Set-up Eksperimental Menentukan Pra Proses Simulasi

3.3 Set-up Eksperimental

Pengukuran temperatur dilakukan dengan menggunakan termokopel pada 28 titik sedangkan perhitungan regangan dengan menggunakan strain gauge dihitung di 6 titik dengan arah hoop dan aksial. Proses pengukuran temeprtur dan regangan dapat dilihat pada Gambar 3.2 Gambar 3.2 Set up ekperimental pengukuran temperatur dan regangan Prosedur pengujian ekperimental dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Termokopel dan strain gauge dipasang di lokasi disekitar sambungan shell skirt coke drum. 2. Termokopel dipasang pada 28 titik dimana 22 termokopel pada sumbu yang sama, dan 6 termokopel pada sudut elevasi yang sama. Posisinya dijelaskan sebagai berikut : termokopel T24 dan T25 dipasang pada sudut elevasi yang sama pada T2. Termokopel T15 dan T16 pada sudut elevasi yang sama dengan T5, dan termokopel T26 dan T27 pada sudut elevasi yang sama dengan T21 dengan jarak antar termokopel pada arah hoop 1 m. 3. Strain gauge dipasang pada 6 titik, dimana strain gauge dipasang pada 3 titik, yang mana ditiap titik diukur pada dua arah, yaitu hoop dan aksial.Gambar pendukung poin 2 dan 3 dapat dilihat pada lampiran 60 Universitas Sumatera Utara 4. Agilent dinyalakan sehingga data-data pengukuran temperatur dan regangan pada setiap titik tersimpan secara otomatis. 5. Pengukuran dilakukan tidak berpatokan terhadap waktu, melainkan pada proses operasional coke drum. Hal ini dilakukan karena tidak semua tahapan dalam proses operasional coke drum dilakukan pada waktu yang sama untuk siklus-siklus selanjutnya. 6. Penghitungan temperatur dan regangan di titik-titik yang ditentukan dilakukan pada beberapa siklus. Dimana awal dan akhirnya suatu siklus dapat dilihat dari data temperatur dan regangan yagn diperoleh. Proses awal dimulai dengan meningkatnya temperatur dari temperatur awal ±65 C. Sedangkan tahap akhir ditandai temperatur dinding coke drum menurun hingga kembali lagi ke temperatur awal.

3.4 Menentukan Pra Proses Simulasi

Adalah langkah awal dalam membangun dan menganalisa sebuah model CFD dan ANSYS. Yang dilakukan pada tahapan ini adalah membuat model CAD Computer Aided Design yang sesuai dengan gambar teknik pada permasalahan dan membuat mesh yang sesuai. Dalam tahap ini juga menerapkan kondisi batas dan sifat-sifat fluida pada model, untuk analisa ANSYS pada tahap ini juga dimasukkan program yang telah dibuat untuk menjalankan perhitungan. 3.4.1 Pembuatan Model Pada analisa CFD terdapat dua model dan mesh yang dilakukan hal ini disebabkan terdapat dua kondisi dalam simulasi agar sesuai dengan kondisi sebenarnya, dimana masalah yang pertama adalah model tanpa outlet dan dengan outlet. Model tanpa outlet digunakan untuk analisa warm-up dan heating, dengan modelnya dibuat secara simetris. Sedangkan model dengan outlet digunakan untuk analisa masuknya uap dari furnace dan analisa cooling. Dapat dikatakan tangki memiliki ketinggian 35 meter dengan diameter 8.6 meter dengan pipa inlet berdiameter 0,2 meter 20 cm untuk jalur fluida yang akan masuk kedalam tangki. Model CAD coke drum yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 3.3 61 Universitas Sumatera Utara a b Gambar 3.3 Model coke drum a dengan outlet b tanpa outlet Pada analisa ANSYS tangki memiliki desain dan ukuran yang sama dengan analisa CFD hanya saja ditambahkan fix displacement pada bagian bawah sambungan tangki dan tangki digambar untuk kondisi simetris. ANSYS hanya terdapat satu model, hal ini dikarenakan hanya berfokus pada distribusi regangan yang terjadi di bagian shell-skirt junction. 