Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pre Hipertensi Pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PRE HIPERTENSI PADA USIA 18 – 40 TAHUN DI DESA JATI KESUMA

KECAMATAN NAMO RAMBE KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH :

SRI DEWI PUSPITASARI NIM: 111000216

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PRE HIPERTENSI PADA USIA 18 – 40 TAHUN DI DESA JATI KESUMA

KECAMATAN NAMO RAMBE KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

SRI DEWI PUSPITASARI NIM: 111000216

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

(4)

ABSTRAK

Pre hipertensi adalah tekanan darah dengan angka sistolik antara 120 sampai 139 mmHg atau angka diastolik berada antara 80 sampai 89 mmHg. Pre Hipertensi dan Hipertensi merupakan kesatuan penyakit yang disebabkan oleh berbagai faktor risiko. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pre hipertensi pada usia 18-40 tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang tahun 2015.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan desain cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 115 orang berumur 18-40 tahun dan tidak menderita hipertensi, diambil dengan cara consecutive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner, tensimeter digital, timbangan, meteran dan observasi langsung. Data univariat dianalisis secara deskriptif dan data bivariat dianalisis menggunakan uji chi-square dengan 95% Cl.

Dari hasil pengumpulan data diperoleh proporsi prevalens pre hipertensi pada usia 18-40 tahun adalah 53,9%. Ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin (p=0,001), pekerjaan (p=0,042), riwayat keluarga yang menderita hipertensi (p=0,049), stress (p=0,009), asupan garam (p=0,001), kebiasaan merokok (p=0,007) dan konsumsi alkohol (p=0,030) dengan kejadian pre hipertensi.

Kepada para penderita pre hipertensi diharapkan agar menghindari faktor risiko terutama stress, asupan garam yang tinggi, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol. Kepada pihak Puskesmas diharapkan agar dapat memberikan pengarahan dan meningkatkan penyuluhan pre hipertensi/ hipertensi bagi para pengunjung Puskesmas tentang pentingnya menjaga tekanan darah sedini mungkin dan menghindari faktor risiko yang dapat menyebabkan kejadian pre hipertensi/ hipertensi.


(5)

ABSTRACT

Pre hypertension was blood pressure with the systolic numbers between 120 to 139 mmHg or diastolic number was between 80 to 89 mmHg. Pre hypertension and hypertension were disease unit caused by any risk factors. The main purpose of this research was done to determine the factors associated with the incidence of pre-hypertension at age 18-40 years in village of Jati Kesuma, Namo Rambe district, Deli Serdang in 2015.

This research was analytic study using cross sectional study. The number of sample was 115 person in age of 18-40 years old and without hypertension that took by consecutive sampling. The research instrument was questionnaire, digital tension meter, balance, measurerand direct observation. The univarian data was analyzed by descriptive study and bivarian data was analyzed by Chi square test with 95% CI.

Based on data coleccting the proportion prevalence of pre hypertension was 53,9%. There was significanted correlation between gender (p = 0.001), employment (p = 0.042), genetic (p = 0.049), stress (p = 0.009), salt intake (p = 0.001), smoking (p =0.007) and consumption of alcohol (p = 0.030) with pre hypertension event.

To the patient of pre hypertension was suggted to avoided the risk factors, especially stress, high salt intake, smoking and consumption of alcohol. And to the health center was expected to provided direction and health extension of pre hypertension / hypertension for the health center visitors about the importance of keeping blood pressure as early as possible and avoided the risk factors that may cause pre hypertension / hypertension event.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Yesus Kristus Sang Juruselamat karena berkat dan kasih karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pre Hipertensi Pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Dengan penuh rasa hormat dan kebanggaan penulis mempersembahkan skripsi ini dan mengucapkan terimakasih sedalam-dalamnya kepada orang tua terkasih Iptu Adil Ginting, SH yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kedisplinan, ketegasan dan kasih sayang juga kepada Ibu Cahaya Br. Bukit yang selalu memberikan dukungan, doa dan perhatian. Penulis yakin betul bahwa tidak ada orang tua lain yang sehebat Beliau.

Penulisan skripsi ini juga banyak mendapat bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil, oleh karena itu pada kesempatan ini dengan ketulusan dan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku Ketua Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligus


(7)

Dosen Ketua Penguji Skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan memberi bimbingan, saran, dan kritikan demi kesempurnaan skripsi ini. 3. Bapak dr. Taufik Ashar, M.Kes selaku dosen pembimbing II dan dosen

Penguji Skripsi I yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan saran, bimbingan serta arahan dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH dan Bapak dr. H. Makmur Sinaga, MS selaku dosen penguji I dan dosen penguji II yang telah memberi kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Ir. Indra chahaya, M. Kes selaku dosen pembimbing akademik. 6. Bapak dr. Mangapoh selaku Kepala Puskesmas Namo Rambe dan Bapak

Amron Ritonga selaku Ka.Sub.Bag. Tata Usaha Puskesmas Namo Rambe beserta staf/pegawai dan Bapak Hariadi selaku Kepala Desa Jati Kesuma beserta staf/pegawai yang telah membantu penulis selama penelitian. 7. Seluruh dosen dan staf di FKM USU yang telah memberikan bekal ilmu

selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Saudara penulis, kakanda Bharada Bangkit Garuda Putra dan kedua adinda penulis Ayu Sri Ngenana dan AC Sri Hagania, yang sudah menjadi abang dan adik terbaik dalam hidup penulis. Tidak lupa juga kepada abangnda Thomson Siahaan, SKM, you give me strength, you give me hope, you give me someone to love someone to hold, thanks . 9. Kepada Pengurus Komisariat GMKI FKM USU MB 2013-2014 (Bang

Armanda, Jani, Anjela, Mefri, Lamtiur, Herly, Yunita, Riris, Rafika, Welsa, Dedi, Freddy T.) dan Keluarga 7 Bersaudara (Iyung, Elisabeth,


(8)

Jane, Janni, Medis dan Riros) yang sudah menjadi teman seperjuangan, melewati masa sulit dan menjadi saudara dalam membentuk karakter. 10.Saudara-saudara dalam Kristus, Ekklesia (Kak Erika, Kak Siska, Putri

Yani, Putri Sihol, Renta, Agustina dan Nova) yang sudah menjadi saudara dan wadah bagi penulis untuk mengenal dan mencintai Kristus secara lebih lagi.

11.Seluruh Civitas GMKI Koms. FKM USU (Kanda Gibeon,Daddy Fredy, Mommy Eci, bg Lafandi, Tommy, bg Aryo, Bg Dapot, bg Hotman, Bg Lucky, bg Philip, Erick dan masih banyak lagi) juga kepada The Gangstar Community (Daniel, Abdon, Doly dan Yiyis) yang sudah menjadi saudara penulis selama kuliah.

12.Teman teman seperjuangan di Departemen Epidemiologi USU, terimakasih buat bantuan, masukan dan semangat kebersamaannya selama ini terkhusus buat stambuk 2011.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini, sehingga dengan kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Juli 2015


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

RIWAYAT HIDUP ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Umum ... 7

1.3.2 Tujuan Khusus ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian ... 9

2.1.1 Tekanan Darah ... 9

2.1.2 Pre Hipertensi ... 10

2.1.3 Hipertensi ... 12

2.2 Klasifikasi Hipertensi ... 14

2.2.1 Berdasarkan Etiologi ... 14

2.2.2 Berdasarkan Tinggi Rendahnya TDS dan TDD ... 16

2.2.3 Berdasarkan Jenis Kelamin... 17

2.3 Gejala Klinis ... 17

2.4 Komplikasi ... 18

2.5 Epidemiologi Hipertensi ... 21

2.5.1 Distribusi dan Frekuensi Hipertensi ... 21

2.5.2 Faktor Risiko Hipertensi ... 23

2.6 Pencegahan Hipertensi... 38

2.6.1 Pencegahan Primordial ... 38

2.6.2 Pencegahan Primer ... 39

2.6.3 Pencegahan Sekunder ... 40

2.6.4 Pencegahan Tersier ... 42

2.8 Kerangka Konsep... 44

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 45


(10)

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 45

3.2.2 Waktu Penelitian ... 45

3.3 Populasi dan Sampel ... 45

3.3.1 Populasi ... 45

3.3.2 Sampel ... 46

3.4 Metode Pengumpulan Data... 47

3.4.1 Data Primer ... 47

3.4.2 Data Sekunder ... 47

3.5 Teknik Analisa Data ... 48

3.5.1 Analisis Univariat ... 48

3.5.2 Analisis Bivariat ... 48

3.6 Definisi Operasional ... 49

3.6.1 Pre Hipertensi ... 49

3.6.2 Umur ... 49

3.6.3 Jenis Kelamin... 49

3.6.4 Suku/Etnik ... 49

3.6.5 Pendidikan ... 49

3.6.6 Pekerjaan... 50

3.6.7 Status Pernikahan... 50

3.6.8 Riwayat keluarga yang menderita hipertensi ... 50

3.6.9 Status Gizi ... 50

3.6.10 Stress ... 50

3.6.11 Asupan Garam ... 51

3.6.12 Aktivitas Fisik ... 51

3.6.13 Kebiasaan Merokok ... 51

3.6.14 Konsumsi Alkohol ... 51

3.7 Aspek Pengukuran ... 52

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 54

4.1.1 Geografis... 54

4.1.2 Demografi ... 54

4.2 Analisis Univariat ... 55

4.2.1 Kejadian Pre Hipertensi ... 55

4.2.2 Deskripsi Karakteristik ... 55

4.2.3 Riwayat keluarga yang menderita hipertensi ... 58

4.2.4 Status Gizi ... 59

4.2.5 Stress ... 59

4.2.6 Asupan Garam ... 60

4.2.7 Aktivitas Fisik ... 61

4.2.8 Kebiasaan Merokok ... 61

4.2.9 Konsumsi Alkohol ... 62

4.3 Analisis Bivariat ... 64

4.3.1 Hubungan Umur dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 64


(11)

