Hubungan Antara Supervisory Coaching Behaviour Dengan Work Engagement Pada Salesperson

(1)

HUBUNGAN ANTARA SUPERVISORY COACHING

BEHAVIOUR DENGAN WORK ENGAGEMENT PADA

SALESPERSON

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

CHRISTIANA SARAGIH

091301098

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2013/2014


(2)

(3)

(4)

Hubungan antara supervisory coaching behaviour dengan work engagement

pada salesperson

Christiana Saragih dan Vivi Gusrini Rahmadani Pohan

ABSTRAK

Perusahaan dituntut memiliki pengelolaan yang baik agar mampu bersaing dalam dunia industri dan salah satu hal yang paling penting dalam suatu organisasi atau perusahaan yaitu keberadaan Sumber Daya Manusia sebagai karyawan. Karyawan yang bekerja hendaknya memiliki engagement pada pekerjaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan positif antara supervisory coaching behaviour dengan work engagement pada

salesperson. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 100 orang

salesperson yang diambil dengan metode accidental sampling. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan skala supervisory coaching behaviour (r= 0,899) dan skala work engagement (r = 0,861). Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara supervisory coaching behaviour

dengan work engagement pada salesperson.Metode analisis data yang digunakan adalah analisis korelasi product moment pearson. Hasil analisis data diperoleh nilai rxy= 0,278 (p<0,05).


(5)

The relationship between the supervisory coaching behaviour with work engagement on salesperson

Christiana Saragih and Vivi Gusrini Rahmadani Pohan

ABSTRACT

Companies are required to have proper management in order to compete in the industry and one of the most important thing in an organization or company that is the presence of Human Resources as employee. Employees who work should have engagement at work. This study aims to determine whether there is a positive relationship between supervisory coaching behavior with work engagement on salesperson. The subjects used in this study were 100 sales people that was taken by accidental sampling method. Research data was collected using supervisory coaching behavior scale (r = 0.899) and the scale of work engagement (r = 0.861). Result of data analysis showed that there is a positive relationship between supervisory coaching behaviour with work engagement on salesperson.

Data analysis methods used are pearson product moment correlation analysis. The results of the analysis of data obtained by the value of rxy = 0.278 (p <0.05). Keywords : Supervisory Coaching Behaviour, Work Engagement, Salesperson


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas kasih dan karunia-Nya yang telah memampukan saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara serta meraih gelar Strata 1 (S1).

Penulis menyadari keberhasilan penulisan skripsi ini dapat terwujud berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu saya selama proses penyelesaian skripsi ini dan juga selama menempuh pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, yaitu kepada:

1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi yang telah memberikan dukungan yang terbaik untuk kesuksesan seluruh mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Vivi Gusrini R. Pohan, Msc.MA, Psi selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar telah memberikan ilmu, saran, dan arahan yang sangat bermanfaat dan bersedia meluangkan waktu untuk membimbing saya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Kak Siti Zahreni,M.Psi, Psi dan kak Rahmi Putri Rangkuti,M.Psi,Psi selaku dosen penguji yang sudah memberikan saran dan masukan yang sangat membangun pada penelitian saya. Terima kasih untuk bantuan dan koreksi yang teliti pada penelitian saya.


(7)

4. Ibu Meutia Nauly, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan saran dan motivasi selama masa perkuliahan di Fakultas Psikologi.

5. Dosen-dosen pengajar di Fakultas Psikologi yang tidak mungkin saya sebutkan namanya satu per satu. Terima kasih telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat untuk saya.

6. Kedua orang tua saya yang selalu setia memberikan saya dukungan, semangat dan yang tiada henti-hentinya mendoakan saya.

7. Saudara-saudara saya yang tercinta, adik saya Johny R.F Saragih, Jefry I. Saragih, dan Maria E. Saragih, terima kasih buat doa, dan dukungannya. 8. Pihak perusahaan Bumi Putera dan Mega pratama general insurance, Auto

2000 atas izin yang diberikan dalam melakukan pengambilan data di perusahaan.

9. Sahabat-sahabat saya terkasih, Lia, Katriin, Susy, Rani, Ory dan Rebekka yang selalu memberikan semangat, masukan dan setia menemani saya. Terima kasih untuk semuanya.

10. Sahabat-sahabat saya yang heboh, Ira P. Simarmata, Surya R. Situngkir, dan Sinta N. Sipayung yang selalu memberikan tawa, dan keceriaan dalam hidup saya. Terimakasih untuk setiap sukacita yang kita nikmati bersama. 11. Kelompok tumbuh bersama Zealrocks, kak Rini, Katriin, Susy dan Ory,

terima kasih setiap doa kalian bahkan juga semangat yang diberikan. Untuk Kelompok tumbuh bersama Renovatio, bang Juppa, bang Armen,


(8)

12. Kelompok kecil Misericordias, Tefan, Ana, Melva, dan Ramot. Terimakasih untuk dukungan dan doa kalian untuk kakak, Kelompok kecil Aufklarung, Paras dan KPIPAku, Ria, Yunike, Devi, Flora dan Utary. Terimkasih untuk semua yang kalian berikan.

13. Teman-teman koordinasi UKM KMK USU UP. Psikologi mulai dari periode tahun 2011-2014, terkhusus untuk periode 2014, Rani Ketaren, Rahel, Ester, Grace, Friska, Melfa, Mona, Kristin, Irvine dan Nirmay, terimakasih untuk setiap doa, nasehat dan dukungan kalian. Mari bersama-sama tetap taat dan setia.

14. Teman-teman angkatan 2009, kita telah melewati empat tahun ini besama-sama, terima kasih untuk kebersamaan kita.

Akhir kata, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi kita semua.

Medan, 15 Agustus 2014


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II LANDASAN TEORI A. Work Engagement ... 12

1. Definisi Work Engagement ... 12

2. Aspek-Aspek Work Engagement ... 15

3. Faktor-Faktor yang menyebabkan Work Engagement ... 16

B. Supervisory coaching behavior ... 18

1. Definisi Supervisory coaching behavior ... 18

2. Prinsip dasar dalam coaching ... 23


(10)

D. Hubungan antara supervisory coaching behavior dengan work

engagemen ... 27

E. Hipotesis Penelitian ... 29

BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel ... 30

B. Definisi Operasional Variabel ... 31

1. Work Engagement ... 31

2. Supervisory coaching behavior ... 31

C. Lokasi Penelitian ... 32

D. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 32

1. Populasi ... 32

2. Sampel Penelitian ... 32

3. Metode Pengambilan Sampel ... 34

E. Metode Pengumpulan Data ... 34

1.Kolom Isian Data Pribadi ... 35

2.Skala ... 35

a. Work Engagement ... 35

b. Skala Supervisory coaching behavior ... 37

F. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 38

1. Validitas Alat Ukur ... 38

2. Uji Daya Beda Aitem ... 39


(11)

G. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 41

1. Hasil Uji Coba Skala Work Engagement ... 41

2. Hasil Uji Coba Skala Supervisory Coaching Behaviour... 43

H. Prosedur Penelitian ... 45

1.Persiapan Penelitian ... 45

2. Uji coba alat ukur ... 45

3. Revisi alat ukur ... 46

4. Pelaksanaan penelitian ... 46

I. Metode Analisa Data ... 47

1. Uji Normalitas ... 47

2. Uji Linearitas ... 47

BAB IV HASIL DAN INTERPRETASI A. Hasil Penelitian ... 49

1. Hasil Uji Asumsi ... 49

a. Uji normalitas ... 49

b. Uji Linearitas ... 50

2. Hasil Utama Penelitian ... 51

3. Kategorisasi hasil penelitian ... 52

a. Kategorisasi skor skala work engagement ... 52

b. Kategorisasi skor skala Supervisory Coaching Behaviour 54 B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 55


(12)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 59

1. Saran Metodologis ... 60

2. Saran Praktis ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62 LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.Blue Print Skala Work Engagement ... 36

Tabel 2.Blue Print Skala Supervisory Coaching Behaviour ... 38

Tabel 3. Distribusi aitem skala work engagemet setelah uji coba ... 42

Tabel 4.Distribusi skala Supervisory Coaching Behaviour setelah uji coba.. 44

Tabel 5. Hasil uji Normalitas dengan One Sample Kolmogorov-Smirnov ... 49

Tabel 6. Hasil Pengujian Linearitas ... 50

Tabel 7.Hasil Model Summary Pada Analisa Pearson Correlation ... 51

Tabel 8. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Work Engagement ... 52

Tabel 9.Kategorisasi Work Engagement Mean Hipotetik ... 53

Tabel 10.Nilai Empirik dan Hipotetik Supervisory Coaching Behaviour ... 54


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A. Uji Validitas Isi ... 69

Lampiran B. Skala Uji Coba ... 95

Lampiran C. Uji Daya Beda dan Reliabilitas Aitem ... 105

Lampiran D. Skala Penelitian ... 114

Lampiran E. Hasil Olah Data Penelitian ... 123


(15)

Hubungan antara supervisory coaching behaviour dengan work engagement

pada salesperson

Christiana Saragih dan Vivi Gusrini Rahmadani Pohan

ABSTRAK

Perusahaan dituntut memiliki pengelolaan yang baik agar mampu bersaing dalam dunia industri dan salah satu hal yang paling penting dalam suatu organisasi atau perusahaan yaitu keberadaan Sumber Daya Manusia sebagai karyawan. Karyawan yang bekerja hendaknya memiliki engagement pada pekerjaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan positif antara supervisory coaching behaviour dengan work engagement pada

salesperson. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 100 orang

salesperson yang diambil dengan metode accidental sampling. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan skala supervisory coaching behaviour (r= 0,899) dan skala work engagement (r = 0,861). Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara supervisory coaching behaviour

dengan work engagement pada salesperson.Metode analisis data yang digunakan adalah analisis korelasi product moment pearson. Hasil analisis data diperoleh nilai rxy= 0,278 (p<0,05).


