Surakarta merupakan manifestasi dari asas dan tujuan penataan ruang. Salah satunya adalah keserasian, keselarasan dan keseimbangan. Pola penataan tersebut
diimplementasikan pemerintah dalam bentuk Penataan Permukiman pada koridor Sungai Kali Pepe, agar tercipta permukiman yang sehat, teratur dan sesuai dengan
peruntukannya, melalui mekanisme partisipasi dengan melibatkan segenap komponen warga mulai dari perencanaan, pelaksanaan maupun penataan lingkungan.
Untuk kesesuaian dengan tata ruang dalam pelaksanaan rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni kegiatan yang dilaksanakan tidak hanya pada bentuk fisik
bangunan saja, tetapi sekaligus dengan penataan lingkungannya antara lain : • pembuatan jalan lingkungan dengan paving block 361 m2 dan saluran drainase
U30 cm sepanjang 123,3 m; • penanaman pohon dan pemasangan pagar BRC sepanjang 24 m dipinggir sungai
didepan lokasi rumah yang dipugar; • pembuatan taman di ruang terbuka seluas 70 m2;
• pembuatan MCK 2 unit; • penyambungan air bersih dari PDAM 1 unit.
d. Manfaat yang Diperoleh
Dari program RTLH ini, banyak manfaat serta hasil yang diperoleh bagi masyarakat. Program yang ditujukan untuk pemberdayaan masyarakat sekaligus
merupakan bagian dari penyampaian pelayanan pemerintah kepada masyarakat ini
selain berdampak pada peningkatan kualiatas fisik lingkungan yang terwujud pada kondisi lingkungan menjadi lebih tertata rapi dan bersih, rumah tinggal menjadi lebih
sehat dan rapi dan teratur, kondisi prasarana dan sarana permukiman yang memadai, juga memberikan nilai jual pada hunian tersebut. Struktur rumah lebih permanen,
tertata rapi berdasar site plan yang telah dirancang sebelumnya, serta terprogramnya pertumbuhan rumah dalam waktu selanjutnya sesuai kemampuan masing-masing
warga. Keamanan kepemilikan hunian menjadi lebih terjamin. Bahkan bagi lahan tertentu yang memenuhi persyaratan untuk mengajukan permohonan hak atas tanah
negara, difasilitasi oleh BPN untuk mendapatkan sertifikat, melalui program “Prona”
7
.
5.3.2. Penataan Pedagang Kaki Lima PKL
Pedagang kaki lima PKL di sejumlah daerah di Indonesia sering menjadi permasalahan perkotaan yang tidak ada habisnya. Mereka sering kali dituding
mengganggu ketertiban lalu lintas dan menggunakan saluran air terdekat untuk membuang sampah dan mencuci, sehingga keberadaannya memiliki stigma negatif di
kalangan masyarakat. Seperti halnya yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia, Kota Surakarta juga memiliki permasalahan tersendiri dengan adanya PKL.
Banyaknya PKL yang berdagang secara sembarangan mengganggu ketertiban Surakarta sehingga menghambat pertumbuhan kota ke arah positif. Oleh karena itu,
7
PRONA Proyek Operasi Nasional Agraria adalah Program Nasional Sertifikasi Tanah Gratis yang diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional BPN. Program ini diprioritaskan bagi masyarakat
miskin yang memudahkan dalam penerbitan sertifikat hak atas tanah.
Pemerintah Kota Surakarta menjadikan penataan PKL sebagai permasalahan serius yang perlu dilakukan dengan pendekatan tersendiri secara lebih intensif.
Sementara penataan PKL di sejumlah daerah dilakukan dengan menggunakan kekerasan, penataan PKL di Surakarta ini dilakukan dengan lebih memanusiakan
mereka. Para pedagang PKL diajak berdiskusi dan berembug tentang rencana relokasi tersebut. Dan uniknya, diskusi tentang penataan PKL di Surakarta ini
dilakukan sambil makan bersama. “Awalnya saya ajak mereka makan bersama. Itu gak cuma sekali dua kali.