3.4.2 Pembuatan Mesh Ukuran mesh yang diterapkan pada model akan mempengaruhi ketelitian analisis CFD. Semakin kecil volume pada satu elemen maka hasil yang didapatkan akan semakin teliti, tetapi membutuhkan daya komputasi dan waktu perhitungan yang lebih lama dibandingkan dengan mesh yang memilki ukuran lebih besar. Sehingga, besar ukuran mesh harus diatur sedemikian rupa sehingga diperoleh hasil yang teliti dan diusahakan daya komputasi yang dibutuhkan tidak terlalu besar. Mesh yang dibuat dengan bentuk tetrahedral pada perhitungan CFD sedangkan pada analisa ANSYS dibuat dengan menggunakan bentuk mesh quad. Bentuk mesh yang digunakan baik pada analisa FLUENT dan ANSYS dapat dilihat pada Gambar 3.4 dan Gambar 3.5 62 Universitas Sumatera Utara a b c Gambar 3.4 a mesh CFD tanpa outlet b mesh CFD dengan outlet c mesh ANSYS a b c Gambar 3.5 Mesh pada sambungan shell skirt pada a hot box b tanpa hot box CFD dan c ANSYS 3.4.3 Analisa CFD Menentukan solution solver pada analisa CFD terdapat beberapa tahap seperti : penentuan jenis aliran, temperatur, aliran masa dan waktu simulasi. Pada analisa CFD dilakukan 5 tahap yang dilakukan yaitu Tahap 1 : analisa warm up drum oleh uap minyak, 0 – 460 menit Tahap 2 : analisa masukya uap dari furnace, 460 – 510 menit Tahap 3 : analisa heating akibat fluida fuel oil liquid, 500 – 2000 menit 63 Universitas Sumatera Utara Tahap 4 : analisa pendinginan oleh water vapor, 2000 – 2120 menit Tahap 5 : analisa pendinginan oleh air 2120 – 2400 menit. Fenomena aliran fluida yang terjadi didalam coke drum dari tahap pemanasan awal warming hingga pendinginan oleh air diilustrasikan pada Gambar 3.6. Untuk siklus tanpa pemanasan awal dimulai dari tahap ke dua mengikuti jumlah waktu yang dialami pada tiap tahap hingga tahap akhir yaitu pendinginan oleh air, maka waktu yang diperlukan dalama satu siklus hanya 1940 menit 460 menit lebih pendek Uap minyak ke combination tower Uap minyak Batas pengisian Minyak Uap air Uap air mengangkat hidrokarbon Air Air pendingian Gambar 3.6 Aliran fluida yang masuk dan keluar coke drum Simulasi ini tidak dilakukan dalam satu tahap dikarenakan keterbatasan software dalam melakukan simulasi yang diinginkan mengingat simulasi dilakukan dalam multifasa udara, air, fluid oil, uap air yang mana fasa tersebut masuk dan keluar tangki dalam waktu yang berbeda-beda. Pada simulasi tahap pendinginan tidak dimasukkan fraksi berat dan proses pengangkatan hidrokarbon, hanya saja tahap awal proses pendinginan, temperatur dalam drum diatur agar sama dengan temperatur pada akhir proses pemanasan pengisian. 64 Universitas Sumatera Utara 3.4.3.1 Temperatur Dikarenakan simulasi dilakukan dalam beberapa tahap maka temperatur masing-masing fluida pun berbeda. Fluida uap memiliki temperatur 415 o C. fluida uap furnace dengan temperatur 482 o C, fluida fuel oil liquid dengan temperatur 350 o C, dan temperatur air 60 o C. Untuk mengatur agar dinding drum memiliki temperatur akhir dari simulasi awal untuk kemudian menghitung simulasi berikutnya, maka dilakukan patch temperatur pada dinding drum sehingga temperatur dinding saat memulai analisa tahap berikutnya merupakan temperatur hasil analisa tahap sebelumnya. Pengaturan patch temperatur dapat dilihat pada Gambar 3.7. Pada tiap model dibagi beberapa bagian pada dinding dan kaki sld1,sld2,,,sld10,sld11 karena distribusi temperatur yang berbeda pada beberapa bagian