melakukan perkawinan usia muda. Pendidikan merupakan variabel yang mempunyai peran penting terhadap seseorang terutama dalam mengambil keputusan untuk suatu masalah atau
tindakan. Tingkat pendidikan yang rendah atau tidak melanjutkan sekolah lagi bagi seorang wanita
dapat mendorong untuk cepat-cepat menikah. Permasalahan yang terjadi karena mereka tidak mengetahui seluk beluk perkawinan sehingga cenderung untuk cepat berkeluarga dan melahirkan
Sekarningrum, 2002. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kecamatan Gejugjati dan Lekok Kabupaten Pasuruan sebanyak 35 pasangan yang menikah dibawah umur dipengaruhi
oleh faktor pendidikan Hanggra, 2010. Dalam penelitian yang dilakukan p=0,195, tidak ada hubungan pendidikan responden
dengan perkawinan usia muda. Responden yang berpendidikan SD yang melakukan perkawinan usia muda 0 sedangkan yang berpendidikan SMA 20,5. Hasil penelitian menunjukan
bahwa dengan pendidikan yang tinggi belum tentu tidak melakukan perkawinan usia muda. Pendidikan yang tinggi tidak menentukan banyak nya informasi yang diperoleh tentang damapak
dari perkawinan usia muda.
5.3 Hubungan Pendidikan Ayah dengan Perkawinan Usia Muda
Perkawinan usia muda juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan masyarakat secara keseluruhan. Suatu masyarakat yang tingkat pendidikannya rendah akan cenderung untuk
mengawinkan anaknya dalam usia masih muda Sekarningrum, 2002. Hasil analisis bivariat menunjukkan 22,2 responden yang pendidikan ayahnya SMA
melakukan perkawinan usia muda sedangkan 34,6 responden yang pendidikan ayahnya SMP melakukan perkawinan usia muda. Secara analisis statistik chi-square ditemukan tidak ada
Universitas Sumatera Utara
hubungan yang bermakna antara pendidikan ayah dengan perkawinan usia muda pada penduduk kelompok umur 12-19 tahun p=0,123.
Perkawinan usia muda tidak sepenuhnya dipengaruhi dengan pendidikan ayah karena dari hasil penelitian menunjukan responden yang ayahnya berpendidikan SMA melakukan
perkawinan usia muda sebanyak 10 responden 22,2. Pendidikan ayah tidak menentukan banyaknya informasi atu kemauan dalam menerima informasi tentang dampak negatif dari
perkawinan usia muda, sehingga ayah sebagai kepala rumah tangga dapat berperan dalam menurunkan angka perkawinan usia muda. Dengan alasan dianggap sebagai pemberi keputusan
di dalam keluarga.
5.4 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Perkawinan Usia Muda
Ibu merupakan anggota keluarga yang paling dekat dengan responden. Pendidikan ibu mempunyai peranan yang penting dalam mendidik anak-anaknya. Dari hasil wawancara yang
dilakukan sebagian besar ibu di Desa Puji Mulyo bekerja sebagai buruh pabrik, sehingga mereka tidak mempunyai intensitas waktu yang cukup untuk mengawasi tumbuh kembang responden.
Keluarga mengambil tempat paling penting dalam sosialisasi anak, karena anggota keluarga ayah dan ibu dan saudara kandung melakukan kontak sosial pertama bahkan mungkin
satu-satunya kontaksosial pertama bagi responden. Keluarga adalah tempat pertama bagi responden, lingkungan merupakan tempat yang memberi penampungan baginya, tempat untuk
memperoleh rasa aman Gunarsa, 2002. Dari hasil penelitian diperoleh 25 responden yang ibunya berpendidikan SMA
melakukan perkawinan usia muda. Secara analisis statistik chi-square ditemukan tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan perkawinan usia muda pada penduduk
kelompok umur 12-19 tahun p=0,508. Dalam hal ini pendidikan ibu tidak mennetukan bahwa
Universitas Sumatera Utara
responden tidak melakukan perkawinan usia muda. Hal ini disebabkan karena adanya faktor pergaulan bebas. Kemudian ditambah lagi ibu yang tidak bisa mengawasi anaknya yang
disebabkan karena sebagian besar ibu bekerja sebagai buruh di pabrik.
5.5 Hubungan Pergaulan Bebas dengan Perkawinan Usia Muda