Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada era teknologi awal abad ini, media massa menjadi sebuah mesin raksasa yang mendefinisikan masyarakat sebagai penonton, objek pasif yang menerima apa yang disampaikannya. Pesan dan makna yang dimuat oleh media massa pun cenderung dikendalikan oleh budaya mainstream demi menyesuaikan dengan tuntutan pasar yang berarti keuntungan bagi penguasa media tersebut. Media massa telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga untuk masyarakat dan kelompok secara kolektif. Peran media massa sangatlah penting dalam membentuk opini, memberi definisi terhadap suatu objek, bahkan mengarahkan persepsi masyarakat terhadap perubahan. Media massa merupakan salah satu sarana untuk pengembangan kebudayaan, bukan hanya budaya dalam pengertian seni dan simbol tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata-cara, mode, gaya hidup dan norma-norma. Media massa sangat berperan dalam perkembangan atau bahkan perubahan pola tingkah laku dari suatu masyarakat, oleh karena itu kedudukan media massa dalam masyarakat sangatlah penting. Dengan adanya media massa, masyarakat yang tadinya dapat dikatakan tidak beradab dapat menjadi masyarakat yang beradab. Hal itu disebabkan, oleh karena media massa mempunyai jaringan yang luas dan bersifat massal sehingga masyarakat yang membaca tidak hanya orang-perorang tapi sudah mencakup jumlah puluhan, ratusan, bahkan ribuan pembaca, sehingga pengaruh media massa akan sangat terlihat di permukaan masyarakat. commit to user Mengingat kedudukan media massa dalam perkembangan masyarakat sangatlah penting, maka industri media massa pun berkembang pesat saat ini. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya stasiun televisi, stasiun radio, perusahaan media cetak, baik itu surat kabar, majalah, dan media cetak lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh Lerner dan Schramm yang mengunggapkan adanya korelasi yang tinggi antara indeks modernitas dan ketersediaan media. Dalam argumen mereka, semakin maju suatu bangsa maka semakin tinggi ketersediaan outlet media massa dan sebaliknya 1 . Dengan semakin banyaknya persaingan tersebut mendorong media berkompetisi menyajikan berita-berita yang tajam dan akurat terkait berbagai realitas peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. Para pengusaha merasa diuntungkan dengan mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang media massa seperti itu. Hal itu disebabkan karena mengelola perusahaan dengan jenis spesifikasi mengelola media massa adalah usaha yang akan selalu digemari masyarakat sepanjang masa, karena sampai kapanpun manusia akan selalu membutuhkan informasi. Oleh karena itu, demi untuk menarik lebih banyak pembaca dan karena pada dasarnya adalah juga merupakan lembaga sosial, maka surat kabar harus melakukan seleksi dan menentukan berita mana yang layak ditampilkan pada hari ini dan mana yang tidak. 2 Semakin banyaknya media massa cetak yang hadir dalam menyajikan berita untuk khalayak tidak membuat eksistensi dari surat kabar di indonesia surut. Perkembangan teknologi yang pesat membuat khalayak semakin mudah mendapatkan informasi terbaru yang terjadi didalam maupun luar negeri. Saat ini tidak ada hal apapun yang luput dari pemberitaan surat kabar karena sifatnya yang kritis. Kemajuan teknologi dan sumber daya manusia menjadikan surat kabar sangat dibutuhkan, 1 Tran, Hai, Linking Measures of Global Press Freedom to Developtment and Culture: Implications from a Comparative Analysis, International Journal of Communication, 2011, 2 Suwardi, Harsono, Peranan Pers Dalam Politik Di Indonesia, PT. Midas Surya Grafindo, tahun 1993, hlm. 17 commit to user terutama yang berkaitan dengan informasi yang disampaikan. Bila dibandingkan antara televisi, radio, dan surat kabar terlihat jelas surat kabar menempati urutan terakhir dalam hal penyebaran beritanya. Hal ini disebabkan surat kabar di sebarkan pada khalayak dalam bentuk cetak. Namun dilain hal surat kabar lebih unggul dibandingkan televisi dan