d. Porsi daerah kabupatenkota sebagaimana dimaksud di atas merupakan proporsi bobot daerah kabupatenkota di seluruh Indonesia. Prakosa,
2004 DAU ditetapkan minimal 25 dari penerimaan Dalam Negeri. 10 untuk
DAU daerah provinsi, 90 untuk DAU daerah kabupatenkota.
DAU Provinsi = jml DAU seluruh provinsi x bobot seluruh daerah provinsi
bobot daerah provinsi yang bersangkutan
DAU KabKota = jml DAU seluruh kabkota x bobot seluruh daerah kabkota
bobot daerah kabkota yang bersangkutan
Berdasarkan Undang-undang No.33 tahun 2004 pengalokasian DAU ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal fiscal gap suatu daerah, yang
merupakan selisih antara kebutuhan daerah fiscal need dan potensi daerah fiscal capacity. Apabila suatu daerah memiliki potensi fiscal dan pertumbuhan ekonomi
yang besar tetapi kebutuhan fiscal kecil maka akan memperoleh alokasi DAU yang relative kecil. Sebaliknya untuk daerah yang potensi fiskalnya kecil dan
pertumbuhan ekonomi yang kecil sedangkan kebutuhan fiskalnya besar maka akan memperoleh alokasi DAU yang relative besar.
Proporsi DAU untuk daerah provinsi dan untuk daerah kabupatenkota ditetapkan sesuai dengan imbangan kewenangan antara provinsi dan
kabupatenkota.
2.1.6 Dana Alokasi Khusus
Universitas Sumatera Utara
Dana Alokasi Khusus DAK adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan khusus.
Pengalokasian DAK memperhatikan ketersediaan dana dalam APBN, yang berarti bahwa besaran DAK tidak dapat dipastikan setiap tahunnya. DAK diberikan
kepada daerah apabila daerah menghadapi masalah-masalah khusus. Kebutuhan khusus adalah kebutuhan yang sulit diperkirakan dengan rumus alokasi umum,
dan atau kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Menurut Hairul dan Aswadi dalam Halim 2001 tujuan dari penggunaan DAK dapat
diarahkan pada untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia IPM yang merupakan salah satu isu nasional yang perlu dituntaskan. Hal ini dikarenakan
besarnya tingkat kemiskinan yang ada di daerah. Dua peraturan perundangan tentang desentralisasi dan otonomi daerah,
yaitu UU No.32 Tahun 2004 dan UU No.33 Tahun 2004saat ini menjadi dasar bagi penerapan struktur politik dan administrasi pemerintahan, khususnya
keuangan fiskal di Indonesia. UU No. 32 Tahun 2004 mengatur pelimpahan penyelenggaraan sebagian besar urusan pemerintahan menjadi kewenangan
daerah, sementara UU No.332004 menata kebijakan perimbangan keuangan sebagai konsekuensi atas pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah didanai dari dan atas beban APBD. Namun, di
lain sisi kemampuan asli sebagian besar daerah yang tercermin dalam Pendapatan Asli Daerah PAD hanya mampu mengumpulkan tidak lebih dari 15 nilai
APBD. Oleh karena itu, kekurangannya harus dibantu oleh Pemerintah Pusat
Universitas Sumatera Utara
melalui mekanisme dana perimbangan yang terdiri dari DBH, DAU, dan DAK yang satu sama lain saling mengisi dan melengkapi. Kajian berikut akan
mendeskripsikan bagaimana penganggaran, penyaluran, pemanfaatan, dan pertanggungjawaban Dana Alokasi Khusus.
Pengertian DAK diatur dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Keuangan Pusat dan
Keuangan Daerah, yang menyebutkan bahwa:
“Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber daripendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan
untukmembantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuaidengan prioritas nasional.”
Berdasarkan ketentuan Pasal 162 Ayat 4 UU Nomor 32 Tahun 2004 yang mengamanatkan agar DAK ini diatur lebih lanjut dalam bentuk PP,
Pemerintah telah mengeluarkan PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.
Pelaksanaan DAK sendiri diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, danatau perbaikan sarana dan prasarana
fisik pelayanan masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjangan dan tidak termasuk penyertaan modal.
Untuk menyatakan komitmen dan tanggung jawabnya, daerah penerima wajib mengalokasikan dana pendamping dalam APBD-nya sebesar minimal 10
dari jumlah DAK yang diterimanya. Untuk daerah dengan kemampuan fiskal
Universitas Sumatera Utara
tertentu tidak diwajibkan menyediakan dana pendamping yakni daerah yang selisih antara Penerimaan Umum APBD dan belanja pegawainya sama dengan nol
atau negatif.4 Namun, dalam pelaksanaannyatidak ada daerah penerima DAK yang mempunyai selisih antara Penerimaan Umum APBD dan belanja
pegawainya sama dengan nol atau negatif. Unsur-unsur DAK dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN;
2. Dialokasikan kepada daerah tertentu;
3. Digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
daerah; 4.
Kegiatan khusus yang didanai dengan DAK harus sesuai dengan prioritas nasional fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN;
5. DAK ditentukan oleh Pemerintah Pusat danatau diusulkan oleh daerah
tertentu; 6.
DAK diperuntukan guna membiayai kegiatan fisik pelayanan masyarakat tertentu.
Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang- undangan yang mengatur otonomi khusus dan karakteristik daerah. Untuk
perhitungan alokasi DAK, kriteria khusus yang digunakan yaitu:
a Seluruh daerah kabupatenkota di Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan daerah tertinggalterpencil.
Universitas Sumatera Utara
b Karakteristik daerah yang meliputi: daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah rawan
banjirlongsor, daerah yang masuk dalam kategori ketahanan pangan, dan daerah pariwisata. Dari hal ini, seluruh daerah kabupatenkota di
Provinsi Papua, Papua Barat, dan daerah tertinggalterpencil diprioritaskan untuk mendapatkan alokasi DAK.
2.1.7 Dana Bagi Hasil