Man Belo Sebagai Identitas Etnik

Erika br Sitepu, 21 Tahun mengatakan : “pertama makan sirih waktu main ke kost kawan, disana ada pula kawannya yang kebetulan dari Kabanjahe. Kami sama-sama makan sirih sambil cerita. Ini untuk mempererat hubungan sesama anak rantau. Padahal di Kabanjahe kami tidak pernah cakapan tetapi di Medan inilah kami mulai cakapan, menurut saya itu kegiatan positiflah walau orang jijik melihatnya.” Pernyataan informan tersebut memberikan gambaran bahwa kebiasaan menyirih pada anak gadis Karo adalah suatu hal yang lumrah namun perlu proses dalam melakukan kegiatan menyirih di Kota Medan, karena alasan stigma masyarakat yang melihat menyirih sebagai kegiatan orangtua. Kegiatan menyirih yang dilakukan berkelompok oleh anak gadis Karo di Kota Medan juga dilakukan sebagai pernyataan sikap atas latar belakang etnis secara implisit, kompetisi etnik dalam kehidupan perkotaan menyebabkan hal tersebut terjadi. Dengan adanya kelompok-kelompok menyirih setidaknya warisan budaya Karo man belo dapat terus berjalan. Mengenai kelompok menyirih dikalangan anak gadis Karo pada umumnya berbentuk kelompok yang terdiri dari 5 hingga 20 orang, ketika mereka berkumpul untuk berdiskusi ataupun sekedar bercengkrama biasanya disertai dengan menyirih, mereka beranggapan bahwa dengan adanya sirih maka pembicaraan akan berlangsung secara santai.

4.3. Man Belo Sebagai Identitas Etnik

Etnis merupakan salah satu konsep sentral dalam kajian antropologi. Pemaknaan tentang etnis dalam perspektif antropologi bukan bersifat statis Universitas Sumatera Utara melainkan elastis dan dinamis. Melalui pemaknaan etnis yang bersifat elastis dan dinamis ini akan dapat dipahami, antara lain, praktek-praktek kultural mengenai konstruksi citra dalam identitas etnis. Politik identitas tidak selamanya dikembangkan untuk menun-jukkan keunikan “the other” yang berarti membedakan antar satu etnis dengan etnis yang lain yang terdapat dalam suatu budaya etnis. Ada kalanya politik identitas justru hanya bersifat kontestasi yang dilakukan oleh pelaku-pelaku kebudayaan untuk memunculkan suatu simbol atau tanda budaya yang dapat dijadikan identitas budaya atau suatu wilayah. Dimensi citra dalam konstruksi identitas etnis berkaitan dengan studi relasi antar etnis secara spesifik mencakup pemahaman terhadap proses-proses konstruksi dan dasar pelabelan serta pengidentifikasian yang dikenakan di antara kita dan mereka. Menurut teori identitas sosial dalam Taylor dan Moghaddam, 1994 identitas individu yang tampil dalam setiap interaksi sosial disebut dengan identitas sosial, yaitu bagian dari konsep diri individu yang terbentuk karena kesadaran individu sebagai anggota suatu kelompok sosial, dimana didalamnya mencakup nilai-nilai dan emosi-emosi penting yang melekat dalam diri individu sebagai anggotanya. Sebagai salah satu aspek identitas, identitas etnis khususnya bagi remaja menjadi perhatian bagi masyarakat umumnya. Karena berhubungan dengan etnisitas, identitas etnis telah menarik minat para ilmuwan sosial dari berbagai disiplin ilmu, termasuk antropologi. Pengukuran identitas etnis pada kelompok minoritas suku-suku yang bertempat tinggal di Indonesia sangat memungkinkan Universitas Sumatera Utara untuk diteliti, sebagai contoh tentang identifikasi diri orang-orang minoritas maupun mayoritas yang berhubungan dengan bahasa, nilai, religi, seni, dan sebagainya yang menunjukkan karakteristik budayanya. Fokus penelitian ini adalah identitas etnis sebagai fenomena yang muncul pada kehidupan generasi muda Karo melalui kegiatan menyirih. Jelas bahwa setiap kelompok etnis memiliki sejarah