4.3.3 Hubungan Suku dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 65

4.3.4 Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 66

4.3.5 Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 67

4.3.6 Hubungan Status Pernikahan dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 68

4.3.7 Hubungan Riwayat Keluarga yang Menderita Hipertensi dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 68

4.3.8 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 69

4.3.9 Hubungan Stress dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 70

4.3.10 Hubungan Asupan Garam dengan Kejadian Pre Hipertensi... 71

4.3.11 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 72

4.3.12 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 72

4.3.13 Hubungan Konsumsi Alkohol dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 73

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Proporsi Prevalens Kejadian Pre Hipertensi ... 75

5.2 Analisis Bivariat ... 76

5.2.1 Hubungan Umur dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 76

5.2.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 78

5.2.3 Hubungan Suku dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 79

5.2.4 Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 81

5.2.5 Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 82

5.2.6 Hubungan Status Pernikahan dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 83

5.2.7 Hubungan Riwayat Keluarga yang Menderita Hipertensi dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 84

5.2.8 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 86

5.2.9 Hubungan Stress dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 88

5.2.10 Hubungan Asupan Garam dengan Kejadian Pre Hipertensi... 89

5.2.11 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 90

5.2.12 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 92

5.2.13 Hubungan Konsumsi Alkohol dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 94

5.3 Keterbatasan Penelitian ... 95

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 96

6.2 Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Estimasi Standar Faktorial dari Total Pengeluaran Energi ... 34

Tabel 2.2 Kategori Aktivitas Fisik Standar Berdasarkan Nilai Physical Activity Level (PAL) ... 36

Tabel 2.3 Pengelompokkan Minuman Keras ... 38

Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 55

Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Karakteristik di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 56

Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Reponden Berdasarkan Riwayat Keluarga yang Menderita Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 58

Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Reponden Berdasarkan Status Gizi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 59

Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Reponden Berdasarkan Stres di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 60

Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Reponden Berdasarkan Asupan Garam di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 60

Tabel 4.7 Distribusi Proporsi Reponden Berdasarkan Aktivitas Fisik di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 61

Tabel 4.8 Distribusi Proporsi Reponden Berdasarkan Kebiasaan Merokok di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 62

Tabel 4.9 Distribusi Proporsi Reponden Berdasarkan Konsumsi Alkohol di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 63


(13)

Tabel 4.10 Hubungan Umur dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015... 64

Tabel 4.11 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 65

Tabel 4.12 Hubungan Suku dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015... 66

Tabel 4.13 Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 67

Tabel 4.14 Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 67

Tabel 4.15 Hubungan Status Pernikahan dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 68

Tabel 4.16 Hubungan Riwayat Keluarga Yang Menderita Hipertensi dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 69

Tabel 4.17 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 70

Tabel 4.18 Hubungan Stres dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015... 71

Tabel 4.19 Hubungan Asupan Garam dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 72

Tabel 4.20 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 73


(14)

Tabel 4.21 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 74

Tabel 4.22 Hubungan Konsumsi Alkohol dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 75


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 5.1 Diagram Pie Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 76

Gambar 5.2 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Umur Dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 77

Gambar 5.3 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 79

Gambar 5.4 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Suku dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 81

Gambar 5.5 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Pendidikan dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 82

Gambar 5.6 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Pekerjaan dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 84

Gambar 5.7 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Status Pernikahan dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 85

Gambar 5.8 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Riwayat Keluarga yang Menderita Hipertensi dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 87

Gambar 5.9 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Status Gizi dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 89

Gambar 5.10 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Stress dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 91


(16)

Gambar 5.11 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Auspan Garam dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 92

Gambar 5.12 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Aktivitas Fisik dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 94

Gambar 5.13 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 96

Gambar 5.14 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Konsumsi Alkohol dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 98


(17)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. KuesionerPenelitian

Lampiran 2. Surat Permohonan Izin Penelitian dari FKM USU

Lampiran 3. Surat Pemberian Izin Penelitian dari Puskesmas Namo Rambe

Lampiran 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Kantor Desa Jati Kesuma

Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Puskesmas Namo Rambe

Lampiran 6. Master Data

Lampiran 7. Analisa data univariat dan bivariat


(18)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sri Dewi Puspitasari

Tempat Lahir : Medan

Tanggal Lahir : 31 Oktober 1993

Suku Bangsa : Indonesia

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : Iptu Adil Ginting, SH

Suku Bangsa Ayah : Indonesia

Nama Ibu : Cahaya Br. Bukit

Suku Bangsa Ibu : Indonesia

Pendidikan Formal :

1. SD/Tamat Tahun : SD Negeri 107406/ 2005

2. SLTP/Tamat tahun : SMP Negeri 1 Namo Rambe/2008 3. SLTA/Tamat Tahun : SMA Negeri 1 Namo Rambe/2011 4. Akademi/Tamat tahun : -

5. Lama studi di FKM USU : 3 tahun 10 bulan


(19)

ABSTRAK

Pre hipertensi adalah tekanan darah dengan angka sistolik antara 120 sampai 139 mmHg atau angka diastolik berada antara 80 sampai 89 mmHg. Pre Hipertensi dan Hipertensi merupakan kesatuan penyakit yang disebabkan oleh berbagai faktor risiko. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pre hipertensi pada usia 18-40 tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang tahun 2015.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan desain cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 115 orang berumur 18-40 tahun dan tidak menderita hipertensi, diambil dengan cara consecutive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner, tensimeter digital, timbangan, meteran dan observasi langsung. Data univariat dianalisis secara deskriptif dan data bivariat dianalisis menggunakan uji chi-square dengan 95% Cl.

Dari hasil pengumpulan data diperoleh proporsi prevalens pre hipertensi pada usia 18-40 tahun adalah 53,9%. Ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin (p=0,001), pekerjaan (p=0,042), riwayat keluarga yang menderita hipertensi (p=0,049), stress (p=0,009), asupan garam (p=0,001), kebiasaan merokok (p=0,007) dan konsumsi alkohol (p=0,030) dengan kejadian pre hipertensi.

Kepada para penderita pre hipertensi diharapkan agar menghindari faktor risiko terutama stress, asupan garam yang tinggi, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol. Kepada pihak Puskesmas diharapkan agar dapat memberikan pengarahan dan meningkatkan penyuluhan pre hipertensi/ hipertensi bagi para pengunjung Puskesmas tentang pentingnya menjaga tekanan darah sedini mungkin dan menghindari faktor risiko yang dapat menyebabkan kejadian pre hipertensi/ hipertensi.


(20)

ABSTRACT

Pre hypertension was blood pressure with the systolic numbers between 120 to 139 mmHg or diastolic number was between 80 to 89 mmHg. Pre hypertension and hypertension were disease unit caused by any risk factors. The main purpose of this research was done to determine the factors associated with the incidence of pre-hypertension at age 18-40 years in village of Jati Kesuma, Namo Rambe district, Deli Serdang in 2015.

This research was analytic study using cross sectional study. The number of sample was 115 person in age of 18-40 years old and without hypertension that took by consecutive sampling. The research instrument was questionnaire, digital tension meter, balance, measurerand direct observation. The univarian data was analyzed by descriptive study and bivarian data was analyzed by Chi square test with 95% CI.

Based on data coleccting the proportion prevalence of pre hypertension was 53,9%. There was significanted correlation between gender (p = 0.001), employment (p = 0.042), genetic (p = 0.049), stress (p = 0.009), salt intake (p = 0.001), smoking (p =0.007) and consumption of alcohol (p = 0.030) with pre hypertension event.

To the patient of pre hypertension was suggted to avoided the risk factors, especially stress, high salt intake, smoking and consumption of alcohol. And to the health center was expected to provided direction and health extension of pre hypertension / hypertension for the health center visitors about the importance of keeping blood pressure as early as possible and avoided the risk factors that may cause pre hypertension / hypertension event.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penyakit tidak menular merupakan penyakit kronis yang sifatnya tidak ditularkan dari orang ke orang. Penyakit ini memiliki banyak kesamaan dengan beberapa sebutan penyakit lainnya. Salah satunya adalah penyakit degeneratif (Bustan, 2007). Penyakit degeneratif merupakan penyakit kronis dimana kejadiannya berhubungan dengan proses degenerasi atau ketuaan sehingga penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

Perhatian terhadap penyakit tidak menular semakin hari semakin meningkat karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya pada masyarakat di berbagai negara (Bustan, 2007). Penyakit tidak menular merupakan penyebab kematian terbesar di Asia Tenggara. Sementara itu, penyakit jantung, stroke, serta paru-paru kronis adalah contoh penyakit tidak menular yang menjadi tren gaya hidup. Menurut laporan badan kesehatan dunia (WHO), Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyebab utama kematian secara menyeluruh. Berdasarkan data WHO South East Asia 2008, sebanyak 55 % kematian disebabkan oleh penyakit tidak menular (WHO, 2008).

Prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia sendiri juga semakin meningkat. Hal ini dipicu oleh perubahan pola struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak memberi efek terhadap perubahan pola fertilitas, gaya hidup dan sosial ekonomi. Perubahan ini disebut sebagai transisi epidemiologi yaitu terjadinya perubahan pola kesakitan berupa penurunan prevalensi penyakit


(22)

infeksi, sedangkan penyakit non infeksi seperti penyakit jantung, hipertensi, ginjal dan stroke meningkat (Bustan, 1997).

