Metode Perhitungan Debit Banjir  Metode Rasional

27 2.10 Analisis Debit Banjir 2.10.1 Debit Banjir Daerah dataran banjir diprediksi berdasarkan debit banjir dengan kala ulang tertentu. Debit banjir dengan kala ulang 100 tahun Q 100 bermakna banjir yang memiliki probabilitas kejadian 0.01 dalam setahun yang akan menggenangi daerah dataran banjir. Daerah dataran banjir Q 100 tentu jauh lebih besar dari daerah dataran banjir Q 10 . Mengingat banyak sungai di Indonesia yang tidak dilengkapi dengan alat pengukur debit, maka debit banjir biasanya dihitung berdasarkan curah hujan dengan menggunakan metode Gumbel, metode Log Pearson III, ataupun metode Haspers, untuk pemodelan steady flow. Dan dengan metode hidrograf sintetis Nakayasu, Snyder, dll untuk pemodelan unsteady flow.

2.10.2 Metode Perhitungan Debit Banjir  Metode Rasional

Besarnya debit rencana dihitung dengan memakai metode Rasional kalau daerah alirannya kurang dari 80 Ha. Untuk daerah yang alirannya lebih luas sampai dengan 5000 Ha, dapat digunakan metode rasional yang diubah. Untuk luas daerah yang lebih dari 5000 Ha, digunakan hidrograf satuan atau metode rasional yang diubah. Rumus metode rasional: Q = f x C x I x A 2.20 dimana, C: Koefisien pengaliran, I: Intensitas hujan selama waktu konsentrasi mmjam, A: Luas daerah aliran km 2 dan f: Faktor konversi = 0,278. 28  Metode Hidrograf Banjir Kebanyakan daerah aliran sungai sebagian besar curah hujan akan menjadi limpasan langsung. Aliran semacam ini dapat menghasilkan puncak banjir yang tinggi. Air yang membentuk aliran sungai dapat mencapai saluran pengaliran melalui berbagai cara, di mulai dari titik dimana air jatuh ke bumi sebagai hujan. Sebagian air tersebut mengalir diatas permukaan tanah, dan mencapai sungai tak lama setelah kejadiannya sebagai hujan. Sebagian lain meresap melalui permukaan tanah dan mengalir dibawah permukaan tanah menuju sungai. Dalam penelitian hidologi yang melibatkan besarnya laju aliran pada sungai, perlu dibedakan antara komponen-komponen ini dengan aliran totalnya Dari sudut limpasan langsung semua hujan yang tidak memberikan sumbangan terhadap terjadinya banjir dipandang sebagai kehilangan. Kehilangan tersebut terdiri atas: 1. Air hujan yang tersangkut didahan pohon dan tumbuhan interception 2. Tampungan di cekungan depression storage 3. Pengisian lengas tanah replenisment of soil moisture 4. Pengisian air tanah recharge dan 5. Evapotranspirasi Jadi hidrograf tersebut didefinisikan sebagai hubungan antara salah satu unsur aliran terhadap waktu. Berdasarkan definisi tersebut dikenal ada 2 macam hidrograf, yaitu hidrograf muka air dan hidrograf debit. Hidrograf muka air tidak lain adalah data atau garafik hasil rekaman AWLR Automatic Water Level Recorder. Sedangkan hidrograf debit, yang dalam pengertian sehari hari disebut hidrograf, diperoleh dari hidrograf muka air dan lengkung debit. Hidrograf 29 tersusun atas dua komponen, yaitu aliran permukaan, yang berasal dari aliran langsung air hujan, dan aliran dasar base flow. Aliran dasar berasal dari air tanah yang pada umumnya tidak memberikan respon yang cepat terhadap hujan.

A. Hidrograf Satuan

Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung yang terjadi merata diseluruh DAS dan dengan intensitas tetap selama satu satuan waktu yang ditetapkan, yang disebut hujan satuan. Hujan satuan adalah curah hujan yang lamanya sedimikian rupa sehingga lamanya limpasan permukaan tidak menjadi pendek, meskipun curah hujan itu menjadi pendek. Jadi hujan satuan yang dipilih adalah yang lamanya sama atau lebih pendek dari periode naik hidrograf waktu dari titik permulaan aliran permukaan sampai puncak. Periode limpasan dari hujan satuan semuanya adalah kira kira sama dan tidak ada sangkut pautnya dengan intensitas hujan.

