Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sebuah elemen penting terhadap kelangsungan hidup bangsa. Pendidikan memiliki peran penting yang berkaitan dengan pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat, terutama membawa generasi penerus bangsa dalam pemenuhan dalam kewajiban dan tanggung jawab masyarakat. Pendidikan juga memiliki peran penting dalam kehidupan yang serba maju, serta serba canggih seperti sekarang ini. Pendidikan dikatakan penting untuk menjamin kehidupan karena pendidikan merupakan wadah untuk meningkatkan, mengembangkan kualitas sumberdaya manusia Ichda Satria Figraha Arozy, 2010:1. Perwujudan masyarakat yang berkualitas menjadi tanggung jawab pendidikan dengan mempersiapkan peserta didik menjadi semakin berperan untuk menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif, mandiri, dan profesional pada bidangnya masing-masing. Kualitas keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh keterampilan dan kemampuan guru dalam memilih dan menggunakan model pembelajaran Etin Solihatin Raharjo, 2007: 1. Menurut UU No 20 Pasal 1 ayat 1: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu lembaga yang bertujuan untuk mengembangkan potensi diri. 2 Pendidikan juga memiliki tujuan untuk memberikan pengendalian diri, mewujudkan kepribadian yang bermartabat guna menjadikan generasi penerus bangsa sebagai generasi penerus yang berguna bagi bangsa dan negara. Sekolah merupakan suatu lembaga yang memberikan pengajaran pada peserta didik. Sekolah merupakan suatu lembaga yang memberikan pendidikan secara formal, berbeda dengan keluarga dan masyarakat yang memberikan pendidikan secara informal. Hamalik Khoridatul Afroh, 2014: 1. Program pendidikan ada disetiap sekolah, meski dengan kurikulum yang telah ditetapkan tentu memiliki aturan dan tata tertib masing-masing. Aturan tersebut digunakan supaya proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan perencanaan KBM. Aturan dan tata tertib yang berlaku pada setiap sekolah pasti tidak lepas dari ketentuan bahwa setiap siswa dilarang menyontekKhoridatul Afroh, 2014:2. Kegagalan dianggap sebagai ancaman bagi siswa, karena kegagalan merupakan stimulus yang tidak menyenangkan. Respon yang dilakukan siswa dalam menghadapi ancaman kegagalan bermacam-macam,misalnya mempelajari materi secara teratur atau mempelajari soal-soal latihan yang diberikan guru. Siswa yang memberikan respon negatif untuk menghindari ancaman kegagalan tersebut dengan cara menyontek, Gibson Sujana dan Wulan, 1994: 1. Siswa tidak boleh menyontek dikarenakan sistem pendidikan Indonesia menggunakan tes atau evaluasi belajar terhadap materi yang diberikan sebelumnya untuk menunjukkan kemajuan dan penguasaan ilmu 3 anak didik menyebabkan masyarakat memandang prestasi belajar hanya dari pencapaian nilai yang tinggi, bukan pada prosesnya. Pandangan tersebut menimbulkan tekanan pada siswa untuk mencapai nilai yang tinggi. Tekanan yang dirasa oleh siswa akan membuat siswa lebih berorientasi pada nilai, bukan pada ilmu. Siswa dapat mempersepsi ujian sebagai alat untuk menyusun peringkat dan dapat menyebabkan dirinya mengalami kegagalan, bukanlah sebagai instrumenyang dapat menunjukkan kemajuan dalam proses belajar meraka Sujana dan Wulan, 1994: 2-3. Menyontek merupakan tindakan kecurangan dalam tes, melalui pemanfaatan informasi yang berasal dari luar secara tidak sah Sujana dan Wulan 1994: 2-3. Menyontek memang harus dihilangkan karena menyontek dapat menyebakan hasil evaluasi belajar yang didapatkan siswa tidak sesuai dengan kemampuan siswa yang sebenarnya. Siswa menyontek maka hasil evaluasi yang diperoleh bukanlah hasil kemampuan siswa itu sendiri, melainkan sumbangan dari kemampuan yang dimiliki temannya. Siswa ada yang menyontek maka hasil evaluasi seluruh siswa pasti akan berubah. Perilaku menyontek memang harus dihilangkan karena perilaku menyontek merupakan salah satu tindakan merugikan, yatu menyalin jawabanyang menjadi hak milik orang lain. Kenyataan yang ada berkata lain, perilaku