DAFTAR PEMILIH PILKADA 2015

DAFTAR PEMILIH PILKADA 2015

Proses pendaftaran pemilih untuk Pilkada 2015 sama dengan proses pemutakhiran data pemilih untuk Pileg 2014. Pada awalnya setiap kepala daerah yang daerahnya menyelenggarakan pilkada menyerahkan Data Penduduk Potensi Pemilih Pemilu (DP4) kepada KPU untuk dimutakhirkan. DP4 merupakan data yang didapatkan dari

Pemilu Jurnal & Demokrasi

Data Agregat Kependudukan per Kecamatan (DAK2). Permasalahan dari DAK2 adalah pada data kependudukan

dituntut keaktifan dari masyarakat dalam melaporkan peristiwa kependudukanya, seperti kelahiran, kematian, ataupun perpindahan penduduk. Hal inilah yang tidak dilaporkan secara aktif dari masyarakat. Ketika masyarakat tidak secara aktif melaporkan peristiwa kependudukannya maka data kependudukan menjadi tidak akurat. DAK2 yang merupakan data agregat juga tidak dapat menujukkan secara detil orang per orang. Sehingga ketika DAK2 dianggap agregat maupun secara spesifik pada tahun-tahun Pemilu, terkonfirmasi bermasalah maka turunannya yaitu DP4 pun menjadi bermasalah pula.

Pada tahun 2012 Perludem pernah mencoba menyandingkan data DAK2 tahun 2012 dengan data proyeksi penduduk tahun 2012 versi Badan Pusat Statistik (BPS). Data ini disandingkan dengan data BPS karena BPS adalah lembaga yang secara rutin melakukan survey jumlah penduduk dan juga melakukan proyeksi pertumbuhan syarat verifikasi faktual untuk menjadi peserta pemilu. UU No. 8 Tahun jumlah penduduk. Dari persandingan ini terdapat selisih data yang cukup signifikan.

Berdasarkan DAKK, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2012 mencapai 251.857.940 jiwa. Sementara menurut data BPS yang melakukan sensus penduduk setiap sepuluh tahun, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah 237.556.363 jiwa. Jika proyeksi pertumbuhan penduduk adalah 1.49% per tahun, maka jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2012 mencapai 244.688.238 jiwa. Artinya jumlah penduduk pada DAKK lebih banyak dibandingkan dengan data proyeksi BPS dan Bappenas, terdapat selisih

MENATA ULANG MEKANISME PENDAFTARAN PEMILIH PILKADA

sebesar 7.169.657 jiwa.

Selisih inilah yang kemudian memunculkan permasalahan ketika data ini diturunkan kedalam DP4 dan pemutakhiran data pemilih. Sehingga pada Pemilu 2014 yang lalu KPU dalam memutakhirkan data pemilih berupaya untuk “membersihkan” data yang dianggap bermasalah tersebut, dan proses ini memakan waktu yang cukup panjang karena kemudian penatapan daftar pemilih Pemilu 2014 dilakukan secara berulang kali.

Ketika masuk dalam tahapan pemutakhiran daftar pemilih untuk Pilkada 2015, proses ini berulang lagi. Pemerintah daerah mendapatkan DP4 dari kepala daerah. Yang disayangkan adalah DP4 untuk pemutakhiran Pilkada 2015 adalah data yang pada dasarnya sama dengan data yang sebelumnya sudah pernah diterima KPU untuk pemilu legislatif namun karena peraturan yang ada KPU harus membersihkan kembali data tersebut. Padahal pada saat pemilu legislatif, KPU sudah pernah membersihkan DP4 tersebut. Ini juga yang menyebabkan permasalahan daftar pemilih terus berulang. Hal inilah yang kemudian menyebabkan ada pemilih yang ketika pileg lalu terdaftar dalam daftar pemilih namun ketika pilkada namanya tidak terdaftar dalam daftar pemilih.

Selain permasalahan terkait dengan sumber data, isu lain yang menjadi permasalahan dalam pemutakhiran daftar pemilih pada saat pilkada yang lalu adalah terdapat perbedaan peraturan antara pendataan pemilih pada saat pileg dan pilkada.

