UPAYA MEREDUKSI PERILAKU MENYONTEK MELALUI ASSERTIVE TRAINING PADA SISWA KELAS VII B SMPN 2 PATUK.

(1)

UPAYA MEREDUKSI PERILAKU MENYONTEK MELALUI ASSERTIVE

TRAINING PADA SISWA KELAS VII B SMPN 2 PATUK

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Anisa Cony Puspitasari NIM 11104244054

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.

Yogyakarta, 17 September 2015

Anisa Cony Puspitasari NIM. 11104244054


(4)

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul UPAYA MEREDUKSI PERILAKU MENYONTEK SISWA MELALUI” yang disusun oleh Anisa Cony Puspitasari, NIM 11104244054 ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 22 Oktober 2015 dan dinyatakan lulus.

DEWAN PENGUJI

Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal

Isti Yuni Purwanti, M.Pd Ketua Penguji ……….. ……….. Sugiyanto, M.Pd Sekretaris Penguji ……….. ……….. Tin Suharmini, M.Si Penguji Utama ……….. ………..

Yogyakarta,

Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Dekan,

Dr. Haryanto, M.Pd.


(5)

MOTTO

Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak

lengah dari apa yang mereka kerjakan. (Terjemahan QS. Al-An’am ayat 132).


(6)

HALAMAN PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persembahkan untuk :

1. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Orang tua saya yang selalu memberikan semangat, dukungan dalam berbagai hal, serta doa yang tak pernah putus-putusnya.


(7)

UPAYA MEREDUKSI PERILAKU MENYONTEK SISWA MELALUI

ASSERTIVE TRAINING PADA SISWA KELAS VII B SMP N 2 PATUK Oleh

Anisa Cony Puspitasari NIM 11104244054

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui reduksi perilaku menyontek siswa kelas VII B di SMP N 2 Patuk menggunakan assertive training.

Penelitian ini menggunakanjenis penelitian tindakan kelas dengan subjek penelitian adalah siswa kelas VII B SMPN 2 Patuk yang berjumlah 30 siswa. Setiap siklusnya mengacu pada perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Proses pengambilan data dalam penelitian ini melalui observasi,wawancara, dan skala perilaku menyontek. Validitas data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan validitas constrak. Reliabilitas skala perilaku menyontek diuji menggunakan Alpha Crobach. Teknik analisis data menggunakan teknik kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa assertive training sebagai teknik bimbingan di SMP dapat mereduksi perilaku menyontek siswa. Teknik assertive training sendiri terdiri dari pemahaman mengenai peerilaku menyontek, dampak dari perilaku menyontek, teknik assertive training, mengidentifikasi perilaku menyontek yang pernah dilakukan siswa, bermain peran, serta diskusi. Keberhasilan reduksi perilaku menyontek ini dapat dilihat dari hasil skala perilaku menyontek siswa dimana pada paska nilai rata-rata siswa 78,25 yang termasuk dalam kategori sedang, setelah dilaksanakannya siklus I nilai rata-rata siswa mash sedang akan tetapi mengalami reduksi yaitu 66,56 dengan rata-rata prosentase 15,04%, dan siklus II rata-rata sebesar 50,20 yang termasuk kedalam kategori rendah, dengan prosentase reduksi sebesar 20,69%. Penelitian dihentikan sampai siklus II karena sudah mencapai batas indicator, dimana sudah 75% siswa yang mengalami reduksi kedalam kategori rendah, dimana skor berada dibawh 60.

Kata kunci: perilaku menyontek, assertive training, siswa SMP


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “ Upaya Mereduksi Perilaku Menyontek Siswa Melalui Assertive Training Pada Siswa Kelas VII B SMP N 2 Patuk.” Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dekan FIP Universitas Negeri Yogyakarta yang telah berkenan mengesahkan skripsi ini.

2. Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan kesempatan dan dukungan penuh kepada penulis.

3. Ibu Isti Yuni Purwanti. M.Pd, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan semangat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terwujud dengan baik.

4. Kepala SMPN 2 Patuk, yang telah memberikan izin dan dukungan pada penelitian ini.

5. Ibu Siti Nurjanah S.Pd, selaku guru Bimbingan dan Konseling SMP N 2 Patuk yang telah memberikan kesempatan dan dukungan kepada penulis. 6. Kedua orang tua saya bapak Joko Santoso, dan Ibu Rochani yang telah

memberikan dukungan, dan semangat dalam berbagai bentuk, serta doa yang tak pernah putus-putusnya.


(9)

7. Sahabat-sahabat saya, yang telah memberikan semangat dan dukungan serta bantuan dalam berbagai hal, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tanpa kehadirat Allah SWT, penulisan skripsi ini tidak akan terwujud, begitupun atas bantuan berbagai pihak, baik moral, maupun spiritual. Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak.

Yogyakarta 17 September 2015 Penulis

Anisa Cony Puspitasari NIM. 11104244054


(10)

DAFTAR ISI Hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR……….viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTARTABE ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masala ... 9

C. Batasan Masalah ... 9

D. Rumusan Maslah ... 9

E. Tujuan Penelitin ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Tentang Perilaku Menyontek ... 12

1. Pengertian Perilaku Menyontek ...11

2. Bentuk Perilaku Menyontek ……….... 12

3. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Menyontek...15

B. Kajian Tentang Remaja ... 1. Pengertian Remaja ... 21

2. Tugas Perkembangan Remaja ... 22

3. Ciri-ciri Remaja ... 24


(11)

C. Kajian Tentang Assertive Training ... 29

1. Hakikat Perilaku Assertif ... 29

2. Tujuan Assertive Training... 31

3. Prosedur Assertive Training ... 31

D. Bimbingan Pribadi Sosial ... 36

E. Assertive Trainin Untuk Mereduksi Perilaku Menyontek ... 36

F. Hipotesis Tindakan ... 37

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 38

B. Subjek Penelitian ... 39

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

D. Desain Penelitian ... 40

E. Rancangan Tindakan ... 41

F. Teknik Pengumpulan Data ... 46

G. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 50

H. Karakteristik Keberhasilan ... 55

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Diskripsi Loksi Penelitian ... 56

B. Data Awal dan Subjek Penelitian ... 56

C. Diskripsi Pelaksanaan dan Hasil Tindakan ... 59

D. Pembahasan... 84

E. Keterbatasan Penelitian ... 87

BABA V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 88

B. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91


(12)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Kisi-kisi Skala Perilaku Menyontek ... 48

Tabel 2. Skor Skala Perilaku Menyontek ... 49

Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Observas ... 49

Table 4. Kisi-kisi Pedoman Wawancar ... 50

Table 5. Rumus Kategori Skala ... 54

Table 6. Kategori Skala Perilaku Menyontek ... 54

Table 7. Jadwal Kelas ... 57

Table 8. Hasil Pra Tindakan ... 58

Table 9. Daftar Siswa yang diberi Tindakan ... 59

Table 10. Rangkuman Item Gugur ... 60

Table 11. Hasil Pasca Tindakan ... 68

Table 12. Skor Perbandingan Pra Tindakan dan Pasca Tindakan I ... 69

Table 13. Hasil Pasca Tindakan II ... 80


(13)

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 1. Visualisasi Siklus Penelitian ……….. 40 Gambar 2. Diagram Reduksi Perilaku Menyontek ……… 83


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Hasil observasi ... 94

Lampiran 2. Hasil wawancara ... 97

Lampiran 3. Skenario ... 104

Lampiran 4. Uji validitas dan reliabilitas ... 112

Lampiran 5. Skala Perilaku Menyontek ... 117

Lampiran 6. Hasil Skala Perilaku Menyontek ... 121


(15)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sebuah elemen penting terhadap kelangsungan hidup bangsa. Pendidikan memiliki peran penting yang berkaitan dengan pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat, terutama membawa generasi penerus bangsa dalam pemenuhan dalam kewajiban dan tanggung jawab masyarakat. Pendidikan juga memiliki peran penting dalam kehidupan yang serba maju, serta serba canggih seperti sekarang ini. Pendidikan dikatakan penting untuk menjamin kehidupan karena pendidikan merupakan wadah untuk meningkatkan, mengembangkan kualitas sumberdaya manusia (Ichda Satria Figraha Arozy, 2010:1).

Perwujudan masyarakat yang berkualitas menjadi tanggung jawab pendidikan dengan mempersiapkan peserta didik menjadi semakin berperan untuk menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif, mandiri, dan profesional pada bidangnya masing-masing. Kualitas keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh keterampilan dan kemampuan guru dalam memilih dan menggunakan model pembelajaran (Etin Solihatin & Raharjo, 2007: 1).

Menurut UU No 20 Pasal 1 ayat 1: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu lembaga yang bertujuan untuk mengembangkan potensi diri.


(16)

Pendidikan juga memiliki tujuan untuk memberikan pengendalian diri, mewujudkan kepribadian yang bermartabat guna menjadikan generasi penerus bangsa sebagai generasi penerus yang berguna bagi bangsa dan negara.

Sekolah merupakan suatu lembaga yang memberikan pengajaran pada peserta didik. Sekolah merupakan suatu lembaga yang memberikan pendidikan secara formal, berbeda dengan keluarga dan masyarakat yang memberikan pendidikan secara informal. Hamalik (Khoridatul Afroh, 2014: 1). Program pendidikan ada disetiap sekolah, meski dengan kurikulum yang telah ditetapkan tentu memiliki aturan dan tata tertib masing-masing. Aturan tersebut digunakan supaya proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan perencanaan KBM. Aturan dan tata tertib yang berlaku pada setiap sekolah pasti tidak lepas dari ketentuan bahwa setiap siswa dilarang menyontek(Khoridatul Afroh, 2014:2).

Kegagalan dianggap sebagai ancaman bagi siswa, karena kegagalan merupakan stimulus yang tidak menyenangkan. Respon yang dilakukan siswa dalam menghadapi ancaman kegagalan bermacam-macam,misalnya mempelajari materi secara teratur atau mempelajari soal-soal latihan yang diberikan guru. Siswa yang memberikan respon negatif untuk menghindari ancaman kegagalan tersebut dengan cara menyontek, Gibson (Sujana dan Wulan, 1994: 1).