Transisi epidemiologi dihubungkan dengan adanya gaya hidup masyarakat kota yang berhubungan dengan risiko hipertensi seperti stress, obesitas (kegemukan), kurangnya olahraga, merokok, alkohol, dan makan makanan yang tinggi kadar lemaknya. Perubahan gaya hidup seperti perubahan pola makan yang beralih ke sajian siap santap yang mengandung banyak lemak, protein, dan tinggi garam tetapi rendah serat pangan, membawa konsekuensi sebagai salah satu faktor berkembangnya penyakit degeneratif seperti hipertensi (Sugiharto, 2007). Indonesia sendiri terdapat perubahan pola makan, yang mengarah pada makanan cepat saji dan yang diawetkan, yang mengandung tinggi garam, lemak jenuh, dan rendah serat mulai tersebar terutama di kota-kota besar di Indonesia (Kemenkes, 2014).

Pre hipertensi dan hipertensi merupakan kesatuan penyakit yang disebabkan oleh berbagai faktor risiko yaitu genetik, umur, suku/etnik, perkotaan/pedesaan, geografis, jenis kelamin, diet, obesitas, stress, gaya hidup, dan penggunaan alat kontrasepsi hormonal. Istilah kesatuan penyakit diartikan bahwa kedua peristiwa pada dasarnya adalah sama karena hipertensi merupakan peningkatan dari pre hipertensi yang lebih berat dan berbahaya (WHO, 2013).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada tahun 2012 sedikitnya sejumlah 839 juta kasus hipertensi, diperkirakan menjadi 1,15 milyar pada tahun 2025 atau sekitar 29% dari total penduduk dunia, dimana penderitanya lebih banyak pada wanita (30%) dibanding pria (29%). Sekitar 80% kenaikan kasus


(23)

hipertensi terjadi terutama di negara-negara berkembang (Triyanto, 2014). Prevalensi hipertensi mengalami penurunan dari 32 % pada tahun 1980 menjadi 27% pada tahun 2008. Namun di sisi lain, terjadi peningkatan di negara-negara berkembang seperti di Afrika dan Asia Tenggara. Pada tahun 1999, National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) menunjukkan prevalensi pre hipertensi adalah 31% di Amerika Serikat. Kemudian pada sebuah survei yang diadakan di Taiwan melaporkan bahwa 34% orang dewasa memiliki pre hipertensi (Widjaja dkk, 2013).

Menurut AHA (American Heart Association) di Amerika tahun 2008, tekanan darah tinggi ditemukan dari setiap tiga orang atau 65 juta orang dan 28% atau 59 juta orang mengidap pre hipertensi. Semua orang yang mengidap hipertensi hanya satu pertiganya yang mengetahui keadaannya dan hanya 61% medikasi. Dari penderita yang mendapat medikasi hanya satu pertiga mencapai target darah yang optimal atau normal (Artikel Kesehatan, 2009).

Berdasarkan laporan WHO tahun 2013, Afrika Selatan justru menjadi negara yang memiliki tingkat hipertensi paling tinggi di dunia yaitu sebanyak 78% pada orang dewasa yang usianya diatas 50 tahun. Hanya 1 dari 10 orang penderita Hipertensi yang memperoleh perawatan layak atas penyakit hipertensi yang dialaminya. Tim peneliti yang dibentuk oleh WHO yang bernama SAGE atau Strategic Advisory Group of Expert menemukan prevalensi hipertensi pada hampir 72% orang dewasa di negara Rusia. Angka prevalensi yang lebih rendah terdapat di beberapa negara seperti 58% di Meksiko, 57% di Ghana, 53% di China, serta 32% di India (WHO, 2013).


(24)

Hipertensi masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Obat-obatan efektif banyak tersedia, namun angka penderita tetap meningkat. Padahal hipertensi merupakan faktor utama kerusakan otak, ginjal dan jantung jika tidak terdeteksi sejak dini. Data dari Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (InaSH) menyebutkan, angka kematian di Indonesia mencapai 56 juta jiwa terhitung dari tahun 2000-2013. Diketahui bahwa faktor kematian paling tinggi adalah hipertensi, menyebabkan kematian pada sekitar 7 juta penduduk Indonesia (InaSH, 2014).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi. Hal ini menunjukkan, 76% kasus hipertensi pada masyarakat belum terdiagnosis atau 76% masyarakat belum mengetahui bahwa mereka menderita hipertensi. Hipertensi sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat dan akan menjadi masalah yang lebih besar jika tidak ditanggulangi sejak dini (Depkes, 2012).

Menurut National Basic Health Survey 2013, prevalensi hipertensi di Indonesia pada kelompok usia 15-24 tahun adalah 8,7 %, pada kelompok usia 25-34 tahun adalah 14,7 %, 35-44 tahun 24,8 %, 45-54 tahun 35,6 %, 55-64 tahun 45,9 %, 65-74 tahun 57,6 %, dan lebih dari 75 tahun adalah 63,8 %. Dengan prevalensi yang tinggi tersebut, hipertensi yang tidak disadari mungkin jumlahnya


(25)

bisa lebih tinggi lagi. Hal ini karena hipertensi dan komplikasi jumlahnya jauh lebih sedikit daripada hipertensi tidak bergejala (InaSH, 2014). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2007, prevalensi prehipertensi di Indonesia dewasa muda (18-29 tahun) adalah 48,4% (Widjaja dkk, 2013).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2013 menunjukkan bahwa peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara (apakah pernah didiagnosis nakes dan minum obat hipertensi) dari 7,6 % pada tahun 2007 menjadi 9,5 %. Prevalensi hipertensi pada penduduk umur > 18 tahun di Indonesia mencapai 25,8%. Berdasarkan provinsi, Prevalensi hipertensi tertinggi di Bangka Belitung (30,9%) dan terendah di Papua (16,8%).

Berdasarkan penelitian Sigarlaki di Desa Bocor Kec. Bulus Pesantren, Kab. Kebumen, Jawa Tengah tahun 2006 dari 102 orang responden, terdapat 12,7% penderita pre hipertensi dan 87,3 % penderita hipertensi. Dalam penelitian ini laki-laki lebih banyak menderita pre hipertensi (6,86%) sedangkan perempuan lebih banyak menderita hipertensi (50,02%) (Sigarlaki, 2006).

Menurut penelitian Widjaja dkk di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, dari 111 dewasa muda (18 - 25 tahun), terdapat 34,2% penderita prehipertensi dan 17,1% penderita hipertensi. Dalam penelitian ini juga di dapat perempuan lebih banyak menderita pre hipertensi yaitu 36%, sedangkan laki-laki lebih banyak menderita hipertensi yaitu sebesar 25% (Widjaja dkk, 2013).

Menurut penelitian Suoth di Puskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat Kab. Minahasa Utara, dari 32 orang responden terdapat 31,2% penderita prehipertensi,


(26)

59,4% penderita hipertensi stadium 1 dan 9,4% penderita hipertensi stadium 2. Dalam penelitian ini ditemukan laki-laki sebesar 31,3% dan perempuan sebesar 68,8% (Suoth, 2014).

Hasil Riset Kesehatan Dasar khusus penyakit tidak menular, prevalensi hipertensi Provinsi Sumatera Utara berada pada urutan keempat yaitu sebesar 5,80% setelah sakit persendian, jantung, dan gangguan mental emosional. Prevalensi hipertensi tertinggi di Kabupaten Nias Selatan 9,60% dan terendah di Kabupaten Serdang Bedagai yaitu 2,40% (Depkes, 2008). Kemudian hasil pengamatan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang selama tahun 2005-2006 terjadi peningkatan jumlah kasus hipertensi dengan kasus terbanyak tahun 2006 sebesar 7,88%.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Namo Rambe Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang, penyakit hipertensi berada pada urutan ketiga dari sepuluh penyakit terbesar pada tahun 2014. Dengan proporsi tertinggi berada di Desa Jati Kesuma yaitu sebesar 18,5%. Wilayah Desa Jati Kesuma Kec. Namo Rambe Kab. Deli Serdang sebelumnya belum pernah dilakukan penelitian mengenai pre hipertensi maupun hipertensi.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pre hipertensi pada usia 18 - 40 tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.


(27)

1.2 Perumusahan Masalah

Belum diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Pre Hipertensi pada usia 18 – 40 tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang tahun 2015.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pre hipertensi pada usia 18 - 40 tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui Proporsi Prevalens pre hipertensi pada usia 18 – 40 tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang tahun 2015

2. Mengetahui hubungan karakteristik individu (umur, jenis kelamin, suku, pendidikan, pekerjaan dan status pernikahan) dengan kejadian pre hipertensi.

3. Mengetahui hubungan riwayat keluarga yang menderita hipertensi dengan kejadian pre hipertensi.

4. Mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian pre hipertensi 5. Mengetahui hubungan stress dengan kejadian pre hipertensi.

6. Mengetahui hubungan asupan garam dengan kejadian pre hipertensi. 7. Mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan kejadian pre hipertensi.


(28)

8. Mengetahui hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian pre hipertensi.

9. Mengetahui hubungan konsumsi alkohol dengan kejadian pre hipertensi.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi dan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang khususnya bagian pengelola program penanggulangan penyakit tidak menular (PTM).

2. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Namo Rambe Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang dalam membuat kebijakan penanggulangan penyakit tidak menular khususnya untuk pre hipertensi dan hipertensi.

3. Sebagai bahan referensi bagi perpustakaan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Sumatera Utara dan penelitian selanjutnya.