(16)

The relationship between the supervisory coaching behaviour with work engagement on salesperson

Christiana Saragih and Vivi Gusrini Rahmadani Pohan

ABSTRACT

Companies are required to have proper management in order to compete in the industry and one of the most important thing in an organization or company that is the presence of Human Resources as employee. Employees who work should have engagement at work. This study aims to determine whether there is a positive relationship between supervisory coaching behavior with work engagement on salesperson. The subjects used in this study were 100 sales people that was taken by accidental sampling method. Research data was collected using supervisory coaching behavior scale (r = 0.899) and the scale of work engagement (r = 0.861). Result of data analysis showed that there is a positive relationship between supervisory coaching behaviour with work engagement on salesperson.

Data analysis methods used are pearson product moment correlation analysis. The results of the analysis of data obtained by the value of rxy = 0.278 (p <0.05). Keywords : Supervisory Coaching Behaviour, Work Engagement, Salesperson


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan dalam dunia industri dan organisasi, menuntut setiap perusahaan memiliki pengelolaan yang baik untuk memantapkan persaingan dalam dunia industri dan organisasi (Lingtangsari, Yusuf & Priyatama, 2012). Salah satu hal yang paling penting dalam suatuorganisasi atau perusahaan yaitu keberadaan sumber daya manusia. Sumber daya manusia dipandang sebagai aset perusahaan yang penting, karena manusia merupakan sumber daya yang dinamis dan selalu dibutuhkan dalam tiap proses produksi barang dan jasa (Nasution,2009), karena itu perusahaan perlu membuat strategi dan kebijakan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Strategi ataupun kebijakan yang dibuat oleh perusahaan hendaknya sesuai dengan harapan karyawan karena jika kebijakan perusahaan tidak sesuai dengan harapan karyawan akan membawa dampak buruk pada sikap kerja karyawan (Nasution, 2009), bahkan tidak hanya itu kegagalan mengelola sumber daya manusia dapat mengakibatkan timbulnya gangguan dalam pencapaian tujuan dalam perusahaan, baik dalam kinerja, profit, maupun kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri (Rayadi, 2012). Maka, demi tercapainya keberhasilan perusahaan, sangat diperlukan usaha yang tepat, dalam rangka mempertahankan


(18)

karyawan akan secara sadar memberikan kinerja terbaik dari dirinya kepada perusahaan (Nusatria, 2011).

Karyawan yang merasa nyaman dan senang menimbulkan pandangan yang positif terhadap pekerjaan mereka sehingga muncul keterikatan (work engagement) terhadap pekerjaan mereka. Keterikatan individupada pekerjaaan merupakan kunci keberhasilan dan profitabilitas organisasi (Ott dalam Piartrini, 2011), tidak hanya itu denganmenumbuhkan keterikatan karyawan pada pekerjaan (work engagement) organisasi dapatmeningkatkan kualitas, produktivitas dan efisiensi operasional lebih tinggi (Piartrini, 2011). Riset menunjukan bahwa karyawan yang terikat (engaged employee) merupakan karyawan yang lebih produktif (Gallup dalam Nusatria, 2011).

Keterikatan (work engagement) pada perusahaan menjadi ciri utama keberhasilan perusahaan dalam menangani masalah sumber daya manusia (Lingtangsari, Yusuf & Priyatama, 2012). Menurut Schaufeli & Bakker (2003)

work engagement adalah keadaan motivasional yang positif yang dikarakteristikkan oleh vigor (semangat), dedication (dedikasi), dan absorption

(seberapa jauh karyawan menghayati pekerjaannya).

Karyawan yang memiliki keterikatan (work engagement) tinggi pada pekerjaaannya menunjukkan perilaku positif sebagai berikut yaitu; menyatakan hal yang positif tentang visi, misi dan kegiatan organisasi pada calon karyawan potensial dan calon pelanggan potensial; memutuskan untuk bergabung dengan organisasi tertentu dengan mengabaikan kesempatan berkarya dan mengekploitasi kemampuan yang ditawarkan oleh organisasi lain; secara berkelanjutan berjuang


(19)

dengan mengerahkan kemampuan dan potensi untuk mencapai sasaran kerja dan bersedia melakukan kerja lembur, dan prakarsa baru dalam mengatasi masalah yang dihadapi unit kerja/organisasi (Piartrini, 2011).

Engagement dibangun melalui proses, butuh waktu yang panjang sertakomitmen yang tinggi dari pemimpin (Mujiasih & Ratnaningsih, 2012). Di dalam membangun engagement, peran pemimpin adalah dapat meningkatkan motivasi, kepuasan kerja dan komitmen serta dapat mengurangi tingkat stress kerja karyawan. Tujuan dan efektifitas suatu organisasi akan tercapai apabila kepemimpinan yang ada berjalan dengan baik (Reksohadiprodjo & Handoko dalam Mujiasih, dkk., 2012).

Dalam struktur kepemimpinan di perusahaan terdapat beberapa level manajemen, supervisi adalah level pertama dari manajemen dalam perusahaan. Walaupun defenisi dari supervisi sederhana namun tugas dari seorang supervisor

sangat kompleks (Rue & Byars, 2007). Supervisor merupakan first line manager

yang bertanggung jawab langsung pada operasional di lapangan (Tobing& Napitupulu, 2011). Seorang supervisor harus belajar untuk membuat keputusan, komunikasi yang baik, merencanakan dan memotivasi karyawan (Rue & Byars, 2007).

Taylor (dalam Certo, 2007) menunjukkan bahwa supervisor dan manager

dapat meningkatkan efisiensi dengan mengarahkan bagaimana karyawan melaksanakan pekerjaannya. Supervisor bertanggung jawab untuk melakukan pekerjaan yang ditugaskan oleh atasannya. Supervisor menghubungkan


(20)

untuk memperlakukan karyawan secara adil, membuat instruksi yang jelas, dan membawa kekhawatiran karyawan untuk manajemen yang lebih tinggi 2007).

Supervisor tidak hanya harus memiliki kompetensi teknis yang kuat di bidangnya, namun juga harus memiliki kompetensi manajerial dan leadership

yang memadai, serta kemampuan komunikasi yang baik. Kompetensi tersebut mutlak dimiliki karena setiap supervisor harus mampu untuk memimpin dan membangun tim kerja yang kuat agar sasaran pekerjaan dapat tercapai dengan maksimal(Tobing & Napitupulu, 2011).Hasil survey yang terdapat dalam karyawan berhenti karena tidak menyukai supervisor mereka (The Business Research Lab, 2000). Hal ini menunjukkan peran seorang atasan atau supervisor

dalam mengelola kinerja karyawan sangatlah krusial.

Dalam melakukan perannya sebagai seorang atasan, supervisor ikut dalam penentuan tujuan yang akan dicapai, membantu memecahkan masalah, menyediakan dukungan sosial dan material serta memberikan feedback atas kinerja bawahan (Gemilang, 2007). Hal ini menunjukkan adanya perilaku

coaching yang ditunjukkan oleh supervisor. Coaching merupakan salah satu tugas seorang supervisor agar mampu mengelola kinerja karyawannya secara efektif (Nugroho, Hasanuddin & Brasit, 2011). Coaching adalah proses pengarahan yang dilakukan atasan/senior untuk melatih dan memberikan orientasi kepada bawahannya tentang realitas di tempat kerja yang optimal. Coaching lebih terkait


(21)

dengan peningkatan skill.Coaching menguntungkan dua pihak, yaitu : pemimpin dan pengikut (atasan dan bawahan), organisasi dan karyawan (Seger, 2007).

Seringkali terjadi pemaknaan yang tumpang tindih antara coaching dengan

counseling dan mentoring. Pasmore (dalam Kosmaya, 2012) mengatakan

coaching merupakan sebuah metode yang membantu karyawan untuk meningkatkan, mengembangkan, mempelajari keterampilan baru, dan mencapai tujuan; counseling merupakan sebuah proses yang menekankan pada pemberian solusi dan saran untuk meningkatkan atau mengembangkan diri; mentoring

merupakan proses yang digunakan individu yang terlatih dalam menyediakan arahan dan saran bagi karyawan untuk mengembangkan karir. Atasan perlu mengetahui hal ini agar dapat melakukannya dengan tepat.

Menurut Fielden (2005) coaching berpusat membuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya. Fokus pada meningkatkan kinerja dan pengembangan keterampilan adalah kunci coaching yang efektif. Dalam melakukan coaching tidak selalu mengatakan kepada seseorang apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Kadang hanya mengawasi apa yang sedang dilakukan dan menasihati bagaimana melakukannya dengan lebih baik.

Coaching tidak hanya membantu untuk meningkatkan kinerja karyawan dan penggunaan keterampilan dan kemampuan yang efektif, tetapi juga dapat membantu meningkatkan kepuasan kerja dan motivasi (Fielden, 2005).Oleh karena itu, berkenaan dengan hal-hal di atas, dapat dilihat bahwa seorang


(22)

oleh supervisor kepada karyawan utuk menunjukkan bahwa mereka dihormati dan dihargai ( Goodstone dan Diamante,1998; Hargrove, 1995; Hudson, 1999 dalam Ellinger, Ellinger, & Keller, 2005). Supervisory coaching behavior adalah bagian dari hubungan antara karyawan dan supervisor dari hari ke hari. Goelman (2000, dalam Ellinger. dkk, 2005) mengatakan bahwa gaya coaching dalam kepemimpinan masih belum cukup berpengaruh di banyak organisasi.

Karyawan dalam penelitian ini dimaksudkan kepada salesperson yang melakukan kegiatan promosi yang langsung kepada sasaran yaitu penjualan secara tatap muka (personal selling).Salesperson merupakan kunci untuk mendapatkan keuntungan bagi perusahaan. Salesperson merupakan aset, ujung tombak atau dapat dikatakan sebagai denyut nadi sebuah perusahaan. Tanpa mereka maka roda perusahaan tidakakan berputar (Trimahanani, 2013). Menurut Lucas, Parasuraman, Davis dan Enis (dalam Gunawan, Premanto & Sulistiawan, 2013) dikatakan bahwa salesperson berbeda dengan jabatan lain karena salesperson

dituntut untuk melakukan banyak interaksi, rentan konflik baik dengan perusahaan atau dengan konsumen, serta penilaian kinerja yang lebih berdasarkan pada output pekerjaaan (pencapaian target). Karakteristik-karakteristik itulah yang membuat salesperson memiliki tingkat turnover yang cukup signifikan hingga mengakibatkan rendahnya engagement salesperson pada pekerjaannya.