di dinding dan kaki pada akhir analisa. Gambar 3.7 Pengaturan patch temperatur 3.4.3.2 Kondisi Batas Kondisi batas diatur pada garis yang sesuai. Untuk memperjelas letak kondisi batas pada penelitian ini selengkapnya ditampilkan pada Gambar 3.8 dan 3.9 serta dijelaskan juga pada tabel 3.1 65 Universitas Sumatera Utara Pres. outlet Mass flow inlet wall wall Mass flow inlet wall wall a b Gambar 3.8 Letak kondisi batas pada model a dengan outlet b tanpa outlet Solid mineral wool dan alumunium Fluida Coupled wall Wall Udara hot box Gambar 3.9 Coupled wall antara fluida dan solid 66 Universitas Sumatera Utara Tabel 3.1 Kondisi batas Kondisi batas Jenis Nilai a. inlet Mass flow inlet 1. vapor oil = 0.62 kgs, 2.5 kgs 2. fuel oil = 8 kgs 3. uap air = 2.52 kgs dan 0,25 kgs 4. air = 62 kgs dan 3,15 kgs b. radiasi Radiation Emisifitas = 0,8 Radiasi temp. = 27 o C c. outlet Outflow - d. simetri Symmetry - e. dinding kopel Wall coupled - f. dinding Wall - g. dinding konveksi Wall Konveksi = tabel 3.6 h. aluminium properties Aluminum Density = 7850 kgm 3 Cp = 450 Jkg K i. hot box Fluida Udara Tabel 3.8 Untuk radiasi digunakan model Discrate Transfer DTRM dikarenakan udara mengandung O 2 , N 2 , H 2 yang merupakan diatomik yang tidak menyerap radiasi nilai optical thickenss ~ 0, untuk optical thickness 0,15 digunakan model P1 atau Rosseland, oleh sebab itu untuk radiasi dengan optical thickness mendekati nol digunakan model radiasi Discrate Ordinates atau Discate Transfer DTRM. Nilai konduktifitas termal alumunium dan mineral wool berpengaruh terhadap perubahan temperatur. Nilai konduktifitas termal untuk alumunium dan mineral wool dapat dilihat pada tabel 3.2 67 Universitas Sumatera Utara Tabel 3.2 Konduktifitas termal untuk mineral wool Temperatur o C Mineral wool Wm K 24 0.033 38 0.036 93 0.043 149 0.052 204 0.061 260 0.071 316 0.081 371 0.092 600 1.2 Tabel 3.3 Konduktifitas termal untuk alumunium Temperatur o C Alumunium Wm K 25 41 100 40.6 150 40.4 200 40.1 250 39.5 300 38.7 350 37.8 400 36.8 68 Universitas Sumatera Utara 450 35.8 500 34.8 550 33.9 600 32.8 Untuk nilai kondisi batas dinding luar di buat konveksi yang diperoleh dengan mencari nilai resistance R pada rockwool dan konveksi bebas udara 27 C. Pada bagian rockwool dan konveksi bebas besarnya nilai tersebut diperoleh dengan menggunakan persamaan perpindahan panas dinding berlapis yang telah dijelaskan pada BAB II R1 R2 Rkonveksi Dinding Mineral wool T1 T2 Q T ∞ Rradiasi Gambar 3.10 Material berlapis pada dinding coke drum Dimana persamaan yang diperoleh dari Gambar 3.10 tersebut adalah : Rtotal = R2 + R konveksi + Radiasi A h A h A h A k L R radiasi natural konveksi konveksi total 1 1 1 2 2 + + + = Dimana dari data diketahui A = w x h = 0,01 x 30 meter = 0,3 meter 2 w = 0,01 meter 69 Universitas Sumatera Utara Nilai k yang dipakai adalah nilai k rata-rata dari mineral wool yaitu 0,13+0,0332 = 0.08 wm.K Untuk mencari nilai koefisien konveksi baik untuk natural dan paksa diperoleh dengan cara berikut : 3.4.3.3 Konveksi Bebas Memperoleh nilai koeffisien konveksi bebas diperoleh dengan menggunakan bilangan Nusselt pada persamaan 2.19, untuk mencari bilangan Ra dapat menggunakan gabungan antara persamaan 2.14 dan 2.15, sehingga untuk aliran awal nilai Ts= 67 o C dengan T ∞= 27 o C. Sehingga Tf=67+272=47+3 = 320 K , sedangkan β=1Tf= 1320 = 0.003125. maka untuk kondisi udara 320 K sifatnya adalah v= 1.79x10 -5 m 2 s, Pr= 0.704, k=0.028 Wm.K 13 2 5 3 2 3 ∞ 10 12 . 7 10 79 . 1 704 . 