4. Sebagai bahan informasi untuk meningkatkan pengetahuan responden tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pre hipertensi guna menghindari kejadian hipertensi di kemudian hari.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian

2.1.1 Tekanan Darah

Tekanan darah ( BP= blood pressure ) yang dinyatakan dalam milimeter (mm) merkuri (Hg) adalah besarnya tekanan yang dilakukan oleh darah pada dinding arteri (McGowan, 2001). Desakan darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan darah mirip dengan tekanan dari air (darah) di dalam pipa air (arteri). Makin kuat aliran yang keluar dari keran (Jantung) makin besar tekanan dari air terhadap dinding pipa. Jika pipa tertekuk atau mengecil diameternya (seperti pada aterosklerosis), maka tekanan akan sangat meningkat (Hull, 1993).

Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), dan angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik) (Ruhyanudin, 2007). Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah yang terjadi ketika otot jantung berdenyut memompa darah sehingga darah terdorong ke luar dari jantung menuju seluruh tubuh. Sedangkan tekanan darah diastolik adalah tekanan darah saat darah memasuki jantung (Widharto, 2009). Tekanan darah ditulis sebagai tekanan sistolik garis miring tekanan diastolik, misalnya 120/80 mmHg dibaca seratus dua puluh per delapan puluh (Ruhyanudin, 2007).

Tekanan darah sangat bervariasi tergantung pada keadaan. Tekanan darah akan meningkat saat aktivitas fisik, emosi, dan stres (Gray dkk, 2003). Hal ini berubah-ubah sepanjang hari dan setelah situasi tersebut berlalu, tekanan darah


(30)

akan kembali menjadi normal (Hull, 1993).Tekanan darah biasanya paling tinggi pada waktu pagi hari dan berkurang pada waktu malam hari, mencapai titik terendah saat dini hari dan selama tidur (Ruhyanudin, 2007; Semple, 1992).

Pengukuran tekanan darah biasanya dilakukan secara tidak langsung dengan

sphygmomanometer air raksa atau alat noninvasif lainnya pada posisi duduk atau telentang (Joewono, 2003). Saat melakukan pengukuran tekanan darah, dokter atau perawat menggunakan alat bantu berupa stetoskop. Alat ini digunakan untuk mendengar detak jantung melalui denyut nadi, umumnya nadi daerah lengan atas (Widharto, 2009). Pengukuran tekanan darah, dilakukan minimal 2 kali setiap kesempatan dalam jarak waktu cukup lama yaitu 5-10 menit, dengan tidak ada perbedaan hasil pada kedua lengan. Jika terdapat perbedaan, lengan yang mempunyai angka yang lebih tinggi digunakan sebagai patokan untuk pengukuran berikutnya (Gray dkk, 2003).

Terdapat dua macam kelainan tekanan darah, antara lain dikenal sebagai hipertensi atau tekanan darah tinggi dan hipotensi atau tekanan darah rendah. Pada umumnya yang lebih banyak dihubungkan dengan kelainan tekanan darah adalah hipertensi, sedangkan hipotensi sering kali dihubungkan dengan kasus syok (Masud, 1989).

2.1.2 Pre Hipertensi

Menurut kriteria the seventh report of the joint national committe on detection, evaluation and treatment of high blood pressure (JNC VII), Tekanan darah terdiri dari tekanan darah normal yaitu kurang dari 120/80 mmHg, pre hipertensi berada pada interval 120-139 / 80-89 mmHg, dan hipertensi jika


(31)

tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg (Depkes, 2013). Prehipertensi dan hipertensi berhubungan dengan berbagai komplikasi pada hampir seluruh organ, tetapi sering diabaikan oleh dewasa muda di daerah pedesaan (Widjaja dkk, 2013).

Pre hipertensi adalah tekanan darah jika angka sistolik antara 120 sampai 139 mmHg atau angka diastolik berada antara 80 sampai 89 mmHg (Sheps, 2005). Pre hipertensi bukan kategori penyakit. Justru pre hipertensi adalah sebutan yang dipilih untuk mengidentifikasi individu yang berisiko tinggi terkena hipertensi. Penderita pre hipertensi beresiko untuk terkena hipertensi lebih besar. Misalnya orang yang masuk kategori pre hipertensi dengan tekanan darah antara 130/80 mmHg – 139/89 mmHg mempunyai kemungkinan dua kali lipat untuk mendapat hipertensi dibandingkan dengan yang mempunyai tekanan darah lebih rendah (Kaplan dan Joseph, 2006).

Tekanan darah pada orang dewasa populasi Amerika Serikat, jumlah orang dengan prehipertensi bahkan lebih besar dibandingkan dengan hipertensi. Dimana jumlah orang dengan prehipertensi yaitu sebesar 31% (atau 63 juta) sedangkan orang dengan hipertensi yaitu sebesar 29% dari populasi orang dewasa (Kaplan dan Joseph, 2006).

Apabila seseorang termasuk dalam pre hipertensi, belum dianjurkan untuk meminum obat melainkan dianjurkan untuk melakukan penyesuaian pola hidup yang dirancang untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal atau mengurangi resiko terkena hipertensi dimasa yang akan datang. Karena hipertensi


(32)

merupakan peningkatan dari pre hipertensi yang lebih berat dan berbahaya (WHO, 2013).

Setiap peningkatan tekanan darah dengan 20/10 mmHg pada orang dewasa, dapat meningkatkan 2 kali lipat risiko terkena serangan jantung dan stroke. Tekanan darah tinggi meningkatkan risiko terhadap serangan jantung, stroke,

coronary heart disease (Penyakit jantung koroner atau penyakit yang terjadi apabila arteri koroner yang memberi suplai darah dan oksigen kepada otot jantung mengalami pengerasan dan penyempitan akibat endapan lemak yang menumpuk di dinding dalamnya), gagal jantung dan juga gagal ginjal (Kaplan dan Joseph, 2006).

2.1.3 Hipertensi

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Triyanto, 2014). Sedangkan menurut Joint National Commite on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) hipertensi didefinisikan sebagai tekanan yang lebih tinggi atau sama dengan 140/90 mmHg dapat diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya (Ruhyanudin, 2007).

Menurut Komisi Pakar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang Pengendalian Hipertensi menjelaskan bahwa hipertensi merupakan gangguan pembuluh darah jantung (kardiovaskular) paling umum yang merupakan tantangan kesehatan utama masyarakat yang sedang mengalami perubahan sosioekonomi dan epidemiologi.Dalam laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO),


(33)

hipertensi merupakan salah satu faktor utama risiko kematian karena gangguan kardiovaskuler yang mengakibatkan 20-50% dari seluruh kematian.

Hipertensi merupakan penyakit kronik degeneratif yang banyak dijumpai dalam praktek klinik sehari-hari (Simadibrata dkk, 2003). Penyakit hipertensi salah satu faktor resiko yang paling berpengaruh terhadap penyakit jantung dan pembuluh darah. Namun sering sekali penyakit hipertensi ini tidak menunjukkan gejala, sehingga baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung atau stroke. Hipertensi yang juga disebut sebagai silent killer ini adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh (Kemenkes, 2014; Triyanto, 2014).

Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara: (Ruhyanudin, 2007)

1. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya.

2. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena atherosklerosis.


(34)

3. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.

2.2. Klasifikasi Hipertensi 2.2.1 Berdasarkan Etiologi

Menurut Smeltzer dan Bare (2000), klasifikasi hipertensi berdasarkan etiologi dibagi menjadi 2, yaitu : (Triyanto, 2014)

a. Hipertensi Primer (Hipertensi Esensial)

Hipertensi esensial atau hipertensi primer adalah hipertensi yang penyebabnya masih belum dapat diketahui. Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi. Hipertensi esensial kemungkinan disebabkan oleh beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah (Triyanto, 2014; Ruhyanudin, 2007).

Selama 75 tahun terakhir telah banyak penelitian untuk mencari etiologinya. Tekanan darah merupakan hasil curah jantung dan resistensi vascular sehingga tekanan darah meningkat jika curah jantung meningkat, resistensi vascular perifer bertambah, atau keduanya. Meskipun mekanisme yang berhubungan dengan penyebab hipertensi melibatkan perubahan-perubahan tersebut, hipertensi sebagai kondisi klinis biasanya diketahui beberapa tahun setelah kecenderungan ke arah sana di mulai (Gray dkk, 2003).


(35)

Pada hipertensi yang baru mulai curah jantung biasanya sedikit meningkat dan resistensi perifer normal. Pada tahap hipertensi lanjut, curah jantung cenderung menurun dan resistensi perifer meningkat. Adanya hipertensi juga menyebabkan penebalan dinding arteri dan arteriol. Banyaknya faktor yang mempengaruhi dan mungkin berbeda antar individu menyebabkan penelitian etiologinya semakin sulit (Gray dkk, 2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut seperti umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik atau keturunan serta faktor lingkungan yang meliputi obesitas, stres, konsumsi garam berlebih dan sebagainya (Depkes, 2007).

b. Hipertensi Sekunder (Hipertensi non Esensial)

Hipertensi sekunder adalah jika penyebab diketahui. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB) (Kemenkes, 2014; Ruhyanudin, 2007). Sekitar 5% prevalensi hipertensi telah diketahui penyebabnya, dan dapat dikelompokkan seperti di bawah ini : (Gray dkk, 2003)

b.1 Penyakit parenkim ginjal (3%). Setiap penyebab gagal ginjal (glomerulonefritis, pielonefritis, sebab-sebab penyumbatan) akan menyebabkan kerusakan parenkim akan cenderung menimbulkan hipertensi dan hipertensi itu sendiri akan mengakibatkan kerusakan ginjal.

b.2. Penyakit renovaskular (1%). Terdiri atas penyakit yang menyebabkan gangguan pasokan darah ginjal dan secara umum dibagi atas


(36)

aterosklerosis, yang terutama mempengaruhi sepertiga bagian proksimal arteri renalis dan paling sering terjadi pada pasien usia lanjut, dan fibrodisplasia yang terutama mempengaruhi 2/3 bagian distal. b.3. Endokrin (1%). Pertimbangan aldosteronisme primer (sindrom Conn)

jika terdapat hipokelemia bersama hipertensi. Tingginya kadar aldosteron dan rennin yang rendah akan mengakibatkan kelebihan (overload) natrium dan air.

