BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Stroke merupakan salah satu sumber penyebab gangguan otak pada usia masa puncak produktif dan menempati urutan kedua penyebab kematian
sesudah penyakit jantung pada sebahagian besar negara di dunia. Di negara barat yang telah maju, stroke menempati urutan ketiga sebagai penyebab
kematian sesudah penyakit jantung iskemik dan kanker. Sjahrir, 2003 Penelitian berskala cukup besar dilakukan oleh ASNA Asean Neurologic
Association di 28 Rumah Sakit di seluruh Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada penderita stroke akut yang dirawat di Rumah Sakit hospital based study
dan dilakukan survey mengenai faktor-faktor risiko, lama perawatan dan mortalitas serta morbiditasnya. Hasilnya menunjukkan bahwa penderita laki-laki
lebih banyak dari perempuan dengan profil usia di bawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8, usia 45-64 tahun berjumlah 54,7 dan di atas usia 65 tahun 33,5.
Misbach,2007. Meskipun dapat mengenai semua usia, insiden stroke meningkat dengan
bertambahnya usia dan merupakan penyebab kecacatan yang utama diantara semua orang dewasa dan kecacatan yang memerlukan fasilitas perawatan
jangka panjang diantara populasi usia tua Johnson dan Kubal, 1999; Ropper and Brown, 2005; Gilroy, 2000 .
Universitas Sumatera Utara
Atherosklerosis adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan pada struktur tunika intima dan tunika media dari pembuluh darah yang berukuran
besar dan sedang. Diawali dengan adanya abnormalitas endotelial dan terbentuknya plak atherosklerosis. Trombosis merupakan komplikasi utama dari
aterosklerosis yang menyebabkan aktivasi platelet dan agregasi yang berkembang dari plak atherosklerosis. Atherotrombosis memicu terjadinya oklusi
lokal dan embolisme di daerah distal. Dengan manifestasi klinis yang dapat dilihat pada stroke iskemik Diener, 2006.
Platelet memiliki peran sangat penting dalam patogenesis aterotrombosis dan berdasarkan hasil penelitian randomized trials dan meta-analisis
menunjukkan adanya efikasi dari terapi antiplatelet dalam pengobatan stroke iskemik. Perbandingan antara beberapa obat antiplatelet secara statistik
menunjukkan adanya perbedaan outcome yang signifikan Shinohara dkk, 2010. Penelitian-penelitian terhadap stroke menekankan pada strategi obat-obat
baru, operasi dan intervensi yang bertujuan mengurangi perluasan sekaligus mempengaruhi morbiditas dan mortalitasnya. Secara bersamaan penelitian juga
menekankan prevensi stroke melalui modifikasi tingkah laku yang meningkatkan stroke seperti mengatur pola makan yang sehat, menghentikan merokok,
menghindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat, melakukan olahraga yang teratur serta menghindari stress dan beristirahat yang cukup Caplan,
2000. Penilaian yang akurat dan tepat dari Activities of Daily Living ADL pada
pasien pasca stroke sangat penting untuk menilai outcome dari perawatan
Universitas Sumatera Utara
stroke. Kwon dkk melakukan penilaian disabilitas pada pasien pasca stroke dengan menilai Barthel Index BI, motor component of Functional Independence
Measure M-FIM dan modified Rankin Scale mRS. Mereka mendapatkan hubungan erat antara BI, M-FIM dan mRS dalam menilai disabilitas pasien
stroke secara umum Kwon dkk,2004. Variabilitas outcome pasien stroke yang besar memicu berbagai penelitian
yang berupaya untuk mengidentifikasi faktor-faktor prediktor outcome. Sejumlah prediktor untuk outcome fungsional yang telah diteliti pada berbagai studi
sebelumnya mencakup usia, skor NIHSS National Institute Of Health Stroke Scale awal, tipe stroke, riwayat stroke dan disabilitas sebelumnya, penyakit
jantung, demensia, status sosio-ekonomik, penanda keparahan stroke, demam, undernutrition, hiperglikemia, tempat rawatan stroke unit dibandingkan dengan
ruangan biasa, dan variabel imejing Johnston dkk,2000; Glader dkk,2001; Uchino dkk,2001; Johnston dkk,2002; Appelros dkk,2003; Davis dkk,2004; Paul
dkk,2005; Rudd dkk, 2005; Ng dkk, 2007; Gree dkk, 2008; Yong dkk, 2008. Obat golongan antiplatelet diindikasikan pada semua penderita yang baru
pertama kali menderita transient ischemic attack TIA dan stroke untuk mengurangi resiko berulangnya kejadian stroke. Aspirin, ticlopidine, clopidogrel
dan dipyridamole merupakan obat-obat antiplatelet yang efektif digunakan pada penderita yang telah mengalami TIA dan stroke Sacco dkk, 2000 ; Lalouschek
dkk, 2001. Beberapa rekomendasi tentang pemilihan obat antiplatelet pada pasien TIA dan stroke iskemik telah banyak dipublikasikan Lalouschek dkk,
2001.
Universitas Sumatera Utara
Pada percobaan penelitian secara random menyatakan pemberian obat antiplatelet merupakan dasar dalam pencegahan sekunder stroke. The
Antiplatelet and Antithrombotic Trialists collaborations APTC melaporkan pemberian secara random obat antiplatelet dibandingkan dengan kontrol
plasebo atau obat bukan golongan antiplatelet berhubungan dengan pengurangan resiko stroke, infark miokard dan kematian yang berhubungan
dengan kejadian vaskular sebanyak 11 O’Donnel dkk, 2008. Empat obat antiplatelet telah disetujui oleh Food and Drug Administration
FDA sebagai pencegah kejadian vaskular pada penderita TIA dan stroke yaitu aspirin, kombinasi aspirin dan extended-release dipyridamole ER-Dipyridamole,
clopidogrel dan ticlopidine. Obat golongan ini mengurangi resiko relatif stroke, infark miokard dan kematian sebanyak 22 Furie dkk, 2010.