Siswa tidak boleh menyontek dikarenakan sistem pendidikan Indonesia menggunakan tes atau evaluasi belajar terhadap materi yang diberikan sebelumnya untuk menunjukkan kemajuan dan penguasaan ilmu


(17)

anak didik menyebabkan masyarakat memandang prestasi belajar hanya dari pencapaian nilai yang tinggi, bukan pada prosesnya. Pandangan tersebut menimbulkan tekanan pada siswa untuk mencapai nilai yang tinggi. Tekanan yang dirasa oleh siswa akan membuat siswa lebih berorientasi pada nilai, bukan pada ilmu. Siswa dapat mempersepsi ujian sebagai alat untuk menyusun peringkat dan dapat menyebabkan dirinya mengalami kegagalan, bukanlah sebagai instrumenyang dapat menunjukkan kemajuan dalam proses belajar meraka (Sujana dan Wulan, 1994: 2-3).

Menyontek merupakan tindakan kecurangan dalam tes, melalui pemanfaatan informasi yang berasal dari luar secara tidak sah (Sujana dan Wulan 1994: 2-3). Menyontek memang harus dihilangkan karena menyontek dapat menyebakan hasil evaluasi belajar yang didapatkan siswa tidak sesuai dengan kemampuan siswa yang sebenarnya. Siswa menyontek maka hasil evaluasi yang diperoleh bukanlah hasil kemampuan siswa itu sendiri, melainkan sumbangan dari kemampuan yang dimiliki temannya. Siswa ada yang menyontek maka hasil evaluasi seluruh siswa pasti akan berubah.

Perilaku menyontek memang harus dihilangkan karena perilaku menyontek merupakan salah satu tindakan merugikan, yatu menyalin jawabanyang menjadi hak milik orang lain. Kenyataan yang ada berkata lain, perilaku menyontek semakin mengalami peningkatan.

Perilaku menyontek seolah-olah menjadi hal yang sulit untuk dihilangka. Muncul pandangan pada masyarakat bahwa perilaku menyontek hanya dilakukan


(18)

oleh anak yang bodoh, hal tersebut salah. Menyontek tidak hanya dilakukan siswa yang berprestasi rendah saja, siswa dan mahasiswa yang berprestasi tinggi pernah melakukannya (Dody Hartanto, 2012: 2-3)

Bukti bahwa menyontek sudah menjadi benalu dalam pendidikan karakter dapat juga diliahat dari adanya berbagai pemberitaan di media masa yang mengungkapkan terjadinya perilaku menyontek ketika dilaksanakannya Ujian Ahir Nasional maupun ketika Ujian Ahir Sekolah. Kegiatan menyontek ada yang dilakukan tersistem maupun secara individual. Terdapat beberapa siswa yang sedang menyontek dan tertangkap kamera wartawan ( Dody Hartanto, 2012: 3)

Hari terahir pelaksanaan Ujian Nasional (UN) SMP tanggal 8 Mei 2014. Siswa berinisial AN dari SMP Trisila, mengaku mendapatkan bocoran jawaban dari temanya di SMP N 4 secara gratis, tidak hanya Trisila ada beberapa temannya yang mengakui mendapatkan jawaban dari sekolah lain. Pengawas Ujian Nasional (UN) tidak pernah menegur saat AN dan temannya berbisik-bisik untuk menyontek. Seorang siswa yang berinisial MI dari SMP Muhamadiah V juga mengakui melihat teman saturuangan ujian dengannya mengeluarkan kertas yang berisi bocoran jawaban Ujian Nasional (UN). MI langsung berinisiatif untuk melaporkannya kepada pengawas ujian, namun MI tidak mendapat respon dari pengawas ujian Mei 2014 terjadi pula menyontek masal mengunakan alat komunikasi telepon gengam atau handphone (HP) di SMP N 67 selama ujian nasional berlangsung. Kemendikbud mengancam siswa untuk melakukan ujian susulan


(19)

jika penyelidikan menyontek masal terbukti kebenarannya. Kepala Pusat Perlindngan dan Pendidikan Kemendikbud, mengatakan bahwa peristiwa menyontek di SMP N 67 akibat pembiaran dari pengawas ujian

Menyontek tidak hanya dilakukan siswa pada saat ujian. Menyontek ini juga terjadi saat siswa diberikan tugas oleh guru. Siswa yang enggan mengerjakan tugas dirumah akan menyotek temannya di sekolah. Menyontek ini dilakukan dengan cara menyalin tugas rumah teman yang sudah selesai. Siswa melakukan hal ini karena siswa ingin memperoleh nilai yang maksimal sekalipun siswa tidak mengerjakan tugas rumah secara maksimal, Dody Hartanto(Budi Astuti, 2012:3).

.

Pendapat ini diperkuat dengan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada salah satu siswa SMPN 2 Patuk yang dilaksanakan pada tanggal 25 Januari 2015. MY salah satu siswa kelas VII B mengatakan bahwa perilaku menyontek ini dilakukan saat ada ulangan harian maupun di pagi hari sebelum bel masuk sekolah berbunyi. Menyontek di pagi hari ini dilakukan karena para siswa tidak mengerjakan tugas rumah dan mereka menyontek pekerjaan rumah milik temannya. Siswa melakukan hal ini karena sudah biasa menyalin jawaban temannya (bergantung pada teman yang biasanya memberi jawaban). MY juga mengatakan teman yang dianggap pintar dan memiliki jawaban ujian, selalau mengerjakan PR di rumah tidak pernah menolak jika teman-temannya meminta dan menyontek jawabannya. MY menjelaskan bahwa sebagian besar temannya menyontek dengan meminta atau meminjam


(20)

jawaban, kalaupun ada siswa yang menyontek dengan melihat catatan itu sangatlah sedikit. Siswa sering menyontek ketika pagi hari, siswa meminjam PR teman yang belum selesai mengerjakan, dan itu dilakuka oleh sebagian besar siswa.

Wawancara yang dilakukan tanggal 8 April 2015 pada salah satu guru mata pelajaran diperoleh data bahwa siswa kelas VII B memang sering menyontek. Siswa biasanya menyontek teman ketika ujian, mengerjakan tugas rumah, maupun saat ulangan harian. Siswa menyontek karena siswa takut dihukum jika tidak mengerjakan PR, selain itu siswa juga takut nilainya akan dikurangi jika ia tidak mengerjakan PR. Guru mata pelajaran tersebut menjelaskan bahwa siswa yang memiliki jawaban tidak pernah menolak jika temannya menyontek jawaban miliknya. Siswa tertentu yang sering dimintai jawaban saat ulangan terlihat kesal jika temannya terus menerus bertanya, namun siswa masih memberikan jawaban pada teman yang menyontek.

Berdasarkan wawancara pada tanggal 25 Januari 2015 yang dilakukan terhadap guru BK SMP N 2 Patuk dapat diketahui, bahwa siswa kelas VII B memang sering melakukan perilaku menyontek siswa kelas VII B menyontek saat ulangan dengan cara melihat jawaban teman dan menyalinnya, memberikan kode untuk meminta ataupun memberi jawaban. Selain itu menyontek juga dilakukan dengan cara pergi ke kamar mandi secara bergantian dan meletakan kunci jawaban disalah satu bagian kamar mandi. Guru BK di SMP N 2 Patuk memaparkan bahwasanya di kelas VII B belum diberikan layanan konseling dengan materi mereduksi perilaku menyontek.


(21)

BK merupakan salah satu sarana untuk memberikan layanan konseling bagi warga sekolah, baik layanan bimbingan pribadi, dalam bentuk klasikal, konseling individu maupun konseling kelompok. Guru BK SMP N 2 Patuk sudah mengupayakan secara maksimal untuk memberikan layanan bimbingan dan konseling, namun keterbatasan waktu menjadi salah satu kendala pemberian layanan bimbingan dan konseling.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada salah satu siswa kelas VIIB, guru mapel dan Guru BK di SMP N 2 Patuk, peliti tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas di SMP N 2 Patuk. Hal ini didukung oleh observasi yang telah dilakukan peneliti. Berdasarkan observasi yang dilakukan didapat hasil bahwa siswalebih banyak melakukan perilaku menyontek secara sosial. Perilaku menyontek yang ditunjukkan dilakukan dengan cara meminta jawaban pada teman, meminjam PR, sebagian besar siswa yang dimintai jawaban menolak ketika ada teman yang meminta jawaban. Pemanfaatan media BK di SMP N 2 Patuk dirasa masih kurang, di depan ruang BK ada papan kosong untuk menempelkan mading atau poster yang berkaitan dengan layanan BK di sekolah, akan tetapi papan tersebut terlihat kosong. Mading atau poster yang berkaitan dengan BK yang mampu dijadikan sebagai salah satu media untuk mereduksi perilaku menyontek siswa tidak terlihat disana.

Bimbingan dan Konseling merupakan komponen sekolah yang bertugas memberi layanan dalam bimbingan pada siswa dalam upaya mengoptimalkan potensi siswa agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal dalam bidang pribadi, bidang belajar, bidang sosial dan bidang karir.Permendiknas No. 35 Tahun 2010 tentang petujuk teknis ketentuan pelaksanaan jabatan fungsional dan angka kreditnya.


(22)

Berdasarkan Permendiknas No. 35 Tahun 2010, BK bertugas untuk mengoptimalkan potensi siswa agar siswa mampu mandiri dan berkembang secara optimal dalam bidang layanan bimbingan pribadi, sosial belajar dan karir. Tugas ini dirasa peneliti belum sempurna jika guru BK masih membiarkan perilaku menyontek terjadi. Upaya yang dilakukan untuk mereduksi perilaku menyontek salah satunya menggunakan assertive training.

Corey (2009: 429) menyatakan bahwa asumsi dasar dari pelatihan asertif adalah setiap orang memiliki hak untuk mengungkapkan perasaannya, pendapat, apa yang diyakini serta sikapnya terhadap orang lain dengan tetap menghormati dan menghargai hak-hak orang tersebut

Berdasarkan permasalahan yang ada dan penjelasan mengenai

assertive training maka peneliti dalam membantu mereduksi perilaku

menyontek pada siswa adalah memberikan layanan konseling menggunakan teknik assertive training, dalam menggunakan teknik asertif ini, peneliti berusaha memberikan keberanian pada konseli dalam menghadapi kesulitan terhadap orang lain. Pelaksanaan teknik asertif ini adalah dengan role playing, siswa nantinya akandilatih untuk menghadapi kondisi yang tidak menyenangkan yang berasal dari lingkungannya.