2.2.2 Berdasarkan Tinggi Rendahnya TDS dan TDD

Berdasarkan tingginya diastolik, hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95-104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolik karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik (Padila, 2013; Irianto, 2014).

Sedangkan berdasarkan tingginya tekanan sistolik, The Seven Of The Joint National Comitte on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure ( JNC 7) tahun 2003, membagi hipertensi sebagai berikut :

a. Normal bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan diastolik <80 mmHg,

b. Prehipertensi bila tekanan darah sistolik 120 – 139 mmHg dan/atau diastolik 80 – 89 mmHg,

c. Hipertensi stadium 1 bila tekanan darah sistolik 140 – 159 mmHg dan diastolik 90 – 99 mmHg


(37)

d. Hipertensi stadium 2 bila tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥ 100 mmHg.

Bila tekanan darah penderita hipertensi berbeda dengan klasifikasi, sebagai contoh TDS 170 mmHg sedangkan TDD 90 mmHg maka derajat hipertensi ditentukan dari tekanan sistolik (TDS) karena merupakan tekanan yang terjadi ketika jantung berkontraksi memompakan darah (Irianto, 2014).

2.2.3 Berdasarkan Jenis Kelamin

Kaplan (1985) memberikan batasan hipertensi dengan memperhatikan usia dan jenis kelamin sebagai berikut : (Udjianti, 2011)

a. Laki-laki, usia ≤ 45 tahun di katakan hipertensi apabila tekanan darah ≥ 130/90 mmHg,

b. Laki-laki, usia > 45 tahun di katakan hipertensi apabila tekanan darah ≥ 145/95 mmHg,

c. Perempuan, dikatakan hipertensi apabila tekanan darah ≥ 160/95 mmHg.

2.3 Gejala Klinis

Tekanan darah tinggi seringkali tidak menimbulkan keluhan-keluhan langsung, tetapi lama-kelamaan dapat mengakibatkan berbagai penyakit. Tidak ada tanda-tanda yang memperingatkan, namun lambat laun urat-urat nadi baik besar maupun kecil dalam tubuh menjadi rusak (Dekker, 1996). Hanya kurang dari sepersepuluh penderita tekanan darah tinggi yang menunjukkan adanya gejala dan itu terjadi jika tekanan darah sangat tinggi (Semple, 1992). Hal ini lah yang membuat hipertensi juga sering disebut sebagai “silent killer”, karena seringkali


(38)

penderita hipertensi bertahun-tahun tanpa merasakan sesuatu atau gejala (Triyanto, 2014).

Menurut Edward K Cung (1995), tidak ada gejala spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa (Padila, 2013). Namun secara umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi yaitu kegelisahan, jantung berdebar-debar, pening, nyeri dada, sakit kepala, depresi dan lesuh (Wolff, 1984).

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut yaitu sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung, dan ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan di otak (Ruhyanudin, 2007).

2.4 Komplikasi

Dalam perjalanan penyakit hipertensi dapat timbul komplikasi somatik berupa gangguan jantung, gangguan peredaran serebral dan perifer, dan gangguan ginjal. Namun sering kali dianggap sebagai gejala awal penyakit pada saat pasien pertama kali ke dokter, padahal sebenarnya merupakan gejala komplikasi hipertensi (Sudoyo dkk, 2010).

Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi, maka dalam jangka panjang akan terjadi komplikasi serius pada organ-organ sebagai berikut, yaitu:


(39)

a. Jantung

Pengaruh tekanan darah tinggi, proses penumpukan zat-zat lemak di dalam urat-urat nadi besar makin cepat. Hal itu mengakibatkan pengapuran pembuluh darah (arteriosclerosis) (Dekker, 1996).

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi, otot jantung bekerja lebih keras dari biasanya karena arteri menyempit akibat mengapurnya dinding pembuluh darah. Ketika otot jantung bekerja lebih keras, otot jantung tidak mendapat pasokan darah dan oksigen yang cukup. Keadaan ini membuat rasa sakit di dada yang biasa disebut dengan angina atau miokardinal iskemia. Jika arteri koronaria menyempit dan kemudian darah menggumpal, otot jantung yang langsung berhubungan dengan arteri ini menjadi mati. Keadaan ini disebut serangan jantung (Widharto, 2009).

b. Otak

Tekanan darah tinggi dapat membawa perubahan pada jaringan pembuluh nadi yang ada pada otak sehingga mengakibatkan serangan pada orak (attack). Serangan ini dapat menimbulkan kelumpuhan atau gangguan-gangguan organ tubuh (stroke) (Dekker, 1996).

Penelitian yang dilakukan selama 35 tahun dalam Framingham Heart Study menunjukkan bahwa 56% stroke pada pria dan 66% stroke pada wanita berhubungan langsung dengan hipertensi. Namun, bila hipertensi tersebut diobati, risikonya turun 42% dalam 5 tahun (Sheps, 2005).


(40)

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan dua jenis stroke, yaitu stroke iskemik dan stroke haemoragik. Stroke iskemik merupakan stroke yang paling sering terjadi, meliputi 70-80% dari semua kejadian stroke. Stroke ini terjadi karena penyumbatan pembuluh darah akibat menumpuknya plak dalam arteri. Plak tersebut kemudian membentuk gumpalan dan lokasinya menetap dalam arteri-arteri antara jantung dan otak. Stroke haemoragik, kejadiannya meliputi 20-30 % dari semua kejadian stroke. Stroke ini terjadi jika pembuluh darah bocor atau pecah dalam otak. Penyebab utamanya adalah tekanan darah tinggi yang persisten. Hal ini menyebabkan darah meresap ke ruang di antara sel-sel otak. Walaupun stroke hemoragik tidak sesering stroke iskemik, namun komplikasinya dapat menjadi lebih serius (Sheps, 2005).

c. Ginjal

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah menuju ginjal. Penyumbatan ini berakibat pada fungsi ginjal yaitu sebagai penyaring darah terganggu. Ginjal berfungsi menyaring kotoran-kotoran yang terbawa oleh aliran darah. Gangguan pada ginjal mengakibatkan kotoran-kotoran ini tidak tersaring sehingga darah yang penuh kotoran ini beredar ke seluruh tubuh. Lama kelamaan produk sisa akan menumpuk dalam darah, ginjal akan mengecil dan berhenti fungsi, keadaan ini disebut gagal ginjal (Widharto, 2009; Sheps, 2005).

d. Mata

Tekanan darah tinggi dapat mempersempit atau menyumbat arteri di mata, sehingga mengganggu aliran darah di dalam vena (Sheps, 2005). Mata akan lebih


(41)

banyak terkena resiko. Daya penglihatan terganggu karena kerusakan pada pembuluh selaput mata (Dekker, 1996). Pada keadaan berat, saraf yang membawa sinyal-sinyal dari mata ke otak (saraf optik) akan mulai membengkak. Hal ini dapat menyebabkan kebutaan (Sheps, 2005).

2.5 Epidemiologi Hipertensi

2.5.1 Distribusi dan Frekuensi Hipertensi

a. Orang

Pada populasi umum kejadian tekanan darah tinggi tidak terdistribusi secara merata. Hingga usia 55 tahun lebih banyak ditemukan pada pria. Namun setelah terjadi menopause (biasanya setelah usia 50 tahun), tekanan darah pada wanita meningkat terus, hingga usia 75 tahun tekanan darah tinggi lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria (Bustan, 2007).

Dalam Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi, penderita hipertensi umumnya terjadi pada manusia yang berusia setengah umur (Iebih dari 40 tahun). Namun banyak orang tidak menyadari bahwa dirinya menderita hipertensi. Hal ini disebabkan gejalanya tidak nyata dan pada stadium awal belum menimbulkan gangguan yang serius pada kesehatannya. Boedi Darmoyo dalam penelitiannya menemukan bahwa antara 1,8% -28,6% penduduk dewasa adalah penderita hipertensi. Prevalensi hipertensi di seluruh dunia diperkirakan antara 15-20%. Pada usia setengah baya dan muda, hipertensi ini lebih banyak menyerang pria daripada wanita (Depkes, 2006).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2013 menunjukan prevalensi hipertensi pada penduduk umur > 18 tahun ke atas secara


(42)

nasional mencapai 25,8%. Berdasarkan kelompok umur yang paling tinggi terdapat pada kelompok umur diatas 75 tahun yaitu 63,8% dan pada kelompok umur 65-74 tahun yaitu 57,6%. Berdasarkan jenis kelamin prevalensi hipertensi pada laki-laki sebesar 22,8% dan pada perempuan 28,8% (Depkes, 2013).

b. Tempat

Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2013 menurut provinsi, Prevalensi hipertensi di Provinsi Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%), Jawa Barat (29,4%), Gorontalo (29,0%), Sulawesi Tengah (28,7%), Kalimantan Barat (28,3%), Sulawesi Selatan (28,1%), Sulawesi Utara (27,1%), Kalimantan Tengah (26,7%), Jawa Tengah (26,4%), Jawa Timur (26,2%) dan Sumatera Selatan (26,1%), merupakan provinsi yang mempunyai prevalensi hipertensi lebih tinggi dari angka nasional (25,8%) (Depkes, 2013).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, pada analisis hasil pengukuran tekanan darah penduduk umur > 18 tahun menunjukkan penderita hipertensi yang bertempat tinggal di Perkotaan (26,1%) dan di Pedesaan (25,%1). Sedangkan pada analisis hipertensi terbatas pada usia 15-17 tahun menurut JNC VII 2003 didapatkan prevalensi nasional sebesar 5,3 persen (laki-laki 6,0% dan perempuan 4,7%), perdesaan (5,6%) lebih tinggi dari perkotaan (5,1%) (Depkes, 2013).

