dari pihak sekolah, yaitu “kurang” jika tidak semua mata pelajaran mencapai nilai KKM, dan “baik” jika semua mata pelajaran mencapai KKM PPRI
Nomor 19 Tahun 2005. Hal ini sesuai dengan petunjuk Badan Standar Nasional Pendidikan
BSNP Tahun 2006 yang menyangkut masalah Standar Kompetensi SK dan Kompetensi Dasar KD yang dipandang perlu bagi setiap sekolah untuk
menentukan KKM nya masing-masing sesuai dengan keadaan sekolah tersebut. Sesuai dengan petunjuk yang ditetapkan oleh BSNP maka ada
beberapa rambu-rambu yang harus diamati sebelum ditetapkan KKM di sekolah.Adapun rambu-rambu yang dimaksud adalah Permendiknas Nomor
22 Tahun 2006.
1. KKM ditetapkan pada awal tahun pelajaran. 2. KKM ditetapkan oleh forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran MGMP
sekolah. 3. KKM dinyatakan dalam bentuk prosentasi berkisar antara 0-100, atau
rentang nilai yang sudah ditetapkan. 4. Kriteria ditetapkan untuk masing-masing indikator idealnya berkisar 75
5. Sekolah dapat menetapkan KKM dibawah kriteria ideal sesuai kondisi sekolah
6. Dalam menentukan KKM haruslah dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik, kompleksitas indikator, serta
kemampuan sumber daya pendukung. 7. KKM dapat dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar Siswa LHBS
sesuai model yang ditetapkan atau dipilih sekolah.
2.5. Dampak Kecacingan Secara kumulatif, infeksi cacing dapat menimbulkan kerugian zat
gizi berupa kalori dan protein serta defisiensi vitamin A, karena satu ekor cacing A.lumbricoides akan menghisap karbohidrat sebesar 0,14 gram dan
0,035 gram protein per hari, dan cacing STH membutuhkan vitamin A untuk kelangsungan hidupnya. Kerugian lain akibat infeksi STH adalah anemia
Universitas Sumatera Utara
defisiensi zat besi, karena jumlah kehilangan darah yang disebabkan oleh seekor cacing T.trichiura dalam sehari sebanyak 0,005 cc, dan hookworm
menyebabkan kehilangan darah sehari sebanyak 0,2 cc Kepmenkes Nomor 424, 2006.
Kurang kalori ditandai dengan badan lemah, tidak bersemangat, tidak bisa konsentrasi, dan kurus. Bila anak sekolah kurang kalori, akibatnya tidak
optimal saat menerima pelajaran dan berfikir, badan kurus karena asupan kalori dari makanan tidak mencukupi. Kekurangan protein ditandai dengan
postur tubuh pendek, mudah sakit, dan perkembangan mental terganggu. Dampak kekurangan protein pada anak sekolah adalah terhambatnya
pertumbuhan fisik terutama tinggi badan, terhambatnya perkembangan otak karena otak membutuhkan protein untuk membangun dan menjaga sel-sel
otak, juga mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap penyakit karena protein dibutuhkan untuk antibodi. Akibat dari kekurangan
vitamin A yaitu gangguan mata seperti rabun senja, dan dapat menyebabkan terganggunya perkembangan otak karena vitamin A membantu membangun
protein otak Almatsier, 2009. Anemia defisiensi besi pada anak sekolah akan mengakibatkan anak
menjadi lesu, cepat lelah, tidak bersemangat, hal ini karena anak kekurangan oksigen secara kronis. Anak yang pernah kekurangan zat besi menunjukkan
skor motorik dan tingkat kecerdasan IQ, Inteligensi Quotient lebih rendah, sehingga menyebabkan berkurangnya kemampuan belajar dan gangguan
kecerdasan serta menurunnya daya ingat sehingga prestasi sekolah jadi rendah. Zat besi juga turut berperan dalam pembentukan neurotransmitter
dopamine, sehingga anak yang kekurangan zat besi akan kekurangan dopamine yang memperlihatkan perilaku hiperaktif. Ada hubungan yang
signifikan antara konsentrasi sel darah merah dan perkembangan kognitif atau nilai prestasi di sekolah Crompton, 2002.
2.6. Pencegahan dan pemberantasan kecacingan