Gambaran Klinis Karies Pendekatan pada Anak Sindroma Down

menunjukkan bahwa saliva yang berbeda pada lingkungan elektrolit dan pH pada anak sindroma Down menyebabkan tingkat karies yang lebih rendah. 15 Menurut penelitian Putri 2011 nilai DMF, viskositas, serta jumlah S.mutans pada anak sindroma Down lebih rendah daripada anak normal sedangkan pH, jumlah elektrolit dan IgA yang lebih tinggi daripada anak normal sehingga dapat disimpulkan bahwa rendahnya karies gigi pada anak sindroma Down dapat dihubungkan dengan pH basa, viskositas dan jumlah S.mutans yang rendah, serta konsentrasi elektrolit dan IgA yang tinggi pada saliva mereka. Hasil penelitian Thamer A Al- Khadra 2011 pengalaman karies pada penderita sindroma Down pada pria 11,99 ± 3,91 dan wanita 12,07 ± 4,22. Dan pengalaman DMFT menurut usia dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: 3-6 tahun adalah 4,71 ± 1,27; 7-14 tahun adalah 6,09 ± 2,34; dan 15-21 tahun adalah 3,93 ± 1,64. 18 17 Penelitian di Indonesia, anak sindroma Down yang datang ke rumah sakit anak dan bersalin Harapan Kita mengalami karies dengan def-t rata-rata 4,65. 7 Dan hasil penelitian di kota Makasar menunjukkan angka prevalensi karies gigi yang cukup tinggi pada anak sindroma Down yaitu sebesar 82,6 dengan nilai DMF-T rata-rata 3,69. 8

2.5 Gambaran Klinis Karies

Gambaran klinis karies secara visual dapat dilihat pada pit atau fisur dan dengan penggunaan sonde gigi untuk menentukan adanya kehilangan kontinuitas atau kerusakan dalam enamel dan menilai kelembutan atau ketahanan dari enamel dan terlihat berwarna coklat. 5-6 Gambar 4. Karies pada anak sindroma Down 15 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.6 Faktor Etiologi Karies 2.6.1 Faktor Host atau Tuan Rumah Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi ukuran dan bentuk gigi, struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. 5,16 Bentuk fisur yang terdapat pada anak sindroma Down merupakan fisur yang dangkal. 15

2.6.2 Faktor Agen atau Mikroorganisme

Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak merupakan suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Mikroorganisme yang paling banyak dijumpai pada plak seperti streptococcus mutans, streptococcus sanguis, streptococcus mitis dan streptococcus salivarius. Streptococcus mutans mempunyai sifat asidogenik memproduksi asam dan asidurik resisten terhadap asam. 16 Jumlah Streptococcus mutans pada anak sindroma Down jauh lebih rendah dibandingkan dengan anak normal. 15

2.6.3 Faktor Substrat atau Diet

Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengkonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi. Pada anak sindroma Down, kurangnya paparan dengan lingkungan yang kariogenik menyebabkam kerusakan gigi yang terjadi juga lebih rendah dibandingkan dengan orang normal. 15-16 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.6.4 Faktor Waktu

Karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan. 16 Bakteri dalam plak memanfaatkan substrat untuk menghasilkan zat asam yang terus diproduksi selama mengkonsumsi makanan kariogenik. Asam ini akan menyerang permukaan enamel selama 20 menit, hal ini umumnya disebut acid attack. Acid attack yang berulang dan berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan enamel secara terus menerus hingga membentuk sebuah kavitas. 19

2.7 Faktor Risiko Terjadinya Karies

Selain faktor etiologi karies, juga terdapat beberapa faktor resiko terhadap karies, diantaranya sebagai berikut :

2.7.1 Pengalaman Karies

Penelitian epidemiologis telah membuktikan adanya hubungan antara pengalaman karies dengan perkembangan karies di masa mendatang. Tingginya skor pengalaman karies pada gigi sulung dapat memprediksi terjadinya karies pada gigi permanennya. 16

2.7.2 Penggunaan Flour

Pemberian flour yang teratur baik secara sistemik maupun lokal merupakan hal yang penting diperhatikan dalam mengurangi terjadinya karies oleh karena dapat meningkatkan remineralisasi. Jumlah kandungan flour dalam air minum dan makanan harus diperhitungkan pada waktu memperkirakan kebutuhan tambahan flour, karena pemasukan flour yang berlebihan dapat menyebabkan flourosis. 16