Ketika seorang atasan meluangkan waktu untuk melakukan coaching

kepada anggota timnya, maka itu merupakan investasi yang sangat berharga yang berdampak pada peforma kerja salesperson secara keseluruhan.Salesperson bukan lah robot atau benda mati, tetapi manusia yang memiliki perasaan, sehingga perlu


(23)

pendekatan yang bersifat ’memanusiakan’ mereka dibandingkan sekedar menganggapnya sebagai ’mesin’ pencetak keuntungan. Oleh karena itu atasan sangat perlu untuk menunjukkan perilaku coaching(Trimahanani, 2013).

Permasalahan yang seringkali terjadi pada saat salespersonmelakukan pekerjaannya adalah munculnya keraguan saat ingin bertemu pelanggan atau sedang kanvasing ke calon pelanggan sehingga membuat salesperson

membatalkan kunjungannya, pembatalan terjadi lebih dikarenakan salesperson

tiba-tiba menjadi down secara mental dan hilang semangat dikarenakan muncul pikiran-pikiran negatif seperti penolakan, membayangkan pelanggan akan terganggu, rasa tidak enak, merasa tidak cocok, kehilangan mood dan ketakutan-ketakutan lainnya, begitupun ketika ingin melakukan follow up ke pelanggan atau prospek baru (Purnomo, 2013).

Salesperson pada perusahaan memiliki peran yang sangat penting karena mereka dituntut untuk dapat memenuhi target penjualan sekaligus membangun

relationship dan citra perusahaan melalui pelayanan yang mereka berikan pada konsumen. Peran membangun citra dan relationship seringkali bertentangan dengan tugasnya untuk mencapai target penjualan. Peran tersebut juga seringkali dirasa berat dan membingungkan sehingga berpotensi menimbulkan stress yang dapat memberi pengaruh negatif pada kinerjanya (Purwanto, 2002). Pengaruh negatif yang diberikan dapat mengakibatkan salesperson meninggalkan pekerjaan mereka. Kondisi ini menunjukkan peran supervisor dalam menunjukkan perilaku


(24)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti di perusahaan asuransi diketahui bahwa tantangan dan tuntutan ini seringkali membuat ‘agen’ tidak betah dan tidak engaged dengan pekerjaan mereka. Sehingga mengakibatkan tingginya tingkat turnover pada ‘agen’. Hal ini tentunya membawa dampak negatif terhadap perusahaan dimana perusahaan tidak dapat mencapai target yang telah ditentukan.

Pemimpin merupakan seseorang yang memiliki peran penting terkait dengan masa depan yang akanterjadi pada organisasi tersebut. Peran kepemimpinan merupakan salah satu faktor pembentuk keterikatan karyawan di dalam organisasi(Mujiasih & Ratnaningsih, 2012).Dalam penelitian yang dilakukan oleh Andaria & Juswo (2002) menemukan bahwa supervisor memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan penjualan yang dilakukan oleh salesperson.

Supervisory coachingbehavior merupakan hal yang penting bagi karyawan untuk dapat engaged dalam organisasi, dengan adanya coaching

karyawan dapat mencapai prestasi kerja yang optimal, namun seperti yang dikemukakan oleh Goelman (2000, dalam Ellinger. dkk, 2005) mengatakan bahwa

coaching dalam kepemimpinan masih belum cukup berpengaruh di banyak organisasi dan dalam kenyataannya seringkali supervisor tidak dapat memberikan ataupun menunjukkan perilaku coaching yang baik kepada karyawan mereka. Berdasarkan kondisi diatas, maka Peneliti tertarik ingin mengetahui apakah ada hubungan antara supervisory coaching behaviour dengan work engagement pada


(25)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang pemikiran yang telah diuraikan diatas, maka masalah penelitian ini adalah apakah ada hubungan positif antara supervisory coachingbehaviour dengan work engagement pada salesperson?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar hubungan

supervisory coaching behaviour dengan work engagement pada salesperson.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengembangan ilmu pengetahuan di bidang psikologi, khususnya dalam Psikologi Industri dan Organisasi dalam aplikasinya terutama mengenai hubungan antara

supervisory coaching behaviour dengan work engagement pada

salesperson. Sehingga dapat dijadikan sumber informasi untuk penelitian-penelitian berikutnya yang sama atau berhubungan dengan hubungan antara supervisory coaching behaviour dengan work engagement pada salesperson.


(26)

2. Manfaat Praktis

a.Dapat memberikaninformasi tentang seberapa besar hubungan

supervisory coaching behaviour dan work engagement pada

salesperson

b. Dapat memberikan masukan kepada perusahaan mengenai hubungan

supervisory coaching behaviour dan work engagement pada

salesperson, sehingga perusahaan dapat meningkatkan work engagement pada salesperson.

E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri dari lima bab dan setiap bagiannya terdiri dari sub-sub bab yaitu :

BAB I : Pendahuluan

Berisikan uraian mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan, berisi uraian penjelasan mengenai variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun variabel yang digunakan meliputi work engagement dan supervisory coaching behaviour.


(27)

BAB III: Metode Penelitian

Bab ini berisi uraian mengenai metode penelitian, meliputi identifikasi variabel penelitian, definisi operasional dari work engagementdan

supervisory coaching behaviour, populasi dan sampel, metode pengambilan data, uji coba alat ukur, prosedur pelaksanaan dan metode analisa data.

BAB IV : Hasil dan Interpretasi

Bab ini berisi analisa data dan pembahasan mengenai laporan hasil penelitian yang meliputi uji asumsi, yaitu uji normalitas dan linearitas, hasil utama penelitian, dan pembahasan data-data penelitian ditinjau dari teori-teori yang relevan.

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya serta saran bagi organisasi/perusahaan.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Work Engagement

Saat ini perusahaan mengharapkan karyawan mereka menjadi proaktif, inisiatif, bertanggungjawab secara profesional dan berkomitmen tinggi pada standar peforma. Perusahaan membutuhkan karyawan yang penuh semangat dan berdedikasi seperti: seseorang yang engageddengan pekerjaan mereka (Bakker & Leiter, 2010).

1. Definisi Work Engangement

Engagement pertama sekali diungkapkan oleh Kahn.Kahn (1990) mengungkapkan bahwa anggota-anggota dari suatu organisasi akan mengikat diri dengan pekerjaannya dan kemudian mereka akan bekerja dan mengekspresikan diri secara fisik, kognitif dan emosional selama memerankan performanya. Aspek kognitif mengacu pada keyakinan pekerja terhadap organisasi, pemimpin dan kondisi pekerjaan.Aspek emosional mengacu pada bagaimana perasaan pekerja apakah positif atau negatif terhadap organisasi dan pemimpinnya.Sedangkan aspek fisik mengenai energi fisik yang dikerahkan oleh karyawan dalam melaksanakan perannya.

Bakker & Leiter (2010) mengatakan “work engagement is a positive, work-related state of well-being or fulfillment characterized by a


(29)

high level of energy and strong identification with one’s work” dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa work engagement adalah perasaan positif yang dikarakteristikkan oleh semangat dan kekuatan seseorang dalam bekerja. Harter et al. (dalam Wulandari, 2011) mendefinisikan work engagement sebagai keterlibatan individual dan kepuasannya sebagai wujud antusiasme kerja.

Work engagement merupakan sebuah motivasi dan pusat pikiran positif yang berhubungan dengan pekerjaan yang ditandai dengan vigor, dedication dan absorption (Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, & Bakker, 2002). Vigordikarakteristikkan dengan level energi yang tinggi dan ketahanan saat bekerja.Dedicationmenunjukkan rasa terlibat yang tinggi dalam suatu pekerjaan, dan mengalami rasa kebermaknaan dan atusiasme. Absorption dikarakteristikkan oleh konsentrasi yang penuh dan merasa senang ketika bekerja.Definisi inifokus pada pengalaman karyawan dalam aktivitas kerjanya (Bakker & Leiter, 2010).

Seseorang yang engaged menyatu dengan peran mereka, tanpa merugikan orang lain(Wulandari, 2011). Terdapat juga pandangan lain mengenai engagement yaitu dengan mengasumsikan engagement sebagai lawan dari burnout. Bertentangan dengan burnout, karyawan yang

engaged memiliki hubungan yang energikdan efektif dengan aktivitas pekerjaan merekadan mereka mampu menangani dengan baik tuntutan pekerjaan mereka (Schaufeli & Bakker, 2003).


(30)

Lockwood (dalam Wulandari, 2011) mendefinisikan engagement

sebagai pernyataan oleh individu secara emosional dan intelektual memiliki komitmen terhadap organisasi, yang diukur melalui tiga perilaku utama: 1) berbicara positif mengenai organisasi kepada rekan kerja dan pekerja berpotensi serta pelanggan, 2) memiliki gairah yang intens untuk menjadi anggota organisasi, meski sebenarnya mendapat peluang kerja di tempat lain, 3) menunjukkan usaha ekstra dan perilaku yang memiliki kontribusi terhadap kesuksesan organisasi.

Work engagement merupakan sebuah konsep manajemen bisnis yang menyatakan bahwa karyawan yang memiliki engagement

tinggi adalah karyawan yang memiliki keterlibatan penuh dan memiliki semangat bekerja tinggi dalam pekerjaannya maupun dalam hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan jangka panjang (Mujiasih & Ratnaningsih, 2012). Engagement menunjukkan kegigihan dan meliputi afektif-kognitif yang tidak hanya fokus pada beberapa objek, kejadian, individu atau perilaku (Schaufeli & Bakker, 2004).

Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan definisi work engagement adalah sebuah motivasi dan pusat pikiran positif yang berhubungan dengan pekerjaan yang ditandai dengan

vigor, dedication dan absorption yang sejalan dengan yang dikemukakan oleh Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, dan Bakker (2002).


(31)

2. Aspek- Aspek Engagement

Schaufeli dan Bakker (2003) mengkonsepkan aspek-aspek dari

engagement, yaitu, sebagai berikut; a. Vigor (semangat)

Vigor ditandai oleh tingginya tingkat energi dan ketahanan mental saat bekerja, kemauan untuk menginvestasikan upaya dalam pekerjaan seseorang, dan ketekunan juga dalam menghadapi kesulitan. Karyawan yang mendapat skor tinggi padavigor (semangat)selalu memiliki banyak energi, semangat dan stamina saat bekerja, sedangkan merekayang mendapat skor rendah pada vigor (semangat )memiliki sedikit energi, semangat dan stamina dalam mengerjakan pekerjaan mereka.

b. Dedication (dedikasi)

Dedikasi ditandai dengan rasa penting, antusiasme, inspirasi, kebanggaan, dan tantangan.Karyawan yang mendapat skortinggi pada dedikasi memiliki identifikasi yang kuat dengan pekerjaan mereka karena memaknainya, inspiratif, dan menantang. Selain itu, merekabiasanya merasa antusias dan bangga tentang pekerjaan mereka.Karyawan yang mendapat skor rendah tidak mengidentifikasi diri dengan pekerjaan mereka karena mereka tidak memaknainya, inspirasi, atau menantang, apalagi, mereka merasa tidak antusias atau


(32)

c. Absorption (absorbsi)

Absorbsi ditandai dengan konsentrasi penuh dan bahagia dalam pekerjaan, dimana waktu berlalu dengan cepat dan sulit untuk memisahkan diri dari pekerjaan.Karyawan yang mendapat skor tinggi pada absorbsi merasa bahwa mereka menikmati pekerjaan mereka, mereka merasa tenggelam oleh pekerjaan mereka dan memiliki kesulitan untuk memisahkan dari pekerjaan mereka. Akibatnya, segala sesuatu di sekitar mereka dilupakan dan waktu terasa cepat.Karyawan yang mendapat skor rendah pada absorbsi tidak merasa menikmati atau tenggelam dalam pekerjaan mereka, mereka tidak mengalami kesulitan memisahkan dari itu, mereka juga tidak lupa segala sesuatu di sekitar mereka, termasuk waktu.

3. Faktor-faktor yang Menyebabkan Work Engagement

Faktor-faktor yang menjadi penyebab utama work engagement,yaitu: 1. Job demands

Seperti psikologis, sosial, atauaspek organisasi yang memerlukan kelanjutan upaya fisikdan / atau psikologis(misalnya, kognitifatau emosional) dan karena itu terkait dengan biaya fisiologis dan/ atau psikologis tertentu (Schaufeli & Bakker, 2004). Berdasarkan Demerouti, dkk (2001, dalam Xanthopoulou, Bakker, Demerouti, & Schaufeli, 2007) job demands meliputi empat faktor, yaitu: work overload (beban kerja yang berlebihan), emotional


(33)

demands(tuntutan emosi), emotional dissonance (ketidaksesuaian emosi), dan organizational changes (perubahan terkait organisasi). 2. Job Resources

Job resources (sumber dayapekerjaan) merujuk kepada psikologis, sosial, atau aspek organisasi pekerjaan yang baik / atau(1) mengurangi tuntutan pekerjaan dan biaya fisiologis dan psikologis yang terkait, (2) fungsional dalam mencapai tujuankerja, (3) merangsang pertumbuhan pribadi, pembelajaran dan pengembangan. Job resources (sumber daya pekerjaan) meliputi empat faktor, yaitu :autonomy (otonomi), social support (dukungan sosial), supervisory coaching (bimbingan dari atasan), dan

opportunities for professional development (kesempatan untuk berkembang secara profesional).Peran atasan sangat penting dalam meningkatkan engagement karyawannya. Dalam meningkatkan

engagement karyawannya supervisor menunjukkan perilaku mau mendengarkan, memberikan umpan balik kepada karyawan atau disebut sebagai supervisory coaching behaviour .

3. Personal Resources

Merupakan aspek diri dan pada umumnya dihubungkan dengan kegembiraan dan perasaan bahwa diri mampu memanipulasi, mengontrol dan memberikan dampak pada lingkungan sesuai dengan keinginan dan kemampuannya


(34)

(Demerouti dkk, 2001, dalam Xanthopoulou, Bakker, Demerouti, & Schaufeli, 2007).

Beberapa tipikal sumber daya pribadi antara lain: Self-efficacy (keyakinan diri) merupakan persepsi individu terhadap kemampuan dirinya untuk melaksanakan dan menyelesaikan suatu tugas/tuntutan dalam berbagai konteks, Organizational-based self-esteem didefinisikan sebagai tingkat keyakinan anggota organisasi bahwa mereka dapat memuaskan kebutuhan mereka dengan berpartisipasi dan mengambil peran atau tugas dalam suatu organisasi (Chen, Gully, & Eden, 2001, dalam Xanthopoulou, Bakker, Demerouti, & Schaufeli, 2007). Optimism (optimism) terkait dengan bagaimana seseorang meyakini bahwa dirinya mempunyai potensi untuk bisa berhasil dan sukses dalam hidupnya.

B. Supervisory CoachingBehaviour

1. Definisi Supervisory Coaching Behaviour

Seorang pemimpin perusahaan perlu mendorong meningkatkan manajemen yang people oriented. Pemimpin yang baik meyakini bahwa karyawan lebih membutuhkan atasan yang mendorong kepada pengembangan diri (Rogers, dalam Ellinger, Ellinger, & Keller 2005), dibandingkan seorang atasan yang dapat menjawab semua masalah dan pertanyaan (Phillips, dalam Ellinger, Ellinger, & Keller 2005).


(35)

Dalam struktur kepemimpinan di perusahaan terdapat beberapa level manajemen, supervisi adalah level pertama dari manajemen dalam perusahaan. Supervisor merupakan first line manager yang bertanggungjawab langsung pada operasional di lapangan (Tobing & Napitupulu, 2011).Supervisor bertanggungjawab menghubungkan manajemen yang lebih tinggi kepada karyawan dan memperlakukan karyawan secara adil, membuat instruksi yang jelas, dan menyampaikan kekhawatiran karyawan untuk manajemen yang lebih tinggi (Certo, 2007).

Seringkali definisi mengenai supervisor dan manajer tumpang tindih dalam perusahaan, manajer adalah orang yg mengatur pekerjaan atau kerja sama di antara berbagai kelompok atau sejumlah orang untuk mencapai sasaran, mereka berwenang dan bertanggung jawab membuat rencana, mengatur, memimpin, dan mengendalikan pelaksanaannya untuk mencapai sasaran tertentu sedangkan supervisor adalah menghubungkan manajemen yang lebih tinggi kepada karyawan, mereka menjadi jembatan antara manajer dan bawahannya dalam melaksanakan kebijakan yang telah dibuat(Cremo dan Felix, 2000).

Supervisor memiliki dampak yang kuat pada kehidupan para karyawan. Hubungan seorang karyawan dengan atasannya sering menjadi faktor yang paling berpengaruh apakah karyawan merasa dihargai dan dihormati di tempat kerja. Perasaan dihargai dan dihormati adalah salah satu faktor terbesar yang mempengaruhi keputusan karyawan untuk tetap


(36)

Coaching merupakan salah satu tugas seorang supervisor agar mampu mengelola kinerja karyawannya secara efektif (Nugroho, Hasanuddin & Brasit, 2011).Sebagai coach, supervisor mengembangkan rencana untuk memenuhi hasil kinerja dan tujuan departemen dan organisasi. Mereka harus membuat keputusan taktis sehari-hari yang mengarahkan staf mereka lebih dekat ketujuan yang diinginkan.Mereka dapat mengenali bakat dan tahu siapa yang memiliki bakat dan keterampilan yang dimiliki. Supervisor secara khusus berkaitan dengan menciptakan lingkungan yang memelihara pertumbuhan profesional (Cremo dan Felix, 2000).

Coaching tergantung pada kepercayaan, oleh karena itu coaching

atasan yang sukses menyebabkan perubahan dari command and controlstyle, pada model manajemen yang didasarkan lebih kepada

partnership untuk mencapai keberhasilan dan komitmen (Barry, 1992 dalam Ellinger, Ellinger, & Keller 2005).

Coaching berpusat pada membuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerja sendiri. Fokus pada peningkatan kinerja dan pengembangan keterampilan adalah kunci untuk coaching yang efektif(Fielden, 2005).Coaching adalah proses membimbing yang dilakukan atasan untuk melatih dan memberikan orientasi kepada bawahannya tentang realitas ditempat kerja dan membantu mengatasi hambatan dalam mencapai prestasi kerja yang optimal (Seger, 2007).


(37)

Wilson (dalam Seger, 2007) mengatakan coaching dapat membantu individu atau organisasi untuk meraih kinerja optimal, mengatasi hambatan dan rintangan terhadap pertumbuhan, dan untuk meraih tujuan-tujuan spesifik dan tantangan-tantangan sebagai sarana pemenuhan, pengembangan pribadi dan professional, keseimbangan hidup dan karya, serta pencegahan. Coaching yang efektif membutuhkan pelatih dan orang dilatih untuk memenuhi peran relatif mereka.

Coaching menjadi alat yang penting dalam proses pengembangan kepribadian dan profesionalitas seseorang, sehingga seorang pemimpin (atasan) diharapkan mampu menjadi coach yang baik kepada bawahannya (Seger, 2007). Sebagai pimpinan di suatu kantor kemampuan untuk dapat mengoptimalkan kinerja bawahannya merupakan kebutuhan yang sangat penting dengan berfokus pada usaha mengatasi segala masalah yang timbul di tempat kerja melalui mekanisme coaching.

Apabila coaching dilakukan di tempat kerja oleh atasan kepada bawahannya, maka proses coaching dapat merupakan suatu dialog atau komunikasi dua arah antara atasan yang memberikan coaching tersebut dengan bawahannya. Membudayakan coaching di tempat kerja merupakan upaya yang harus dilakukan oleh setiap pimpinan suatu organisasi apabila menginginkan kinerja organisasi dapat meningkat (Ubaydillah, 2008).