30 300 - 340 0.0031 81 . 9 Pr - β x x v L T T g Ra s L = = = − Maka nilai koeffisien perindahan panas konveksi bebas dapat diperoleh sebagai berikut [ ] 7 . 4454 704 . 492 . 1 10 12 . 7 387 . 825 . 2 27 8 16 9 6 1 13 =         + + = x Nu L K m W L k Nu h L 2 13 . 4 30 028 . 7 . 4454 . = = = Nilai koeffisien konveksi diatas merupakan nilai koeffisien konveksi untuk plat 30 m sedangkan hasilnya berbeda apabila untuk koeffisien konveksi plat 1,5 dan 7 meter yang merupakan panjang kaki penopang drum dan bagian bawah drum dari awal skirt hingga dasar permukaan luar. Selain itu nilai koeffisien konveksi juga dipengaruhi oleh temperatur permukaan benda. Dikarenakan temperatur permukaan benda berbeda-beda maka diambil rata-ratanya pada tahap awal simulasi di ke tiga bagian dinding bagian diing luar, kaki dan bawah drum. Sehingga hasil yang diparalel dapat dilihat pada tabel 3.4 70 Universitas Sumatera Utara Tabel 3.4 Hasil koeffisien konveksi natural h Nilai koeff. Konveksi h pada coke drum dengan hot box Nilai koeff. Konveksi h pada coke drum tanpa hot box Tahap Dinding luar Wm 2 K Kaki drum Wm 2 K Dinding bawah drum Wm 2 K Dinding luar Wm 2 K Kaki drum Wm 2 K Dinding bawah drum Wm 2 K Tahap 1 4.13 4.5 3.63 4.15 4.5 3.63 Tahap 2 6.34 6.5 5.77 6.13 4.87 5.74 Tahap 3 6.52 6.63 5.86 6.3 5.8 5.84 Tahap 4 6.44 6 5.75 6.3 5.8 5.8 Tahap 5 6.38 6 5.7 6.21 5.92 5.7 3.4.3.4 Konveksi Paksa Awal mula menentukan koeffisien konveksi paksa adalah dengan menentukan bilangan Reynold dengan menggunakan persamaan 2.20 dengan sifat fluida udara yang sama dengan konveksi bebas. Untuk kecepatan angin yang digunakan adalah kecepatan angin rata-rata kota Medan yaitu 3 ms yang diperoleh dari data HOBO. 6 5 10 02 . 5 10 79 . 1 30 . 3 Re x x v Vx x = = = − Karena bilangan Reynold 5x10 5 , maka digunakan persamaan Nusselt turbulen sehingga diperoleh hasil sebagai berikut : 6 . 7508 704 . 10 02 . 5 0296 . Pr Re 0296 . 3 1 8 . 6 3 1 8 . = = = = x k x h Nu x x x K m W L k Nu h L 2 95 . 6 30 028 . 6 . 7508 . = = = 71 Universitas Sumatera Utara sama halnya dengan konveksi natural, nilai koeffisien konveksi paksa dipengaruhi oleh temperatur permukaan dan luas permukaan. Maka nilai koeffisien konveksi paksa ditiap bagian dan tahap dapat dilihat pada tabel 3.5 Tabel 3.5 Hasil koeffisien konveksi paksa h Nilai koeff. Konveksi h pada coke drum dengan hot box Nilai koeff. Konveksi h pada coke drum tanpa hot box Tahap Dinding luar Wm 2 K Kaki drum Wm 2 K Dinding bawah drum Wm 2 K Dinding luar Wm 2 K Kaki drum Wm 2 K Dinding bawah drum Wm 2 K Tahap 1 6.95 5.5 9.34 7 5.5 9.34 Tahap 2 5.98 5.47 7.65 6.2 5.44 7.58 Tahap 3 5.77 5.44 7.23 5.9 5.46 7.25 Tahap 4 5.77 5.45 7.23 6 5.44 7.34 Tahap 5 5.87 5.44 7.56 6 5.44 7.4 3.4.3.5 Ketahanan Termal Setelah menentukan koeffisien konveksi maka baru dapat menentukan nilai tahanan termal di tiap-tiap dinding, nilai tahanan termal totalnya adalah : A h A h A h R radiasi natural konveksi konveksi paralel 1 1 1 1 1 1 + + = K W x R paralel 339 30 300 340 300 340 10 67 . 5 8 . 1 1 30 95 . 6 1 1 30 13 . 4 1 1 3 3 8 = − − + + = − W K R paralel 003 . 1 = 72 Universitas Sumatera Utara Maka total tahanan termal adalah K W R W K R total total 53 . 140 007 . 1 1 007 . 30 08 . 01 . 003 . = = = + = Maka nilai kondisi batas yang dimasukkan pada koeffisien perpindahan panas konveksi adalah : K m W h 2 68 . 4 30 53 . 