menyontek semakin mengalami peningkatan. Perilaku menyontek seolah-olah menjadi hal yang sulit untuk dihilangka. Muncul pandangan pada masyarakat bahwa perilaku menyontek hanya dilakukan 4 oleh anak yang bodoh, hal tersebut salah. Menyontek tidak hanya dilakukan siswa yang berprestasi rendah saja, siswa dan mahasiswa yang berprestasi tinggi pernah melakukannya Dody Hartanto, 2012: 2-3 Bukti bahwa menyontek sudah menjadi benalu dalam pendidikan karakter dapat juga diliahat dari adanya berbagai pemberitaan di media masa yang mengungkapkan terjadinya perilaku menyontek ketika dilaksanakannya Ujian Ahir Nasional maupun ketika Ujian Ahir Sekolah. Kegiatan menyontek ada yang dilakukan tersistem maupun secara individual. Terdapat beberapa siswa yang sedang menyontek dan tertangkap kamera wartawan Dody Hartanto, 2012: 3 Hari terahir pelaksanaan Ujian Nasional UN SMP tanggal 8 Mei 2014. Siswa berinisial AN dari SMP Trisila, mengaku mendapatkan bocoran jawaban dari temanya di SMP N 4 secara gratis, tidak hanya Trisila ada beberapa temannya yang mengakui mendapatkan jawaban dari sekolah lain. Pengawas Ujian Nasional UN tidak pernah menegur saat AN dan temannya berbisik-bisik untuk menyontek. Seorang siswa yang berinisial MI dari SMP Muhamadiah V juga mengakui melihat teman saturuangan ujian dengannya mengeluarkan kertas yang berisi bocoran jawaban Ujian Nasional UN. MI langsung berinisiatif untuk melaporkannya kepada pengawas ujian, namun MI tidak mendapat respon dari pengawas ujian www.jawapos.com. Tanggal 9 Mei 2014 terjadi pula menyontek masal mengunakan alat komunikasi telepon gengam atau handphone HP di SMP N 67 selama ujian nasional berlangsung. Kemendikbud mengancam siswa untuk melakukan ujian susulan 5 jika penyelidikan menyontek masal terbukti kebenarannya. Kepala Pusat Perlindngan dan Pendidikan Kemendikbud, mengatakan bahwa peristiwa menyontek di SMP N 67 akibat pembiaran dari pengawas ujian www.harian.terbit.com Menyontek tidak hanya dilakukan siswa pada saat ujian. Menyontek ini juga terjadi saat siswa diberikan tugas oleh guru. Siswa yang enggan mengerjakan tugas dirumah akan menyotek temannya di sekolah. Menyontek ini dilakukan dengan cara menyalin tugas rumah teman yang sudah selesai. Siswa melakukan hal ini karena siswa ingin memperoleh nilai yang maksimal sekalipun siswa tidak mengerjakan tugas rumah secara maksimal, Dody HartantoBudi Astuti, 2012:3. . Pendapat ini diperkuat dengan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada salah satu siswa SMPN 2 Patuk yang dilaksanakan pada tanggal 25 Januari 2015. MY salah satu siswa kelas VII B mengatakan bahwa perilaku menyontek ini dilakukan saat ada ulangan harian maupun di pagi hari sebelum bel masuk sekolah berbunyi. Menyontek di pagi hari ini dilakukan karena para siswa tidak mengerjakan tugas rumah dan mereka menyontek pekerjaan rumah milik temannya. Siswa melakukan hal ini karena sudah biasa menyalin jawaban temannya bergantung pada teman yang biasanya memberi jawaban. MY juga mengatakan teman yang dianggap pintar dan memiliki jawaban ujian, selalau mengerjakan PR di rumah tidak pernah menolak jika teman- temannya meminta dan menyontek jawabannya. MY menjelaskan bahwa sebagian besar temannya menyontek dengan meminta atau meminjam 6 jawaban, kalaupun ada siswa yang menyontek dengan melihat catatan itu sangatlah sedikit. Siswa sering menyontek ketika pagi hari, siswa meminjam PR teman yang belum selesai mengerjakan, dan itu dilakuka oleh sebagian besar siswa. Wawancara yang dilakukan tanggal 8 April 2015 pada salah satu guru mata pelajaran diperoleh data bahwa siswa kelas VII B memang sering menyontek. Siswa biasanya menyontek teman ketika ujian, mengerjakan tugas rumah, maupun saat ulangan harian. Siswa menyontek karena siswa takut dihukum jika tidak mengerjakan PR, selain itu siswa juga takut nilainya akan dikurangi jika ia tidak mengerjakan PR. Guru mata pelajaran tersebut menjelaskan bahwa siswa yang memiliki jawaban tidak pernah menolak jika temannya