Peneliti terdahulu juga sudah mengembangkan dan menerapkan

assertive training untuk siswa. Hasil penelitian dari Risma Fidiyanti (2009: 1) menjelaskan bahwa assertive training cocok untuk mereduksi perilaku merokok remaja.


(23)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah yang dapat diteliti, yaitu :

1. Sebagian besar siswa tidak bisa menolak ketika ada teman yang meminjam tugas rumah.

2. Kurangnya asertivitas siswa membuat perilaku menyontek marak terjadi di kelas VII B.

3. Belum diterapkannya teknik assertive training untuk mereduksi perilaku menyontek di kelas VII B

C. Batasan Masalah

Berdasarkan beberapa permasalahan tersebut, peneliti membatasi masalah pada permasalahan belum diterapkannya teknik assertive training

untuk mereduksi perilaku menyontek di kelas VII B.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalahnya sebagai berikut: Bagaimana mereduksi perilaku menyontek menggunakan teknik assertive training pada siswa kelas VII B SMP N 2 Patuk

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai peneliti mengetahui penggunaan assertive training untuk mereduksi perilaku menyontek.


(24)

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan mafaat sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Sumbangan pemikiran penelitian ini dapat digunakan untuk menambah khasanah kepustakaan dalam bidang bimbingan dan konseling.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi guru Bk

Bagi guru BK diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keefektifan assertive trainingdalam mereduksi perilaku menyontek siswa

b. Bagi peserta didik.

Dapat mereduksi perilaku menyontek peserta didik sehingga peserta didik mampu menjadi generasi penerus bangsa yang berkarakter dan berkualitas.

c. Bagi peneliti selanjutnya.

Memberikan dasar pengembangan penelitian lebih lanjut dalam memahami lebih mendalam mengenai assertive training serta memiliki metode-metode baru untuk mereduksi perilaku menyontek.


(25)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kajian Tentang Perilaku Menyontek 1. Pengertian Menyontek

Menyontek merupakan bentuk kecurangan akademik yang membuat hasil evaluasi berubah, karena hasil evaluasi tidak dapat menggambarkan ketercapaian kemampuan siswa yang sebenarnya. Hasil evaluasi tersebut menjadi landasan untuk mengambil keputusan salah satunya adalah untuk menentukan kelulusan siswa selama mengikuti proses pembelajaran, sehingga siswa harus menyiapkan diri dengan baik untuk menghadapi evaluasi (Warisyah, 2013:3)

Dody Hartanto (Budi Astuti, 2012: 3) yang menjelaskan bahwa perilaku plagiat merupakan bagian dari perilaku menyontek yang dimaknai sebagai mengambil kata atau ide dari pekerjaan orang lain. Menyontek ini tidak hanya dilakukan ketika ujian. Menyontek ini juga dilakukan ketika siswa menyalin tugas temannya, baik tugas rumah maupun tugas disekolah.

Menyontek dapat diartikan dengan perbuatan penipuan atau tindakan yang tidak jujur. Menyontek sebagai perbuatan curang, tidak jujur dalam mendapatkan jawaban pada saat tes. Perilaku menyontek dilarang karena perilaku menyontek merupakan perbuatan yang menyalahi aturan yang telah ditetapkan. Donald D. Carpenter (Dody


(26)

Hartanto,2012: 10). Pendapat ini juga didukung oleh Kelly R.Taylor (Dody Hartanto, 2012:11) yang menjelaska menyontek merupakan mengikuti ujian melalui jalan yang tidak jujur. Melanggar aturan dalam ujian dan kesepakatannya. Ketidak jujuran ini bisa dilakukan melalui beberapa cara mulai dari melihat dan menyalin jawaban teman, bertanya pada teman saat ujian, maupun dengan meminjam jawaban teman saat ujian. Inilah yang menyebabkan perilaku menyontek harus dihindari.

2. Bentuk Perilaku Menyontek

Individu memiliki bermacam-macam cara untuk melakukan perilaku menyontek. Kalasumeir (Uni Setyani, 2007: 19) yang mengemukakan bahwa menyontek dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, antara lain:

a. Menggunakan catatan jawaban sewaktu tes

Siswa mencatat materi yang akan diujikan ketika ujian siswamembuat catatan dan menyalinnya untuk menjawab pertanyaan yang ada, inilah yang disebut sebagai menggunakan jawaban ketika tes.

b. Memberi jawaban yang telah selesai pada teman

Siswa yang sudah selesai mengerjakan tugas maupun dalam ujian biasanya menjadi sasaran siswa lain untuk menyontek. Siswa yang belum selesai mengerjakan tugas maupun ujian biasanya meminta jawaban pada siswa yang sudah selesai. Siswa yang sudah selesai


(27)

akan memberikan jawaban yang diminta oleh temannya. Pemberian jawaban ini bisa dilakukan melalui isyarat, media informasi, ataupun dengan memperlihatkan secara langsung jawaban yang dimiliki. c. Mengelak dari peraturan-peraturan yang telah ditetapkan

Guru maupun sekolah tentu memiliki peraturan untuk tidak menyontek. Peraturan sekolah ada dengan tertulis, saat ulangan biasanya guru menerangkan peraturan untuk tidak menyontek, siswa mengelak dan melakukan perilaku menyontek tersebut. Mengelak dari peraturan ini juga dilakukan pada saat mengerjakan tugas, siswa mengelak dengan cara tetap mengerjakan tugas di sekolah dengan cara menyontek

d. Mengelak dari peraturan-peraturan yang telah ditetapkan pada saat ujian, baik peraturan tertulis maupun peraturan yang ditetapkan oleh guru. Siswa tidak menghiraukan peraturan yang sudah ada dan tetap melakukan perilaku menyontek.

Bentuk-bentuk perilaku menyontek mengalami perkembangan, hal ini dikemukakan oleh Alhadz (Uni Setyani, 2007: 19) yang menyebutkan bentuk- bentuk menyontek sebagai berikut

a. Perjokian seperti kasus yang sering terjadi dalam ujian

Perjokian ini dilakukan dengan cara menyuruh orang lain untuk menggantikan peserta ujian agar nilai dan hasil yang diperoleh didapatkan dengan maksimal.


(28)

b. Memberi lilin/ pelumas atau menebarkan atom magnet pada lemba jawab. Memberi lilin/ pelumas atau menebar atom magnet pada lembar jawab komputer ini bertujuan untuk mengecoh mesin scanner

komputer, sehingga gagal mendeteksi jawaban dan menganggap semua jawaban benar.

Individu yang menjalani tersebut melakukan perilaku menyontek seperti ini biasanya dikarenakan bingung akan jawaban yang benar, sehingga individu memilih untuk melakukan hal tersebut.

Hethrington and Feldman (Dody Hartanto, 2011 : 17) mengelompokkan menyontek kedalam empat bentuk, yaitu:

a. Individual-oppor-tu-nistic.

Merupakan sebagai perilaku dimana siswa menganti suatu jawaban ketika ujian atau tes sedang berlangsung dengan menggunakan catatan ketika guru keluar dari kelas.

b. Independen planned

Penggunaan catatan ketika tes atau ujian berlangsung, dengan kata lain membawa jawaban yeng telah lengkap atau dipersiapkan dengan menulis terlebih dahulu sebelum ujian berlangsung.

c. Social-active.

Perilaku menyontek dilakukan dengan cara menjiplak, meminta jawaban dari orang lain untuk disalin.


(29)

d. Social-pas-sive.

Perilaku menyontek dimana individu memperbolehkan teman atau oranglain melihat dan mengkopi jawabannya.

Berdasarkan bentuk bentuk perilaku menyontek dapat diambil kesimpulan bahwa bentuk-bentuk perilaku menyontek dilakukan dengan cara: menggunakan catatan jawaban sewaktu ujian/ tes, mencontoh jawaban siswa lain, memberikan jawaban yang telah selesai kepada teman, dan mengelak dari aturan-aturan, maupun kecurangan dengan menyewa joki dan memberi pelumas pada lembar jawab komputer.

3. Faktor yang Mempengaruhi perilaku Menyontek

Individu yang melakukan perilaku menyontek tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Kalsumer (Uni Setyani 2007: 20) faktor yang mempengaruhi menyontek adalah:

a.Malas belajar

Siswa merasa malas untuk berusaha karena siswa merasa usaha apapun yang dilakukan tidak akan berperan banyak dalam keberhasilannya. Siswa yang memiliki konsep diri negatif akan merasa tidak percaya diri dengan kemampuannya dan malas berusaha karena merasa dirinya tidak kompeten dan tidak akan mampu mencapai prestasi yang diharapkan.


(30)

b. Ketakutan mengalami kegagalan dalam meraih prestasi

Ketakutan akan suatu kegagalan dan mendapatkan nilai yang tidak baik membuat individu/ siswa merasa khawatir. Ketakutan akan kegagalan ini dihindarai dengan melakukan perilaku menyontek.

c.Tuntutan dari orang tua untuk mendapatkan nilai yang baik

Harapan orang tua yang terlalu tinggi membuat anaknya takut gagal dan mengecewakan orangtuanya. Ketakutan inilah yang mendorong anak untuk menyontek

Dody Hartanto (2011: 40-42) mengungkap lebih dalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menyontek siswa, adapaun faktor yang mempengaruhi adalah sebagai berikut: a. Kurangnya pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan

plagiarism

Siswa yang menyontek ini kurang memahami mengenai menyontek dan dampak dari perilaku menyontek, baik bagi pelaku maupun bagi pemberi contekan.

b.Keinginan untuk memperoleh hasil yang lebih baik dengan cara yang efisien

Siswa yang ingin memperoleh nilai yang baik sering tidak disertai dengan kemampuan dan keinginan belajar yang lebih giat, itulah yang menyebabkan keinginan untuk melakukan perilaku menyontek.