B. Hidrograf satuan sintetik

Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa untuk menurunkan hidrograf satuan diperlukan rekaman data limpasan dan data hujan, padahal sering kita jumpai ada beberapa DAS tidak memiliki sama sekali catatan limpasan. Dalam kasus ini, hidrograf satuan diturunkan berdasarkan data-data dari sungai pada DAS yang sama atau DAS terdekat yang mempunyai karakteristik yang sama. Karakteristik atau parameter daerah pengaliran tersebut terlebih dahulu perlu dicari waktu, lebar dasar, luas, kemiringan, panjang, koefisien limpasan dan lain sebagainya. Hasil dari penurunan hidrograf satuan ini dinamakan hidrograf satuan sintetik HSS. Ada tiga jenis hidrograf satuan sintetis, yaitu: 1. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu 30 2. Hidrograf Satuan Sintetik Snyder 3. Hidrograf Satuan Sintetik Gama I 4. Hidrograf Satuan Sintetik SCS Dalam Penelitian ini hanya akan dibahas mengenai Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu. Hidrograf tersebut penulis rasa cocok dengan kedaan lokasi studi yaitu DAS Deli dan DAS Belawan khususnya untuk sungai-sungai utama pada kedua DAS tersebut yaitu Sungai Deli dan Sungai Belawan

C. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu

Stasiun pengukur debit dan tinggi muka air sungai stasiun hidrometri pada umumnya hanya dipasang di tempat tempat tertentu yang dipandang oleh pengelolanya mempunyai arti yang cukup penting. Hal tersebut disebabkan karena tidak mungkin memasang stasiun hidrometri disembarang tempat dan biaya pemasangannya juga tidak murah. Namun masalah yang banyak timbul adalah ketidak-cocokan antara rencana pengembangan jaringan stasiun hidrometri. Pengembangan suatu daerah sering tidak dapat diketahui sebelumnya, atau kalau rencana itu diketahui tidak selekasnya diikuti dengan keiatan pengumpulan data. Hingga pada saat dibutuhkan untuk analisis data tidak tersedia, atau tersedia dalam jangka waktu yang sangat pendek. Untuk mengatasi hal ini sebenarnya di Indonesia telah dikenal dan banyak digunakan cara cara untuk memperkirakan banjir rancangan yang didasarkan atas persamaan rasional. Cara ini mengandalkan data curah hujan sebagai dasar hitungan. Namun dari penelitian terbukti bahwa cara cara seperti Melchior, Der Weduwen dan Haspers mempunyai penyimpangan yang berkisar antara 2 - 80, dengan penyimpangan rata rata berturut turut sebesar 89, 85 dan 56. 31 Selain itu tercatat pula bahwa 77 dari kasus yang ditinjau emnunjukkan perkiraan lebih overestimated. Cara- cara rasional untuk memperkirakan banjir yang mendapatkan kritikan tajam, karena pemakaian koefisien limpasan runoff coefficient mengundang subjektivitas yang sangat besar dan merupakan salah satu faktor penyebab penyimpangannya. Penyebab lainnya adalah koefisien reduksi reduction coefficient. Persamaan rasional hanya dianjurkan untuk DAS kecil kurang dari 80 hektar atau untuk DAS yang memiliki unsur unsur penyusun yang seragam. Dalam perancangan diharapkan perkiraan banjir rancangan yang menyimpang sekecil mungkin. Sudah barang tentu perkiraan yang tepat tidak akan dapat diharapkan, karena proses pengalihragaman hujan menjadi banjir merupakan proses alam yang sangat kompleks yang tidak dapat diungkapkan dengan persamaan matematik secara tuntas. Cara cara lain yang lebih baik hampir seluruhnya menuntut ketersediaan data pengukuran sungai yang memadai. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ini merupakan salah satu upaya untuk mengatasi kesulitan kesulitan tersebut. Cara ini dapat digunakan disembarang lokasi yang dikehendaki dalam suatu DAS tanpa tergantung ada atau tidaknya data pengukuran sungai. Akan tetapi, perlu ditegaskan bahwa kegiatan hidrometrik masih tetap merupakan pilihan utama, sehingga walaupun telah ditemukan cara pendekatan yang akan banyak mengatasi masalah kelangkaan data, namun prioritas pengukuran sungai ditempat mutlak masih diperlukan. Hidrograf satuan ini secara sederhana dapat disajikan sebagai berikut ini Gambar 2.9 32 Gambar 2.9 Kurva Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu Nakayasu 1950 telah menyelidiki hidrograf satuan di Jepang dan memberikan seperangkat persamaan untuk membentuk suatu hidrograf satuan sebagai berikut: 1. Waktu kelambatan t g , rumusnya: untuk L 15 : = 0,4 + 0, 058 2.21 untuk L 15 : = 0,21 , 2.22 2. Waktu pucak dan debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan sebagai berikut: = + 0,8 2.23 3. Waktu saat debit sama dengan 0,3 kali debit puncak: , = 2.24 4. Waktu puncak tp = + 0,8 2.25 33 5. Debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan sebagai berikut: = , , , 2.26 6. Bagian lengkung naik 0 t tp = , 2.27 7. Bagian lengkung turun  Jika , = 0,3 , 2.28  Jika , = 0,3 , , , , 2.29  Jika 1,5 , = 0,3 , , , 2.30 . 34 BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di Sungai Babura Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang yang alirannya dari Selatanhulu melalui beberapa wilayah antara lain wilayah Namorambe, Medan Johor, Medan Polonia Medan Baru dan bermuara di Sungai Deli wilayah Kec. Medan Barat. Lokasi penelitian terletak pada koordinat antara 3° 29‘ 25” - 3° 35’ 30” Lintang Utara dan 98° 37‘ 30” - 98° 40‘ 20” Bujur Timur. Lokasi penelitian ini berada pada wilayah Daerah Aliran Sungai DAS yaitu DAS Deli tepatnya pada sungai-sungai yang melewati Kota Medan yaitu Sungai Babura pada DAS Deli. Sungai Babura merupakan salah satu anak sungai dari Sungai Deli DAS Deli yang terbentang dari kawasan Sibolangit hingga Kota Medan. Daerah pengaliran sungai di Kabupaten Karo terdapat di Kecamatan Simpang Empat Desa Semangat Gunung dan Desa Doulu sedangkan di Kabupaten Deli Serdang meliputi lima kecamatan yaitu 1 Kecamatan Pancur Batu, 2 Sibolangit, 3 Namorambe, 4 Deli Tua, 5 Sibiru –biru. Sedangkan di Kota Medan meliputi empat belas kecamatan yaitu 1 Kecamatan Medan Tuntungan, 2 Medan Johor, 3 Medan Selayang, 4 Medan Polonia, 5 Medan Maimun, 6 Medan Kota, 7 Medan Baru, 8 Medan Sunggal, 9 Medan Petisah, 10 Medan Barat, 11 Medan Deli, 12 Medan Labuhan 13 Medan Marelan dan 14 Medan Belawan. Pada beberapa kecamatan sungai ini menjadi bagian batas administrasi.. Panjang Sungai tersebut 35 km, dengan luas catchment 95 km 2 . 35 Sungai Babura Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian 36 3.2 Metodologi Pengolahan Data 3.2.1 Data Profil Sungai Data profil sungai terdiri dari bagian profil melintang sungai Cross Section dan profil memanjang sungai Long Section yang menunjukkan variasi tingkat elevasi maupun kedalaman tiap-tiap penampang sungai. Kemiringan dan koefisien kekasaran dasar sungai juga berpengaruh nantinya terhadap perhitungan debit banjir dan daerah dataran banjir, oleh karena itu diperlukan data tersebut dalam perhitungannya. Kemudian data profil sungai ini di input ke dalam HEC- RAS yang nantinya dapat memberikan hasil daripada kondisi banjir baik itu tinggi banjir dan luas dataran banjir menurut periode kala ulangnya.

3.2.2 Observasi Data Curah Hujan