Tabel 2.2 : Kriteria untuk Penetapan Pasien TB MDR yang Akan Diobati No.
Kriteria Keterangan
1. Kasus TB-RR TB-MDR
Pasien terbukti
TB-MDR berdasarkan hasil uji kepekaan
di lab
Pasien terbukti resisten terhadap rifampisin
berdasarkan tes
cepatkonvensional
2. Penduduk dengan alamat jelas
Dapat dinyatakan dengan KTP ataupun
dokumen pengenal
lainnya 3.
Bersedia menjalani pengobatan dengan
menandatangani informed
consent serta
bersedia untuk datang setiap hari ke fasyankes TB-MDR
Pasien dan
keluarga menandatangani informed consent
setelah mendapat penjelasan yang cukup dari TAK
Sumber :Kemenkes,2013 Pedoman Teknis Manajemen Terpadu pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat
2.4.4.2 Pengelompokan Paduan obat TB-MDR
Dalam standar pengobatan TB-MDR setiap pasien akan mendapatkan regimen pengobatan yang sama. Regimen pengobatan ini disusun berdasarkan
data Drug Resistancy Survey DRS dari populasi yang representatif yang digunakan sebagai dasar regimen pengobatan. Standar regimen yang ada di
Indonesia yaitu 6Z-E-Kn-Lfx-Eto-Cs18Z-E-Lfx-Eto-Cs, dengan penjabaran selama 6 bulan menggunakan 5 atau 6 jenis obat kemudian dilanjutkan 18 bulan
menggunakan 4 atau 5 jenis obat yang meliputi : Zpirazinamid, Knkanamisin, Lfxlevofloxacin, Etoetionamide, Cssikloserin.
Pengobatan penderita TB-MDR meggunakan paduan Obat Anti Tuberkulosis OAT MDR yang terdiri dari OAT lini pertama dan OAT lini
kedua, yang dibagi kedalam 5 kelompok berdasarkan potensi dan efikasinya yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Kelompok 1 : merupakan kelompok obat yang paling efektif dan dapat
ditoleransi dengan baik. Keseluruhan obat di dalam kelompok ini harus digunakan bila masih terbukti efektif.
b. Kelompok 2 : terdiri dari kanamisin atau amikasin yang merupakan
pilihan pertama dengan tingginya angka resistensi terhadap streptomisin. Kelompok obat ini memiliki efek samping ototoksik yang rendah dan
biaya yang lebih murah. c.
Kelmpok 3 : terdiri
dari golongan
fluoroquinolon yang
direkomendasikan adalah levoflaxacin atau moxifloxacin. d.
Kelompok 4 : terdiri dari obat yang bersifat bakteriostatik tinggi seperti ethionamide, paraaminosalisilic acid PAS.
e. Kelompok 5 : kelompok obat ini tidak direkomendasi oleh WHO untuk
digunakan secara rutin karena efikasinya dalam manajemen TB-MDR belum jelas Kemenkes,2013.
Tabel 2.3 Pengelompokan Obat Anti TuberkulosisOAT TB-MDR Kelompok
Jenis Obat
Kelompok-1 Obat lini pertama
Isoniazid H Rifampisisin R
Pirazinamid Z Streptomisin S
Kelompok-2 Obat suntik lini kedua
Kanamisin Km Amikasin Am
Kapreomisin Cm Kelompok-3
Golongan florokuinolon Levofloksasin Lfx
Moksifloksasin Mfx Ofloksasin Ofx
Kelompok-4 Obat bakteriostatik lini
kedua Etionamid Eto
Protionamid Pto Sikloserin Cs
Terizidon Trd Para amino salisilat
PAS
Kelompok-5 Obat yang belum terbukti Clofazimin Cfz
Universitas Sumatera Utara
efikasinya untuk
pengobatan TB-MDR Linezolid Lzd
AmoksilinAsam Klavulanat AmxClv
Klaritromisin Clr Imipenem Ipm
Sumber :Kemenkes,2013 Pedoman Teknis Manajemen Terpadu pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat
Penetapan dosis Obat Anti Tuberkulosis OAT MDR ditetapkan oleh TAK sesuai standar yang berlaku dan pemberian dilakukan berdasarkan kelompok
berat badan pasien TB-MDR yang telah diperiksa pada tahap awal.
