34
dan bersedekah. Berinfak adalah ciri utama orang yang bertakwa, telah dijelaskan di dalam Al-Quran surat Ali Imran: 134;
Artinya: yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
memaafkan kesalahan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
35
BAB III GAMBARAN UMUM BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL BAZNAS
A. Sejarah Berdirinya BAZNAS
Badan Amil Zakat Nasional BAZNAS merupakan badan resmi dan satu- satunya yang di bentuk oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 8
Tahun 2001 yang memiliki tugas dan fungsi menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah ZIS pada tingkat nasional.
45
Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat semakin mengukuhkan peran BAZNAS sebagai lembaga yang berwenang
melakukan pengelolaan zakat secara nasional.
46
Dalam UU tersebut, BAZNAS dinyatakan sebagai lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui
Menteri Agama.
47
Dengan demikian, BAZNAS bersama Pemerintah bertanggung jawab untuk mengawal pengelolaan zakat yang berasaskan: syariat Islam, amanah,
kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi dan akuntabilitas.
BAZNAS menjalankan empat fungsi, yaitu:
48
1.Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
2.Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
45
Dokumentasi BAZNAS
46
Dokumentasi BAZNAS
47
Dokumentasi BAZNAS
48
Dokumentasi BAZNAS Divisi Penghimpunan
36
3. Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
4. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
Untuk terlaksananya tugas dan fungsi tersebut, maka BAZNAS memiliki kewenangan:
49
1. Menghimpun, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat.
2. Memberikan rekomendasi dalam pembentukan BAZNAS Provinsi,
BAZNAS KabupatenKota, dan LAZ 3.
Meminta laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS Provinsi dan LAZ.
Zakat sebagai rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu untuk membayarnya dan diperuntukkan bagi mereka yang berhak
menerimanya. Dengan pengelolaan yang baik, zakat merupakan sumber dana potensial yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan umum bagi
seluruh masyarakat. Agar menjadi sumber dana yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat terutama untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan
dan menghilangkan kesenjangan sosial, perlu adanya pengelolaan zakat secara professional dan tanggung jawab yang dilakukan oleh masyarakat bersama
pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada muzaki, mustahiq dan pengelola zakat tentang
pengeloalaan zakat yang berasaskan iman dan taqwa.
50
49
Dokumentasi BAZNAS Divisi Penghimpunan
50
H M Ridwan Yahya, Buku Pintar Praktis Fiqih Amaliyah Zakat Jakarta: Pustaka Nawaitu, 2009 h. 38
37
Di Indonesia badan amil zakat sudah dilembagakan yaitu dinamakan BAZ. Sementara itu, terjadi perkembangan yang menarik di Indonesia bahwa pengelolaan
zakat, kini memasuki era baru, yakni dikeluarkannya Undang-undang yang berkaitan dengannya, yakni Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan
zakat dengan Keputusan Menteri Agama KMA Nomor 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 tahun. Undang-undang tersebut
menyiratkan tentang perlunya BAZ dan LAZ meningkatkan kinerja sehingga menjadi amil zakat yang profesional, amanah, terpercaya dan memiliki program
kerja yang jelas dan terencana, sehingga mampu mengelola zakat, baik pengambilannya maupun pendistribusiannya dengan terarah yang kesemuanya itu
dapat meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan para mustahik. Selain menerima zakat, BAZNAS juga dapat menerima infak, sedekah, dan
dana sosial keagamaan lainnya. Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan
dilakukan sesuai dengan peruntukan yang diikrarkan oleh pemberi dan harus dilakukan pencatatan dalam pembukuan tersendiri.
Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil.Sedangkan BAZNAS provinsi dan
BAZNAS kabupatenkota dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Amil, serta juga dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara.
38
B. Visi dan Misi BAZNAS
1. Visi
51
BAZNAS
“Menjadi Badan Zakat Nasional yang Amanah, Transparan dan Profesional”.
2. Misi
52
BAZNAS
a. Meningkatkan kesadaran umat untuk berzakat melalui amil zakat.
b. Meningkatkan penghimpunan dan pendayagunaan zakat nasional sesuai
dengan ketentuan syariah dan prinsip manajemen modern. c.
Menumbuh kembangkan pengelola atau amil zakat yang amanah, transparan, profesional, dan terintegrasi.
d. Mewujudkan pusat data zakat nasional.
e. Memaksimalkan peran zakat dalam menanggulangi kemiskinan di Indonesia
melalui sinergi dan koordinasi dengan lembaga terkait.
C. Struktur Organisasi BAZNAS
Menurut Didiet Hardjito struktur organisasi adalah susunan formal dan mekanisme-mekanisme dengan mana organisasi dikelola. Struktur organisasi
menunjukkan kerangka dan susunan sebagai perwujudan hubungan-hubungan antar komponen-komponen, bagian-bagian, fungsi-fungsi, kegiatan-kegiatan dan
posisi-posisi juga
menunjukkan hierarki,
tugas dan
wewenang serta
memperlihatkan hubungan pelopornya.
53
Untuk jelasnya nama-nama pengurus
51
Visi adalah suatu impiankeadaan dimasa akan datang yang dicita-citakan oleh seluruh personil organisasi untuk dicapai. Lihat: Agustinus Sri Wahyudi, Manajemen Strategik Binarupa Aksara,
1996, cet ke-1, h. 38.
52
Misi adalah rangkaian kegiatan utama yang harus dilakukan organisasi untuk mencapai visinya. Menurut Peter Drucker untuk mer
umuskan misi, organisasi harus mengajukan pertanyaan: “in what business are we in or should be in
” dalam bisnis apa kita berada, atau seharusnya ada. Lihat: Hendrawan Supratikno, dkk, Advanced Strategic Management Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2003, h. 13
53
Dydiet Hardjto, Teori Organisasi dan Teknik Pengorganisasian Jakarta: Rajawali Pers, 2001, cet ke-3, h. 26.