2.7.3 Oral Hygiene

Insidens karies dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis dari permukaan gigi, namun banyak pasien tidak melakukannya secara UNIVERSITAS SUMATERA UTARA efektif. 16 Oral hygiene pada anak sindroma Down buruk jika orang tua tidak memperhatikan dengan baik dan kurangnya inisiatif orang tua terhadap pencegahannya. Pemakaian sikat gigi elektrik lebih ditekankan pada anak yang mempunyai masalah khusus. Pasta gigi yang mengandung 1000-2800 ppm menunjukkan hasil yang baik dalam pencegahan karies tinggi pada anak di antara umur 6-16 tahun. Anak sebaiknya tiga kali sehari menyikat gigi segera sesudah makan dan sebelum tidur malam. 1 Pemakaian benang gigi dianjurkan pada anak yang berumur 12 tahun ke atas di mana selain penyakit periodontal meningkat pada umur ini, flossing juga sulit dilakukan dan memerlukan latihan yang lama sebelum benar-benar menguasainya. Profesional profilaksis skeling, aplikasi flour dilakukan oleh dokter gigi atau tenaga kesehatan anak. Pada anak cacat dan keterbelakangan mental, hal ini harus lebih ditekankan. 20

2.7.4 Jumlah Bakteri

Kolonisasi bakteri didalam mulut disebabkan transmisi antar manusia, yang paling sering dari ibu. 16 Pada waktu bayi masih dalam kandungan, di dalam mulut tidak dijumpai bakteri tetapi bakteri mulai berdiam di dalam mulut begitu bayi melewati vagina sewaktu proses kelahiran. 5 Penelitian Nuraini menunjukkan adanya korelasi antara level S. mutans ibu dengan anak. Jika ibu mempunyai level S. mutans yang tinggi maka level S. mutans pada anak juga tinggi. Bayi yang memiliki jumlah S. mutans yang banyak, maka usia 2-3 tahun akan mempunyai resiko karies yang lebih tinggi pada gigi sulungnya. 16 Anak sindroma Down memiliki jumlah Streptococcus mutans yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan anak normal. 15

2.7.5 Saliva

Selain mempunyai efek buffer, saliva juga berguna untuk membersihkan sisa- sisa makanan di dalam mulut. Aliran saliva pada anak-anak meningkat sampai usia 10 tahun, setelah dewasa hanya terjadi peningkatan sedikit. Selain umur, beberapa faktor lain seperti penyakit juga dapat menyebabkan berkurangnya aliran saliva, misalnya UNIVERSITAS SUMATERA UTARA penderita xerostomia. 5,16 Pada anak sindroma Down sering terjadi xerostomia yang disebabkan karena mengkonsumsi obat dan dapat juga terjadi karena pernafasan melalui mulut.

2.7.6 Pola Makan

Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal daripada sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengkonsumsi makanan. Setiap kali seseorang mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat, maka beberapa bakteri penyebab karies di rongga mulut akan mulai memproduksi asam sehingga terjadi demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan. Di antara periode makan, saliva akan bekerja menetraliser asam dan membantu proses remineralisasi. Apabila makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat terlalu sering dikonsumsi, maka enamel gigi tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies. 16 Anak sindroma Down memiliki pola makan yang terkontrol dan paparan dengan lingkungan yang kariogenik lebih kecil. Hal ini sangat baik untuk menghindari terjadinya karies gigi.

2.7.7 Umur

Peningkatan prevalensi karies sejalan dengan bertambahnya umur. Gigi yang paling akhir erupsi lebih rentan terhadap karies. Kerentanan ini meningkat karena sulitnya membersihkan gigi yang sedang erupsi sampai gigi tersebut mencapai dataran oklusal dan beroklusi dengan gigi antagonisnya. Anak-anak mempunyai resiko karies paling tinggi ketika gigi mereka baru erupsi. 16

2.7.8 Jenis Kelamin

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh Milhahn-Turkehein, menunjukkan bahwa persentase karies gigi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria. 5 Ada teori yang mengatakan bahwa kondisi periodontal wanita lebih baik daripada pria dan sebaliknya. Walaupun demikian, bila dibandingkan status UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kebersihan mulut pria dan wanita, maka dijumpai kebersihan mulut wanita lebih baik daripada pria. Oleh karena itu, tidak dijumpai perbedaan yang signifikan bila dibuat perbandingan antara pria dan wanita dengan status kebersihan mulut yang sama. 16