(31)

c. Masalah mengenai pegaturan waktu

Siswa yang tidak dapat mengatur waktu belajar dengan baik tidak akan mampu belajar secara maksimal, inilah yang menjadi salah satu faktor munculnya keinginan untuk menyontek.

d. Permasalahan nilai yang dianut, anggapan wajar tentang menyontek

Sebagian siswa menganggap menyontek adalah hal yang wajar, siswa sering melihat teman-temannya menyontek dan tidak mendapat teguran dari guru. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor pendorong siswa untuk menyontek.

e. Menentang atau kurang menghormati aturan yang sudah ada

Siswa yang menyontek tentunya sudah paham mengenai peraturan untuk tidak menyontek, namun siswa tetap menyontek tanpa menghiraukan peraturan yang ada.

f. Perilaku yang negatif guru dan kelas

Kelas biasanya membawa pengaruh, siswa yang teman sekelasnya menyontek akan ikut terpengaruh menyontek, sedangkan guru yang membiarkan siswa menyontek akan membuat siswa untuk terus menyontek.

g. Kurangnya pencegahan

Guru yang melihat siswanya menyontek terkadang membiarkan siswanya melakukan perilaku menyontek itu terjadi. Idealnya


(32)

sebelum melakukan ujian guru membacakan mengenai peraturan ujian dan salah satu isinya siswa dilarang menyontek, namun siswa tetap menyontek dan guru membiarkan, hal ini yang membuat siswa lebih leluasa untuk menyontek.

h.Tekanan dari teman sebaya

Teman sebaya tentu memiliki pengaruh yang luas terhadp perilaku menyontek. Siswa yang tidak mau memberi contekan biasanya akan diejek, dikucilkan dan dijauhi temannya. Keadaan seperti ini yang menjadi salah satu faktor pemicu menyontek. i. Pandangan bahwa menyontek tidak memberikan dampak pada

orang lain

Siswa yang menyontek biasanya hanya memikirkan keberhasilannya sendiri. Siswa tidak memahami bahwa meyontekitu dapat merugikan teman yang dimintai contekan. j. Menyontek terjadi karena erosi perilaku

Menyontek dapat terjadi karena erosi perilaku, yakni siswa lebih mementingkan membantu teman-teman untuk memenuhi keberhasilan saat ujian. Siswa tidak menghiraukan mengenai dampak negatif yang ditimbulkan dari menyontek.

k. Menyontek karena pembiaran oleh guru

Guru yang mengawasi ujian membiarkan saja siswanya menyontek, selain itu guru juga mengawasi ujian dengan tidak sungguh-sungguh, contohnya tidur saat sedang mengawasi ujian,


(33)

ditinggal keluar ruangan dengan kurun waktu yang lumayan lama, dan lain-lain.

l. Menyontek karena tuntutan orang tua akan rangking

Tuntutan rangking maupun nilai yang tinggi dari orang tua, maupun syarat yang diajukan orang tua jika anaknya menginginkan hadiah membuat siswa untuk melakukan berbagai cara agar mendapatkan nilai terbaik, siswa melakukan semua cara untuk mendapatkan nilai terbaik, salah satunya dengan menyontek.

m.Menyontek merupakan pertarungan dalam diri individu.

Menyontek merupakan pertarungan antara Dash Ich dan Das Uber Ich, yaitu pertarungan antara dorongan-dorongan yang realistis rasional dan logis melawan melawan prinsip-prinsip moralitas dan pencarian kesempurnaan. Pertarungan ini terjadi karena ingin menciptakan keinginan memperoleh nilai yang baik berdasarkan lingkungan sekitarnya. Keinginan siswa untuk mendapatkan nilai yang baik dengan menyontek.

n. Menyontek dikarenakan masalah prokrastinasi.

Siswa yang melakukan prokrastinasi (menunda-nunda pekerjaan) akan mudah menjadi siswa penyontek dibandingkan dengan siswa yang menepati waktu belajar. Siswa yang melakukan prokrastinasi tidak akan memiliki kesiapan dalam menghadapi ujian maupun mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, hal ini


(34)

mengakibatkan siswa mamilih cara negatif untuk menyelesaikan tugas maupun ujiannya. Cara negatif yang dilakukannya adalah dengan menyontek.

o. Menyontek dan tingkat kecerdasan.

Siswa yang memiliki kecerdasan yang baik akan lebih mudah mengerjakan tugas maupun ujian yang diberikan, namun siswa yang memiliki kecerdasan yang rendah merasa kesulitan dalam mengerjakan ujian dan hasinya nilai tidak sesuai dengan yang diharapkan, hal inilah yang menjadi salah satu faktor pendorong untuk menyontek.

p. Menyontek berdasarkan status sosial dan ekonomi.

Menyontek berdasarkan status sosial dan ekonomi ini terlihat manakala siswa dari sekolah swasta lebih banya yang menyontek dibandingkan dengan siswa yang bersekolah di sekolah negeri. Siswa yang tinggal di kota lebih sering menyontek dibandingkan dengan siswa yang sekolah di desa.

q. Menyontek berdasarkan jenis kelamin.

Laki-laki lebih sering menyontek, hal ini disebabkan karena perempuan memiliki standar moralitas yang tinggi dibandingkan laki-laki.

Berdasarkan paparan diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku menyontek yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal


(35)

merupakan faktor yang berasal dari dalam diri indvidu dan faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu. Faktor internal dari perilaku menyontek adalah malas belajar, kurag pemahaman mengenai menyontek, ketakutan akan kegagalan, rendahnya efikasi diri, status ekonomi dan sosial, keinginan untuk mendapatkan nilai yang tinggi, siswa menganggap menyontek merupakan suatu hal yang biasa.

B. RemajaKajian Tentang Remaja 1. Pengertian Remaja

Remaja berasal dari kata latin yaitu adolescence yang menggambarkan seluruh perkembangan remaja, baik perkembangan fisik, intelektual, emosi dan sosial. Masa remaja ditinjau dari rentang kehidupan manusia merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Sifat remaja sebagian sudah tidak menunjukkan sifat masa kanak-kanaknya, tetapi juga belum bisa menunjukkan sifat-sifat sebagai orang dewasa (Rita Eka Izzaty, dkk, 2008:124).

Individu dikatakan remaja dari segi fisik apabila organ tubuh pada remaja tersebut sudah mulai masak. Remaja dari segi emosional telah mampu mengungkapkan perasaanya, sudah memiliki empati, serta memahami gejolak emosi diri sendiri. Remaja akan mulai tertarik dengan hubungan sosial, mengenal orang baru, menjalani pertemanan maupun persahabatan untuk


(36)

mencari jati diri, serta mampu memahami perasaan orang lain. Remaja juga harus mampu menggunakan pikirannya secara logis. Remaja dapat memahami baik dan buruk, serta mampu bertindak sesuai dengan peraturan yang ada.

Hurlock (1997: 206) menyatakan awal masa remaja berlangsung dari 13 tahun sampai 16 tahun atau 17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 sampai 18 tahun, yaitu matang secara hukum. Remaja dikatakan matang secara hukum karena remaja dinilai mampu untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Remaja juga diharapkan mampu untuk berperilaku dengan baik, sesuai dengan norma yang ada dan tidak melanggar hokum. Remaja diharapkan mamapu untuk memahami perilaku yang dilakukannya melanggar hukum yang berlaku atau tidak. Kemampuan remaja untu berperilaku sesuai hukum yang ada diharapkan mampu menjadi acuhan agar remaja berperilaku tanpa melanggar hukum dan selalau mengingat akan hukum yang ada dan memahami resiko pelanggaran hukum yang dilakukan oleh remaja, apabila remaja melakukan suatu tindakan.

2. Tugas Perkembangan Remaja

Remaja yang berhasil mencapai tugas perkembangannya akan membawa kebahagiaan yang diharapkan dan dapat membawa keberhasilan pula pada tugas perkembangan selanjutnya. Remaja yang gagal dalam mencapai tugas


(37)

perkembangannya akan menimbulkan ketidakbahgiaan pada dirinya sendiri, tidak diterima lingkungan sekitar dan merasa kesulitan untuk mencapai tugas perkembangan selanjutnya.

Tugas perkembangan remaja menurut Renita

Mulyaningtyas (2006:87) adalah sebagai berikut:

a.Menerima keadaan fisik dan menjalankan perannya masing-masing.

b.Menjalani persahabatannya terutama dengan lawan jenis. c.Memperoleh kebijakan secaraemosional dari orang dewasa. d.Mengembangkan kemampuan intelektual menjadi warga yang

baik.

e.Melakukan tingkah laku yang dapat diterima lingkungan sekitar. f.Menentukan dengan penuh kesabaran nilai-nilai yang benar dan

salah.

Tugas perkembangan remaja meliputi mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebayanya baik sama jenis maupun dengan lawan jenis, menerima keadaan fisik dan perannya sebagai seorang laki-laki dan perempuan, mulai berusaha untuk mandiri, berusaha mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab dan mulai mempersiapkan masa depannya.

Remaja awal diharapkan mampu memberi penilaian terhadap keadaan dirinya secara apa adanya, seperti dapat menilai atau mengukur hal-hal dalam dirinya, yang disenangi maupun yang tidak disenangi oleh teman-teman sepergaulannya, serta memiliki gambaran diri yang realistis. Tugas perkembangan masa remaja menuntut perubahan besar dari sikap dan perilaku, akibatnya hanya sedikit remaja yang diharapkan mampu memenuhi


(38)

tugas-tugas perkembangan remaja awal. Tugas perkembangan remaja tidak universal namun sangat tergantung oleh lingkungan sekitar, sehingga ada kemungkinan tugas perkembangan tersebut tidak dicapai oleh remaja.

Tugas perkembangan remaja meliputi mencapai hubungan baru dengan lebih matang baik dengan sesama jenis maupun dengan lawan jenis, menerima keadaan fisik dan perannya sebagai laki-laki dan perempuan,mulai berusaha untuk mandiri, berusaha untuk mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab dan mulai mempersiapkan masa depannya. Remaja belum bisa bertanggung jawab dan mulai mempersiapkan masadepannya akan kesulitan jika dihadapkan dengan permasalahan dan akan mencari jalan pintas untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, seperti melakukan kecurangan ketika latihan atau tes, dan mengelak dari tanggungjawab dengan melihat dan menyalin tugas rumah milik teman.

3. Cirri- ciri Remaja

Seperti halnya dengan masa yang lain, remaja juga memiliki ciri-ciri, Hurlock (Rita Eka Izzaty, 2008: 124-126) mengemukakan ciri-ciri masa remaja yang berumur 12-18 tahun adalah sebagai berikut.


