akhirnya melakukan apa yang disebut dengan reformasi dan membongkar sistem yang formal tersebut Guy Peters, 2001: 164.
2. 3. 4. Konsep NPS Untuk Tata Pemerintahan Ideal
Mengelola transisi dari bentuk yang terpusat ke dalam sistem yang dijalankan oleh pasar sudah tentu membutuhkan sistem administrasi publik yang
efektif. NPM menawarkan ide untuk mereformasi bentuk birokrasi yang lama ke dalam bentuk birokrasi yang baru dan lebih modern sehingga dapat menyesuaikan
dengan perkembangan jaman. Untuk melakukan reformasi manajemen dalam model NPM yang ditawarkan oleh Peters 2001: 167 ini dilakukan dengan mengadopsi
gaya pasar dalam tubuh administrasi dan sistem deregulasi ke dalam sektor publik. Dua strategi tersebut bisa dikatakan pendekatan yang lebih menjanjikan untuk
merubah sistem administrasi atau mungkin bisa dikatakan hal yang sangat dibutuhkan. Namun deregulasi dalam pelayanan publik tidak akan berjalan dengan
baik apabila seperangkat nilai tidak dijalankan untuk membuat pemerintah bekerja dalam sikap tidak korupsi dan akuntabel serta tanpa ada kontrol yang kuat pula.
1. Reformasi dengan penerapan gaya pasar di dalamnya dilakukan dengan
privatisasi dan liberalisasi ekonomi. Hal ini kemudian akan menuntun langkah untuk mewujudkan kondisi ekonomi yang lebih efisien dan produktif. Privatisasi
dimaksudkan untuk mengurangi peran pemerintah di dalamnya dan kemudian menerapkan nilai-nilai pasar yang berorientasi pada hasil. Gaya pasar ini
memungkinkan agar fungsi pemerintah sebagai pemberi layanan kepada publik
dapat dijalankan secara efektif sesuai dengan prinsip-prinsip pasar. Hal ini tentu baik mengingat sebelumnya, dalam pemerintahan transisi, birokrat cenderung
bekerja dengan berdasarkan kedekatan dengan penguasa yang akan memungkinkan pemerintah tidak berjalan efektif. Meskipun pasar ini merupakan
konsep yang kemudian populer, namun berhasil atau tidaknya akan bergantung pada penerimaannya di masing-masing negara. Nunberg menyatakan bahwa
dalam melakukan reformasi struktural yang menggunakan gaya pasar ini, berkaitan dengan teknologi dan keahlian sumber daya manusia. Jadi keberhasilan
reformasi ini, seperti penggunaan teknik manajemen dan penciptaan organisasi publik untuk menyediakan pelayanan publik, akan tergantung pada adanya
tuntutan bakat manajerial yang baik dan kemampuan untuk menghadapi tantangan reformasi Peters, 2001: 169.
2. Dimensi kedua dari proses reformasi adalah adanya partisipasi sebagai penekanan
pada proses demokrasi di dalam sistem politik dan administrasi. Sebelumnya pada masa transisi, masyarakat mungkin tidak dapat memberikan perannya di dalam
proses politik. Hal inilah yang kemudian memungkinkan negara atau pemerintah menjadi otoriter. Partisipasi inilah yang kemudian memungkinkan untuk
menguatkan proses demokrasi di dalam pengambilan dan pembuatan keputusan oleh penguasa. Di sini masyarakat memiliki kesempatan di dalam birokrasi.
Kesempatan yang terbuka lebar untuk masyarakat ini akan mempengaruhi penyampaian pelayanan kepada publik yang lebih sesuai. Hal ini juga akan
menguatkan hubungan masyarakat dengan penguasa. Mungkin saja masyarakat
tidak selalu berhasil untuk mempengaruhi pemerintah dalam mengambil kebijakan. Tetapi dengan adanya partisipasi ini, maka dapat dijadikan kontrol
bagi pemerintah dalam mengambil suatu keputusan publik. Sehingga pemerintah tidak bersifat otoriter karena ada hak warga negara yang harus diperhatikan.
Partisipasi yang akan memungkinkan pemerintah mengambil suatu kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan warganya ini, kemudian akan menciptakan
flexibility peran pemerintah. Pemerintahan yang fleksibel adalah pemerintah yang
dapat menerapkan setiap regulasi atau peraturan secara lebih longgar, artinya bahwa aturan dapat diterapkan sesuai dengan keadaan tertentu dan sesuai dengan
kebutuhannya. Hal ini akan mengubah pola rigidity kekakuan yang terlanjur melekat di tubuh birokrasi maupun manajemen pemerintah. Dengan penerapan
fleksibilitas pada struktur pemerintah maka masyarakat sebagai “consumer” kemudian mampu memprediksi setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa fleksibilitas pemerintah mensyaratkan adanya predictibility
di setiap kebijakan. 3.
Terakhir sebagai syarat reformasi adalah dengan melakukan deregulasi fungsi pemerintah. Deregulasi ditawarkan sebagai jalan untuk mengurangi dominasi
rejim penguasa. Dimana ketika suatu rejim berkuasa penuh, maka akan muncul kekakuan di tubuh administrasi negara khususnya di tubuh birokrasi. Hal ini
kemudian yang memicu munculnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang berdasarkan pada prinsip favorable rasa suka. Oleh karena itulah deregulasi
peran pemerintah menjadi penting dilakukan dalam rangka proses reformasi ini.