yang unik, tradisi dan nilai. tetapi konsep identitas sebagai suatu group yaitu sense of identification with our belonging to, dengan kelompok seseorang, lazim bagi seluruh manusia. Oleh sebab itu, aspek- aspek umum identitas etnis dapat diuji dengan berfokus pada keomponen- komponen tersebut yang lazim pada berbagai kelompok. Identitas etnis secara sederhana merupakan aspek identitas yang menjadi bagian konsep diri individu yang diperoleh dari pengetahuannya tentang keanggotaan dalam suatu kelompok sosial, bersama dalam arti nilai dan emosi yang terkait dengan keanggotaan tersebut. Konsep tentang identitas etnis mengacu pada suatu konstruksi yang kompleks mencakup sense of belonging dan komitmen terhadap kelompok, evaluasi positif terhadap kelompok, minat terhadap pengetahuan tentang kelompok, dan keterlibatan aktivitas sosial dengan kelompok etnisnya. Identitas etnis dan adanya sikap positif terhadap etnik sendiri dimunculkan melalui sosialisasi etnis atau ras. Sosialisasi ras atau etnis itu berlangsung sejak kecil sampai dewasa. Terdapat bukti bahwa anak pada usia 3 tahun sudah sadar akan kategorisasi sosial utama yakni gender dan etnik. Anak-anak sudah mengenal kategori-kategori dan bersikap serta bertindak berdasarkan kategori- kategori itu Brown, 1995. Mulai dari mengenal kategori etnik itulah proses Universitas Sumatera Utara sosialisasi etnis dimulai. Sosialisasi etnis adalah proses dimana orangtua mengajarkan kepada anak-anaknya mengenai identitas etnik mereka dan tentang hal-hal khusus yang mungkin berguna untuk hidup dalam masyarakat yang lebih luas, dengan memberikan latar belakang etnik mereka. Sosialisasi etnis pada etnik minoritas berbeda dengan sosialisasi etnis pada etnik mayoritas karena pada kelompok minoritas masalah etnisitas dipersepsi jauh lebih penting. Menurut Steinberg 2002 sosialisasi etnis dalam keluarga minoritas memfokuskan pada tiga tema: 1. Mengerti budaya miliknya sendiri. Artinya mengajarkan bagaimana mengenal adat dan tradisi etnisnya dan bertingkah laku sesuai dengan nilai budaya etnisnya. 2. Mendapatkan tempat dalam masyarakat luas. Artinya mengajarkan bagaimana strategi agar diterima oleh masyarakat secara luas, meskipun mereka merupakan etnik minoritas. 3. Artinya mengajarkan bagaimana cara mereka menghadapi diskriminasi, prasangka, pelecehan, dan berbagai hal terkait dengan etnisitas mereka. Man belo atau menyirih dikalangan generasi muda Karo telah melalui proses tiga tema dalam mewujudkan identitas sosial, pada satu sisi, kegiatan menyirih merupakan suatu kegiatan yang berdiri diatas nilai adat-budaya Karo sehingga generasi muda Karo melakukan tingkah laku sebagaimana yang telah dikonstruksikan oleh adat-budaya Karo dalam memaknai sirih dalam kehidupan. Wujud eksistensi dan mempertahankan identitas merupakan sisi lain yang muncul dalam kegiatan menyirih, dalam kehidupan perkotaan masing-masing Universitas Sumatera Utara indvidu dan kelompok etnis memunculkan karakateristik adat-budaya dalam kehidupannya, generasi muda Karo memilih untuk memunculkan menyirih sebagai wujud eksistensi suku Karo, disamping sebagai suku yang dianggap memiliki kedekatan geografis dengan daerah perantauan, juga sebagai bentuk eksistensi yang tidak membutuhkan proses panjang dalam melakukannya. Diskriminasi dan prasangka muncul dalam proses memunculkan menyirih sebagai suatu identitas etnik Karo yang dipraktekkan oleh generasi muda Karo, diskriminasi dan prasangka muncul karena pengetahuan yang terbatas dari pihak luar dan terjadinya persinggungan dengan budaya lain, dimana tidak terdapat budaya menyirih secara aktif dalam