(39)

a. Masa remaja sebagai periode penting

Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnyaperkembangan mental yang cepat menimbulkan penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai maupun minat baru. Perkembangan fisik dan mental pada remaja, berbeda-beda dan dipengaruhi oleh berbagai hal.

b. Masa remaja merupakan periode peralihan

Masa remaja disebut masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, sehingga remaja harus meninggalkan sesuatu yang bersifat kanak-kanak ke masa dewasa serta mempelajari sikap yang baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan. Pada masa ini remaja bukan anak-anak dan remaja juga bukan orang dewasa, melainkan perubahan dari anak-anak menjadi dewsa.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Masa remaja merupakan masa dimana individu mengalami perubahan, baik secara fisik, sikap maupun perilaku. Remaja yang mengalami perubahan fisik cepat maka perubahan sikap dan perilaku remaja juga akan berlangsung cepat, sebaliknya jika perubahan fisik remaja lambat maka perubahan sikap dan perilaku juga akan lambat. Remaja mengalami empat perubahan,


(40)

yaitu perubahan tubuh, meningkatnya emosi, minat dan peran yang diharapkan, berubahnya minat dan pola perilaku serta adanya sikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Perubahan itu pasti dialami oleh setiap remaja, namun cepat atau lambatnya perubahan setiap individu berbeda-beda.

d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Remaja berusaha untuk menunjukan siapa dirinya dan perannya dalam kehidupan masyarakat. Cara yang digunakana oleh remaja untuk mencari identitas dapat berupacara positif maupun cara yang negatf.

e. Usia bermasalah

Masa remaja disebut sebagai usia bermasalah karena pada masa ini tidak seperti pada masa sebelumnya yang selalu dibantu oleh orangtua dan guru dalam menyelesaikan masalah. Remaja akan menyelesaikan semua permasalahannya sendiri. Remaja menolak bantuan penyelesaian masalah dari orang tua maupun guru. Remaja merasa bahwa ia mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya secara mandiri.


(41)

f. Masa remaja merupakan usia yang menimbulkan ketakutan, kesulitan

Masa remaja disebut usia bermasalah karena pada masa remaja sering timbul pandangan yang kurang baik atau bersifat negatif. Remaja yang dipandang negatif akan sulit untuk melakukan peraihan dari masa rmaja menuju masa dewasa. Pandangan yang bersifat negatif inilah yang menimbulkan pertentangan antara orang dewasa dengan remaja.

g. Masa remaja masa yang tidak realistik

Remaja cenderung memandang dirinya dan orang lain sebagaimana yang diinginkan bukan sebagaimana adanya, terutama pada cita-citanya. Pengalaman pribadi remaja semakin bertambah dan sosialnya serta kemampuan berfikir rasional remaja memandang diri dan orang lain semakin realistik. Masa remaja sudah mamapu untuk memikirkan masa depannya secara realistik.

h. Masa remaja ambang masa dewasa

Masa remaja merupakan masa peralihan atara masa anak-anak dan masa dewasa. Menginjak masa dewasa remaja merasa gelisah untuk meningalkan masa belasan tahun. Remaja belum waktunya untuk bertindak sebagai orang dewasa, hal ini yang


(42)

membuat remaja mulai menunjukan perilaku sebagaimana orang dewasa, hal inidilakukan agar remaja mendapat pencitraan seperti orang dewasa.

4. Hubungan Sosial Remaja

Syamsu Yusuf (2007:122) menyatakan bahwa perkembangan sosial remaja merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial, dengan kata lain proses pembelajaran dalakm penyesuaian diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi, meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerjasama. Lingkungan sosial sangat berpengaruh pada remaja, baik orang tua, keluarga, orang dewasa lainnya maupun teman sebaya.

Perkembangan sosial remaja membutuhkan kelompok sosial yang mampu menerima remaja apaadanya. Endang Poerwanti (2002:117) menyatakan bahwa kelompok remaja yang sehat akan memiliki fungsi sebagai berikut:

a. Kelompok sosial merupakan wahana yang tepat bagi remaja untuk membentuk sikap sosial yang positif. Pembentukan sikap sosial remaja tidak cukup dengan materi yang diceramahkan tetapi lebih pada contoh konkrit.


(43)

b. Keberhasilan remaja untuk mencapai kebebasan emosional dari orang tua juga akan tercapai dengan bantuan kelompok sosialnya, dalam kelompok ini remaja akan belajar untuk dapat memenuhi kewajiban sebagai makhluk sosial dan berusaha memenuhi hak-hak dari anggota kelompok yang lain;

c. Perilaku heteroseksual yang sehat juga akan dapat

dikembangkan dalam kelompok-kelompok sosialnya, remaja laki-laki akan cenderung berusaha melindungiremaja perempuan, sesuai dengan peran gender yang diperankannya.

Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa remaja sangat bergantung padakelompok-kelompok sosialnya untuk mencapai kematangan emosional. Tercapainya suatu hubungan sosial yang baik didukung dengan kemampuan remaja dalam berinteraksi dan membuka diri untuk mengutarakan permasalahan, pikiran, dan perasaan kepada orang lain.

C. Kajian Tentang Assertive Training

1. Hakikat Perilaku Asertif

Towned Anni (1991:4) individu yang bersikap asertif dapat disebutkan sebagai orang yanag mempunyai kepercayaan diri,karena orang yang percaya diri selalu berikap positif pada dirinya sendiri dan orang lain. Sikap ini akan menjadikan seseorang menjadikan seseorang tegas, jujur dan terbuka,kritis,langsung dan nyaman, akan tetapi mampu menghormati


(44)

orang lain.Senada dengan Towned Anni(Corry,2009: 54) menjelaskan bahwa sikap asertif adalah ekspresi langsung, jujur, dan pada tempatnya dan pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak-hak seseorang tanpa kecemasan yang beralasa. Maksuddari kata langsung adalah tidak berbelit-belit, sehingga individu mampu focus pada ada yang ingin diucapkan. Jujur berarti pernyataan maupn gerak-gerik individu sesuai dengan apa yang diinginkan.Galassi (Roaks 1991:9) menjelaskan bahwa perilaku asertif merupakan situasi yang khusus, sehingga individu yang berperilaku asertif pada suatu lingkungan tertentu belum pasti berperilaku asertif dalam lingkungan yang berbeda.

Perilaku asertif umumnya berbeda dengan perilaku non asertif dan perilaku agresif. Individu yang non assertifakan menyangkal perasaan mereka yang sesungguhnya dan mencegah hal yang menggambarkan perasaan mereka. Individu yang no assertif mengizinkan orang lain untuk mengambil keputusan tentang mereka, mereka juga mencapai tujuan mereka. Individu yang memiliki sikap agresif akanmenyelesaikan tujuan mereka dengan mengorbankan orang lain. Individu yang agresif selalu menyatakan perasaan dengan emosional, mendominasi oranglain dan tidak menghargai orang lain. Asertif berbeda dengan perilaku agresif dan non asertif, asertivitas meliputi pengambilan apa yang dibutuhkan dengan cara yang tidak menyakiti orang lain dan tidak memaksa satu sistem nilai pada mereka.


(45)

2. Tujuan Assertive Training

Towned Anni (1991:9) yang memaparkan bahwa assertive training

memiliki tujuan untuk mengajarkan individu mengekspresikan diri mereka dengan cara yang mencerminkan kepekaan terhadap perasaan dan hak perasaan orang lain. Sikap asertif yang dimaksud bukanlah sikap agresi, dengan demikian individu yang asertif dapat membela hak-hak mereka tanpa mengabaikan perasaan orang lain. Assertive training juga bertujuan agar seseorang mampu mengambil keputusan dan bertanggung jawab atas pilihannya.

3. Prosedur Assertive Training

Towned Anni (1991:15-101) mengembangkan assertive traning ke dalam tiga tahap, yaittu:

a. Self awareness

Pada tahap ini peserta diberikan questioner untuk mengetahui tingkat keasertifannya. Kemudian peserta dikenalkan dengan arti dan karakteristik individu dari perilaku pasif, manipulatif, agresif, dan asertif. Disamping itu diberikan pula tentang penyebab yang mengakibatkan perilaku tersebut berkembang. Peserta diajak untuk berefleksi mengapa ia berperilaku seperti yang ia lakukan sekarang.


(46)

b. Mengembangkan asertifitas diri

Tahap ini memiliki beberapa program yang dikembangkan peserta melalui self recognition. Metode yang dikembangkan pada tahap ini adala dengan mengenali dan menganalisis pikiran negatif tentang dirinya dan mengubah dengan pemikiran positif mengenai dirinya. c. Megembangkan dan memelihara perilaku asertif pada orang lain.

Metode yang dapat dikembangkan pada tahap ini adalah dengan cara memberi dan menerima umpan balik yang berkualitas baik, mempengaruhi perilaku orang lain dan mengembangkan serta menjamin perilaku assertif melalaui konseling. Namun dalam pengaruh orang lain teteap dalam kerangka asertif I’m OK-You’re OK.

Corey (2009: 214-215) mengembangkan pelatihan assertive lebih berfokus pada pelaksanaan secara kelompok. Pembentukan kelomok dibagi dengan membagi peserta dimana dalam suatu kelompok terdiri atas delapan sampai sepuluh anggota yang memiliki latar belakang yang sama. Terapis bertindak sebagai penyelengara dan pengarah permainan peran, pelatih, pemberi perkuatan, dan sebagai model peran, dalam diskusi- diskusi kelompok, terapis bertindak sebagai seorang ahli, memberi bimbingan dalam situasi- situasi permainan peran, dalam memberikan umpan balik kepada anggotanya. Sesi-sesi dalam assertive training


(47)

a. Sesi 1

Sesi pertama ini dimulai dengan pengenalan dedaktik tentang kecemasan sosial yang tidak realistis, pemusatan pada belajar menghapus respon-respon internal yang tidak efektif dan telah mengakibatkan kekurangan pada belajar peran tingkah laku asertif. b. Sesi 2

Sesi dua ini memperkenalkan sejumlah latihan relaksasi dan setiap anggota menerangkan tingkah laku spesifik dalam komunikasi situasi interpersonal yang menurutnya menjadi masalah. Anggota kemudian membuat perjanjian untuk melanjutkan tingkah laku menegaskan diri yang semula mereka hindari sebelum memasuki session berikutnya. c. Sesi 3

Anggota menerangkan tentang tingkah laku menegaskan diri yang telah dicoba dijalankan oleh mereka dalam situasi-situasi kehidupan nyata. Mereka berusaha mengevaluasi dan jika belum sepenuhnya berhasil, kelompok langsung berusaha menjalankan permainana peran.

d. Sesi 4

Selanjutnaya terdiri atas penambahan pelatihan relaksasi, pengulangan perjanjian, untuk menjalankan tingkahlaku menegaskan diri yang diikuti oleh evaluasi.