Tiga obat baru golongan antiplatelet yang baru diinvestigasi memiliki potensi efektifitas sebagai prevensi sekunder stroke yaitu triflusal, cilostazol dan
sarpogrelate. Cilostazol telah diakui oleh FDA untuk pengobatan intermittent claudication dan selanjutnya berkembang sebagai pengobatan stroke Furie dkk,
2010. Satu percobaan klinis secara random dengan kontrol plasebo, metode double-blind menunjukkan pemberian jangka panjang cilostazol terbukti aman
dan efektif digunakan mencegah stroke berulang. Dan hasil penelitian terbaru, cilostazol terbukti memiliki efek neuroprotektif Honda dkk, 2006.
Pada stroke iskemik akut, pemberian aspirin dapat bermanfaat dalam mengurangi mikroagregasi dari platelet dan thromboxane A2 Wilterdink dkk,
2001. Pengurangan kejadian vaskular dengan menggunakan aspirin
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan hasil meta-analisis adalah dengan dosis 500-1500 mg per hari sebanyak 19, dosis 160-325 mg per hari sebanyak 26, dosis 75-150 mg per
hari sebanyak 6 dan dosis kurang dari 75 mg per hari sebanyak 13 Antitrombotic Trialists Collaboration, 2002.
Studi dari Wilterdink dkk, melakukan perbandingan keparahan stroke antara pasien yang mendapatkan aspirin dan tidak mendapat aspirin. Pada studi
ini menggunakan National Institutes of Health and Stroke Scale NIHSS dan Suplemental Motor Examination SME untuk menilai keparahan stroke. Dan dari
hasil penelitian ditemukan perbedaan signifikan daripada skor NIHSS dan SME antara pasien yang menggunakan aspirin dengan pasien yang tidak
menggunakan aspirin Wilterdink dkk, 2001. Studi lain dari Gorelick dkk, melakukan penelitian untuk menilai efikasi
dan keamanan penggunaan aspirin dan ticlopidine untuk mencegah stroke berulang pada penderita kulit hitam. Dan dari hasil penelitiannya yang dilakukan
selama dua tahun tidak menunjukkan perbedaan secara signifikan penggunaan aspirin dan ticlopidine dalam mencegah stroke berulang, infark miokard dan
kematian akibat penyebab vaskular Gorelick dkk, 2003. Cilostazol merupakan obat antiplatelet yang menghambat
phospodiesterase 3, meningkatkan konsentrasi cAMP untuk menghambat agregasi platelet. Juga memiliki efek vasodilator yang dapat menghambat
proliferasi otot polos pada dinding vaskular Shinohara dkk, 2010. Suatu studi yang dilakukan Shinohara dkk, melakukan penelitian untuk
mengetahui efektifitas cilostazol sebagai prevensi sekunder pada pasien stroke
Universitas Sumatera Utara
dengan hipertensi dan diabetes. Dan dari hasil penelitiannya cilostazol bermanfaat mencegah kejadian stroke iskemik dan kemungkinan efektif pada
pasien dengan diabetes dan hipertensi Shinohara dkk, 2008. Studi Shinohara dkk, melakukan penelitian untuk mengetahui
perbandingan efikasi dan keamanan cilostazol dan aspirin pasien stroke iskemik yang bukan kardioemboli. Dan dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
cilostazol dibandingkan aspirin kemungkinan lebih baik dalam mencegah kejadian stroke dan berhubungan dengan lebih rendah resiko perdarahan pada
cilostazol dibandingkan aspirin Shinohara dkk, 2010. Berdasarkan studi Lee dkk, melakukan suatu penelitian untuk
membandingkan outcome fungsional dari cilostazol dan aspirin dari stroke akut. Dan dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa cilostazol tidak lebih rendah
outcome fungsionalnya dibandingkan dengan aspirin. Dan disebutkan juga bahwa cilostazol tidak hanya berperan dalam kejadian tromboemboli akan tetapi
efek neuroprotektif dari cilostazol dalam hal menghambat apoptotic dan oxidative cell death serta efek vasodilator dengan meningkatkan aliran darah serebral dan
mengurangi ukuran infark Lee dkk, 2011. Clopidogrel dapat mencegah terjadinya trombosis pada arteri dan vena
serta mengurangi aterogenesis. Dengan cara menghambat aktvasi daripada platelet melalui adenosine diphosphate. Melalui pemberian clopidogrel 75 mg
dapat menghambat produksi ADP yang memicu agregasi platelet Caprie Steering Committee, 1996.
Universitas Sumatera Utara
Studi yang dilakukan Bhatt dkk, menyimpulkan pemberian kombinasi clopidogrel dan aspirin tidak menunjukkan secara signifikan lebih efektif
dibandingkan dengan penggunanaan aspirin secara tunggal dalam mengurangi kejadian infark miokard, stroke dan faktor resiko kardiovaskular lainnya Bhatt
dkk, 2006. Sementara studi dari Hankey dkk, melakukan penelitian menilai efek dari
clopidogrel ditambah aspirin dengan plasebo ditambah aspirin terhadap fungsional keparahan stroke diukur dengan modified rankin scale mRS diantara
semua penderita stroke dengan resiko tinggi. Dan dari hasil penelitiannya disimpulkan penambahan clopidogrel dan aspirin tidak menunjukkan secara
signifikan perubahan outcome fungsional daripada keparahan stroke diantara pasien stroke dengan resiko tinggi Hankey dkk, 2010.
2. Perumusan Masalah