radio, yaitu dalam hal publikasi surat kabar dapat dilipatgandakan, informasinya dapat di simpan karena bentuknya yang berupa cetakan, surat kabar menyuguhkan uraian berita yang lebih detail dan dikupas secara mendalam, surat kabar bisa dibaca kapan dan dimana saja tidak terikat oleh waktu. Beragam informasi disajikan surat kabar mulai dari informasi yang berat seperti politik, berita luar negeri, ekonomi, sosial budaya, sampai dengan berita ringan tentang teknologi, human interest, dll. Proses konstruksi realitas yang dilakukan oleh media merupakan usaha ”menceritakan” konseptualisasi sebuah peristwa atau keadaan. Realitas tersebut tidak serta merta melahirkan berita, melainkan melalui proses interaksi antara penulis berita, wartawan, dengan fakta yang ada. Peristiwa politik menjadi salah satu perhatian besar bagi institusi media. Perbedaan dalam merespon realitas yang sebenarnya menjadi realitas media, menjadi sebuah fenomena yang lazim dalam setiap institusi pers. Realitas yang ditampilkan mencerminkan realitas yang sesungguhnya sangat tergantung pada kebijakan redaksional masing-masing media yang bersangkutan. Banyak peristiwa masih akan terjadi dan bisa dicatat dalam perkembangan surat kabar di indonesia. Negara kita yang menganut demokrasi sudah seharusnya menghormati adanya kebebasan berpendapat dan memperoleh informasi seluas- luasnya, namun kebebasan tersebut masih jauh untuk dijamah pada masa lalu khususnya dikalangan pers. commit to user Sejarah kelam peristiwa pemutarbalikan kebebasan pers pernah menghampiri praktisi pers di Indonesia. Dalam sidang gabungan Komisi Umum dan Komisi Khusus di Solo mengambil keputusan untuk merevisi UU No. 11 Tahun 66 mengenai ketentuan Pokok Pers, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 4 Tahun 1967. Kontroversi mulai muncul saat pemerintah berencana memasukkan klausul perlu dibuat Surat Izin Usaha Penerbitan Pers SIUPP dalam UU Pokok Pers Terbaru No. 21 Tahun 1982. 3 Undang-undang tersebut dibuat sebagai suatu usaha pemerintah untuk mengadakan pembinaan yang lebih mantap terhadap pers. Alih-alih menapak lebih kokoh pers Indonesia, melainkan kamuflase dari pemerintah untuk membatasi ruang gerak pers dalam melakukan pemberitaan yang berhubungan dengan pemerintahan saat itu. Pada massa pemberlakuan UU tersebut, semua penerbitan di media massa berada dalam pengawasan pemerintahan yaitu melalui departemen penerangan. Pada waktu itu media massa yang ingin tetap terbit harus memberikan informasi yang berisikan kebaikan pemerintah atau keberhasilan yang dicapai pemerintah serta menyiratkan himbauan kepada masyarakat untuk berperan serta dalam program yang akan dilaksanakan. Jadi tidak berlebihan bila dikatakan, pers Indonesia yang terpasung saat itu juga berperan serta dalam melanggengkan kekuasaan rezim yang menindasnya. Media massa elektronik dan cetak yang merupakan saluran penyampaian pesan komunikasi biasa disebut sebagai pers. Sementara dalam arti yang sempit pers sering diidentifikasikan dengan media cetak atau penerbitan. Pers atau media massa sering juga disebut sebagai lembaga sosial. Dalam UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, mendefinisikan pers sebagai Lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, 3 Nurudin, Jurnalisme Masa kini, Rajawali Pers, Jakarta, tahun 2009, hlm. 289 commit to user mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia. 4 Dalam riwayatnya, pers menjadi saksi bisu dalam perjalanan demokrasi dan kebebasan pers yang terjadi di indonesia, yaitu saat rezim Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun. Kebebasan pers yang terdapat dalam suatu Negara tidak boleh dihambat oleh siapapun, hal ini dikarenakan pers mempunyai fungsi sebagai anjing penjaga watch dog. Analoginya, anjing akan ikut mengawasi keadaan yang terjadi disekelilingnya bila ada yang mencurigakan maka anjing itu akan menggonggong untuk memberitahukan kepada masyarakat agar waspada. Pada masa Orde Baru tersebut pemerintahan Soeharto secara cerdik berhasil merumuskan