Deregulasi dilakukan untuk mengurangi peraturan yang dianggap tidak perlu. Dimana peraturan tersebut yang termasuk di dalam aturan formal akan cenderung
memberikan kesempatan para penguasa untuk mengambil keuntungan- keuntungan politis tertentu. Oleh karena itulah deregulasi dianggap perlu sebagai
bagian dari program reformasi ini. Namun apabila aturan-aturan formal tersebut kemudian dikurangi deregulasi, maka perlu pula disadari apa yang akan menjadi
pegangan atau tuntunan bagi para birokrat untuk mengambil suatu keputusan atau kebijakan. Maka dari itu, dari pengalaman di negara yang berbeda tentu
deregulasi ini tidak akan sama dapat diterapkan. Karena pada beberapa negara justru malah membutuhkan lebih banyak aturan tambahan yang dirasa perlu untuk
dilaksanakan. Dari konsep yang ditawarkan tersebut di atas, NPM disinyalir mencoba
mengubah pola formalitas dan hirarki yang ada di dalam konsep Weberian. Namun kemudian, beberapa pendapat mengatakan bahwa NPM sebenarnya tidak perlu
dilakukan apabila konsep yang ditawarkan Weber dapat dibenahi. Karena bagaimanapun juga birokrasi Weberian dinilai cukup baik untuk dijalankan
pemerintah. Yang perlu diubah adalah bentuk kekakuan yang melekat pada konsep tersebut. Weberian akan dapat berjalan maksimal secara efektif dan efisien apabila
ada penekanan di dalam aturan-aturan yang telah ditetapkan kepatuhan terhadap aturan. Karena bagaimanapun juga NPM juga belum tentu dapat diterapkan di semua
bentuk pemerintahan. Dan akan menjadi sia-sia apabila NPM diterapkan namun tidak ada kesadaran terhadap aturan tersebut. Maka yang menjadi titik perhatian dalam
konsep NPM di sini adalah bagaimana sebaiknya membangun bentuk administrasi Weberian yang layak sebelum melakukan apa yang disebut dengan reformasi dalam
tubuh birokrasi. Model NPS New Public Service pada perkembangan selanjutnya mencoba
menggugat secara fundamental teori NPM. Teori ini muncul atas landasan teori sebelumnya seperti: 1 teori demokrasi citizen, 2 teori pemberdayaan masyarakat
sipil, 3 teori organisasi yang humanis, dan 4 teori posmo administrasi publik Purwanto, dkk, 2005: 79. Teori-teori tersebut yang kemudian melandasi munculnya
doktrin NPS. Doktrin tersebut antara lain bahwa pelayanan publik harus: 1.
Dilakukan secara demokratis, 2.
Dilakukan secara strategis dan rasional atas dasar pertimbangan politik, ekonomi, serta organisasi,
3. Dilakukan dengan mengutamakan dialog untuk mencapai kesepakatan pelayanan,
4. Menganggap pengguna jasa sebagai warga negara citizen dengan hak dan
kewajibannya yang melekat, 5.
Responsif terhadap kebutuhan warga negara, 6.
Memperhatikan aturan yang telah disepakati bersama, nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, norma-norma politik, standar pelayanan profesional, serta interest
warga negara, 7.
Memberlakukan diskresi dan akuntabel meski banyak kendala, 8.
Memiliki struktur yang terbuka dan kepemimpinan yang kolaboratif,
9. Memiliki motivasi yang kuat untuk melayani dan berkontribusi pada masyarakat
banyak Purwanto, dkk, 2005: 80. Kritik NPS terhadap NPM ini didasarkan pada pemikiran bahwa pelayanan
publik yang dilakukan birokrasi bukanlah melayani pelanggan customer tetapi melayani warga negara citizen. Semangat yang ada dalam birokrasi publik ketika
berhadapan dengan pengguna jasanya bukanlah “how to steer” tetapi “how to serve” dan birokrasi publik haruslah berpikir secara strategis think strategically dan
bertindak secara demokratis act democratically dalam mewujudkan pelayanan yang baik terhadap warga negara. Untuk lebih jelas, perbedaan sistem birokrasi model
Weber yang disebut juga Old Public Administration OPA, New Public Management NPM, dan New Public Service NPS dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. 2 Perbandingan OPA, NPM, dan NPS
Unsur- unsurnya OPA
NPM NPS
Tujuan Efisiensi dan
profesional Pelayanan prima
Kualitas pelayanan Insentif Fungsional
struktural Sistem
konsekuen Fungsional
struktural swasta Pertanggungjwaban
Pada klien dan konstituen secara
hirarkis Pada
customer ala pasar
Pada warga negara citizens secara
multidimensional
Kekuasaan Pada Top
Manegement Pada pekerja dan
pengguna jasa Pada warga negara
Budaya Arogan Rutin
Menyentuh hati, Winning minds
Ramah Inovatif
Penekanan pada
ketaatan menjalankan aturan
dan efisiensi Penekanan pada
perombakan visi dan misi
Penekanan pada perombakan kultur
pelayanan
Unsur- unsurnya OPA
NPM NPS
Peran pemerintah rowing steering
serving Konsep kepentingan
publik Kepentingan publik
tercermin dalam UU yang secara politis
sudah didesain pemerintah
Kepentingan publik
merupakan aggregat
kepentingan individu
Kepentingan publik merupakan hasil
dialog mengenai nilai
Sumber: diadopsi dari pemikiran Osborne, Ferlie, dan Denhardt Purwanto dkk, 2005: 81
2. 3. 5. Kerangka Kerja Program Reformasi