budaya lain tersebut. Perkembangan zaman dan waktu memberi kesempatan untuk menghilangkan atau membiasakan diri masyarakat menerima kegiatan menyirih sebagai suatu bentuk identitas etnik Karo. Pencapaian identitas etnik merupakan masalah mendasar yang berkaitan dengan kebanggaan etnisitas seseorang dengan kelompok etniknya. Remaja yang sedang mengalami proses pencarian identitas untuk membentuk konsep diri sangat berkepentingan dalam penelusuran identitas etnik. Membangun identitas etnik lebih penting bagi remaja kelompok etnik minoritas daripada kelompok mayoritas. Bagi etnik minoritas kebanggaan terhadap kelompok etniknya akan membantu dalam membangun konsep diri yang positif yang memudahkan mereka dalam bergaul dengan kelompok mayoritas. Akan tetapi tidak semua remaja bisa menemukan identitas etnik yang positif. Bisa jadi seorang remaja malu akan identitas etnisnya dan enggan mengakuinya. Universitas Sumatera Utara Menurut Phinney dalam Steinberg 2002 ada empat hal yang mungkin dilakukan remaja etnik minoritas dalam upaya hidup bersama kelompok mayoritas: 1. Asimilasi mencoba mengadopsi norma-norma budaya mayoritas dan standar mereka, namun sementara itu tetap menganggap mayoritas bukan sebagai kelompoknya 2. Marginality hidup bersama budaya mayoritas tetapi sebagai orang asing dan tidak diterima 3. Separation memisahkan diri dari budaya mayoritas dan tetap memakai budaya sendiri 4. Bikulturalisme mengadopsi nilai-nilai mayoritas dan minoritas secara berbarengan Identitas status etnik yang telah mengeksplorasi etniknya dan akhirnya ada komitmen terhadap etnik maka individu akan mencapai identitas status penghargaan. Bila ada eksplorasi terhadap etniknya tetapi tidak memiliki komitmen terhadap etnik maka individu mencapai identitas status moratorium. Bila tidak ada eksplorasi atau pengetahuan mengenai etniknya tetapi memiliki komitmen terhadap etnik maka disebut memiliki identitas status. Dan terakhir bila tidak mengeksplorasi terhadap etniknya dan juga tidak meiliki komitmen terhadap etnik maka individu disebut memiliki identitas diffusion. Menurut Steinberg 2002 individu dengan kecenderungan kepribadian tertentu akan memiliki kecenderungan memiliki identitas etnik dalam kategori tertentu juga. Universitas Sumatera Utara Status identitas etnik atau derajat identifikasi etnik yang dimiliki seseorang tergantung pada banyak hal. Dua yang terpenting adalah derajat dari homogenitas dan heterogenitas kehidupan lingkungan tempat tinggal. Semakin homogen masyarakat yang ada di lingkungan tempat tinggal maka identifikasi terhadap kelompok etniknya juga semakin rendah dan semakin heterogen masyarakat di lingkungan tempat tinggal maka identifikasi terhadap kelompok etnik semakin tinggi. Dalam masyarakat yang homogen, dalam hal ini satu etnik, tidak ada kebutuhan untuk menunjukkan identitas kelompok etniknya pada orang lain halmana membuat kurang kuatnya identifikasi terhadap kelompok etnik. Selama ini kita mengira bahwa melalui pendidikan yang diselenggarakan oleh negara yang muatan pendidikannya lebih bersifat kebangsaan maka keeratan peserta didik terhadap etniknya akan berkurang. Akan tetapi ternyata yang terjadi tidak demikian. Pendidikan memang meningkatkan kesadaran pentingnya bangsa tetapi tidak mengurangi anggapan bahwa etnik seseorang itu penting. Sangat mungkin hal itu didorong oleh adanya pengajaran untuk menghargai dan bersikap positif terhadap kelompok sendiri dan kelompok lain. Sikap positif terhadap ingroup kelompok etnik sendiri berkorelasi positif dengan sikap positif pada outgroup kelompok etnik lain.

4.4. Man Belo Sebagai Usaha Kesehatan