menyontek jawaban miliknya. Siswa tertentu yang sering dimintai jawaban saat ulangan terlihat kesal jika temannya terus menerus bertanya, namun siswa masih memberikan jawaban pada teman yang menyontek. Berdasarkan wawancara pada tanggal 25 Januari 2015 yang dilakukan terhadap guru BK SMP N 2 Patuk dapat diketahui, bahwa siswa kelas VII B memang sering melakukan perilaku menyontek siswa kelas VII B menyontek saat ulangan dengan cara melihat jawaban teman dan menyalinnya, memberikan kode untuk meminta ataupun memberi jawaban. Selain itu menyontek juga dilakukan dengan cara pergi ke kamar mandi secara bergantian dan meletakan kunci jawaban disalah satu bagian kamar mandi. Guru BK di SMP N 2 Patuk memaparkan bahwasanya di kelas VII B belum diberikan layanan konseling dengan materi mereduksi perilaku menyontek. 7 BK merupakan salah satu sarana untuk memberikan layanan konseling bagi warga sekolah, baik layanan bimbingan pribadi, dalam bentuk klasikal, konseling individu maupun konseling kelompok. Guru BK SMP N 2 Patuk sudah mengupayakan secara maksimal untuk memberikan layanan bimbingan dan konseling, namun keterbatasan waktu menjadi salah satu kendala pemberian layanan bimbingan dan konseling. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada salah satu siswa kelas VIIB, guru mapel dan Guru BK di SMP N 2 Patuk, peliti tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas di SMP N 2 Patuk. Hal ini didukung oleh observasi yang telah dilakukan peneliti. Berdasarkan observasi yang dilakukan didapat hasil bahwa siswalebih banyak melakukan perilaku menyontek secara sosial. Perilaku menyontek yang ditunjukkan dilakukan dengan cara meminta jawaban pada teman, meminjam PR, sebagian besar siswa yang dimintai jawaban menolak ketika ada teman yang meminta jawaban. Pemanfaatan media BK di SMP N 2 Patuk dirasa masih kurang, di depan ruang BK ada papan kosong untuk menempelkan mading atau poster yang berkaitan dengan layanan BK di sekolah, akan tetapi papan tersebut terlihat kosong. Mading atau poster yang berkaitan dengan BK yang mampu dijadikan sebagai salah satu media untuk mereduksi perilaku menyontek siswa tidak terlihat disana. Bimbingan dan Konseling merupakan komponen sekolah yang bertugas memberi layanan dalam bimbingan pada siswa dalam upaya mengoptimalkan potensi siswa agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal dalam bidang pribadi, bidang belajar, bidang sosial dan bidang karir.Permendiknas No. 35 Tahun 2010 tentang petujuk teknis ketentuan pelaksanaan jabatan fungsional dan angka kreditnya. 8 Berdasarkan Permendiknas No. 35 Tahun 2010, BK bertugas untuk mengoptimalkan potensi siswa agar siswa mampu mandiri dan berkembang secara optimal dalam bidang layanan bimbingan pribadi, sosial belajar dan karir. Tugas ini dirasa peneliti belum sempurna jika guru BK masih membiarkan perilaku menyontek terjadi. Upaya yang dilakukan untuk mereduksi perilaku menyontek salah satunya menggunakan assertive training. Corey 2009: 429 menyatakan bahwa asumsi dasar dari pelatihan asertif adalah setiap orang memiliki hak untuk mengungkapkan perasaannya, pendapat, apa yang diyakini serta sikapnya terhadap orang lain dengan tetap menghormati dan menghargai hak-hak orang tersebut Berdasarkan permasalahan yang ada dan penjelasan mengenai assertive training maka peneliti dalam membantu mereduksi perilaku menyontek pada siswa adalah memberikan layanan konseling menggunakan teknik assertive training, dalam menggunakan teknik asertif ini, peneliti berusaha memberikan keberanian pada konseli dalam menghadapi kesulitan terhadap orang lain. Pelaksanaan teknik asertif ini adalah dengan role playing, siswa nantinya akandilatih untuk menghadapi kondisi yang tidak menyenangkan yang berasal dari lingkungannya. Peneliti terdahulu juga sudah mengembangkan dan menerapkan assertive training untuk siswa. Hasil penelitian dari Risma Fidiyanti 2009: 1 menjelaskan bahwa assertive training cocok untuk mereduksi perilaku merokok remaja. 9

B. Identifikasi Masalah