 KUHP itu sangat penting, yakni berkenaan dengan ketentuan yang diatur dalam
pasal 58 KUHP. Untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai perbedaan antara unsur berencana dalam pasal 340 KUHP dan 353 KUHP maka, dapat dijelaskan sebagai
berikut : a.
Voorbedachte raad dalam rumusan ketentuan pidana seperti yang diatur
49
Ibid., hlm. 81.
Universitas Sumatera Utara
dalam pasal 340 itu merupakan suatu “keadaan pribadi yang membuat pelakunya dapat dipidana” karena telah melakukan suatu moord atau
yan g di dalam bahasa Belanda juga disebut sebagai “persoonlijke
omstandigheid die de straftbaarheid bepaalt”. Ini berarti bahwa yang dapat dipersalahkan telah melakukan pembunuhan dengan direncanakan
terlebih dahulu met voorbedachte raad itu bukan hanya dadernya pelakunya saja, melainkan juga orang yang telah “membantu”
madeplichtige dan orang yang “turut melakukan” mededader tindak pidana yang bersangkutan tanpa mereka itu harus ikut merencanakan
lebih dulu tindak pidana pembunuhan dengan direncanakan terlebih
dahulu tersebut. b.
Voorbedachte raad dalam rumusan ketentuan pidana seperti yang dimaksud
dalam pasal 353 KUHP itu merupakan suatu “keadaan pribadi yang memperberat pidana” yang dapat dijatuhkan kepada pelakunya atau
yang di dalam bahasa Belanda juga disebut sebagai strafverhogende omstandigheid
, hingga sesuai dengan dengan ketentuan yang diatur dalam pasal 58 KUHP tersebut diatas itu, yang dapat dipersalahkan telah
melakukan penganiayaan dengan direncanakan terlebih dahulu “hanyalah pelakunya sendiri”, atau dalam hal penganiayaan tersebut oleh pelakunya
telah dilakukan dengan “mendapat bantuan” dari orang lain, maka orang lain “yang membantu” medeplichtige melakukan itu juga dapat
dipersalahkan telah membantu melakukan tindak pidana penganiayaan
Universitas Sumatera Utara
“dengan direncanakan terlebih dahulu”
50
. Mengetahui perbedaan arti kata yang dimaksud dalam “direncanakan
terlebih dahulu” dalam Pasal 340 KUHP dan Pasal 353 KUHP, memunculkan kembali hal lain mengenai perbedaan diantara pasal 340 serta 353 KUHP, yakni
mengenai bisa atau tidaknya seorang “mededader” orang yang turut melakukan diberi suatu hukuman pidana. Untuk memudahkan menemukan perbedaannya,
maka akan dijabarkan sebagai berikut : A.
Untuk dapat mempersalahkan seseorang yang telah “turut melakukan” medeplegen tindak pidana pembunuhan dengan direncanakan terlebih
dahulu atau untuk dapat mendakwa orang tersebut sebagai “mededader”
orang yang turut melakukan dalam tindak pidana pembunuhan dengan direncanakan itu, orang tersebut tidak perlu harus ikut merencanakan
tindak pidana yang bersangkutan. Jika orang itu ternyata telah “turut melakukan” suatu pembunuhan yang telah direncanakan lebih dulu oleh
seorang atau lebih dari seorang pelaku yang lain, maka ia dapat didakwa telah “turut melakukan” suatu tindak pidana pembunuhan dengan
direncanakan lebih dulu atau dapat dituntut karena melanggar ketentuan-
ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 55 ayat 1 angka 1 juncto pasal 340 KUHP.
51
B. Sedangkan untuk dapat mempersalahkan seseorang “telah turut
melakukan” medeplegen tindak pidana “penganiayaan dengan
50
P.A.F. Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh dan Kesehatan serta Kejahatan yang Membahayakan bagi Nyawa, Tubuh dan Kesehatan
Bandung: Binacipta, 1986, hlm.127-128.
51
Ibid., hlm.129.
Universitas Sumatera Utara
direncanakan lebih dulu”, atau untuk dapat mendakwa orang tersebut sebagai “mededader” dalam suatu tindak pidana “penganiayaan dengan
direncanakan lebih dulu” itu, orang tersebut “harus turut merencanakan” tindak pidana penganiayaan itu sendiri. Tentunya hal ini dikarenakan
kesesuaiaan dengan Pasal 58 KUHP bahwa voorbedachte raad dalam penganiayaan berencana adalah keadaan pribadi yang memberatkan
pidana. Voorbedachte raad itu hanya berlaku bagi pelakunya sendiri seperti yang ditentukan dalam pasal 353 KUHP. Ini berarti bahwa agar
orang lain yang “turut melakukan” penganiayaan seperti yang dimaksud dalam pasal 353 KUHP itu dapat dipidana dengan pidana-pidana yang
ditentukan di dalamnya, maka dengan sendirinya ia harus “ikut
merencanakan” tindak pidana yang bersangkutan
52
.
B. Peranan Pembuktian Dalam Mengarahakan Putusan Hakim Dalam