Pengaruh Debu Vulkanik Terhadap Kesuburan Tanah Bank Biji Seed Bank

angin di lereng-lereng gunung sampai ketinggian 1500 mdpl dari pada di dataran rendah disekitarnya Mackinnon et al., 2000. Hutan Gunung Sinabung merupakan hutan tropis yang memiliki ketinggian 2450 mdpl. Gunung Sinabung memiliki keanekaragaman vegetasi yang tinggi. Jenis vegetasi juga berbeda pada setiap ketinggian, semakin naiknya ketinggian maka jenis vegetasi semakin berkurang. Zona bawah Gunung Sinabung memiliki vegetasi yang sangat rapat dengan banyaknya jenis pohon seperti Lithocarpus bancana, Neocinnamomum sp dan Aglaia sp. Pada zona pegunungan atas, jenis vegetasi pohon mulai jarang ditemukan. Vegetasi yang paling mendominasi pada zona pegunungan atas adalah seedling dari jenis Vaccinium sp dan Rhododendron sp serta jenis paku-pakuan.

2.4 Pengaruh Debu Vulkanik Terhadap Kesuburan Tanah

Menurut Sudaryo Sutjipto 2009 Allophan adalah aluminosilikat amorf yang terbentuk dari bahan organik yang dapat membentuk ikatan kompleks. Tanah yang berkembang dari abu vulkanik yang umumnya dicirikan oleh kandungan mineral liat allophan yang tinggi. Di daerah yang kering, tanah dari abu vulkanik tersebut memiliki warna tanah yang tidak sehitam dari daerah lain. Debu vulkanik yang terbentuk dari lapukan materi dari letusan gunung berapi yang subur mengandung unsur hara N, P, S, unsur mikro yang tinggi. Sifat-sifat tanah allophan adalah: a. Profil tanahnya dalam. b. Lapisan atas maupun permukaannya gembur serta berwarna hitam. c. Lapisan subsoil berwarna kecoklatan dan terasa licin bila digosok diantara tangan d. Bulk densitynya sangat rendah 0,85. e. Daya tahan terhadap air tinggi. f. Perkembangan struktur tanah baik. g. Daya lekat maupun plastisitasnya tidak ada bila lembab. h. Sukar dibasahi kembali bila sudah kering serta dapat mengapung di atas permukaan air. Sifat tanah pegunungan berubah dengan pertambahan ketinggian tempat, umumnya menjadi lebih masam dan miskin zat hara, terutama ditempat-tempat dimana terdapat gambut asam. Tanah di puncak gunung, dibagian atas pungung- punggung gunung, dan di bukit-bukit kecil, yang hanya menerima air dari atmosfer, kering dan lebih miskin zat hara daripada tanah-tanah di dalam cekungan atau di lereng-lereng yang lebih rendah, yang menerima masukan air tanah yang tertapis dari atas. Perbedaan dalam komposisi batuan dasar dan iklim merupakan faktor-faktor utama yang mempengaruhi pembentukan tanah pada ketinggian yang berbeda di atas gunung. Selain itu kemiringan lereng dan keterbukaan vegetasi penutup juga merupakan faktor-faktor yang penting. Suhu rendah memperlambat proses pembentukan tanah karena evapotranspirasi menurun, reaksi kimia lebih lambat dan kerapatan organisme tanah lebih rendah Mackinnon et al., 2000.

2.5 Bank Biji Seed Bank

Bank biji didefinisikan sebagai jumlah biji viabel yang tersimpan di permukaan tanah dan di dalam tanah, kerapatan biji yang tersimpan di tanah menurun dengan bertambahnya altitude, latitude dan semakin bertambahnya usia proses suksesi serta menurunnya intensitas gangguan Rochadi, 2004. Secara umum terbentuknya vegetasi dapat melalui dua cara yaitu melalui biji secara generatif atau pembiakan secara vegetatif. Beberapa jenis tumbuhan dapat berkembang melalui tunas-tunas yang tumbuh dari bulbus, dan tunas rizome dan umbi seperti kebanyakan dari famili Liliaceae, Amaryllidaceae dan Oxalidaceae. Berbeda dengan seed bank, bud bank biasanya telah ada secara vegetatif. Namun tumbuhan yang terbentuk dari biji, propagul-propagul vegetatifnya dapat tersebar melalui ruang dan waktu dan memerlukan faktor-faktor lingkungan tertentu untuk memecahkan dormansinya seperti kelembaban atau temperatur Utomo, 2006b. Bank Biji adalah kumpulan dari biji yang belum tumbuh dan memiliki kemampuan potensial untuk menggantikan tanaman-tanaman dewasa baik itu tanaman semusim ataupun tahunan yang dapat mati oleh penyakit, atau gangguan lainnya. Bank biji dapat ditemukan pada berbagai habitat, seperti rumput musiman, padang rumput, tanah pertanian, lahan terlantar, di dalam hutan bahkan dapat pula ditemukan di rawa Alessio et al., 1989.

2.6 Benih Hutan dan Produksi Biji