Tapi sampai 54 kali. Mereka tadinya curiga.. pada ajakan makan malam pertama mereka sudah merasa aneh. Tapi ternyata kan saya belum bicara tentang masalah
relokasi itu. Begitu terus sampai ke 54 kali, baru saya sampaikan niat untuk merelokasi mereka. Di situ mereka tadinya sempat menolak. Tapi kemudian
dijelaskan. Ya diajak berdiskusi dari hati ke hatilah..” Hasil wawancara tanggal 7 Agustus 2009 dengan Ir. Joko Widodo
Cara yang dilakukan seperti apa yang dijelaskan Walikota Surakarta itu
adalah cara pendekatan yang manusiawi. Di daerah lain belum tentu ada yang bisa seperti itu. Tidak tanggung-tanggung, sebanyak hampir 1000 pedagang diajak dalam
forum rembug tersebut. Jumlah yang sangat fantastis untuk merelokasi masalah PKL. Tetapi apa yang dilakukan Pemkot Surakarta ini merupakan cara yang efektif. Karena
dengan penataan yang baik, PKL akan memiliki banyak potensi untuk dijadikan sebagai aset daerah yang berkontribusi pada pendapatan daerah Kota Surakarta.
Misalnya saja, untuk penataan PKL di kawasan pusat jajanan kuliner bisa meraup PAD sebesar Rp. 18.000.000 per bulan.
Selain itu, pengelolaan PKL yang baik juga dapat memberikan keuntungan yang lebih bagi kalangan pedagang sendiri. Dengan penghargaan yang lebih kepada
kalangan PKL, mereka akan dapat lebih tertib dalam berdagang. Upaya dalam memanusiakan PKL juga dilakukan oleh pemkot dengan memberikan sejumlah
layanan kepada kalangan PKL. Pemberian pinjaman modal dengan bunga kecil dan pemberian Surat Hak Pemilikan SHP merupakan layanan yang diberikan pemkot
kepada para PKL usai direlokasi. Selain itu, Pemkot juga memberikan izin kepada pedagang untuk menempati tempat berdagang atau shelter. Untuk berdagang di
tempat tersebut para pedagang hanya membayar uang retribusi sebesar Rp500 hingga Rp1.000 per hari. Dalam pemanfaatan “shelter” yang disediakan, para pedagang
dilarang menjual atau menyewakan “shelter” yang mereka tempati. Jika mereka ketahuan menjual atau menyewakan pada pihak lain, SHP mereka dicabut oleh
pemkot. Yang menjadi kendala dalam penanganan PKL di Surakarta adalah adanya provokator di kalangan PKL sendiri yang kontra terhadap rencana pemerintah. Untuk
menghindari gejolak itulah, pemkot mengajak mereka yang menjadi provokator berdiskusi tentang perencanaan terkait dengan penataan PKL.
Penataan PKL di Surakarta ini memang dilakukan secara terkonsep dan sistematis serta tidak memberatkan para pedagang kecil. Pemerintah membangun
sebuah kompleks khusus untuk para PKL. Di kompleks itu para PKL kemudian difasilitasi dengan kios semi permanen, tendanisasi, hingga gerobakisasi. Kerja keras
Pemkot Surakarta itu dapat ditemui di Stadion Manahan dan Jalan Slamet Riyadi. Bahkan, di Jalan Slamet Riyadi, pedagang makanan diberi gerobak seragam untuk
mendukung city walk kawasan khusus pejalan kaki. Jika dibina dengan baik,
pedagang kaki lima dapat berkontribusi besar untuk daerah. Bahkan nilai yang dihasilkan dari PKL di itu mengalahkan PAD hotel, terminal, dan lainnya.