2.7.9 Sosial Ekonomi Keluarga

Faktor yang mempengaruhi adanya perbedaan kejadian karies gigi pada masyarakat adalah pendapatan dan tingkat pendidikan. Pendapatan dan tingkat pendidikan sangat berkaitan dengan konsumsi makanan kariogenik dan kebiasaan merawat gigi. 21 Banyak penelitian menunjukkan bahwa prevalensi karies lebih tinggi pada anak yang berasal dari status sosial ekonomi rendah. Hal ini dikarenakan konsumsi makanan yang bersifat kariogenik lebih banyak, rendahnya pengetahuan akan kesehatan gigi, status karies yang tinggi pada keluarga karies aktif pada ibu, dan juga jarang melakukan kunjungan ke dokter gigi sehingga banyak karies gigi yang tidak dirawat. 22

2.7.10 Pendidikan Orang Tua

Menurut Tirthankar cit Sondang dan Hamada, pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status kesehatan. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tentang kesehatan sehingga akan mempengaruhi perilakunya untuk hidup sehat. 16 Di dalam bidang kesehatan peranan ibu juga sangat menentukan kesehatan anak dan peranan ibu sangat ditentukan oleh pengetahuan, sikap dan praktek ibu tentang kesehatan gigi serta tingkat pendidikan ibu. 21

2.7.11 Perilaku Membersihkan Gigi

Kebersihan mulut sangat ditentukan oleh perilaku personal. Pemeliharaan oral hygiene yang tidak benar menyebabkan karies gigi. 23 Menurut Eriska Riyanti 2005 keberhasilan perawatan gigi dan mulut serta pencegahan penyakit periodontal pada anak sindroma Down sangat dipengaruhi oleh perilaku orang tua. Artinya para orang UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tua harus menanamkan kedisiplinan dalam membersihkan rongga mulut kepada anaknya. Bila sejak dini sang anak terbiasa membersihkan rongga mulut, dia tidak akan berontak atau teriak sekuat tenaga jika suatu hari dibawa ke pelayanan kesehatan gigi, memang tak bisa sekaligus berhasil dalam menanamkan kebiasaan tersebut, namun orang tua harus gigih dan terus menerus memperkenalkan hal itu kepada anak, terlebih lagi memberi pengertian pada anak yang menderita sindroma Down bukanlah hal yang mudah. Orang tua harus tetap tekun dan bersabar mengajari cara bersikat gigi yang baik dan benar kepada seorang anak sindroma Down, sebab pada intinya mereka harus paham bahwa rongga mulutnya harus selalu sehat. 24

2.8 Indeks Karies

Indeks karies adalah ukuran yang dinyatakan dengan skala dari keadaan suatu golongankelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu. Ukuran-ukuran ini dapat digunakan untuk mengukur derajat keparahan suatu penyakit mulai dari yang ringan sampai berat. Ada beberapa indeks karies yang biasa digunakan yaitu: indeks Klein, indeks WHO dan belakangan ini diperkenalkan indeks Significant Caries SiC untuk melengkapi indeks WHO sebelumnya. 16 Pada penelitian ini akan digunakan indeks Klein yaitu DMFT untuk gigi permanen dan deft untuk gigi sulung.

2.8.1 Indeks DMF, Klein

Indeks ini di perkenalkan oleh Klein H, Palmer CE, Knutson JW pada tahun 1938 untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan pada gigi permanen DMFT dan pemeriksaan pada gigi sulung deft. Indeks ini tidak menggunakan skor, pada kolom yang tersedia langsung diisi kode D gigi yang karies, M gigi yang hilang, dan F gigi yang ditumpat kemudian dijumlahkan sesuai kode. DMFT 16 Beberapa hal yang perlu diperhatikan: 16 1. Semua gigi permanen yang mengalami karies dimasukkan ke dalam kategori D. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori D. 3. Gigi dengan tumpatan sementara dimasukkan dalam kategori D. 4. Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies dimasukkan dalam kategori M. 5. Gigi yang hilang akibat penyakit periodontal, dicabut untuk kebutuhan perawatan ortodonti tidak dimasukkan dalam kategori M. 6. Semua gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori F. 7. Gigi yang sedang dalam perawatan saluran akar dimasukkan dalam kategori F. 8. Pencabutan normal selama masa pergantian gigi geligi tidak dimasukkan dalam kategori M. deft Beberapa hal yang perlu diperhatikan: 16 1. Semua gigi yang mengalami karies dimasukkan ke dalam kategori d. 2. Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies dimasukkan dalam kategori e. 3. Semua gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori f.