Pendapat yang telah diuraikan Corey di atas menjelaskan bahwa sesi dalam assertive training dibagi menjadi empat sesi dengan kegiatan


(48)

permainan peran setelah pesertamencoba untuk mengimplementasikan. Sundari (Dzakiyatus Sholicah Alchanifah, 2011: 34-36) menjelaskan bahwa permainan peran dilaksanakan sebelum peserta mencoba untuk mengimplementasikan perilaku assertif. Prosedur umum dalam pelatihan asertif menurut Sundari adalah sebagai berikut :

a. Identifikasi masalah, yaitu dengan menganalisis permasalahan konseli secara komperhensif.

b. Pilih salah satu situasi yang akan diatasi, dengan memilih terlebih dahulu situasi yang menimbulkan kesulitan atau kecemasan paling kecil.

c. Analisis situasi, yaitu dengan menunjukkan pada konseli bahwa terdapat banyak alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalahnya tersebut. Identifikasi alternatif penyelesaian masalah. d. Menetapkan alternatif penyelesaian masalah. Konselor dan konseli

bersama-sama berusaha menentukan tindakan yang paling sesuai, mungkin, cocok, layak dengan keinginan dan kemampuan konseli, serta memiliki kemungkinan peluang keberhasilan paling besar.

e. Mencoba alternatif yang dipilih, dengan bimbingan secara bertahap. f. Konseli diajarkan untuk mengimplementasi pilihan tindakan yang telah

dipilihnya.

g. Dalam pelatihan harusnya diperhatikan hal-hal yang yang terkaitdalam kontak mata, postur tubuh, gerak isyarat, ekspresi wajah, suara, pilihan


(49)

kalimat, tingkat kecemasan yang terjadi, serta kesungguhan dan motivasinya.

h. Diskusi hasil, hambatan dan kemajuan-kemajuan yang terjadi, serta tindak lanjut.

i. Konseli diberi tugas untuk mencoba melakukan hal-hal yang sudah dibicarakan secara langsung dalam situasi yang nyata.

j. Evaluasi hasil dan tindak lanjut.

Assertive training dapat dilakukan secara individu maupun

kelompok. Pada pembentukan kelompok, peserta latihan terdiri dari delapan sampai sepuluh anggota. Trainer bertindak sebagai pembimbing dan pengarah selama latihan. Berdasarkan berbagai tahapan dalam

assertive training, maka peneliti menyusun tahapan assertive training

dalam rangka mereduksi perilaku menyontek siswa sebagai berikut:

a. Peserta diajak berdiskusi mengenai asertif, serta memahami perbedaan agresif dan non asertif.

b. Masalah atau situasi dimana siswa mengalami ketidak asertifan serta memahami penyebab ketidakasertifan siswa dalam situasi tersebut. c. Memilih satu masalah yang akan digunakan untuk mengubah perilaku. d. Peserta dengan bimbingan trainer memilih alternatif-alternatif

perilaku asertif sesuai dengan situasi yang ada.

e. Peserta mengimplementasikan alternatif perilaku asertif yang sudah ditentukan secara bersama melaluipermainan peran. Pelatihan ini


(50)

memperhatikan posisi tubuh, gaya bicara, kontak mata, pilihan kalimat, dan tingkat kecemasan.

f. Peserta bersama trainer mendiskusikan hasil dari latihan yang telah dilakukan dengan mengidentifikasi hambatan-hambatan dan kemajuan

peserta. Peserta diberikan tugas diluar pelatihan untuk

mengaplikasikan perilaku asertif kedalam kehidupan yang lebih nyata.

D. Bimbingan Pribadi Sosial

Penelitian ini merupakan penelitian yang tergolong dalambidang layanan pribadi sosial. Layanan bidang bimbingan pribadi sosial merupakan layanan yang diberikan untuk membantu siswa dalammenghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatai berbagai masalah batinnya sendiri.

Syamsu Yusuf (2007: 11) bimbingan pribadi sosial adalah bimbingan untuk membentuk individu dalam memecahkan permasalahan pribadi sosialnnya. Permasalahan pribadi sosial bermacam-macam,adapun contoh permasalahan pribadi sosial yaitu permasalahan hubungan dengan sesama teman, permasalahan dengan dosen, permasalahan sifat dan kemamapuan diri, penyesuaian diri dengan lingkungan, penyesuaian diri dan penyelesaian konflik.

E. Assertive TrainingUntuk Mereduksi Perilaku Menyotek.

Perilaku menyontek sering sering dijumpai pada saat pelaksanaan


(51)

Purwandari(dalam Dody Hartanto, 2011: 10) menjelaskan bahwa menyontek adalah mencontoh, meniru, atau mengutip pekerjaan orang lain sebagaimana aslinya. Menyontek merupakan tindak ketidak jujuran dalam pendidikan berupa mencontoh, meniru, dan mengutip jawaban orang lain. Sujana dan Wulan(1994: 2-3) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mempegaruhi perilaku menyontek adalah ketakutan akan kegagalan. Dody Hartanto (2011: 41) mengatakan jika siswa yang memiliki jawaban tidak memberikan contekan pada temannya maka siswa tersebut akan dikucilkan, bahkan akan dijauhi oleh temannya.

Assertive training mengajarkan cara berkomunikasi seseorang

untuk mengekspresikan perasaan, pendapat, dan kebutuhan untuk mendapatkan umpan balik yang efektif. Komunikasi yang asertif dapat membantu seseorang untuk saling menghargai, sehingga seseorang mampu berbicara (berkomunikasi) dengan percaya diri. Cara berkomunikasi seperti ini akan mampu membantu individu dalam menyelesaikan konflik dengan orang lain Besty(Agung Widianto, 2014:36).

F. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikirdapat diajukan hipotesis tindakan, yaitu: Adanya reduksiperilaku menyontek melalui


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan (actionresearch). Burns (Suwarsih Madya, 2007: 9) penelitian tindakan merupakan penemuan fakta dan perencanaan masalah dalam situasi sosial dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas tindakan yang dilakukan didalamnya yang melibatkan peneliti, praktis, maupun orang awam. Suharsimi Arikunto (2010: 129) mendefinisikan pengertian tindakan kelas dengan menggabungkan batasan pengertian dari tiga kata yaitu penelitian, tindakan dan kelas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu perencanaan terhadap kegiatan yang dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas. Penelitian tindakan ini membutuhkan kerja sama antara peneliti maupun subjek yang diberi tindakan didalam kelas

Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa penelitian tindakan kelas merupakan penemuan fakta dan pemecahan masalah dalam situasi sosial yang bertujuan untuk meningkatkan atau mengurangi untuk memperbaiki kualitas sosial yang tempat dilakukannya penelitian tersebut.


(53)

B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah subyek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti (Suharsimi Arikunto, 2010:145). Subjek penelitian merupakan sesuatu yang mempunyai peran sangat penting dalam sebuah penelitian, karena data tentang variabel yang diteliti dan diamati oleh peneliti terdapat pada subjek tersebut.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII B SMP N 2 Patuk, Kabupaten Gunungkidul. Subjek penelitian diambil melalui

purposivesampling yaitu pengambilan subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Suharsimi Arikunto, 2010:117).Kriteria yang akan dijadikan subjek dalam penelitian ini adalah:

1. Sriswa yang sekolah di SMP N 2 Patuk. 2. Siswa masuk dalam kelas VII B.

3. Termasuk siswa yang di observasi dalam assessment awal.

C. Tempat dan Waktu Penelitian.

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP N 2 Patuk yang terletak di Desa Putat Kecamatan Patuk Kabupaten Gunungkidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.


(54)

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2015.

D. Desain Penelitian

Penelitian ini menunjukan pada proses pelatihan yang dikemukakan oleh Kemmis dan Taggart (Hamzah, dkk, 2011: 87) yang terdiri dari rencana, tindakan, observasi, dan refleksi pada masing-masing siklus. Visualisasi bagan model penelitian yang disusun oleh Kemmis dan Taggart adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Visualisasi Siklus Penelitian. Sumber: (Hamzah, dkk, 2011: 87) Keterangan :

Penelitian ini terdiri dari siklus I dan siklus II yang didalamnya memuat perencanaan, pelaku dan pengamatan yang dilakukan pada saat bersamaan dan diahiri dengan refleksi untuk mengetahui dampak atau


(55)

hasil tndakan yang telah dilakukan. Peneliti ini dikatakan berhasil apabila terdapat hasil yang segnifikan yang tercermin melalui perubahan perilaku siswa yang diamati, yaitu perilaku menyontek siswa. Penelitian dengan desain Kemmis & Mc Taggart ini dilaksanakan secara kolaborasi antara peneliti dengan guru guru BK. Bentuk kerjasama dalam penelitian ini guru BK secara bersama-sama dengan peneliti adalah sebagai pemberi tindakan.

E. Rencana Tindakan

1. Pra Tindakan

Peneliti terlebih dahulu melakukan beberapa langkah pra tindakan yang akan mendukung pelaksanaan tindakan agar dapat berjalan lancar sesuai dengan tujuan yang diinginkan.Langkah-langkah dalam pra tindakan adalah sebagai berikut:

a. Peneliti mewawancarai dan berdiskusi dengan guru BK terkait denganpermasalahan yang berkaitan dengan perilaku menyontek siswa SMP N 2 Patuk, seperti mengerjakan tugas rumah disekolah, melihat jawaban teman saat ulangan maupun ujian,memberikan jawaban pada siswa lain, siswa yang memiliki jawaban tidak bisa asertif untuk tidak memberikan jawaban pada temannya, sehingga banyak siswa yang menyontek.

b. Peneliti melakukan observasi awal terhadap siswa kelas VII B SMPN 2 Patuk dan melakukan wawancara dengan beberapa guru dan siswa.


(56)

c. Peneliti dan guru pembimbing berdiskusi mengenai tindakan yang akan diberikan kepada siswa.

d. Peneliti berdiskusi dengan guru BK mengenai teknikassertivetraining, cara melakukan tindakan, dan peran yang dilakukan oleh guru BK dalam melakukan tindakan penelitian.

e. Peneliti menyusun skala perilaku menyontek berdasarkan aspek-aspek perilaku menyontek untuk diuji validitasnya dan reabilitasnya.

f. Peneliti memberikan tes sebelum tindakan (pra tindakan), untuk mengetahui tingkat keterbukaan diri siswa sebelum diberikan tindakan. g. Peneliti mempersiapkan instrumen dan susunan teknik pelaksanaan

tindakan yang akan diberikan pada siswa untuk mendukung kelancaran tindakan penelitian.