Tabel 2.4Perhitungan Dosis OAT TB-MDR OAT
Berat Badan Pasien 33 kg
33 – 50 kg
51 – 70 kg
70 kg
Pirazinamid 20-30 mgkghari
750-1500 mg 1500-1750 mg
1750-2000 mg Kanamisin
15-20 mgkghari 500-750 mg
1000 mg 1000 mg
Etambutol 20-30 mgkghari
800-1200 mg 1200-1600 mg
1600-2000 mg Kepreomisin
15-20 mgkghari 500-750 mg
1000 mg 1000 mg
Levofloksasin dosis standar
7,5-10 mgkghari 750 mg 750 mg
750-1000 mg Levofloksasin
dosis tinggi 1000 mg
1000 mg
1000 mg
1000 mg Moksifloksasin
7,5-10 mgkghari 400 mg 400 mg
400 mg Sikloserin
15-20 mgkghari 500 mg
750 mg 750-1000 mg
Etionamid 15-20 mgkghari
500 mg 750 mg
750-1000 mg PAS
150 mgkghari 8 gr
8 gr 8 gr
Sumber :Kemenkes,2013 Pedoman Teknis Manajemen Terpadu pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat
Universitas Sumatera Utara
Lama waktu pengobatan TB MDR terjadi paling sedikit 18 bulan setelah terjadi nya konversi biakan. Lama pengobatan ini terdiri dari 2 tahap yaitu awal
dan tahap lanjutan. Dimana tahap awal merupakan tahap pengobatan yang menggunakan suntikan injeksi yang terdiri dari kanamisin atau kapreomisin
yang diberikan dengan dalam jangka waktu sekurang-kurangnya selama 4 atau 6 bulan setelah terjadi konversi biakan. Dengan maksut satuan bulan merupakan
jumlah dosis yang diberikan kepada pasien yaitu dalam 1 bulan pengobatan pasien mendapatkan 28 dosis pengobatan. Sedangkan tahap lanjutan merupakan tahap
pengobatan yang diberikan setelah tahap awal yang memberikan obat oral dan penghentian pengobatan suntik.
Pemberian obat pada tahap awal yaitu suntikan yang diberikan 5 hari dalam seminggu Senin-Jumat oleh tenaga kesehatan, dan dilanjutkan dengan
pemberian obat oral yang harus di konsumsiditelan 7 hari dalam seminggu Senin-Minggu yang harus dilakukan di depan PMO dengan jumlah dosis obat
yang ditelan sebanyak 168 dosis dan suntikan sebanyak 120 dosis. Sementara untuk tahap lanjutan pemberian obat oral selama 6 hari Senin-Sabtu dalam
seminggu dilakukan di depan PMO Kemenkes,2013.
2.4.5 Pemantauan Pengobatan dan Evaluasi Hasil Pengobatan TB-MDR 2.4.5.1 Pemantauan Pengobatan TB-MDR
Pemantauan pengobatan TB-MDR dilakukan selama menjalankan pengobatan. Pemantauan utama dalam pengobatan TB-MDR adalah pemeriksaan
apusan dan biakan dahak yang dilakukan setiap bulan pada tahap awal pengobatan dan setiap 2 bulan sekali pada tahap lanjutan. Pemeriksaan apusan
dan biakan ini yang menjadi indikator utama dalam penilaian pemantauan
Universitas Sumatera Utara
pengobatan TB-MDR. Terjadinya konversi biakan apabila hasil pemeriksaan biakan dahak menunjukkan hasil negatif setelah 2 kali pemeriksaan secara
berurutan dalam jangka waktu 30 hari. Dalam hal ini tanggal pertama pengambilan dahak pertama untuk biakan dengan hasil negatif yang menjadi
acuan lamanya pengobatan pada tahap awal dan tahap selanjutnya Nawas,2010. Pemantauan penunjang lainnya dalam pemantauan pengobatan TB-MDR
diantaranya : 1.
Pemantauan terhadap munculnya efek samping obat yang dilakukan setiap hari oleh PMO setelah mendampingi minum obat.
2. Pemantauan terhadap penurunan ataupun penambahan berat badan,
keluahan dan gejala klinis yang dilakukan setiap bulan oleh dokter di fasilitas pelayanan kesehatan TB-MDR.
3. Melakukan fototoraks bila terjadi komplikasi seperti: batuk darah,
dilakukan setiap 6 bulan sekali. 4.
Pemantauan pemberian kreatinin dan kalium serum setiap bulan pada saat mendapatkan pengobatan suntik injeksi.
5. Pemantauan Thyroid Stimulating Hormon TSH bila muncul gejala
hipotiroidisme yang dilakukan pada bulan ke 6 pengobatan dan diulangi setiap 6 bulan sekali bila muncul gejala.
6. Pemantauan enzim hati SGOT,SGPT setiap 3 bulan atau jika timbul
gejala Drug Induced Hepatitis DIH. 7.
Pemeriksaan tes kehamilan jika ada indikasi Kemenkes,2013.
2.4.5.2 Evaluasi dan Hasil Pengobatan TB-MDR