2.9 Pendekatan pada Anak Sindroma Down

Untuk memberikan perawatan gigi pada anak yang berkebutuhan khusus, kita harus mampu untuk menyesuaikan dengan keadaan sosial, intelektual, dan emosional. Kurangnya perhatian, gelisah, hiperaktif, dan perilaku emosional yang tidak menentu merupakan ciri anak dengan berkebutuhan khusus dalam menjalani perawatan gigi. Dokter gigi harus mengetahui tingkatan anak berkebutuhan khusus dengan melakukan konsultasi bersama dokter yang merawat anak atau pengasuh lain jika anak tidak tinggal bersama orang tua. Prosedur berikut telah terbukti bermanfaat dalam membangun hubungan dokter gigi dengan pasien dan mengurangi kecemasan pasien tentang perawatan gigi: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1. Berikan keluarga penjelasan singkat mengenai praktek gigi sebelum mencoba pengobatan. Perkenalkan pasien dan keluarga pada pekerja di praktek gigi. Hal ini akan membiasakan pasien dengan para pekerja dan fasilitas yang ada serta akan mengurangi rasa takut pasien terhadap ketidaktahuannya. Perbolehkan pasien untuk membawa benda yang disenanginya boneka binatang, selimut, atau mainan pada saat berkunjung 2. Lakukan berulang-ulang; berbicara perlahan dan dalam istilah yang sederhana. Kepastian penjelasan akan dipahami dengan menanyakan kepada pasien jika ada pertanyaan. Jika pasien memiliki sistem komunikasi alternatif, seperti papan gambar atau perangkat elektronik, pastikan itu tersedia untuk membantu penjelasan mengenai instruksi gigi. . 3. Berikan hanya satu instruksi pada satu waktu. Hargai pasien dengan pujian setelah berhasil menyelesaikan setiap prosedur. 4. Dengarkan pasien secara aktif. Pasien yang berkebutuhan khusus sering mengalami masalah dengan komunikasi, dan dokter gigi harus sangat sensitif terhadap gerakan dan permintaan lisan. 5. Ajak orang tua untuk melihat proses perawatan dan untuk membantu dalam komunikasi dengan pasien. 6. Buatlah jadwal perawatan secara berkala. Tingkatkan secara bertahap ke prosedur yang lebih sulit misalnya anestesi dan restoratif gigi setelah pasien menjadi terbiasa dengan lingkungan klinik gigi. 7. Jadwalkan kunjungan pasien di pagi hari, pada saat dokter gigi, staf, dan pasien belum merasa lelah. Dengan persiapan yang memadai dokter gigi dan pekerja dapat memberikan pelayanan yang baik. Pemahaman yang menyeluruh mengenai tingkat pasien yang berkebutuhan khusus dan kemampuan pasien dan dengan kesabaran dan pengertian, dokter gigi tidak akan memiliki masalah yang signifikan dalam memberikan perawatan gigi. 6 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kerangka Teori Kerangka Konsep Sindroma Down Karies - Gigi bercampur Indeks DMFT+deft - Gigi permanen Indeks DMFT - Jenis kelamin - Sosial ekonomi - Pendidikan ibu - Perilaku kebersihan gigi Anak sindroma Down Karakteristik fisik Manifestasi oral Gigi Jaringan lunak Gigi bercampur Indeks DMFT+deft Gigi permanen Indeks DMFT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik observasi dengan menggunakan rancangan cross sectional. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian 1. SLB-C YPAC Medan 2. SLB-C Abdi Kasih Medan 3. SLB-C Taman Pendidikan Islam Medan 4. SLB-C ST. LUSIA Medan 5. SLB-C Musdalifah Medan 6. SLB-C Al-Azhar Medan 7. SLB-C Pembina Negeri Medan 8. SLB-C Markus Medan

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian berlangsung selama 2 bulan yaitu bulan September-Oktober 2012. Pengumpulan data 3 minggu, pengolahan dan analisis data 3 minggu, serta penyusunan laporan 2 minggu. 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian Populasi pada penelitian adalah seluruh anak sindroma Down usia 6-18 tahun beserta ibunya di SLB-C kota Medan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA