14
BAB II TELAAH PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Akuntansi Positif Positive Accounting Theory
Teori akuntansi positif positive accounting theory menganut paham yang mengutamakan maksimalisasi kemakmuran wealth-maximization dan kepentingan
pribadi individu individual-self-interest Chariri dan Ghozali 2007, p.406. Berdasarkan pandangan teori akuntansi positif, pertanggungjawaban utama perusahaan
adalah “menggunakan sumber ekonomi yang dimilikinya dan menjalankan kegiatan usahanya dengan tujuan meningkatkan laba” Friedman, 1912 dalam Chariri dan
Ghozali, 2007. Menurut Scott 2006 manajer punya kecenderungan untuk melakukan suatu
tindakan yang oleh teori akuntansi positif dinamakan sebagai tindakan oportunis opportunistic behavior. Jadi, tindakan oportunis adalah tindakan yang dilakukan oleh
manajer dalam memilih kebijakan akuntansi yang menguntungkan dirinya atau memaksimumkan kepuasannya.
2.1.2 Teori Agensi Agency Theory
Teori Agensi agency theory menjelaskan adanya hubungan kontraktual antara dua atau lebih orang pihak, dimana salah satu pihak disebut prinsipal principal
15
yang menyewa pihak lain disebut agen agent untuk melakukan beberapa jasa atas nama pemilik yang meliputi pendelegasian wewenang Jensen dan Meckling, 1976.
Dalam hal ini pihak prinsipal mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making kepada agent. Namun dalam hubungan prinsipal dan agen pada perusahaan
perbankan tidak terlepas dari adanya regulator dalam hal ini pemerintah melalui Bank Indonesia sehingga mengakibatkan masalah keagenan menjadi semakin kompleks.
Prinsipal memberikan tanggungjawab kepada agen sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati. Wewenang dan tanggungjawab agen maupun prinsipal diatur
dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama. Prinsipal mempekerjakan agen untuk melakukan tugas demi kepentingan prinsipal, termasuk dalam pendelegasian otoritas
pengambilan keputusan. Kontrak tersebut seringkali dibuat berdasarkan angka laba bersih, sehingga dapat dikatakan bahwa teori agensi mempunyai implikasi terhadap
akuntansi. Menurut Watts dan Zimmerman 1986 dalam Rahmawati et al. 2007 hubungan prinsipal dan agen sering ditentukan dengan angka akuntansi. Hal ini
memicu agen untuk memikirkan bagaimana akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya. Salah satu bentuk tindakan
yang dapat dilakukan agen adalah dengan melakukan manajemen laba. Teori agensi menyatakan bahwa praktek manajemen laba dipengaruhi oleh
konflik kepentingan antara agen dan prinsipal yang timbul ketika setiap pihak berusaha mencapai tingkat kemakmuran yang dikehendakinya. Seringkali hubungan
antara prinsipal dengan agen tercermin dalam hubungan antara pemilik modal atau
16
investor sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen. Dalam hal ini agen memiliki lebih banyak informasi full information dibanding dengan prinsipal, sehingga
menimbulkan adanya asimetri informasi. Adanya informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajer dapat memicu untuk melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan
keinginan dan kepentingan pribadinya. Bagi prinsipal dalam hal ini pemilik modal atau investor akan sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh
manajemen karena hanya memiliki sedikit informasi. Dengan adanya struktur modal yang kompleks di dalam perbankan maka
paling sedikit ada tiga hubungan keagenan yang dapat menimbulkan asimetri informasi Ciancanelli Gonzales, 2000 dalam Rahmawati et al. , 2007 yaitu: 1
hubungan antara deposan, bank dan regulator, 2 hubungan pemilik, manajer dan regulator, 3 hubungan antarapeminjam borrowers, manajer dan regulator. Dari
ketiga macam hubungan tersebut, dalam setiap hubungan pasti melibatkan regulator sehingga bank dalam bertindak akan memenuhi kepentingan regulator lebih dahulu
dibandingkan pihak yang lain.
2.1.3 Kinerja Perusahaan Perbankan