Menurut Grant (dalam Wilson, 2011), coaching adalah sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil, dan


(38)

pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pengembangan pribadi. Oleh karena itu kemampuan supervisory coachingmeliputi bertanya, mendengar, memberi dan menerima feedback, komunikasi dan motivasi, daripada kemampuan atasan secara tradisional seperti persaingan, mengontrol, pemecah masalah, dan terlihat lebih ahli (Ellinger, Ellinger, & Keller 2005)

Coaching ditandai dengan kualitas hubungan yang tinggi antara atasan dan bawahannya.Leader-Member Exchange (LMX) (Agarwal, Angst dan Magni, 2006), didasarkan pada rasa saling percaya dan peran

modellingsupervisor.LMX adalah teori yang memfokuskan pada interaksi antara pemimpin dan pengikutnya (Zahreni, 2008).Dalam teori ini menggambarkan bagaimana pemimpin menggunakan kekuasaan mereka untuk membangun hubungan dari sisi yang berbeda (Dierendonck, Le Blanc & Breukelen, 2002).LMX tidak hanya melihat sikap dan perilaku pemimpin dan pengikutnya tetapi menekankan pada kualitas hubungan yang terbentuk.

Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa

supervisorycoaching behaviour merupakan perilaku yang ditunjukkan dengan mendengar, memberi atau menerima feedback,dan mengarahkan karyawan untuk meningkatkan peforma kerja yang dilakukan oleh


(39)

2. Prinsip Dasar dalam Coaching

Supervisor perlu melakukan coaching yang efektif, sebelum melakukan proses coaching yang efektif supervisor perlu memiliki beberapa skills, Stone (1999) mengungkapkan lima prinsip coaching (Five coaching principle) yang merupakan dasar atau pondasi yang perlu dipahami oleh coach:

1. Mengumpulkan informasi

Seorang supervisor (coach) harus mendapatkan informasi dari karyawan tanpa membuat karyawan merasa bahwa dia diinterogasi.Informasi ini sangat penting untuk membuat berbagai macam keputusan mulai dari menyeleksi karyawan untuk ditugaskan di jabatan tertentu hingga mengidentifikasi kekurangan karyawan pada kompetensi tertentu, kesulitas yang dihadapi karyawan, mengetahui minat dan aspirasi karyawan atau mendesain ulang pekerjaannya dan mestimulasi kinerja di atas standar.

2. Mendengarkan

Mengajukan pertanyaan yang tepat tidak akan berarti banyak jika seorang supervisor tidak mendengarkan jawaban karyawan. Seorang

supervisor (coach) yang baik harus memiliki kemampuan mendengarkan dengan ”telinga ketiga”, memberikan banyak perhatian pada tanda-tanda non-verbal dan postur tubuh karyawan sehingga dia mampu menangkap pesan yang tersirat atau perasaan karyawan ketika


(40)

yang sesuai untuk menunjukkan bahwa dia menghargai pembicaran yang dilakukan.

3. Menyadari / peka dengan apa yang terjadi di sekitarnya

Seorang supervisor harus sering berbicara dengan karyawannya untuk mengetahui apakah mereka punya masalah moral atau masalah-masalah lain di tempat kerja yang dapat menurunkan produktivitas atau yang dapat memicu timbulnya masalah lain atau bahkan menangkap gejala jika karyawan enggan menyelesaikan pekerjaannya.

4. Mengajar karyawan

Sebagai seorang coach yang baik, seorang supervisor harus memilki kemampuan mengajar baik secara individu maupun kelompok. Bahkan, sebelumnya dia juga harus mampu melakukan analisis kebutuhan pelatihan untuk mengetahui kesenjangan kompetensi yang dimiliki karyawan.

5. Memberikan Umpan Balik

Umpan balik sangat penting dilakukan untuk membantu karyawan meningkatkan kinerjanya.Seorang supervisor perlu memberikan umpan balik positif atau apresiasi terhadap hasil kerja karyawan.Jika karyawan tidak mencapai hasil kerja yang diharapkan, umpan balik konstruktif perlu disampaikan dengan cara-cara yang kondusif dan berfokus pada perilakunya.


(41)

C. Salesperson

1. Definisi Salesperson

Menurut businesss dictionarysales adalah seorang individu yang menjual barang dan jasa kepada orang lain. Kesuksesan seorang sales person biasanya diukur dengan jumlah penjualan yang ia mampu lakukan selama periode tertentu dan seberapa baik ia membujuk orang untuk melakukan pembelian. Jika seorang

salesperson dipekerjakan oleh perusahaan, dalam beberapa kasus kompensasi dapat menurun atau meningkat berdasarkan jumlah barang atau jasa yang dijual.

Sedangkan Beberapa ahli seperti Russel Kotler (2000) dan Takt (2003) dalam (Moningka & Widyarini, 2005) mendefinisikan salesperson daIam kerangkayang lebih modern.Seorang tenaga penjualtidak hanya sekedar menjual namun merupakanpekerjaan yang sangat penting, karena berhubungan dengan konsumen, dan interaksinya dapat mempengaruhi kepuasan dan kesetiaan konsumen.Jadi, salesperson disini adalah individu yang menawarkan suatu produk dalam suatu proses penjualan.Salesperson biasanya melakukan strategi promosi atau penjualan tatap muka (personal selling), menurut Kotler (dalam Nugroho, 2010) penjualan tatap muka adalah sebuah penyajian secara lisan dalam suatupembicaraan dengan satu atau beberapa pembeli.

Adapun ciri-ciri penjualan tatap muka (personal selling) menurut Djaslim (dalam Nugroho, 2010)adalah :

1. Tatap muka pribadi


(42)

2. Pemupukan hubungan

Dengan penjualan pribadi akan beraneka ragam hubungan, mulai dari hubungan jual – beli sampai kepada hubungan persahabatan yang erat. 3. Tanggapan

Pembeli lebih tegas dalam mendengarkan dan memberi tanggapan, sekalipun tanggapannya hanya merupakan ucapan terima kasih.

Permasalahan yang seringkali terjadi pada saat salesperson melakukan pekerjaannya adalah munculnya keraguan saat ingin bertemu pelanggan atau sedang kanvasing ke calon pelanggan sehingga membuat sales membatalkan kunjungannya, pembatalan terjadi lebih dikarenakan salesperson tiba-tiba menjadi

down secara mental dan hilang semangat dikarenakan muncul pikiran-pikiran negatif seperti penolakan, membayangkan pelanggan akan terganggu, rasa tidak enak, merasa tidak cocok, kehilangan mood dan ketakutan-ketakutan lainnya, begitupun ketika ingin melakukan follow up ke pelanggan atau prospek baru (Purnomo, 2013). Kondisi ini menunjukkan peran supervisor dalam memberikan

coaching kepada karyawannya sangatlah penting, sehingga karyawan dapat memiliki engagement terhadap pekerjaan mereka dan dapat mencapai target.

Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

salesperson adalah individu yang menawarkan suatu produk dalam proses penjualan tatap muka untuk merangsang konsumen membeli atau memakai barang atau jasa yang diproduksi suatu perusahaan, dimana pelaksanaan kegiatannya memiliki waktu yang terbatas.


(43)

D. Hubungan antara Supervisory Coachingbehaviourdengan Work Engagement Penelitian yang dilakukan oleh Schaufeli & Bakker (2004) mengenai “job demands, job resources, and their relationship with burnout and engagement: a multi-sample study” menemukan bahwa supervisory coaching yang termasuk dalam job resources memiliki hubungan terhadap engagement. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa supervisory coaching mampu menurunkan burnout pada karyawan.

Penelitian sebelumnya tentang pembinaan terhadap kinerja karyawan dilakukan oleh Nugroho, Hasanuddin dan Brasit mengungkapkanbahwa ada hubungan positif antara coaching terhadap motivasi kerja dan juga kinerjaindividual karyawan.Karyawan yang termotivasi memiliki tingkat energi yang tinggi ketika bekerja, dalam hal ini berhubungan dengan vigor

dalam work engagement.

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Ellinger, Ellinger & Keller (2008) menemukan bahwa supervisory coaching berhubungan dengan kepuasan kerja dan peforma kerja.Robins (dalam Nasution, 2009) mengatakan istilah kepuasan kerja (job satisfaction) merujuk ke sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya.Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap kerja itu, sehingga mereka menjadi semangat (vigor), antusias dan bangga terhadap pekerjaan mereka (dedication), dan sulit memisahkan diri mereka dari pekerjaan (absorption).


(44)

Penelitian yang dilakukan oleh Xanthopoulou, Bakker, Demerouti, & schaufeli (2009) juga menemukan hal yang sama mereka menemukan bahwajob resources, yang salah satu faktornya adalah supervisory coaching

memiliki hubungan yang positif dengan work engagement.

Peran supervisor sangat besar terhadap meningkatkan engagement

bawahannya, apabila tindakan supervisor menyimpang dari ketentuan organisasi dapat mengakibatkan dampak psikologis yang dialami oleh anggota organisasi yang bisa menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja dan secara potensial bisa menurunkan engagement karyawan terhadap pekerjaannya (Fielden, 2005).

Perusahaan yang memberi gaji “bersaing” serta fasilitas “wah”, dengan harapan individu jadi lebih produktif, bisa menampilkan kinerja terbaik. Namun, upaya ini tidak selalu efektif untuk menumbuhkan spirit, motivasi, kepandaian dan sikap terpuji dari karyawan. Meski sudah diberi gaji diatas rata-rata, tidak sedikit karyawan yang tetap bertingkah laku tidak produktif, tidak mandiri, tidak berani mengambil keputusan dan resiko (Purnomo, 2013)

Riset menunjukkan upaya semacam ini tidak ampuh menghasilkan perubahan perilaku yang bertahan lama, karena motivasinya bersifat eksternal, bukan dari dalam diri individu. Coaching dengan nuansa komunikasi positif anggota tim terdorong untuk “berubah” tanpa merasa “diubah”, ia akan merasa dibimbing tanpa merasa “digurui”, dan merasakan “tumbuh” tanpa dikerdilkan (Purnomo, 2013). Supervisory Coachingbehaviour sangat penting dilakukan


(45)

kepada karyawan agar setiap karyawan dapat merasa engagement dengan pekerjaan mereka dan memberikan performa yang baik untuk perusahaan.

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan sebagai jawaban sementara dalam penelitian ini, yaitu:

Ada hubungan positif antara supervisory coaching behaviour dengan work engagement pada salesperson, yaitu semakin sering penilaian karyawan terhadap supervisory coaching behaviour atasan maka work engagement pun akan semakin tinggi, demikian sebaliknya, semakin jarang penilaian karyawan terhadap supervisory coaching behaviour atasan maka work engagement pun akan semakin rendah.