140 = = Nilai koeffisien konveksi yang dimasukkan dalam kondisi batas terhadap luas bidang dan temperatur dapat dilihat dalam tabel 3.6 Tabel 3.6 Kondisi batas koeffisien konveksi h Nilai koeff. Konveksi h pada coke drum dengan hot box Nilai koeff. Konveksi h pada coke drum tanpa hot box Tahap Dinding luar Wm 2 K Kaki drum Wm 2 K Dinding bawah drum Wm 2 K Dinding luar Wm 2 K Kaki drum Wm 2 K Dinding bawah drum Wm 2 K Tahap 1 4.68 5.15 5 4.7 5.15 5 Tahap 2 4.9 5.74 5.41 4.9 5.23 5.41 Tahap 3 4.95 5.8 5.5 4.93 5.48 5.48 Tahap 4 4.94 5.55 5.41 4.93 5.48 5.46 Tahap 5 4.94 5.55 5.4 4.92 5.52 5.4 3.4.3.6 Pengaturan Simulasi Pengaturan simulasi yang dimaksud adalah menentukan beberapa aspek yang diperlukan dalam simulasi seperti bentuk solver yang dipilh, material, jenis 73 Universitas Sumatera Utara viskos, dll sesuai dengan asumsi yang dilakukan. Tabel 3.7 menunjukkan pengaturan simulasi yang dilakukan. Jenis aliran yang telah ditentukan sebelumnya juga diatur pada bagian ini didalam FLUENT Tabel 3.7 Pengaturan simulasi Aspek Pengaturan Model solver Pressure based, 2D, unsteady Model viskos Turbulen k- ε standart Kondisi operasi 101325 Pa, 27 o C, g = 9,8 ms 2 Inisiasi Mass flow inlet Energi active Radiasi Discrate transfer DTRM Pada tahap pendinginan terjadi perubahan jumlah aliran massa baik untuk uap dan air sebagai media pendingin. Untuk mempersingkat simulasi maka perubahan jumlah aliran massa tersebut dibuat dalam kode UDF tahap 4 dan tahap 5, hal ini dilakukan karena keterbatasan software FLUENT untuk memasukkan nilai aliran massa yang berbeda terhadap waktu. kode UDF ditulis dengan bahasa C dengan software code block. Untuk sifat thermophysic fluida yang digunakan dapat dilihat pada tabel 3.8 berikut 74 Universitas Sumatera Utara Tabel 3.8 Sifat-sifat fluida Jenis Nilai 1. udara Density = 1,225 kgm 3 Cp = 1006,43 Jkg.K k = 0,0242 Wm.K Viscocity = 1,7894e-05 kgm.s 2. water vapor Density = 0,5542 kgm3 Cp = 2014 Jkg.K k = 0,0261 Wm.K Viscocity = 1,34e-05 kgm.s 3. fuel oil liquid Density = 960 kgm 3 Cp = 1880 Jkg.K k = 0,12 Wm.K Viscocity = 0,048 kgm.s 4. air Density = 998,2 kgm 3 Cp = 4182 Jkg.K k = 0,6 Wm.K Viscocity = 0,001003 kgm.s 5. fuel oil vapor Density = 10.95 kgm 3 Cp = 2430 Jkg.K k = 0,0178 Wm.K Viscocity = 0,000007 kgm.s 75 Universitas Sumatera Utara 3.4.4 Analisa ANSYS Pre-processing analisa ANSYS dilakukan dengan menggunakan ANSYS Command line, sehingga dalam pengoperasian tidak menggunakan ANSYS GUI Graphic User Interface, ini dilakukan untuk mempermudah proses analisa yang sesuai dengan data dan kondisi analisa yang kompleks. Penulisan ANSYS commad line meliputi perintah untuk pembuatan model dan mesh, memasukkan data temperatur dari hasil simulasi CFD, pengaturan tekanan, dan penyelesaian secara transien. Temperatur yang dihasilkan dari perhitungan perpindahan panas oleh CFD diambil dibeberapa titik di dinding drum dan membuatnya sebagai “beban” pada analisa ANSYS. Beberapa titik yang dijadikan beban temperatur tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.11 dan Gambar 3.12 untuk lebih jelas Gambar 3.11 Titik-titik beban temperatur satuan dalam mm 76 Universitas Sumatera Utara T1 T2 T3 T4 T5 S5 T9 T11 T10 T6 T12 T7 T8 T13 Gambar 3.12 Lokasi perhitungan temperatur dan regangan Analisa ANSYS juga memasukkan kondisi batas seperti fix displacement pada beberapa bagian pada model, hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya deformasi bentuk pada bagian tersebut. Untuk lebih jelas mengenai posisi displacement pada model dapat dilihat pada Gambar 3.13 Gambar 3.13 Letak displacement pada model 77 Universitas Sumatera Utara

3.5 Menjalankan simulasi Run