system pers baru yang “orisinil” yakni Pers Pembangunan, satu labelisasi dari negara dunia ketiga. Gagasan utama dari Pers Pembangunan adalah bahwa pemberitaan mengenai peristiwa-peristiwa nasional maupun internasional haruslah memberikan kontribusi yang positif kepada pembangunan Negeri bersngkutan 5 . Pers Pembangunan atau Pancasila pertama kali diperkenalkan dalam sidang Pleno Dewan Pers ke-25 di Solo pada pertengahan 1980 oleh Soeharto, rumusan tersebut berbunyi: Pers Pembangunan adalah Pers Pancasila, dalam pers yang orientasi sikap dan tingkah lakunya berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 45. Adapun prinsip-prinsip yang diterapkan sebagai dalil adalah: a. Pers melaksanakan tugas-tugas pembangunan yang positif sesuai dengan kebijakan pemerintah. b. Kebebasan pers harus terbuka bagi pembatasan sesuai dengan prioritas-prioritas ekonomi dan kebutuhan pembangunan bagi rakyat. 4 Yustisia Seri Pustaka, Hukum Jurnalistik, Pustaka Widyagama, Yogyakarta, tahun 2005, hlm 8 5 Kusumaningrat Hikmat dan Kusumaningrat Purnama, Jurnalistik; Teori dan Praktik, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, tahun 2009, hlm. 271 commit to user c. Pers harus memberikan prioritas dalam isinya kepada budaya dan bahasa nasional. d. Pers memberikan prioritas dalam pemberitaan mengenai Negara-negara lain yang berdekatan secara geografi, budaya, dan politis. e. Para pekerja pers mempunyai tanggungjawab dan kebebasan dalam menghimpun dan menyebarkan informasi mereka. f. Demi kepentingan tujuan pembangunan, negara mempunyai hak untuk ikut campur dalam, atau membatasi, operasi-operasi media pers, serta penyelenggaraan sensor, pemberian subsidi dan kontrol langsung dapat dibenarkan. 6 Dalam surat kabar yang terbit pada masa pemerintahan Soeharto, frekuensi pemberitaan mengenai pemerintahan amatlah tinggi. Sistem politik yang dianut oleh Indonesia mempunyai kekuasaan sentral berpusat pada kepresidenan. Bila diperhatikan segala keputusan yang diambil oleh pemerintah segala sesuatunya atas restu presiden, dan biasanya berita mengenai presiden lebih banyak menempati halaman muka surat kabar yang ada saat itu. Sebagaimana kita ketahui, meskipun semua halaman surat kabar mempunyai halaman yang sama, namun secara organis dan psikologis halaman satu tetap diterima oleh semua pihak sebagai halaman terpenting. 7 Berita dalam surat kabar saat itu posisi pemerintah sangat dominan dalam mengisi halaman surat kabar. Tiada hari tanpa berita tentang presiden soeharto, kekuasaan yang Soeharto miliki telah membuat pers ataupun surat kabar yang ada menjadikannya sebagai sumber pokok pemberitaan pers. Selain pemberitaan mengenai Presiden Soeharto yang hampir separuhnya berada di halaman muka. Hal itu mempertegas, bahwa Kompas yang saat itu menjadi surat kabar Nasional yang paling tinggi oplah nya, menjadikan dirinya sebagai corong pemerintah sebagai media propaganda pihak yang sedang berkuasa. Hal ini karena pers berperan sebagai 6 Ibid hlm. 25-26 7 Jakob Oetama, Pers Indonesia: Berkomunikasi Dalam Masyarakat Tidak Tulus, Kompas, Jakarta, tahun 2001, hlm. 248 commit to user komunikator, yakni sebagai penghubung antara pemerintah dengan rakyat. Upaya campur tangan Soeharto untuk membengkokkan suatu peristiwa menjadi momok tersendiri bagi per-suratkabar-an di Indonesia. Menghadapi kondisi yang demikian, kebanyakan surat kabar melakukan sensor sukarela self censorship. 8 Pada masa orde baru setiap orang boleh bicara sekeras-kerasnya, mengkritik bahkan menghujat terhadap rezim yang berkuasa, tetapi itu tidak akan pernah sampai menjadi berita, wartawan akan “melindungi” anda dengan menghilangkan kata-kata keras. Mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 dijadikan tanda berakhirnya orde baru. Hal ini dipicu akibat krisis ekonomi dan karena arus informasi yang mengungkapkan kebobrokan pemerintahannya mengalir tanpa bisa dibendung. Pada saat yang bersamaan lahirlah apa yang disebut dengan era reformasi. Posisi presiden saat itu diambil alih oleh B.J. Habibie, yang