2. Pemberian tindakan (Siklus) A. Perencanaan

Sebelum melaksanakan tindakan, peneliti dan guru BK menyusun rencana sebagai berikut:

1) Menyususn dan menyiapkan skala menyontek untuk mengetahui gejala-gejala menyontek yang terjadi pada siswa untuk mengetahui asertif pada siswa.

2) Penetapan fokus permasalahan yaitu indikator yang akan diberikan perhatian dengan menetapkan jenis teknik assertive training yang akan diberikan kepada siswa kelas VII B SMP N 2 Patuk yang


(57)

melakukan perlaku menyontek.Tahapan ini dilakukan pada perencanaan setiap siklus sebelum melaksanakan tndakan.

3) Peneliti mngambil data pra tindakan untuk mengetahui tingkat perilaku menyontek siswa sebelum tindakan.

4) Peneliti dan guru BK mendiskusikan rencana tindakan yang akan dilakukan.

5) Peneliti dan guru BKmenyusun jadwal pelaksanaan assertive training

yang akan dilakukan. Pelaksanaan metode ini akan melibatkan guru BK dan siswa kelas VII B SMP N 2 Patuk.

6) Peneliti dan guru BK menyiapkan sarana dan prasarana untuk pemberian teknik assertive training.

7) Menentukan kriteria keberhasilan setelah melakukan tindakan pada hasil penelitian.

B. Tindakan

Tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini melalui tiga bagian pertemuan dalam setiap siklusnya, dengan alokasi waktu 40 menit tiap pertemuan. Apabila tindakan pada siklus I belum menunjukkan keberhasilan maka tindakanakan dilaksanakan pada siklus ke-II dengan mengacu pada kekuatan dan kelemahan pada siklus I. Peneliti mengakhiri penelitian apabila dari data hasil penelitian didapat hasil bahwa siswa sudah memenuhi target pada kategori keberhasilan.

1) Pertemuan pertama dibagi menjadi beberapa kegiatan. Kegiatan pertama adalah membantu siswa untuk dapat memahami apa yanag


(58)

dimaksud dengan kemamapuan asertif. Kegiatan pertama ini dilakukan dengan memutar video tentang menyontek agar dapat memberikan pengantar pada siswa sebelum menjalankan atau melakukan proses pelatihan, setelah siswa memahami langkah-langkan dalam berperilaku asertif dan memahami kemampuan aserif, peneliti membagi kelas kedalam beberapa kelompok. Siswa disuruh untuk memikirkan satu dampak negatif yang diakibatkan dari perilaku menyontek, pemikiran itu dituangkan dalam format yang telah diberikan.

2) Pertemuan kedua ini diawali dengan peneliti memberikan ice breaking

pada. Mengulas kembali materi pada pertemuan pertama. Membuat perjanjian dengan siswa agar siswa mampu menerapkan sikap asertif untuk tidak menyontek dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Membagi siswa kedalam dua kelompok dan membagikan naskah scenario untuk dipahami dan nantinya akan di tampilkan siswa dalam pertemuan berikutnya.

3) Pertemuan ketiga dilakukan dengan mempresentasikan skenario pada teknik bermain peran yang mereka buat bersama kelompoknya, serta mengevaluasi hasil secara keseluruhan dari pertemuan pertama. Berdasarkan hasil evaluasi ini akan diktahui peningkatan kemampuan asertif yang terjadi pada siswa. Peran guru BK sangatlah penting, guru BK harus mampu mengkomunikasikan keinginana, perasaan, dan pikirannya sehingga dapat bersikap tegas terhadap dirinya sendiri dan


(59)

oranglain, serta diharapkan dapat menolak keinginana temannya untuk menyontek tanpa kecemasan dan rasa bersalah dari siswa tersebut. Padapertemuan ini peneliti juga menyebarkan angket untuk mengukur sejauh mana reduksi perilaku menyontek yang terjadi pada siswa. C. Observasi/ pengamatan

Observasi atau pengumpulan data adalah kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indera, Sugiyono (2008: 203). Observasi yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah observasi sistematis yang dilakkan dengan menggunakan pedoman observasi sebagai instrument pengamatan untuk menggambarkan proses tindakan, selama proses observasi peneliti dibantu oleh observerpendamping yang membantu mengamati perilaku ataupun sikap siswa selama proses pengisian skala pra tindakan, bermain peran,diskusi, penulisan perilaku menyontek kedalam kertas yang telah dibagikan, maupun saat pengisian skala menyontek pasca tindakan.

D. Refleksi

Refleksi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana assertive training dapat berasil dalam mereduksi perilaku menyontek siswa, serta kendala yang terjadi selama proses tindakan berlangsung. Peneliti menggunakan skala perilaku menyontek yang diberikan kepada siswa pada akhir siklus (pascautindakan), yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat reduksi perilaku menyontek pada siswa setelah diberi


(60)

tindakan, selain itu hasil wawancara dan observasi juga menjadi hal yang penting dalam proses pelaporan.

Penelitian akan dihentikan jika pada siklus pertama sudah mendapatkan hasil yang sesuai. Siklus kedua akan dilakukan jika pada siklus pertama belum mendapatkan hasil yang sesuai. Refleksi dari tindakan pertama akan digunakan sebagai evaluasi untuk melakukan revisi pada tindakan kedua dengan berdisksi bersama guru BK dan tanggapan dari siswa. Hasil dari siklus kedua telah sesuai denga tujuan penelitian yang diharapkan, maka penelitian akan dihentikan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 192), teknik pengumpulan data merupakan alat-alat yang digunakan oleh peneliti dalam suatu penelitian untuk mengumpulkan data. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Skala

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert. Pada skala Likert, respnden diminta untuk menjawab suatu pertanyaan atas pernyataan dengan alternatif pilihan jawaban yang sudah disediakan. Skala disusun dengan model likret dimana skala tersebut digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2011: 107).


(61)

2. Observasi

Observasi merupakan cara mengumpulkan data melalui penglihata dan pengamatan, dan teknik observasi yang dilakukan adalah observasi partisipan. Menurut Sugiyono, (2010: 310) observasi merupakanpeneliti terlibat dengan kegiatan seharihari orang yang diamati atau sumber penelitian, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data.

3. Wawancara

Wawancara mendalam (Indepth Interview) dalam penelitian ini termasuk dalam kategori wawancara semiterstruktur karena dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur (Sugiyono, 2009: 320). Wawancara yang digunakan pada tahap ini adalah wawancara bebas terpimpin yang merupakan kombinasi dari wawancara bebas dan terpimpin. Peneliti mempersiapkan pedoman yang merupakan garis besar yang akan ditanyakan. Wawancara dilakukan terhadap siswa sesudah tindakan, hal ini dimaksud untuk mengetahui keberhasilan tindakan.

F. Instrumen Penelitian

Dalam suatu penelitian, peneliti mengumpulkan data dengan adanya acuan atau alat ukur yaitu berupa instrumen-instrumen penelitan. Menuru Sugiyono (2010: 305), instrumen dalam penelitian kuantitaif dapat berupa tes, pedoman wawancara, pedoman observasi dan kuesioner.Instrumen


(62)

yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang menggunakan skala, observasi, dan wawancara. Berikut uraian kisi-kisi instrument yang digunakan:

1. Skala

Menyusun item skala menyontek berdasarkan pengembangan dari bentuk perilaku menyontek yang dikemukakan oleh Dody Hartanto, yang di tuangkan dalam kisi-kisis skala perlaku menyontek sebagai berikut:

Table 1.Instrumen Kisi-Kisi Skala Perilaku Menyontek

Variabel Indikator

No. item Jumlah item + - Perilaku menyontek Individual-oppor-tu-nistic

10, 12, 2, 8,25 5

Independent planned 9 26

5 29

2 2

Social-active 19,20 3,16,17, 27 2 23,24 18 12 4 5 2

Social-pas-sive 7, 21, 22, 28

1, 4, 6, 11, 14, 30


(63)

Table 2. Skor Skala Perilaku Menyontek

Pilihan Jawaban Skor

Favourable (+) Unfavourable (-)

Sangat Sesuai (SS) 4 1

Sesuai (S) 3 2

Tidak Sesuai (TS) 2 3

Sangat Tidak Sesuai (STS)

1 4

2. Observasi

Peneliti menggunakan jenis observasi sistematis untuk memudahkan dalam pelaksanaan dan pengamatan penelitian. Pedoman observasi dalam penelitian ini berisi aspek-aspek yang berkaitan dengan perilaku menyontek siswa selama proses pelatihan. Hasil observasi terhadap sikap dan perilaku siswa selama proses pelatihandapat dijadikan sebagai bahan refleksi pembimbing untuk melakukan perbaikan untuk tindakan selanjutnya dan sebagai data pendukung. Kisi-kisi observasi dapat dilihat pada tabel 3

Tabel 3. Kisi-Kisi Pedoman Observasi

No Aspek yang diobservasi Kemunculan Ket

Muncul Tidak Muncul

1 Menganti jawaban setelah

melihat jawaban siswa lain. 2 Melihat jawaban dari siswa lain

3 Memberikan jawaban pada

siswa lain.

4 Menanyakan jawaban pada


(64)

3. Wawncara

Wawancara yang digunakan pada tahap ini adalah wawancara bebas terpimpin yang merupakan kombinasi dari wawancara bebas dan terpimpin. Peneliti mempersiapkan pedoman yang merupakan garis besar yang akan ditanyakan. Wawancara dilakukan terhadap siswa sesudah tindakan, hal ini dimaksud untuk mengetahui keberhasilan tindakan. Kisi-kisi pedoman wawancara dapat dilihat ditabel 4.

Tabel 4. Kisi-kisi Pedoman Wawancara

Indikator Sub Indikator Daftar Pertanyaan

Individualistic-opportuistic

Menyalin jawaban dengan melihat catatan pada saat tes.

Bagaiman saat anda merasa tidak yakin dengan jawaban yang anda miliki ?

Independent-planned

Mempersiapkan catatan untuk menjawab tes.

Apa yang anda lakukan menjelang ujian?

Social- active Meminta jawaban pada

oramg lain.