”PAD hampir seluruh daerah 5 naik saja sulit… tapi kita sudah naik 2 kali. Dulu 54M sekarang 106M. riil itu… kemudian kayak pasar dan PKL…dulu 7,8M
sekarang18,2M. tapi manajemen pelayanan yang kita lakukan ini bukan hanya spend money
tapi juga ada return ada revenue yang juga datang ke kita. Dan itu real.. seperti nanti coba cek aja di hotel.. 4tahun lalu 30 aja sulit sekali..sekarang sudah diatas
90 semuanya.. akhirnya apa? Investasi akan masuk dengan sendirinya..” Hasil wawancara tanggal 7 Agustus 2009 dengan Ir. Joko Widodo
Dari penataan PKL yang dilakukan Pemerintah Surakarta ini, ada beberapa
manfaat yang bisa dirasakan, baik dari sisi para pedagang maupun juga dari sisi masyarakat Kota Surakarta pada umumnya. Manfaat dari sisi PKL, perpindahan
mereka ke lokasi baru Pasar Klithikan Notoharjo telah memberikan manfaat diantaranya:
a Status mereka menjadi jelas dan “naik kelas” menjadi pedagang karena
menempati lokasi baru berupa pasar. Dalam hal ini Pemkot telah memberikan sarana pemberian ijin gratis bagi PKL yang direlokasi berupa Surat Ijin Usaha
PerdaganganSIUP dan Tanda Daftar PerusahaanTDP; kemudian juga Surat Hak PenempatanSHP dan Kartu Tanda Pengenal PedagangKTPP secara gratis;
b Pelatihan manajemen kepada pedagang;
c Dukungan promosi dagang;
d Bantuan modal awal 200 juta dari APBD Surakarta tahun 2006 untuk koperasi
pedagang dan bantuan 5 milyar dari Menteri Koperasi. Dan selama 3 bulan sejak penempatan di lokasi baru, para pedagang tidak ditarik biaya restribusi.
Kebijakan ini didasari permintaan pedagang karena mereka baru menempati lokasi baru yang butuh adaptasi.
Sementara itu, manfaat bagi masyarakat Surakarta dengan relokasi ini bahwa kawasan Monjari kembali menjadi salah satu taman kota dan ruang publik yang dapat
dimanfaatkan oleh warga kota sebagai sarana berinteraksi, lokasi bermain anak, dan sarana olah raga. Dan manfaatnya bagi Pemkot Surakarta adalah keberhasilan
relokasi PKL Monjari ini menjadi momentum penting bagi program penataan PKL selanjutnya di Surakarta, tertatanya kembali kawasan terbuka hijau di kota Surakarta,
dan pemasukan PAD Surakarta dari sektor PKL menjadi lebih jelas dengan program penataan tersebut.
Best Practices dari program relokasi PKL Monjari ini adalah:
1 Pendekatan partisipatory yang berbasis komunitas seperti adanya tahapan
konsultasi publik, mediasi, dan sosialisasi kepada para PKL dalam proses relokasi;
2 Melibatkan stakeholder mulai dari perumusan, pelaksanaan, dan pengawasan
pedagang, LSM, budayawan; 3
Juga diterapkannya pendekatan budaya, yang dapat dijadikan sebagai sarana relokasi atau boyongan PKL ke lokasi baru, sehingga proses relokasi PKL
tersebut sekaligus juga bisa menjadi “peristiwa” atau “pertunjukkan budaya” lokal;
4 Adanya konsep yang jelas lebih dulu dalam program penataan PKL seperti
relokasi, shelter, gerobag, tendaknock-dwon. Sehingga akan lebih mudah bagi
dinas atau SKPD terkait yang menangani program tersebut untuk bekerja di lapangan.
Untuk membina PKL bukanlah hal yang sulit, semuanya tergantung niat dan implementasi masing-masing pemerintah daerah. Kuncinya terletak pada komitmen
setiap pimpinan untuk memahami apa yang dilakukan serta bagaimana menata kelola anggaran demi kemaslahatan masyarakat luas. Yang terpenting lagi, transparansi
untuk menghilangkan peluang adanya korupsi.
BAB VI PROSES REFORMASI PEMERINTAH KOTA SURAKARTA