Penduduk yang tinggal di daerah pesisir pantai lebih rentan terhadap penyakit hipertensi karena tingkat mengonsumsi garam lebih tinggi dibandingkan


(43)

daerah pegunungan yang lebih banyak mengonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan.

c. Waktu

Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004 (Rahajeng dan Tuminah, 2009).Di Jawa Tengah, berdasarkan laporan rumah sakit dan puskesmas, proporsi kasus hipertensi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Dibandingkan dengan jumlah kasus penyakit tidak menular secara keseluruhan, pada tahun 2004 proporsi kasus hipertensi sebesar 17,34%, meningkat menjadi 29,35% di tahun 2005. Kemudian pada tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi 39,47% (Sugiharto, 2007).

2.5.2 Faktor Risiko Hipertensi

a. Faktor Risiko Hipertensi Yang Tidak Dapat Diubah 1. Genetika

Faktor genetik berperan penting dalam tekanan darah tinggi. Karena susunan saraf seseorang menentukan seberapa besar kecenderungannya untuk menderita tekanan darah tinggi (Mervin, 1995).Pada kasus hipertensi essensial, didapat sekitar 70-80% kasus hipertensi essensial, yang memiliki riwayat hipertensi didalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi esensial lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur) apabila salah satunya menderita hipertensi. Dugaan inilah yang


(44)

menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya hipertensi (Hayens et al, 1998).

Dalam laporan WHO, sekitar 20-40% variasi tekanan darah di antara individu disebabkan oleh faktor genetik. Penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah seorang anak akan lebih mendekati tekanan darah orangtuanya bila mereka memiliki hubungan darah dibanding dengan anak adopsi. Hal ini menunjukkan bahwa gen yang diturunkan, dan bukan hanya faktor lingkungan (seperti makanan dan status sosial), berperan besar dalam menentukan tekanan darah (Laporan Komisi Pakar WHO, 2001).

Kemungkinan seseorang menderita tekanan darah tinggi lebih kurang satu berbanding tiga, jika salah satu orang tua menderita tekanan darah tinggi atau pernah mendapat stroke sebelum usia 70 tahun. Risiko ini meningkat menjadi tiga berbanding lima jika kedua orang tua mengalaminya (Semple, 1992).

2. Umur

Usia adalah faktor risiko nomor satu. Lebih dari 60% orang Amerika yang berusia 65 hingga 74 tahun mengidap tekanan darah tinggi (Hoffman dkk, 1996).Jumlah individu yang mengalami hipertensi meningkat sejalan dengan meningkatnya usia (Tierney dkk, 2002).

Tekanan darah cenderung rendah pada bayi dan mulai meningkat pada masa kanak-kanak. Kemudian akan meningkat lebih nyata selama masa pertumbuhan dan pematangan fisik di usia remaja (Semple, 1992). Menurut Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, kejadian


(45)

hipertensi paling tinggi pada usia 30-40 tahun (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, 1993).

3. Jenis Kelamin

Pada usia dini tidak terdapat bukti nyata tentang adanya perbedaan tekanan darah antara laki-laki dan wanita. Akan tetapi, mulai pada masa remaja, pria cenderung menunjukkan aras rata-rata yang lebih tinggi. Perbedaan ini lebih jelas pada orang dewasa muda dan orang setengah baya (Laporan Komisi Pakar WHO, 2001).

Perubahan normal dan pematangan fisik cenderung lebih nyata pada laki-laki dari pada wanita terlebih sebelum wanita mengalami masa menopause (Semple, 1992). Menurut Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, komplikasi hipertensi meningkat pada laki-laki (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, 1993).

4. Ras atau Suku Bangsa

Kajian populasi selalu menunjukkan bahwa aras tekanan darah pada masyarakat kulit hitam lebih tinggi ketimbang aras pada golongan suku lain. Suku mungkin berpengaruh pada hubungan antara umur dan tekanan darah, seperti yang ditunjukkan oleh kecenderungan tekanan darah yang meninggi bersamaan dengan bertambahnya umur secara progresif pada orang Amerika berkulit hitam keturunan Afrika ketimbang orang Amerika berkulit putih (Laporan Komisi Pakar WHO, 2001).

Sementara itu ditemukan variasi antar suku di Indonesia. Di lembah Baliem Jaya, Papua kejadian hipertensi terendah yaitu 0,6%, sedangkan


(46)

yang tertinggi terdapat di Jawa Barat pada suku Suku Sunda yaitu 28,6% (Bustan, 2007).

5. Status sosioekonomi

Di negara-negara yang berada pada tahap pasca-peralihan perubahan ekonomi dan epidemiologi selalu dapat ditunjukkan bahwa aras tekanan darah dan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi terdapat pada golongan sosioekonomi rendah. Hubungan yang terbalik itu ternyata berkaitan dengan tingkat pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan. Akan tetapi, dalam masyarakat yang berada dalam masa peralihan atau pra-peralihan, aras tinggi tekanan darah dan prevalensi hipertensi lebih tinggi terdapat pada golongan sosioekonomi yang lebih tinggi (Laporan Komisi Pakar WHO, 2001).

Determinan sosial kesehatan, misalnya pendapatan, pendidikan dan kondisi di rumah (status pernikahan) berdampak pada faktor-faktor risiko perilaku sehingga mempengaruhi perkembangan hipertensi. Misalnya, pengangguran atau takut pengangguran mungkin memiliki dampak pada tingkat stres yang pada akhirnya akan membuat tekanan darah menjadi tinggi. Kondisi di rumah dan kondisi di tempat kerja juga dapat mempengaruhi tekanan darah misalnya pekerjaan yang berat akan menguras pikiran lebih berat, pertengkaran yang terjadi di rumah atau kebutuhan ekonomi dalam keluarga yang harus terpenuhi membuat individu harus berpikir keras juga sehingga kemungkinan meningkatkan tekanan darah. Sibuk bekerja dan kondisi / suasana yang tidak baik juga dapat


(47)

menunda deteksi tepat waktu dan pengobatan karena kurangnya akses ke diagnosa dan pengobatan. Ditambah lagi dengan urbanisasi yang cenderung mendorong konsumsi cepat makanan, penggunaan tembakau dan penggunaan alkohol akhirnya, meningkatkan risiko hipertensi (WHO, 2013).

b. Faktor Risiko Hipertensi Yang Dapat Diubah 1. Obesitas

Anak dan dewasa yang kegemukan menderita lebih banyak hipertensi dan penambahan berat badan biasanya diikuti oleh kenaikan tekanan darah. Walaupun kalori tambahan yang bertanggung jawab bagi kenaikan berat badan, namun dapat menginduksi hipertensi karena ia membawa natrium tambahan (Kaplan dan Stamler, 1991).

Berdasarkan laporan Komisi Pakar WHO pada kebanyakan kajian, kelebihan berat badan berkaitan dengan 2-6 kali kenaikan risiko mendapat hipertensi. Pada populasi Barat, jumlah kasus hipertensi yang disebabkan oleh kelebihan berat badan diperkirakan 30-65%. Dari data pengamatan WHO tahun 1996, regresi multivariat tekanan darah menunjukkan kenaikan TDS 2-3 mmHg dan TDD 1-3 mmHg utuk setiap kenaikan 10 kg bobot tubuh (Laporan Komisi Pakar WHO, 2001). Indeks massa tubuh digunakan untuk mengukur kadar kegemukan kombinasi atau perbandingan antara berat badan dan tinggi badan. Perhitungannya adalah sebagai berikut :


(48)

Dimana dikatakan BB kurang bila IMT < 18,5 kg/m2, BB normal bila IMT 18,5-24,9 kg/m2, BB berlebih bila IMT 25-29,9 kg/m2, Obes Derajat I bila 30,0-34,9 IMT kg/m2, Obes Derajat II bila 35,0-39,9 kg/m2, dan Obes Derajat III bila IMT > 40,0 kg/m2 ( MB, 2011).

2. Stres

Penelitian tentang faktor psikososial dan faktor sosiokultural hingga saat ini telah mendapatkan hubungan yang lebih nyata bahwa perubahan hemodinamik, peningkatan tekanan darah berhubungan dengan faktor psikososial lain, seperti white coat hypertention. Penelitian di Amerika Serikat pada orang Negro didapatkan angka hipertensi tinggi, yang berhubungan dengan adanya rasa permusuhan (hostilitas), rasa tertekan sebagai akibat diskriminasi dan kemiskinan serta masalah psikososial lain, yang merupakan model psikosomatik agresi yang tertekan (Sudoyo dkk, 2010).

Stres memang tidak diragukan lagi dapat meningkatkan tekanan darah dalam jangka pendek dengan cara mengaktifkan bagian otak dan sistem saraf yang biasanya mengendalikan tekanan darah secara otomatis. Namun stres sulit untuk diberi batasan atau diukur, karena pristiwa yang menimbulkan stres pada seseorang belum tentu menimbulkan stres pada orang lain (Semple, 1992).