sebelumnya menjadi wakil presiden Soeharto. Otomatis pandangan mengenai peranan pers turut mengalami perubahan. Presiden Habibie berusaha mengambil beberapa langkah untuk mengembalikan kebebasan pers Indonesia, salah satunya dengan mencabut apa saja yang menghambat kebebasan berpendapat dicabut. Namun langkah yang diambil ternyata tidak sepenuhnya mebuahkan hasil sebagaiman diharapkan. Pada era transisi ini, pers Indonesia lebih longgar menyampaikan informasi. Pers mengalami kebebasan yang fantastis, surat kabar saat itu mencapai 5.000 buah, dengan tanpa peizinan. Disamping itu, negara tidak lagi dijadikan pembina pers secara formal kecuali sebagai pengawal jalannya pembangunan. Materi yang paling banyak beredar adalah menyangkut kekayaan Soeharto, disamping juga mengenai demokrasi, dan hak asasi manusia. 8 Penerbit buku Kompas, Humanisme Dan Kebebasan Pers, Jakarta, September 2001, hlm. 96 commit to user Terkait dengan pemberitaan mengenai presiden maka tidak akan lepas dari sejarah pemilihan umum pemilu di Indonesia. Pemilihan umum di indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota perwakilan, yaitu DPR dan konstituante. Peilihan ini sering kali di sebut dengan pemilu 1955, dan dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Lima tahun setelah pemilu 1955 kemudian di lakukan lagi pemilihan umum pada tahun 1971. Pemilihan umum ini merupakan pemilihan umum pertama setelah orde baru, dan diikuti oleh 10 partai politik. Selanjutnya pemilihan umum pada rentang waktu 1977-1997 1977, 1982, 2987, 1992, 1997 yang diselenggarakan dibawah pemerintahan Soeharto. Pemilu- pemilu tersebut seringkali disebut dengan pemilu “Orde Baru”, saat pemilu yang diselenggarakan pada rezim Soeharto hanya diikuti oleh dua partai politik dan satu Golongan Karya sesuai dengan fusi penggabungan partai-partai politik pada tahun 1975. Pemilihan umum tersebut kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya. Pada tahun 1998 rakyat melakukan gerakan untuk melengserkan jabatan Soeharto sebagai persiden. Penyebab desakan untuk lengser tersebut karena tekanan yang dirasakan oleh rakyat sudah sangat besar terutama tekanan pada stabilitas ekonomi dan keamanan Negara. Akhirnya banyak terjadi penjarahan, tindakan kekerasan dan demonstrasi besar-besaran, puncak demonstrasi tersebut adalah saat mahasiswa menduduki gedung DPRMPR. Kemudian pada tanggal 21 Mei 1998, tepat pukul 09.05 Soeharto mengundurkan diri dari kursi presiden. Setelah itu lengsernya Soeharto kemudian dibawah kepemimpinan Habibie diselenggarakan pemilihan umum yang tujuannya untuk memilih MPR, DPR, dan DPRD. Sedangkan pemilihan presiden dilakukan oleh MPR yang kemudian Abdurahman Wahid yang terpilih sebagai presiden, dan Megawati sebagai wakilnya. Pemilihan umum 2004 merupakan pemilu pertama dimana rakyat bisa secara langsung memilih presiden dan commit to user wakil presiden. Pemilihan umum ini dimenangkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono, pemilihan presiden ini dilakukan dalam dua putaran karena tidak ada pasangan calon yang berhasil mendapatkan suara lebih dari 50. Pemilihan umum terakhir yang dilakukan bangsa indonesia pada saat ini yaitu pada tahun 2009, dan dimenangkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono hanya dalam satu putaran. Dalam penelitian ini diambil bulan Januari, Februari, dan Maret sebagai objeknya, dikarenakan peneliti ingin mendapatkan gambaran pemberitaan media cetak mengenai kinerja pemerintahan khususnya presiden di tahun sebelumnya. Di setiap awal tahun baru, banyak dilakukan evaluasi dan refleksi kritis terhadap kinerja pemerintahan oleh media khususnya di surat kabar. Diantara ketiga periode tersebut mempunyai banyak informasi dan karakteristik yang berbeda, misalkan pada kategori berita politik dan ekonomi yang dominan pada surat kabar Kompas. Sedangkan peneliti mengkushuskan meneliti pemberitaan surat kabar terhadap presiden karena presiden merupakan tokoh penting dalam suatu negara, sehingga layak untuk diberitakan.

1.2 Rumusan Masalah