1. Top Down
Ciri-Ciri: Dilakukan oleh sekelompok elit politik, melibatkan lebih banyak teknokrat, mengandalkan otorias dan diskresi, argumentasi Efisiensi,
penegakan aturan enforcement, konsistensi input-target-output, publikmasyarakat masih sulit dilibatkan.
2. Bottom Up
Ciri-Ciri: Dilaksanakan secara kolektif, melibatkan undur-unsur governance, mengandalkan persuasi, co-production, argumentasi efektivitas, kinerja
performance, outcome, bukan sekedar hasil seketika, social virtue kearifan sosial, masyarakat diasumsikan sudah paham hak-hak dan apa yang mereka
butuhkan.
B. KONSEP PARTISIPATIF
Dalam perkembangannya, kata ‘partisipasi’ seringkali diucapkan dan ditulis berulang ulang, namun kurang dipraktikkan sehingga cenderung kehilangan
makna.
Partisipasi Partisipasi, peran serta, ikut serta, keterlibatan, proses belajar bersama,
saling memahami, menganalisis, merencanakan, dan melakukan tindakan
oleh sejumlah anggota masyarakat.
Partisipasi Mikkelsen→ enam tafsiran partisipasi:
1. kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan;
2. usaha membuat masyarakat semakin peka dalam meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan menanggapi proyek-proyek pembangunan;
3. proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan partisipasi;
4. pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf dalam melakukan persiapan, pelaksanaan dan monitoring proyek, agar memperoleh informasi mengenai
konteks lokal dan dampak-dampak sosial; 5. keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri;
6. keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka.
Partisipasi Conyers → lima cara untuk mewujudkan partisipasi masyarakat dalam
perencanaan pembangunan :
1. Survei dan konsultasi lokal untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan; 2. Memanfaatkan petugas lapangan, selain melaksanakan tugasnya sebagai agen
pembaharuan juga menyerap berbagai informasi yang dibutuhkan dalam perencanaan; 3. Perencanaan yang bersifat desentralisasi kiranya memberikan peluang yang semakin
besar kepada masyarakat untuk berpartisipasi;
4. Perencanaan melalui pemerintah lokal 5. Menggunakan strategi pengembangan komunitas community development.
Tingkatan Partisipasi
Selanjutnya ”delapan jenjang partisipasi” tersebut dikelompokan kedalam tiga tingkatan berdasarkan ”tingkat kehakikatanya”, yaitu :
1. Tidak ikut serta non participation, adalah tingkat dimana tujuan dari ”peran serta masyarakat” adalah ”mendidik” dan “mengobati” masyarakat
yang ”berperan serta”. 2. Tingkat penghargaan atau formalitas degrees of tokenism, yaitu tingkat
menyampaikan informasi, konsultasi dan peredaman. Masyarakat didengar dan diperkenalkan berpendapat, tetapi tidak memiliki kemampuan
mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan secara sungguh-sungguh oleh penentu kebijakan decision maker.
3. Tingkat kekuatan masyarakat degrees of citizen power, kemitraan, pendelegasian kekuasaan, pengawasan masyarakat, masyarakat memiliki
pengaruh dalam proses pengambilan keputusan dengan menjalankan kemitraan dengan kesetaraan kekuatan equal bargaining power, atau
pendelegasian kekuasaan dan pengawasan masyarakat.
Tingkatan Partisipasi
Mo tivasi
Partisipasi
1. Takut Terpaksa. Motivasi partisipasi ini biasanya akibat adanya perintah dari atasan atau bersifat kaku, sehingga masyarakat terpaksa dan seakan-
akan berpatisipasi melaksanakan rencana yang sudah ditentukan.
2. Ikut-ikutan. Motivasi partisipasi ini biasanya didorong oleh rasa solidaritas yang tinggi keseganan bila tidak ikut terlibat di antara sesama anggota
masyarakat desa. Keikutsertaan mereka merupakan perwujudan kebersamaan apalagi yang memulai adalah pimpinan mereka dukuh atau
tokoh masyarakat yang berpengaruh. 3. Kesadaran. Yaitu partisipasi yang timbul karena kehendak dari pribadi
anggota masyarakat. Hal ini terjadi karena kesadaran sudah ada.
Hambatan Partisipasi Penyebab ketidaksiapan masyarakat dalam berpartisipasi:
1. Kemiskinan, sehingga menciptakan keterbatasan waktu dan tenaga untuk menghadiri pertemuan-pertemuan serta tidak memperhatikan
lingkungan. 2. Kurangnya pengetahuan dan kemampuan yang efektif yang dapat
menggerakan masyarakat di suatu lingkungan. 3. Lemahnya rasa kebersamaan khususnya dilingkungan yang relatif
baru dan elit. 4. Adanya perbedaan kepentingan dan keengganan untuk mengutarakan
pendapat. 5. Tidak ada kesadaran bahwa masyarakat dan individu mempunyai hak
untuk berpartisipasi.
C. DASAR-DASAR PERENCANAAN PARTISIPATIF