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, bingung, cemas,


(49)

berdebar-debar, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stres berlangsung cukup lama, tubuh berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag. Berdasarkan hasil penelitian Hasurungan di Kota Depok (2002) dengan menggunakan desain penelitian case control, menunjukkan bahwa OR hipertensi pada responden yang mengalami stres psikologis jika dibandingkan dengan yang tidak stres psikologis adalah 2,99 (Hasurungan, 2002).

Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam mengukur tingkat stress adalah dengan DASS 42. DASS 42 (Depression Anxiety Stress Scale 42)

adalah kuesioner yang terdiri dari 42-item pertanyaan yang mencakup tiga laporan diri skala dirancang untuk mengukur keadaan emosional negatif dari depresi, kecemasan dan stres. DASS mempunyai tingkatan discrimant validity dan mempunyai reliabilitas sebesar 0,91 yang diolah berdasarkan penilaian Cronbach’s Alpha. Tingkatan stress pada instrumen DASS 42 (lovibond, 1995) dikategorikan menjadi Normal : 0-14, Stres Ringan : 15-18, Stres Sedang : 19-25, Stres Berat : 26-33, dan Stres Sangat Berat : ≥ 34 (Lovibond & Lovibond, 2003 dalam S.Yessy, 2012)


(50)

3. Asupan Garam

Penelitian menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium yang berlebihan dengan tekanan darah tinggi pada beberapa individu. Asupan natrium yang meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan, yang meningkatkan volume darah. Di samping itu, diet tinggi garam dapat mengecilkan diameter dari arteri. Jantung harus memompa lebih keras untuk mendorong volume darah yang meningkat melalui ruang sempit. Akibatnya adalah hipertensi. Hal ini sebaliknya juga terjadi, ketika asupan natrium berkurang maka begitu pula volume darah dan tekanan darah pada beberapa individu (Hull, 1993).

Pada hasil pengamatan di beberapa kelompok kecil yang tersebar di seluruh dunia yang menjalani cara hidup tradisional, aktif dan suka berburu. Kelompok-kelompok ini mempunyai tekanan darah yang rendah dan sangat sedikit meningkat dengan bertambahnya usia. Mereka tidak menggunakan garam dan makanannya mengandung kadar natrium yang sangat rendah. Satu dari kelompok ini adalah orang Indian Yanomano di pedalaman hutan brasilia (Semple, 1992).

Kebutuhan minimal tubuh manusia akan garam hanyalah 69 miligram per hari. Petunjuk diet rendah garam dari Amerika menyarankan untuk orang normal membatasi jumlah konsumsi garam per hari tidak melebihi 2.300 miligram per hari. Sedangkan untuk usia 51 tahun keatas atau mempunyai penyakit seperti tekanan darah tinggi, penyakit ginjal, atau diabetes, maka dibatasi tidak melebihi 1.500 miligram per hari. Sebagai


(51)

gambaran, 1 sendok teh garam dapur setara dengan 2.300 miligram natrium (Irawati, 2013).

Garam bukanlah satu-satunya sumber natrium yang masuk ke dalam aliran darah, walaupun kandungan natrium dalam garam dapur cukup tinggi yaitu 40%. Mono Sodium Glutamat (MSG) atau lebih dikenal dengan merk dagang vetsin juga merupakan sumber natrium. Konsumsi MSG yang berlebihan juga berdampak pada penaikan tekanan darah (Widharto, 2009).

Berikut ini adalah daftar makanan yang termasuk memiliki kandungan natrium yang tinggi : (Irawati, 2013 ; Almatsier, 2010)

a. Garam dapur: 1 sendok teh garam dapur mengandung 2300 mg Na b. Kaldu bubuk atau kaldu blok: 5 gram atau 1 blok kaldu

mengandung 1200 mg natrium.

c. 1 Lembar daging burger mengandung 416 mg natrium

d. Mie instan: dalam 1 bungkus mie instan terdapat 1140 mg natrium. e. 1 butir telur ayam terdapat 50,56 mg Natrium dan 1 butir telur

bebek terdapat 95,5 mg natrium

f. 1 sdm kecap asin terdapat 1024 mg natrium, 1 sdm kecap manis terdapat 558 mg natrium dan 1 sdm saos terdapat 690 mg natrium. Dalam memudahkan penggunaan bahan makanan, daftar makanan dinyatakan dengan alat ukur yang lazim terdapat di rumah tangga (disingkat urt). Cara ini terbukti cukup teliti dan praktis dalam penyusumam diet. Dibawah ini dicantumkan persamaan antara ukuran rumah tangga dengan gram : (Almatsier, 2010)


(52)

1 ptg sdg ikan asin (6x5 cm) = 12,5 gram

1 sdm gula pasir = 8 gram

1 sdm minyak goreng, margarin = 10 gram 1 sdm = 3 sdt = 10 ml

1 gls = 24 sdm = 240 ml 1 ckr = 1 gls = 240 ml

Ket : sdm = Sendok makan gls = gelas

ptg = Potong ckr = cangkir

4. Aktivitas Fisik

Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi. Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri. (Sheps, 2005)

Aktitivitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat mengurangi risiko terhadap penyakit seperti cardiovaskuler disease (CVD), stroke, diabetes


(53)

mellitus, dan kanker kolon. Selain itu juga memberikan efek positif terhadap penyakit seperti kanker payudara, hipertensi, osteoporosis, dan risiko jatuh. Makin besar intensitas latihan, makin besar pula efek latihan tersebut. Intensitas latihan jasmani sebaiknya 60-80% dari kapasitas aerobik yang maksimal. Olahraga atau aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur setiap hari atau 3 kali seminggu minimal 30 menit setiap berolahraga. (Fatmah dan Ruhayati, 2011)

Metode yang sering digunakan untuk mengukur aktivitas fisik seseorang dalam suatu penelitian instrumen adalah recall dan pemberian kuesioner. Metode tersebut sering digunakan karena murah dan lebih cepat. Namun, Keragaman dalam ukuran tubuh, komposisi tubuh dan aktivitas fisik kebiasaan di antara populasi orang dewasa dengan latar belakang geografis, budaya dan ekonomi yang berbeda membuat aktivitas fisik sulit untuk diukur sehingga untuk menjelaskan perbedaan dalam aktivitas fisik, FAO memperkirakan melalui perhitungan faktorial yang dikombinasikan antara waktu yang dialokasikan untuk kegiatan kebiasaan dan besar energi kegiatan-kegiatan. Sekaligus untuk menjelaskan perbedaan ukuran tubuh dan komposisi baik pria maupun wanita, besar energi kegiatan dihitung sebagai kelipatan BMR per menit juga disebut sebagai rasio aktivitas fisik (PAR), dan kebutuhan energi 24 jam adalah dinyatakan sebagai kelipatan dari BMR per 24 jam dengan menggunakan nilai PAL (James dan Schofield dalam FAO, 2001). Berikut ini tabel estimasi standar faktorial dari total pengeluaran energi berdasarkan FAO, 2001 :


(54)

Tabel 2.1 Estimasi Standar Faktorial dari Total Pengeluaran Energi

No Jenis Kegiatan

Waktu/ Durasi (Jam) Physical Activity Ratio/ satuan waktu Total (PAL) Gaya Hidup atau Aktivitas Ringan

1 Tidur 8 1,0 8,0

2 Perawatan Pribadi (Berpakaian, mandi)

1 2,3 2,3

3 Makan 1 1,5 1,5

4 Memasak 1 2,1 2,1

5 Duduk (Pekerjaan kantor, menjual produk, cenderung berbelanja)

8 1,5 12,0

6 Pekerjaan rumah tangga umum 1 2,8 2,8

7. Mengendarai mobil dari/ke kerja 1 2,0 2,0

8. Berjalan tanpa beban 1 3,2 3,2

9. Kegiatan ( menonton tv, mengobrol)

2 1,4 2,8

Total 24 36,7/24= 1,53

Gaya hidup aktif atau cukup aktif

1. Tidur 8 1,0 8,0

2. Perawatan Pribadi (Berpakaian, mandi)

1 2,3 2,3

3. Berdiri, membawa beban ringan (menunggu di meja, mengatur barang dagangan)

8 2,2 17,6

4. Berangkat ke/dari kerja dengan bus

1 1,2 1,2

5. Berjalan tanpa beban 1 3,2 3,2

6. Intensitas rendah latihan aerobik 1 4,2 4,2

7. Kegiatan (menonton tv, mengobrol)

3 1,4 4,2


(55)

Gaya hidup yang berat atau aktif

1. Tidur 8 1,0 8,0

2. Perawatan Pribadi (Berpakaian, mandi)

1 2,3 2,3

3. Makan 1 1,4 1,4

4. Memasak 1 2,1 2,1

5. Kerja pertanian (Menanam, menyiang)

6 4,1 24,6

6. Mengumpulkan air/kayu 1 4,4 4,4

7. Pekerjaan rumah tangga (menyapu, mencuci pakaian, mencuci piring)

1 2,3 2,3

8. Berjalan tanpa beban 1 3,2 3,2

9. Kegiatan (menonton tv, mengobrol)

4 1,4 5,6

Total 24 53,9/24= 2,25

(Sumber : FAO, 2001)

Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan oleh seseorang dalam waktu 24 jam dinyatakan dalam PAL (physical activity level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan dalam kkal per kilogram berat badan dalam 24 jam. Rumus yang digunakan untuk menentukan PAL yaitu : (FAO, 2001)

Keterangan :

PAL : Physical Activity Level ( tingkat aktivitas fisik )

PAR : Physical Activity Ratio ( jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis kegiatan per satuan waktu tertentu )

Berikut ini tabel kategori aktivitas fisik standar berdasarkan nilai Physical Activity Level (PAL) : (Laporan Komisi Pakar WHO, 1996; FAO, 2001)


(56)

Tabel 2.2 Kategori Aktivitas Fisik Standar Berdasarkan Nilai Physical Activy Level (PAL)

No. Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai

Physical Activity Level (PAL)

Nilai PAL 1

2 3 4

Sangat Ringan Ringan

Sedang Berat

1.20 – 1.39 1.40 – 1.69 1.70 – 1.99 2.00 – 2.40

(Sumber : FAO, 2001)

5. Kebiasaan Merokok

Rokok menyebabkan peningkatan denyut jantung, tekanan darah, dan juga menyebabkan pengapuran sehingga volume plasma darah berkurang karena pengaruh nikotin dalam peredaran darah (Dekker, 1996). Meningkatnya tekanan darah ini, lebih nyata pada penderita tekanan darah tinggi. Merokok dapat menyebabkan terjadinya ateroma dalam arteri dan dapat mengenai ginjal. Akibat penyempitan arteri ini, terjadi penyakit tekanan darah tinggi yang berat dan keadaan ini cenderung terjadi pada penderita lanjut usia (Semple, 1992).