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiono, 2010). Metode penelitian merupakan salah satu elemen penting dalam suatu penelitian, sebab metode penelitian menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data,analisis data dan pengambilan keputusan hasil penelitian (Hadi, 2000).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional kuantitatif, dimana penelitian korelasional menurut Azwar (2009) bertujuan untuk menguji hubungan antara dua variabel.Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara Supervisory Coaching Behaviour dengan Work Engagement

pada salesperson.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel yang hendak diukur dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah Work Engagement.

2. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Supervisory Coaching Behaviour.


(47)

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional dari kedua variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Work Engagement

Work engagement dalam penelitian ini merupakan dorongan kerjayang positif yang dikarakteristikkan dengan adanya semangat dan energi yang tinggi , bangga dan antusias serta merasa menikmati pekerjaannya.

Dalam penelitian ini, work engagement dilihat dari skor total keseluruhan dari alat ukur berupa skala work engagement yang disusun berdasarkan aspek-aspek work engagement dari Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, dan Bakker (2003), yaitu vigor, dedication, dan absorbtion dimana semakin tinggi skor totalnya berarti menunjukkan semakin tinggi pula

work engagement dan demikian sebaliknya.

2.Supervisory Coaching Behaviour

Supervisory coaching behaviour dalam penelitian ini adalah penilaian terhadap perilaku supervisor dalam mengumpulkan informasi, mendengarkan, menyadari/ peka dengan kondisi sekitar, mengajar karyawan dan memberi umpan balik untuk meningkatkan peforma kerja karyawan.

Skala supervisory coachingbehavior diberikan kepada bawahan agar bawahan dapat memberikan penilaian kepada perilaku coaching


(48)

dari skor total keseluruhan dari alat ukur berupa skala supervisory coaching behaviour yang disusun berdasarkan prinsip dasar coaching

(Stone, 1999) dimana semakin tinggi skor totalnya berarti semakin sering atasan menunjukkan supervisory coaching behavior.

C. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di tiga perusahaan yang memiliki sales

sebagai karyawan yaitu Bumi Putera, Mega Pratama General Insurance, Auto 2000 yang berlokasi di Medan-Sumatera Utara.

D. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel 1. Populasi

Menurut Hadi (2000), populasi adalah keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian. Sedangkan Sugiyono (2010) menyatakan populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas :obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh karyawan yang bekerja sebagai salesperson

di kota Medan-Sumatera Utara.

2. Sampel

Menurut Hadi (2000), sampel adalah sebagian dari populasi yang digunakanuntuk menentukan sifat-sifat serta ciri-ciri yang dikendalikan populasi. Karena keterbatasan dari peneliti dan luasnya populasi dalam


(49)

penelitian ini, maka subjek penelitian adalah sebagian dari keseluruhan populasi yaitu sampel.Adapun karakteristik populasi penelitian adalah sebagai berikut:

1. Pria atau wanita yang yang bekerja sebagai salesperson

2. Usia minimal 20 tahun.

3.Karyawan tetap yang bekerja minimal 1 tahun.

Masa kerja 1 (satu tahun) diasumsikan telah cukup memiliki pemahaman tentang nilai-nilai, tujuan, dan aturan perusahaannya (McShane & Glinow, 2000).

Hadi (2000) menyatakan bahwa jumlah sampel yang lebih banyak akan lebih baik dibandingkan dengan jumlah sampel yang lebih sedikit. Oleh karena itu, dalam penelitian ini jumlah sampel yang digunakan diperkirakan sebanyak 100 orang.

Klasifikasi berdasarkan jenis kelamin responden berjenis kelamin laki-laki (48%) dan (52%) berjenis kelamin perempuan. Sedangkan klasifikasi berdasarkan usia 20-40 tahun (70%) dan 41-60 tahun (30%). Dalam penelitian ini subjek digolongkan menjadi 3 kelompok SMA, diploma dan Srata (S1), klasifikasi berdasarkan tingkat pendidikan SMA (57%), diploma (13%) dan Strata (30%). Klasifikasi berdasarkan masa kerja 1-10 tahun (75%), 11-20 tahun (17%), 21-30 tahun (5%), dan 31-40 tahun (3%).


(50)

3. Metode Pengambilan Sampel

Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel dengan cara

nonprobability sampling, dimana teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono,2010).

Jenis pengambilan sampel adalah accidental sampling (convenience sampling).Menurut Soleh (2005) accidental sampling adalah prosedur

sampling dimana sampel dipilih karena faktor kondisi, seperti keberadaan sampel pada tempat dan waktu yang tepat. Sedangkan menurut Sugiyono (2004) accidental sampling adalah mengambil responden sebagai sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila orang yang kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data dengan kriteria utamanya adalah orang tersebut merupakan salesperson.

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode penelitian hendaknya disesuaikan dengan tujuan penelitian dan bentuk data yang akan diambil dan diukur (Hadi, 2000). Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan lapor diri berupa kolom isian pribadi subjek penelitian dan skala, dengan penjelasan sebagai berikut :


(51)

1. Kolom Isian Data Pribadi

Digunakan untuk memperoleh data mengenai usia, jenis kelamin,lama bekerja dan tingkat tingkat pendidikan terakhir. Dalam hal ini subjek diminta untuk menuliskannya dalam kolom yang tersedia.

2. Skala

Metode skala digunakan karena data yang ingin diukur berupa konstruk atau konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2000).

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua skala, yaitu skala work engagement dan skala supervisory coaching behaviour.

a. Skala Work Engagement

Skala work engagement disusun berdasarkan aspek-aspek dari Schaufeli dkk (2003), yaitu vigor, dedication, dan absorbtion.

Dalam mengisi skala ini, partisipan diminta untuk memilih salah satu dalam lima alternatif pilihan jawaban yang disusun berdasarkan skala Likert. Setiap aspek akan diuraikan kedalam sebuah pernyataan favorable

dan unfavorable, dimana subjek diberikan lima alternative pilihan, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Untuk aitem yang favorable, pilihan SS akan mendapatkan skor lima, S mendapatkan skor empat, N mendapatkan skor


(52)

Sedangkan untuk aitem yang unfavorable, pilihan SS akan mendapatkan skor satu, S akan mendapatkan skor dua, N akan mendapatkan skor tiga, TS mendapatkan skor empat, dan STS akan mendapatkan skor lima.

Dari setiap aspek yang telah diturunkan menjadi sejumlah aitem, akan diperoleh skor total dari setiap aitem, yang menunjukkan semakin tinggi skor total work engagement, maka akan diikuti oleh semakin tinggi

work engagement.Skor total work engagementakan dibuat ke dalam bentuk kategorisasi dan akan dibagi menjadi 3 kategorisasi, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Variabel yang digunakan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1

Blue print skala work engagement

Aspek-Aspek Employee- Engagement

Indikator

Butir Aitem Jumlah Favorable Unfavor

able

Vigor

Memiliki level energi yang tinggi

1,3,12,14, 19

17 6

Adanya kemauan untuk menanamkan usaha

4,10 20,28 4

Memiliki level resiliensi yang tinggi

2 23 2

Dedication

Perasaan penuh makna terhadap pekerjaan

5,9 21 3

Bangga dan antusias terhadap pekerjaan

6,11,33 25,27 5 Merasa tertantang dengan

pekerjaan

22,34 32 3

Absorption

Konsentrasi penuh dalam pekerjaan

7,13,24 15,26 5 Tenggelam dalam pekerjaan 8,18,29,30 16,31 6


(53)

b. Skala Supervisory Coaching Behaviour

Skala supervisory coachingbehavior disusun berdasarkan prinsip dasar dalam coaching oleh Stone (1999).

Model skala supervisory coachingbehaviourdibuat dengan model skala Likert. Setiap prinsip dasar akan diuraikan kedalam sebuah pernyataan

favorable dan unfavorable, dimana subjek diberikan lima alternatif pilihan, yaitu; selalu (SL), sering (SR), netral (N), kadang-kadang (KD), dan sangat tidak pernah (TP). Untuk aitem yang favorable, pilhan SL akan mendapatkan skor lima, SR mendapatkan skor empat, N mendapatkan skor tiga, KD mendapatkan skor dua, dan pilihan TP mendapatkan skor satu. Sedangkan untuk aitem yang unfavorable, pilihan SL akan mendapatkan skor satu, SR akan mendapatkan skor dua, N akan mendapatkan skor tiga, KD mendapatkan skor empat, dan TP akan mendapatkan skor lima.

Dari setiap aspek yang telah diturunkan menjadi sejumlah aitem, akan diperoleh skor total dari setiap aitem, semakin tinggi skor total supervisory coaching behaviour menunjukkan semakin sering atasan menunjukkan perilaku coaching.


(54)

Tabel 2

Blue print skala Supervisory Coaching Behaviour

F. Uji Validitas dan Reliabilitas

Tujuan dilakukan uji coba alat ukur adalah untuk melihat seberapa jauh alat ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan pengukuran (Azwar, 2000).

1. Uji Validitas

Untuk mengetahui apakah skala psikologi mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya, perlu pengujian validitas.Pendekatan

Dasar dalam

coaching Indikator

Butir Aitem Juml

ah Favorable Unfavorable

Mengumpulkan informasi

Mengetahui potensi karyawan

1,3,13,23 25,28 6

Mengetahui kesulitan yang dihadapi karyawan

2,5,10,29 24,30 6

Mendengarkan Memahami pesan yang disampaikan

4,12,16 20,31 5

Menyadari/peka dengan apa yang terjadi di sekitar

Mengetahui permasalahan yang dialami karyawan

9 14 2

Mengajar Karyawan

Mengajarkan karyawan tentang pekerjaannya

6,19 27,33 4

Memberikan umpan balik

Memberikan apresiasi kepada karyawan

4,18,22 32 4

Memberikan teguran kepada karyawan

21,26,17,8 ,34

15,11 7


(55)

terhadap validitas alat ukur dilakukan dengan menyusun terlebih dahulu operasional aspek-aspek pengukuran yang tepat dalam blue-print.Uji validitas yang dilakukan pada penelitian ini adalah face validity dan content validity. Face validity merupakan tipe validitas yang paling rendah signifikansinya karena didasarkan pada penilaian terhadap format tampilan (appearance) tes. Bila penampilan tes telah memberikan kesan mampu mengungkap apa yang hendak diukur, maka face validity dikatakan telah terpenuhi. Sedangkan content validity

apakah aitem-aitem alat ukur sesuai dengan apa yang akan diukur. Content validity diperoleh melalui pendapat dari professional judgment. Pendapat professional diperoleh dengan cara berkonsultasi dengan tiga orang dosen serta menggunakan koefisien validitas isi Aiken’s V. Formula ini didasarkan pada penelitian panel ahli terhadap suatu aitem mengenai sejauh mana aitem tersebut memiliki konstruk yang diukur (Azwar, 2012).

2. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem bertujuan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis aitem ini adalah dengan memilih item-item yang mengukur hal yang sama dengan yang diukur oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 2000).

Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan skor total aitem itu sendiri, yaitu dengan menggunakan koefisien pearson product moment. Prosedur


(56)

pengujian ini akan menghasilkan koefisen-koefisien aitem total yang dikenal dengan indeks daya beda aitem (Azwar, 2009).

Indeks daya diskriminasi aitem merupakan indikator keselarasan atau konsistensi antara fungsi aitem dengan fungsi skala secara keseluruhan yang dikenal dengan istilah konsistensi aitem-total. Prinsip kerjanya dengan melakukan seleksi aitem yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur skala sesuai dengan yang dikehendaki peneliti atau dengan kata lain memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan apa yang diukur oleh skala sebagai keseluruhan.

Besarnya koefisien korelasi aitem total berada pada rentang 0-1 dengan tanda (+) atau (-).Semakin baik daya diskriminasi aitem, maka koefesien korelasi semakin mendekati angka 1.Sedangkan koefesien yang mendekati angka 0 atau memiliki tanda negatif mengindikasikan daya diskriminasi yang tidak baik.Sebagai kriteria pemilihan atau berdasarkan korelasi aitem total, biasanya digunakan batasan ≥ 0.30 (Azwar, 2009).Apabila ternyata jumlah aitem yang lolos tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, batasan kriteria dapat diturunkan menjadi 0.25.

Uji daya beda aitem yang dilakukan pada alat ukur dalam penelitian ini adalah skala supervisory coachingbehavior dan skala work engagement dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS versi 20.0 for windows dengan menggunakan taraf signifikansi 5% (p < 0.05).


(57)

3. Uji Reliabilitas

Reliabilitas mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Pegukuran yang tidak reliabel akan menghasilkan skor yang tidak dapat dipercaya karena perbedaan skor yang terjadi diantara individu lebih ditentukan oleh faktor eror daripada faktor perbedaan yang sesungguhnya (Azwar, 2009).

Uji reliabitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan reliabilitas konsistensi internal, yaitu single trial administration

dimana skala hanya diberikan satu kali saja pada sekelompok individu sebagai subjek (Azwar, 2000).Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan koefesien Alpha Cronbach.Biasanya, reliabilitas telah dianggap memuaskan bila

mencapai α = 0.90 (Azwar, 2009).

G. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Uji coba skala work engagement dan skala supervisory coaching behaviour

dilakukan pada 80 orang salesperson, namun yang data yang terkumpul diperoleh dari 65 orang salesperson.

1. Hasil Uji Coba Skala Work Engagement

Untuk melihat daya diskriminasi aitem, dilakukan analisa uji coba dengan menggunakan aplikasi computer SPSS versi 20.0 for windows, kemudian nilai

corrected item total correlation yang diperoleh dibandingkan dengan Pearson Product Moment dengan interval kepercayaan 95% yang memiliki harga kritik


(58)

digunakan batasan r ≥ 0,30 (Azwar, 2009). Apabila ternyata jumlah aitem yang lolos tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, batasan kriteria dapat diturunkan menjadi 0.25. Dalam penelitian ini, batasan yang digunakan r ≥ 0,30, jumlah aitem yang diuji cobakan adalah 34 aitem. Diperoleh 23 aitem yang baik dan 11 aitem yang gugur. 23 aitem yang baik ini akan digunakan dalam penelitian dengan kisaran koefisien r= 0,306, sampai dengan r= 0,565 dan reabilitas sebesar 0,861. Distribusi aitem yang baik dari work engagement dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 3

Distribusi Aitem-Aitem Skala Work Engagement Setelah Uji Coba

Aspek-Aspek Employee- Engagement

Indikator

Butir Aitem Jumlah Favorable Unfavor

able

Vigor

Memiliki level energi yang tinggi

19 17 2

Adanya kemauan untuk menanamkan usaha

4,10 28 3

Memiliki level resiliensi yang tinggi

2 - 1

Dedication

Perasaan penuh makna terhadap pekerjaan

5,9 21 3

Bangga dan antusias terhadap pekerjaan

11,33 25,27 4

Merasa tertantang dengan pekerjaan

22,34 32 3

Absorption

Konsentrasi penuh dalam pekerjaan

13 15,26 3

Tenggelam dalam pekerjaan 8,29 16,31 4


(59)

2. Hasil Uji Coba Skala Supervisory Coaching Behaviour

Untuk melihat daya diskriminasi aitem, dilakukan analisa uji coba dengan menggunakan aplikasi computer SPSS versi 20.0 for windows, kemudian nilai

corrected item total correlation yang diperoleh dibandingkan dengan Pearson Product Moment dengan interval kepercayaan 95% yang memiliki harga kritik 0,272. Kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem total, biasanya digunakan batasan r ≥ 0,30 (Azwar, 2009). Apabila ternyata jumlah aitem yang lolos tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, batasan kriteria dapat diturunkan menjadi 0.25. Dalam penelitian ini, batasan yang digunakan r ≥ 0,30, jumlah aitem yang diuji cobakan adalah 34 aitem. Diperoleh 18 aitem yang baik dan 16 aitem yang gugur. 18 aitem yang baik ini akan digunakan dalam penelitian dengan kisaran koefisien rxx = 0,313, sampai dengan rxx= 0,727 dan reabilitas sebesar 0,889. Distribusi aitem yang baik dari supervisory coaching behaviour dapat dilihat pada tabel dibawah ini:


(60)

Tabel 4

Distribusi Aitem Skala Supervisory Coaching Behaviour Setelah Uji Coba

Dasar dalam

coaching Indikator

Butir Aitem Jumlah Favora ble Unfavorabl e Mengumpulkan informasi Mengetahui potensi karyawan

3,13,23 - 3

Mengetahui kesulitan yang dihadapi

karyawan

2,5,10,2 9

- 3

Mendengarkan Memahami pesan yang disampaikan

4,12 - 2

Menyadari/peka

dengan apa yang terjadi di sekitar

Mengetahui permasalahan yang dialami karyawan

9 - 1

Mengajar Karyawan Mengajarkan karyawan tentang pekerjaannya

6,19 - 2

Memberikan umpan balik

Memberikan apresiasi kepada karyawan

4,18,22 - 3

Memberikan teguran kepada karyawan

17,8 15 3


(61)

H. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui prosedur penelitian yang telah ditetapkan sebagai berikut:

1. Persiapan Penelitian

Persiapan penelitian dilakukan dengan mempersiapkan alat ukur penelitian yaitu skala work engagement dan skala supervisory coaching behaviour yang dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan teori yang telah diuraikan. Peneliti membuat 34 aitem skala work engagement dan 34 aitem untuk skala supervisory coaching behaviour. Skala kemudian diberikan kepada sampel masing-masing satu eksemplar. Sebelum dijadikan sebagai sebuah alat ukur dalam penelitian, maka kedua skala tersebut akan diuji cobakan.

2. Uji Coba Alat Ukur Penelitian

Uji coba skala work engagement dan skala supervisory coaching behaviour dilakukan pada tanggal 28 April 2014-23 Mei 2014. Uji coba dilakukan dengan cara memberikan skala langsung kepada

salesperson. Dari 80 skala yang disebarkan hanya 65 skala yang kembali.Semua skala memenuhi persyaratan untuk dilakukan pengolahan.


(62)

3. Revisi Alat Ukur

Setelah peneliti melakukan uji coba alat ukur yang diberikan kepada 65 salesperson, peneliti melakukan uji daya beda aitem dan reabilitas pada skala work engagement dan skala supervisory coaching behaviour dengan bantuan SPSS versi 20.0 for windows.Setelah diperoleh aitem-aitem yang memenuhi validitas dan reabilitasnya, peneliti mengambil aitem-aitem tersebut untuk disajikan dalam skala

work engagement dan skala supervisory coaching behaviour.Skala

work engagement dan skala supervisory coaching behaviour disusun dalam bentuk booklet. Skala inilah yang akan peneliti gunakan untuk mengambil data penelitian.

4. Pelaksanaan Penelitian

Setelah alat ukur diuji cobakan dan telah direvisi, maka penelitian dilaksanakan pada tanggal 01 Juni 2014-06 Juli 2014.Pengambilan data ini dilakukan pada salesperson yang menawarkan/menjual produk langsung kepada konsumen dan yang sesuai dengan karakteristik sampel. Pembagian skala dilakukan dengan cara meminta ijin kepada pimpinan (kepala cabang) perusahaan tersebut kemudian langsung memberikan skala kepada bawahannya atau salesperson (jika di perusahaan asuransi disebut “agen”).


(63)

Setelah mendapatkan hasil skor skala work engagement dan skala

supervisory coaching behaviour dari masing-masing subjek, peneliti kemudian melakukan analisis data dengan menggunakan aplikasi komputer SPSS versi 20.0 for windows.

I. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis koefisien korelasi product moment. Analisis koefisien korelasi product moment adalah teknik statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara

supervisory coaching behaviour dengan work engagement. Seluruh data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan bantuan SPSS versi 20.0 for windows.

Sebelum dilakukan analisis statistik, data hasil penelitian akan dilakukan uji asumsi terlebih dahulu, yaitu :

1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian masing-masing variable telah terdistribusi secara normal.Uji normalitas pada penelitian ini dianalisa dengan menggunakan uji kolmogorov-smirnov.Data dapat dikatakan terdistribusi secara normal jika dinilai p>0.05.

