3.5.5. Merdang
Pada upacara merdang, juga digunakan sirih. merdang adalah upacara yang dilakukan sebelum perladangan ditanami dengan bibit padi. maksud
penyelenggaraan upacara ini adalah untuk memohon kepada beraspati tane atau dewa penguasa tanah agar memelihara padi yang ditanam.
3.5.6. Erpangir Sirih juga digunakan pada upacara erpangir, pada upacara ini digunakan
beberapa jenis sirih, seperti belo bujur, belo selongsong, belo limpek, belo pangan, belo sinumbul dan belo baja ninak.
Setiap sirih yang digunakan memiliki arti yang disesuaikan dengan peruntukannya, seperti belo bujur merupakan pertanda terima kasih, belo
selongsong adalah untuk mendorong membersihkan desa, belo limpek adalah untuk mematahkan perbuatan yang tidak baik, belo sinumbul adalah untuk
menutup jalan roh jahat agar tidak masuk ke desa.
Menyirih dalam upacara Erpangir Sumber : Penulis
Universitas Sumatera Utara
3.5.7. Ngkuruk Emas
Sirih juga digunakan dalam upacara ngkuruk emas. upacara ini dilakukan bila warga desa ingin menambang emas, hal ini dilakukan agar begu jabu roh
penjaga rumah merestui keberangkatan dalam menambang emas, sirih juga diberikan kepada beraspati taneh sebagai tanda permisi dan terima kasih.
3.5.8. Muat Kertah
Sirih juga digunakan dalam upacara mengambil belerang atau yang disebut dengan muat kertah, dalam upacara ini dilakukan ercibal belo ras ngasap
kemenen yaitu memberikan sirih dan membakar kemenyan sebagai persembahan, yang juga dilakukan ercibal belo man beraspati taneh yaitu memberikan sirih
persembahan kepada dewa tanah sebagai suatu keseluruhan upacara.
3.5.9. Ngembah Belo Selambar
Setelah acara erbahan pudun dilakukan, maka selanjutnya dilakukan acara ngembah belo selambar yaitu menanyakan kembali janji yang telah mereka ikat
bersama dengan seizin orang tua si gadis atau dengan kata lain ngembah belo selambar yang merupakan suatu acara meminang gadis menurut hukum adat
Karo. Biasanya acara ini dilaksanakan di rumah kalimbubu saudara laki-laki ibu si gadis yang dilakukan pada sore hari atau malam hari, yang melaksanakan acara
ini adalah orang tua si pemuda, orang tua si gadis dan senina saudara satu marga, anak beru, kalimbubu, anak beru kuta anak pendiri kampung, serta si
pemuda dan si gadis yang bersangkutan. Keperluan yang diperlengkapi dalam acara ngembah belo selambar adalah
kampil tempat sirih di mana sirih tersebut terdiri dari daun sirih, gambir, pinang, kapur sirih, tembakau dan juga dipersiapkan uang penading mas kawin, tabung
Universitas Sumatera Utara
tempat rokok beras piher tendi beras mencibro, pinggan tempat uang, beras dan beberapa ekor ayam. Sirih, pinang, gambir, kapur sirih dan tembakau
dimasukan ke dalam kampil menjadi satu tempat sebagai persyaratan utama pada acara ngembah belo selambar ini.
Selanjutnya menurut ketua adat, untuk mengawali acara ngembah belo selambar ini terlebih dahulu diadakan acara makan bersama. Makanan tersebut
adalah makanan yang dibawa oleh pihak laki-laki ke rumah pihak perempuan, bisa yang di masak di rumah si pemuda dan bisa juga yang di masak di rumah si
gadis. Setelah acara makan bersama, dilanjutkan dengan acara adat yang ditandai dengan penyerahan kampil kepada ibu si gadis dan tabung kepada ayah si gadis, di
mana penyerahan ini dilakukan oleh anak beru pihak laki-laki. Selanjutnya dibicarakan mengenai rencana pelaksanaan acara makan bersama antara anak
beru, senina dan kalimbubu untuk menentukan tukur, hari perkawinan, orang- orang yang diundang dan yang mengundang yang diistilahkan dengan acara
ngembah manuk atau nganting manuk.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV MENYIRIH SEBAGAI PERILAKU
Perilaku menyirih telah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat suku Karo, hal ini tampak dalam penggunaan sirih dan peruntukannya dalam beberapa
upacara yang dilakukan, seperti upacara penghormatan, pertunangan, perkawinan, kematian, dan lain sebagainya.
Penggunaan sirih dan kegiatan menyirih dalam setiap ritus kehidupan suku Karo memberikan gambaran yang erat bahwa sirih sangat memiliki nilai dalam
kebudayaan Karo. Penjelasan bab ini mengarah pada kegiatan menyirih yang dilakukan oleh generasi muda Karo diluar dari kegiatan dengan nilai kebudayaan.
4.1. Menyirih Dalam Pandangan Generasi Muda Karo
Untuk mengetahui kegiatan menyirih dikalangan generasi muda Karo perlu diketahui sebelumnya mengenai pandangan mereka atas kegiatan menyirih yang
dilakukan, seperti cara mereka melihat kegiatan menyirih dan pendapat orang diluar mereka atas kegiatan menyirih tersebut.
Informan dilapangan bernama Ira br Ginting, 23 Tahun ketika ditanyakan mengenai kegiatan menyirih mengatakan :
“menyirih membuat gigi bagus, juga mempererat hubungan dengan kawan … pada awalnya gak mau ikut menyirih karna malu
kek seperti orang-orang tua tapi kemudian akhirnya ikut juga, lumayanlah buat ngisi waktu dan nambah kawan … juga biar
nampak Karonya”.
Pendapat ini setidaknya memberikan gambaran bahwa pada awalnya generasi muda atau anak gadis Karo tidak melakukan kegiatan menyirih, terutama
54
Universitas Sumatera Utara