Merokok dapat meningkatkan tekanan darah secara temporer yaitu tekanan darah sistolik yang naik sekitar 10 mmHg dan tekanan darah diastolik naik sekitar 8 mmHg. Merokok juga dapat menghapuskan efektivitas beberapa obat antihipertensi. Misalnya, pengobatan hipertensi yang menggunakan terapi betablocker dapat menurunkan risiko penyakit jantung dan stroke hanya bila pemakainya tidak merokok karena merokok


(57)

merupakan faktor risiko utama untuk munculnya penyakit kardiovaskular (Laporan Komisi Pakar WHO, 2001).

6. Konsumsi Alkohol

Alkohol juga mempengaruhi tekanan darah. Orang-orang yang minum alkohol terlalu sering atau yang terlalu banyak memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak minum atau minum sedikit alkohol (Hull, 1993). Lebih dari dua minuman keras sehari akan menimbulkan peningkatan signifikan. Diperkirakan 5-10% hipertensi pada laki-laki Amerika disebabkan langsung oleh konsumsi alkohol (McGowan, 2001).

Berdasarkan laporan Komisi Pakar WHO mengatakan bahwa pada beberapa populasi, konsumsi minuman keras selalu berkaitan dengan tekanan darah tinggi. Jika minuman keras diminum sedikitnya dua kali per hari, TDS naik kira-kira 1,0 mmHg dan TDD kira-kira 0,5 mmHg per satu kali minum. Peminum harian ternyata mempunyai aras TDS dan TDD lebih tinggi, berturut-turut 6,6 mmHg dan 4,7 mmHg dibandingkan dengan peminum sekali seminggu (Laporan Komisi Pakar WHO, 2001).

Pada umumnya orang dengan tekanan darah tinggi harus menjaga agar konsumsi alkoholnya rendah. Batas yang masih aman mungkin berkisar antara 2 unit sehari (satu unit dapat berupa satu seloki minuman keras atau segelas anggur atau seperempat liter bir), dengan satu unit atau satu gelas berukuran 125 ml dengan besar kandungan alkoholnya tidak lebih dari 5% (Semple, 1992). Menurut peraturan Menteri Kesehatan No 86 tahun 1997,


(58)

minuman beralkohol dibedakan menjadi tiga (3) golongan. Golongan A dengan kadar alkohol 1-5 % misalnya bir. Golongan B dengan kadar alkohol 5-20 % misalnya anggur dan Golongan C dengan kadar alkohol 20-55 % misalnya whisky dan brandy. Berikut ini beberapa pengelompokkan minuman keras : (MuslimDaily, 2014)

Tabel 2.3 Pengelompokkan minuman keras

No Nama Bahan Baku Kadar Alkohol (%)

1 Tuak Fermentasi dari nira, beras, atau bahan minuman/buah yang mengandung gula

4

2 Beer Barley, Gandum 5

3

Anggur Buah anggur atau jenis

lainnya 12

4 Brandy Anggur yang didestilasi 40-45

5 Whisky Barley,jagung dan lainnya 45-55

6 Rum Tetes tebu 45

7 Vodka Kentang 40-50

(Sumber : MuslimDaily, 2014) 2.6 Pencegahan Hipertensi 2.6.1 Pencegahan Premordial

Pencegahan primordial yaitu upaya pencegahan munculnya faktor predisposisi terhadap hipertensi dimana belum tampak adanya faktor yang menjadi risiko. Upaya ini dimaksudkan dengan memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan pencegahan terjadinya hipertensi yang dapat dilakukan melalui pendekatan populasi ataupun perorangan. Pendekatan populasi secara khusus mengandalkan program untuk mendidik masyarakat (Laporan Komisi Pakar WHO, 2001).

Pendidikan masyarakat yakni masyarakat harus diberi informasi mengenai sifat, penyebab, dan komplikasi hipertensi, cara pencegahan, gaya hidup sehat,


(59)

dan pengaruh faktor risiko kardiovaskular lainnya. Sasaran pencegahan tingkat dasar ini terutama kelompok masyarakat usia muda dan remaja, dengan tidak mengabaikan orang dewasa (Laporan Komisi Pakar WHO, 2001).

2.6.2 Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya memodifikasi faktor resiko atau mencegah berkembangnya faktor risiko, sebelum dimulainya perubahan patologis dengan tujuan mencegah atau menunda terjadinya kasus baru penyakit. Tahap primer penatalaksanaan penyakit hipertensi merupakan upaya awal pencegahan sebelum seseorang menderita hipertensi melalui program penyuluhan dan pengendalian faktor-faktor resiko kepada masyarakat luas dengan memprioritaskan pada kelompok risiko tinggi (Triyanto, 2014).

Upaya pencegahan primer yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya hipertensi adalah dengan cara merubah faktor risiko yang ada. Upaya-upaya tersebut antara lain : (Triyanto, 2014)

a. Mengubah pola makan dengan mengurangi asupan garam dan lemak tinggi, meningkatkan makan sayur dan buah.

b. Mengubah gaya hidup dengan berolahraga secara teratur dan terkontrol seperti senam aerobik, berhenti merokok, dan mengurangi atau membatasi konsumsi alkohol.

c. Mengurangi kelebihan berat badan bagi yang kelebihan berat badan lebih dan kegemukan.


(1)

Kebiasaan Merokok * Tekanan Darah Responden

Crosstab

Tekanan Darah

Responden Total

Pre Hipertensi Tidak Pre Hipertensi Kebiasaan Merokok

Merokok Count 20 6 26

% within Kebiasaan

Merokok 76,9% 23,1% 100,0%

Tidak Merokok Count 42 47 89

% within Kebiasaan

Merokok 47,2% 52,8% 100,0%

Total Count 62 53 115

% within Kebiasaan

Merokok 53,9% 46,1% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 7,159(b) 1 ,007

Continuity

Correction(a) 6,012 1 ,014

Likelihood Ratio 7,529 1 ,006

Fisher's Exact Test ,008 ,006

Linear-by-Linear

Association 7,097 1 ,008

N of Valid Cases 115

a Computed only for a 2x2 table

b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,98.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower

Odds Ratio for Kebiasaan Merokok (Merokok / Tidak

Merokok) 3,730 1,368 10,168

For cohort Tekanan Darah Responden = Pre

Hipertensi 1,630 1,202 2,210

For cohort Tekanan Darah Responden = Tidak Pre

Hipertensi ,437 ,211 ,906


(2)

Kebiasaan Konsumsi Alkohol * Tekanan Darah Responden

Crosstab

Tekanan Darah

Responden Total

Pre Hipertensi

Tidak Pre Hipertensi

Kebiasaan Peminum Count 12 3 15

Konsumsi Alkohol

% within Kebiasaan

Konsumsi Alkohol 80,0% 20,0% 100,0%

Tidak Peminum Count 50 50 100

% within Kebiasaan

Konsumsi Alkohol 50,0% 50,0% 100,0%

Total Count 62 53 115

% within Kebiasaan

Konsumsi Alkohol 53,9% 46,1% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4,725(b) 1 ,030

Continuity

Correction(a) 3,594 1 ,058

Likelihood Ratio 5,077 1 ,024

Fisher's Exact Test ,049 ,027

Linear-by-Linear

Association 4,684 1 ,030

N of Valid Cases 115

a Computed only for a 2x2 table

b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,91.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower

Odds Ratio for Kebiasaan Konsumsi Alkohol (Peminum / Tidak Peminum)

4,000 1,064 15,041

For cohort Tekanan Darah Responden =

Pre Hipertensi 1,600 1,162 2,204

For cohort Tekanan Darah Responden =

Tidak Pre Hipertensi ,400 ,143 1,121

N of Valid Cases 115


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun Tahun 2014

2 57 82

Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Malaria di Desa Rantau Panjang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

11 97 123

Analisa Kelayakan Dan Strategi Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong (Studi Kasus : Desa Jati Kesuma, Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang)

5 52 81

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Obesitas Di Sd Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014

2 8 111

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA USIA DEWASA Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada Usia Muda Di Wilayah Puskesmas Sibela Surakarta.

0 4 12

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA USIA DEWASA Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada Usia Muda Di Wilayah Puskesmas Sibela Surakarta.

0 2 16

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Obesitas Di Sd Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014

0 1 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian 2.1.1 Tekanan Darah - Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pre Hipertensi Pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 2 36

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pre Hipertensi Pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 8

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PRE HIPERTENSI PADA USIA 18 – 40 TAHUN DI DESA JATI KESUMA KECAMATAN NAMO RAMBE KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015

0 0 18