2. Uji linearitas

Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah data distribusi penelitian yaitu variabel bebas (supervisory coaching behaviour) dan variabel tergantung (work engagement) memiliki hubungan linear.Uji linearitas juga


(64)

dilakukan dengan menggunakan test for linearity.Dapat dikatakan linear apabila p<0.05 dengan bantuan program komputer SPSS versi 20.0 for windows.


(65)

BAB IV

HASIL DAN INTERPRETASI

Pada bab ini akan diuraikan hasil dan interpretasi data hasil sesuai dengan data yang diperoleh.

A. Hasil Penelitian

Berikut ini adalah gambaran dari hasil uji normalitas, uji linearitas, dan hasil pengolahan data penelitian:

1. Hasil Uji Asumsi

Uji asumsi terdiri dari uji normalitas yaitu untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian masing-masing variabel work engagement dan

supervisory coaching behaviour telah terdistribusi secara normal, selain itu juga dilakukan uji linieritas untuk mengetahui bentuk hubungan antara masing-masing variabel.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data tersebar secara normal.Uji normalitas penelitian ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5

Hasil Uji Normalitas dengan One Sample Kolmogorov-Smirnov

Variabel Z P Keterangan


(66)

Uji normalitas sebaran pada skala work engagement menggunakan metode statistic one sample Kolmogorov-Smirnov Test. Data dapat dikatakan terdistribusi secara normal jika memiliki nilai p > 0,05, hasil uji normalitas diperoleh nilai z= 1,233 dan p = 0,096. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyebarannya adalah normal.Hasil uji normalitas variabel supervisory coaching behaviour diperoleh Z=0,646 dan p= 0,798. Hasil ini menunjukkan bahwa penyebarannya adalah normal.

b. Uji Linearitas

Tabel 6

Hasil Pengujian Linearitas Hubungan Variabel Supervisory Coaching Behaviour dengan Work Engagement

Supervisory Coaching Behaviour*Work Engagement

F Sig.

Deviation from linearity 10.160 .002

Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan uji deviation from linearity, yang menunjukkan bahwa variabel work engagement memiliki hubungan linear terhadap variabel supervisory coaching behaviour apabila memiliki nilai p<0,05 untuk deviation from linearity. Dari hasil uji linearitas diperoleh nilai F= 10.160 dan p= 0.002. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai p (0.002) < 0,05, maka dapat disimpulkan variabel work engagement memiliki hubungan linear terhadap variabel supervisory coaching behaviour.


(1)

2 1 5 1 4 3 2 3 4 5 5 3 3 5 3 5 4 3

4 2 2 5 4 1 5 5 4 4 5 2 2 1 5 5 5 5

2 3 2 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3 1 2 2 2 1

2 2 4 2 1 2 2 3 3 2 2 2 5 2 2 2 2 2

3 4 3 4 4 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 3 4 3

2 4 2 4 2 1 2 2 3 2 2 2 5 2 2 2 3 2

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 1 5 5 5 5 5 5

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4

3 3 2 2 3 3 2 3 3 2 3 5 3 3 2 3 3 3

2 5 5 4 4 5 4 3 2 3 3 4 4 3 4 3 4 4

4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 4 4 3 3

4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 4 4 3 3

5 5 4 3 5 4 4 4 4 4 4 5 5 5 4 5 4 4

3 2 2 3 3 2 4 2 2 2 2 5 4 2 2 2 2 2

2 2 4 1 5 5 4 4 3 3 1 4 2 4 4 5 3 4

2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4

5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 4 4

3 4 3 4 2 3 3 4 3 2 4 4 4 3 4 4 3 3

2 3 4 5 3 5 5 5 3 5 5 1 5 5 5 5 5 5

2 5 5 4 4 5 4 3 2 3 3 4 4 3 4 3 4 4

5 5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

3 2 2 4 3 2 4 3 3 4 4 2 3 3 3 3 2 2

3 3 4 4 4 4 4 3 4 4 2 4 4 4 3 4 3 4

2 4 4 2 4 2 4 2 2 4 2 3 4 4 4 4 4 2


(2)

3 2 2 2 1 1 2 3 2 1 1 4 3 1 1 1 1 1

3 2 2 2 1 1 2 3 2 1 1 4 3 1 1 1 2 1

2 2 4 3 4 4 4 2 2 4 4 5 2 4 2 4 2 2

Data Mentah work engagement

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4

4 4 5 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4

4 4 5 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

2 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 5 4 3 3 4 4 3

4 4 4 5 3 4 3 4 5 5 4 3 5 3 3 3 4 4 4 5 5 4 3

4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3

4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 2 4 2 4 4 4 4 4 4

4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 3 4 5 5 5

4 4 4 2 4 4 3 4 2 3 2 4 5 2 4 5 5 5 4 4 4 3 4

5 5 4 4 4 4 4 4 2 3 2 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

3 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 5 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4

2 4 4 3 4 4 4 3 4 3 4 4 4 3 4 3 3 4 4 4 5 5 5

4 4 3 4 4 4 3 4 4 3 4 3 4 4 3 4 4 2 4 3 4 4 4


(3)

5 4 4 3 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5

4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 5 3 3 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

3 4 4 3 4 3 3 4 3 2 3 4 4 4 3 4 3 4 3 4 3 3 3

3 4 4 4 4 4 5 3 4 3 3 3 4 3 3 4 4 4 4 4 3 4 3

4 3 3 4 3 4 2 3 2 4 3 4 3 4 3 4 3 2 4 3 2 4 3

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

5 5 4 5 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 4 4 4 4 4 2 2 4 4 4 4 4

4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 3 4 4 3 2 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 2 4 4 4 4 4 2 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 2 4 4 4 4 2 4 4 4

2 4 4 4 3 4 3 4 2 4 3 2 4 2 4 2 4 3 4 2 3 4 3

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 5 4 5 5 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 3 4 4 3 4 4 3 4 4 4 3 4

3 4 4 4 4 4 4 4 3 3 2 4 3 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4

4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4

4 3 2 4 4 3 4 2 2 2 4 2 4 2 4 3 4 4 3 4 4 3 3

4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

4 4 4 2 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 5 4 2 5 5 4 4

4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4


(4)

4 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3

2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

3 4 4 3 3 5 3 5 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 3 4 4 4 4

3 4 3 4 4 3 3 4 4 3 4 3 4 3 4 4 3 3 2 4 4 4 4

4 4 4 3 5 5 4 3 4 4 4 3 5 3 4 4 5 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4

4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 2 4 5 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

4 1 1 5 5 5 4 5 4 4 4 5 4 5 4 4 5 5 1 5 5 5 5

4 5 4 5 4 4 3 5 2 3 2 4 2 5 2 3 3 2 5 3 2 3 4

5 4 3 4 5 5 5 5 5 4 3 4 4 5 3 4 4 4 3 3 4 5 5

4 4 5 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4

3 4 4 3 4 4 4 4 4 3 2 4 4 4 4 4 5 4 3 4 4 3 3

5 5 4 4 4 5 4 3 3 3 2 3 1 3 3 2 5 3 2 3 2 3 3

2 5 5 4 5 4 3 4 4 4 3 4 4 3 3 3 4 3 2 3 4 5 5

3 2 3 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

3 3 4 3 4 4 3 4 3 3 4 3 4 3 3 4 4 3 3 5 4 3 3

4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 5 5 4 3 4 4 4 4

2 5 4 4 4 4 4 5 4 4 3 4 3 4 2 3 4 4 2 3 3 4 4

4 3 4 3 3 4 4 4 5 4 4 5 5 5 4 5 5 4 4 4 4 4 4

4 3 4 3 5 3 3 5 4 3 4 3 5 4 3 5 3 5 3 4 5 3 4


(5)

3 3 4 4 4 5 4 5 4 4 4 3 4 4 4 5 4 4 3 4 4 4 4

4 4 1 4 1 1 1 1 4 4 4 1 4 1 4 4 4 4 4 4 4 1 1

3 3 4 5 4 4 3 3 2 3 4 3 3 4 3 4 3 3 5 4 4 3 3

1 4 4 4 3 4 3 4 3 3 3 4 2 4 2 4 4 3 4 3 4 3 3

3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4

5 4 4 4 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 3 4

5 4 5 2 5 4 5 5 3 3 2 4 4 4 4 4 4 3 2 4 4 4 5

4 3 3 4 3 4 3 3 3 4 3 3 4 4 3 4 3 4 3 4 4 3 4

4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 3 4 2 5 4 4 5 4 4 4 5

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5

4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 3 4 2 4 3 4 4 3 4 4 4

5 5 5 4 4 4 3 4 3 4 4 3 4 3 4 4 4 4 3 4 2 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 5 5

3 5 5 3 4 3 4 3 3 4 3 4 4 4 4 3 2 3 4 4 4 4 3

4 4 4 5 5 4 5 5 4 3 2 2 4 4 4 5 4 4 4 4 4 3 4

3 3 4 4 4 4 4 4 2 2 3 4 3 4 3 2 2 2 4 2 2 4 4

3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 3 4 3 4 2 2 4 2 2 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

5 5 5 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4

5 5 4 4 4 2 4 4 4 3 4 3 4 5 4 5 4 5 4 3 4 4 4

5 5 4 4 4 3 3 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 3 4

4 4 4 4 4 5 4 5 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4

4 3 4 5 5 4 4 4 4 3 3 5 5 4 5 5 4 3 4 4 5 5 4

1 4 4 4 4 4 4 4 2 3 2 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4


(6)

2 4 4 4 4 4 4 4 3 2 1 4 2 4 5 5 5 4 4 3 4 4 2

2 4 4 4 3 3 3 3 4 2 3 3 3 4 4 4 5 4 3 3 4 3 3

4 4 3 4 3 4 4 4 4 3 5 4 5 4 4 4 3 4 4 5 5 4 4

4 5 5 4 4 4 4 3 4 4 3 3 2 3 4 4 3 4 5 4 3 4 3

4 3 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 2 4 2 4 2 4 2 3 3 2 3

3 4 3 4 4 3 4 4 3 3 3 3 2 4 2 4 2 4 2 3 3 2 3