HAK POLITIK WARGA NEGARA
A. HAK POLITIK WARGA NEGARA
Pendaftaran pemilih merupakan salah satu instrumen penting dalam pemilu yang bertugas untuk memastikan setiap hak politik warga negara terfasilitasi untuk ikut serta memilih para wakilnya di pemerintahan. Hak pilih sebagai hak politik tidak hanya diakui secara nasiona semata melainkan internasional yang tertuang kedalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusai (DUHAM).
Pasal 21 DUHAM yang menyatakan : (1) Setiap orang
Pemilu Jurnal & Demokrasi
berhak turut serta dalam pemerintahan negrinya sendiri, baik dengan langsung maupun dengan perantara wakil- wakil yang dipilih secara bebas; (2) Setiap orang berhak atas kesempatasan yang sama untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan negrinya; (3) Kemauan rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kemauan ini harus dinyatak dalam pemilihan-pemilihan berkala yang jujur dan yang dilakukan menurut hak pilih yang bersifat umum dan berkesamaan, serta dengan pemungutan suara yang rahasia ataupun menurut cara-cara yang lain yang juga menjamin agregat maupun secara spesifik pada tahun-tahun Pemilu, terkonfirmasi kebebasan mengeluaran suara.
Selain itu UUD 45 Pasal 27 ayat 1 secara gamblang menegaskan: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Serta Pasal 28D ayat 1 dan 3 yang menjelaskan: “(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil syarat verifikasi faktual untuk menjadi peserta pemilu. UU No. 8 Tahun serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”; “(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”.
Bahkan pada level teknis, UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 43 menyatakan “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan pesamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan perundang-undangan”. Begitu pula dengan putusan Mahkamah Konstitusi No 011-017/ PUU-I/2003 menyebutkan “bahwa hak konstitusional
MENATA ULANG MEKANISME PENDAFTARAN PEMILIH PILKADA
warga Negara untuk memilih dan memilih adalah hak yang dijamin konstitiusi, undang-undang, maupun konvensi internasional, sehingga pembatasan penyimpangan dan penghapusan hak akan hak tersebut adalah pelangagran terhadap hak asasi manusia”.
Meski secara tegas dipastikan hak pilih merupakan subah hak asasi manusia yang perlu dipastikan keberadaanya, namun ada juga beberapa negara melihat pendaftaran pemilih merupakan sebuah kewajiban. Sebagian besar negara-negara demokrasi (64%) menganut prinsip pendaftarna pemilih adalah kewajiban. Kurang dari 50% negara-negara Afrika dan bekas koloni Inggris menganut prinsip pendaftaran pemilih adalah kewajiban. Penegakan prinsip memilih adalah kewajiban juga beragam di berbagai negara. Australia misalnya mengenakan denda sejumlah uang bagi pemilih yang tidak menjalankan kewajiban memilih, tetapi sejumlah negara membatalkan hak mendapatkan pelayanan publik tertentu bagi pemilih yang tidak melaksanakan kewajiban memilih.
Jika ditinjau apakah pendaftaran pemilih sebuah hak atau kewajiban, akan sangat berpengaruh pada proses pendaftaran pemilih itu sendiri yang terbagi kedalam tiga jenis, yaitu; pendaftaran sukarela (voluntary regostration), pendaftaran wajib (mandatory registration), dan campuran sukarela-wajib (mix strategy) (ACE Electoral Knowledge Network, Voluntary versus Mandatory Registration and Self Initiated versus State-initiated Registration).
Pada voluntary registration memilih adalah hak, pemilh dapat memilih untuk mendaftar atau tidak dalam daftar
Pemilu Jurnal & Demokrasi
pemilih. Prinsin yang dianut adalah prinsip pendaftaran berdasarkan prakarsa sendiri. Pada mandatory registration, memilih adalah kewajiban, pemilih wajib mendaftar/ didafttar dalam daftar pemilih. Prinsip yang dianut adalah pendaftaran berdasarkan prakarsa negara. Pada mix strategy pemerintah memfasilitasi proses pendaftaran pemilih dan proses pendaftaran pemilih dilakukan sendiri oleh pemilh. Prinsip yang dianut adalah para warga negara dan negara berbagi tanggung jawan dalam pendaftaran pemilih atau prinsip negara mengambil langkah memfasilitasi agregat maupun secara spesifik pada tahun-tahun Pemilu, terkonfirmasi pendaftaran pemilih untuk kemudian dilengkapi oleh pemilih (Surbakti, Supriyanto, & Asy’ari 2012).
Meski demikian, terlepas dari hak atau kewajiban prasyarat lainnya yang perlu dipenuhi untuk memastikan setiap individu diberikan ruang untuk memberikan suaranya. Kriteria seorang individu masyarakat dapat diberikan hak pilih atau tidak menjadi penting untuk ditinjau lebih jauh. Secara umum terdapat beragam kategori syarat verifikasi faktual untuk menjadi peserta pemilu. UU No. 8 Tahun setiap orang berhak untuk memberikan hak pilihnya. Tetapi hampir seluruh negara demokrasi menjadi umur sebagai syarat utama untuk melihat seberapa jauh sesorang cukup dewas untuk menentukan pilihan politiknya.
Adapun ukuran usia dewasa yang dijadikan tolak ukur pemilih diantaranya: 16 tahun (Austri, Brasil, Kuba, Nikaragua, Somalia); 17 thaun (Indonesia, Korea Utara, Sudah, Timor Leste); 18 tahun (86% negara demokrasi menganut batas ini); 20 thaun (Jepang,Lienchtenstein, Nauru, Maroko, Korea Selatan, Taiwan, Taiwan, Tunisia); dan 21 tahun (Bahrain, Fiji, Gabin, Kuwait, Lebanon,
MENATA ULANG MEKANISME PENDAFTARAN PEMILIH PILKADA
Malaysia, Maldives, Pakistan, Samoa).