Jika dibandingkan dengan UU No 42/2008 tentang

Pemilu Jurnal & Demokrasi

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dan juga UU No 8/2012 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, tidak ada yang menyatakan bahwa untuk dapat didaftar sebagai daftar pemilih, maka seseorang tidak sedang terganggu jiwa/ ingatannya. Syarat yang diatur untuk dapat didaftar menjadi pemilih hanya dua saja, yaitu; Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah berusia 17 tahun atau lebih, dan sudah/pernah kawin.

agregat maupun secara spesifik pada tahun-tahun Pemilu, terkonfirmasi Pada saat Pileg 2014 tidak ada peraturan yang melarang bahwa pemilih dengan disabilitas mental tidak memiliki

hak pilih dalam pemilu. Bahkan ketika pileg yang lalu karena adanya advokasi dari kelompok disabilitas, KPU memfasilitasi TPS khusus di rumah sakit jiwa dan juga di panti-panti sosial. Hal ini tercantum dalam Surat Edaran KPU Nomor 395/KPU/V/2014 yang menyatakan bahwa:

“KPU/KIP Kabupaten/Kota dapat membentuk TPS di rumah sakit jiwa, panti sosial dan pelabuhan udara syarat verifikasi faktual untuk menjadi peserta pemilu. UU No. 8 Tahun internasional khusus pegawai yang bertugas dengan cara mendaftarkan pemilih tersebut ke dalam Daftar Pemilih Tetap dengan memperhatikan kesiapan dan ketersediaan petugas menjadi anggota KPPS serta efektivitas dan efisiensi dari sengi anggaran”.

Namun peraturan ini tidak dapat diterapkan untuk Pilkada 2015 yang lalu karena pada Pasal 57 ayat (3) huruf

a UU No 8/2015 menyatakan bahwa untuk dapat didaftar sebagai pemilih maka seseorang harus memenuhi syarat tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya. Sehingga pemilih dengan disabilitas mental tidak dapat memberikan hak

MENATA ULANG MEKANISME PENDAFTARAN PEMILIH PILKADA

pilihnya ketika pilkada yang lalu. Adanya pasal tersebut telah membuat perlakuan

diskriminatif, tidak adil, dan menghilangkan hak seorang warga negara untuk dapat berpartisipasi di dalam memilih calon kepala daerahnya. Menurut ahli kesehatan jiwa bahwa seseorang yang mengidap psikososial atau disabilitas mental bukanlah penyakit dan gejala yang muncul terus menerus dan setiap saat. Bagi mereka yang mengidap psikososial dapat saja terkadang gejala gangguan mental pada dirinya muncul, dan dapat juga gejala tersebut hilang dan yang bersangkutan dapat menjadi normal kembali. Dengan tidak adanya waktu, kondisi, dan orang yang dapat memastikan kapan seorang pengidap psikososial kambuh gejalanya dan kapan pula gejala psikososial yang ada pada diri yang bersangkutan hilang, maka menjadi tidak relevan ada prasyarat bagi seorang warga negara untuk bisa didaftar sebagai pemilih maka orang tersebut harus dipastikan tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya.

Jika melihat pada tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan pemilhan kepala daerah tahun 2015, penetapan daftar pemilih dilakukan pada 3 sampai 4 Oktober 2015. Merujuk pada waktu tersebut, masih terdapat 65 hari menuju hari pemungutan suara yaitu tanggal 9 Desember 2015. Artinya dengan adanya jarak waktu dari penetapan daftar pemilih tetap ke hari pemungutan suara, dan terdapat ketentuan Pasal 57 ayat (3) UU No 8/2015 dimana terdapat pembatasan bagi seorang yang mengidap penyakit terganggu jiwa/ingatannya untuk didaftar sebagai pemilih, maka ketika daftar pemilih tetap telah direkapitulasi dan

Pemilu Jurnal & Demokrasi

ditetapkan maka seketika itu seorang warga negara yang terganggu jiwa/ingatannya kehilangan hak pilihnya karena tidak dapat diadaftar oleh petugas pemutakhiran daftar pemilih. Padahal menurut ahli kesehatan jiwa tidak mungkin seorang yang sedang terganggu jiwa/ingatanya berlangsung secara terus-menerus apalagi selama 65 hari (Permohonan Uji Materiil di MK No 135/PUU/XIII/2015)

Hal inilah yang kemudian mendorong adanya gugatan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan pasal tersebut. Namun hingga tulisan ini dibuat belum ada agregat maupun secara spesifik pada tahun-tahun Pemilu, terkonfirmasi putusan MK terkait dengan uji materiil ini karena masih dalam proses persidangan.