Apakah anda yakin dengan jawaban yang anda miliki?

Social- pa-sive Memberi jawaban pada

orang lain,

Apa yang anda lakukan ketika melihat teman anda mengalami kesulitan pada saat mengerjakan tes, maupun saat teman anda belum mengerjakan tugas rumah?

G. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas Instrumen

Suharsimi Arikunto (2002: 144) menyatakan pengertian validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen, semakin tinggi validitas maka instrumen semakin valid atau sahih, semakin rendah validitas maka instrumen kurang valid. Uji validitas instrumen dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh


(65)

instrumen penelitian mampu mencerminkan isi sesuai dengan hal dan sifat yang diukur. Artinya, setiap butir instrumen telah benar-benar menggambarkan keseluruhan isi atau sifat bangun konsep yang menjadi dasar penyusunan instrumen.

Skala diuji cobakan kepada 30siswa yang tidak terlibat dalam penelitian. Responden yang diambil adalah siswa kelas VII C SMP N 2 Patuk. Alasan pengambilan responden ini dikarenakan memiliki kesamaan dan latar belakang yang sama dengan subjek. Data yang diperoleh diuji validitasnya dengan menggunakan SPSS seri 16. Uji validitas instrument dalam penelitian ini menggunakan teknik uji validitas konstruk (construct validity). Pemilihan validitas konstruk dikarenakan instrument penelitian disususn berdasarkan teori yang relevan dan dirancang menggunakan kisi-kisi instrument dan kemudian dikonsultasikan dengan dosen pembimbing

(expert judgement), dan selanjutnya instrument akan diujicobakan

(Sugiyono,2010:352-353). Pengukuran validitas tersebut dapat menggunakan rumus Poduct Moment yang dikemukakan oleh Pearson. Rumusnya sebagai berikut (Burhan Nurgiyantoro, 2009: 338):

rxy = –

– –

Keterangan :

r xy = Koefisien korelasi suatu butir

N = Jumlah sampel

ƩX₁Y₂ = Produk dari X dan Y


(66)

ƩY = Skor butir pernyataan Y

Untuk menentukan valid atau tidaknya item digunakan taraf signifikansi 5%. Jika hasil perhitungan koefisien korelasi rxy >r tabel pada

taraf signifikansi 5%, maka item tersebut dinyatakan valid. Item dinyatakan gugur apabila rxy adalah negatif atau peluang p nya>0,05. Item

yang digunakan adalah item sahihm untuk jumlah (Burhan, 1999:380).

a. Uji Reliabilitas Instrumen

Suharsimi Arikunto (2002: 154) menyatakan bahwa reliabilitas menunjuk pada pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Sedangkan Syaifuddin Azwar (2001: 5) menyatakan bahwa reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan menghasilkan data yang dipercaya juga.

Penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha dari Cronbach (Suharsimi Arikuntho, 2002:1996) sebagai berikut

Keterangan:

= reliabilitas instrumen


(67)

Σσi 2

= Jumlah varian butir

σ2

= Varian total

H. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Analisis data yang digunakan dengan menggunakan analisis diskriptif yaitu dengan mendiskripsikan dan memaknai data dari masing-masing komponen yang dievaluasi. Hasil tindakan dideskripsikan dalam data konkrit, berdasarkan skor minimal, skor maksimal sehingga diperoleh nilai rata-rata. Disamping itu, untuk menentukan validitas intrumen maka dikonsultasikan dengan ahli (pembimbing) dan guru BK, hal ini dilakukan agar data yang diperoleh benar-benar valid berdasarkan bukti empiris.

Untuk mengetahui tingkat perilaku menyontek siswa digunakan skala yang dimodifikasi dari skala Likert skala. Penentuan kategori kecenderungan dan tiap-tiap variabel didasarkan pada norma atau ketentuan kategori. Merujuk pada penjelasan Saifuddin Azwar (2001`: 107-119) berikut ini adalah langkah-langkah pengkategorisasian perilaku prososial dalam penelitian ini :

1. Menentukan skor tertinggi dan terendah Skor tertinggi = 4 X jumlah item

= 4 X 30 = 120


(68)

Skor terendah = 1 X Jumlah item = 1 X 30

= 30

2. Menghitung mean ideal (M) yaitu ½ (skor tertinggi + skor terendah) M = ½ (skor tertinggi + skor terendah)

= ½ ( 120+30) = 75

3. Menghitung standar deviasi (SD) yaitu 1/6 (skor tertinggi- skor terendah)

SD = 1/6 (skor tertinggi- skor terendah) = 1/6 (120-300

= 15

Jadi, dapat disimpulkan bahwa batas antara kategori tersebut adalah: (M+1SD) = 75 + 15 = 90

(M-1SD) = 75- 15 = 60 Tabel 5. Rumusa Kategori Skal

Batas (Interval) Kategorisasi Skor < (M-1D) Rendah

(M-1SD) ≤ Skor Sedang

Skor ≤ (M=1SD) Tinggi

Tabel 6. Kategori Skor Perilaku Menyontek Batas (interval) Kategori

Skor < 60 Perilaku menyontek rendah 60 ≤ skor 90 Perilaku menyontek sedang


(69)

I. Kriteria Keberhasilan Tindakan

Suatu tindakan akan dikatakan behasil apabila mencapai target yang telah ditentukan. Penelitian ini terdiri dari tiga tindakan dalam satu siklus. Peneliti akan menghentikan penelitiannya apabila 75 % siswa mampu memenuhi target pada kategori nilai rata-rata rendah atau kurang dari 60.


(70)

BIABIV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 2 Patuk yang beralamatkan di Jl Yogyakarta – Wonosari km 24 Putat, Patuk, Gunungkidul. Telepon (0274) 7478763. Sekolah ini terdiri dari tiga kelas pada masing-masing jenjang. SMP N 2 Patuk memiliki akreditasi A, sehingga fasilitas yang ada di sekolah tersebut secara umum dapat dikatakan lengkap dan baik. SMPN 2 Patuk memiliki 9 ruang kelas yang sudah lengkap. Laboratorim komputer, sebuah ruang BK dan ruang konseling, ruang guru, ruang tata usaha,ruang perpustakaan, ruang UKS, 2 kantin, koperasi sekolah, ruang OSIS, mushola, tempat parkir, gazebo, aula, hostpot area, laboratorium IPA, ruang ping-pong, lapangan voli, lapangan basket, lapangan sepak bola,maupun lapangan upacara. Kondisi kelas maupun bangunan ruang lainnya yang ada di SMP N 2 Patuk sudah sangat baik. Fasilitas yang mendukung pembelajaran juga sudah lengkap. Fasilitas yang ada di SMPN 2 Patuk sudah setara dengan sekolah Negeri yang ada di kabupaten Gunungkidul. Masing-masing kelas di SMP N 2 Patuk sudah diberikan fasilitas tambahan, yaitu tersedianya LCD


(71)

2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari tanggal 28 Mei sampai 16 Juni 2015 berikut penjabaran dan tanggal pelaksanaan kegiatan dari penelitian ini:

Table 7. Jadwal Kelas

Siklus Pelaksanaan Tindakan Tanggal Pelaksanaan

Siklus I Pemberian pra tindakan 28Mei 2015

Tindakan I 29 Mei 2015

Tindakan II 30 Mei 2015

Tindakan III 31 Mei 2015

Pasca tindakan siklus 1 3 Juni 2015

Siklus II Tindakan I 9 Juni 2015

Tindakan II 11 Juni 2015

Tindakan III 12Juni 2015

Pasca tindakan siklus 2 12 Juni 2015

B. Deskripsi Data Study Awal dan Subjek Penelitian

Data penelitian ini diambil berdasarkan hasil observasi,wawancara dan pengisian skala perilaku menyontek. Wawancara memberikan hasil bahwa kelas VII B memiliki kategori menyontek yang tinggi dibandingkan dengan kelas lainnya, perilaku menyontek dilakukan dengan cara menyalin tugas rumah milik teman lain,memberikan ataupun meminta jawaban ketika latihan atau tes, membuka buku ketika ulangan.Data selanjutnya diambil melalui skala perilaku menyontek untuk mengukur tingkatan perilaku menyontek


(72)

siswa yang terdiri dari 30 item pernyataan. Sebelum pelaksanaan tindakan, peneliti melakukan pra tindakan kepada 30 siswa kelas VII B untuk mengukur perilaku menyontek siswa sebelum diberikan tindakan dan untuk menentukan siswa yang akan diberikan tindakan yaitu siswa yang termasuk dalam kategori tinggi dan sedang. Peneliti memilih siswa yang masuk kedalam kategori tinggi dan sedang sebagai subjek karena peneliti ingin mereduksi perilaku menyontek siswa dari yang tinggi dan sedang menjadi rendah. Berikut table hasil pra tindakan siswa kelas VII B.

Table 9 HasilSebelum Tindakan

No Subjek Skor Kategori

1 RA 69 Sedang

2 NC 54 Rendah

3 FR 38 Rendah

4 TM 79 Sedang

5 LL 88 Sedang

6 DI 53 Rendah

7 APR 72 Sedang

8 OD 76 Sedang

9 EN 79 Sedang

10 GA 53 Rendah

11 MD 96 Tinggi

12 DR 79 Sedang

13 PP 53 Rendah

14 SS 91 Tinggi

15 FV 79 Sedang

16 ME 37 Rendah

17 SR 46 Rendah

18 AQ 54 Rendah

19 PI 50 Rendah

20 BG 81 Sedang

21 DK 71 Sedang

22 DA 92 Tinggi

23 DL 51 Rendah

24 DP 62 Sedang

25 GL 44 Rendah

26 DA 55 Rendah

27 AR 65 Sedang

28 TM 58 Rendah

29 WR 73 Sedang


(73)

Setelah dilakukan pra tindakandiketahui bahwa dari 30 siswa kelas VII B terdapat 16 siswa yang memiliki tingkat perilaku menyontek tinggi dan sedang . Berikut ini adalah 16 siswa tersebut.

Tabel 9.Daftar Siswa yang Diberikan Tindakan.

No Subjek Skor Kategori

1 RA 69 Sedang

2 TM 79 Sedang

3 LL 88 Sedang

4 APR 72 Sedang

5 OD 76 Sedang

6 EN 79 Sedang

7 MD 96 Tinggi

8 DR 79 Sedang

9 SS 91 Sedang

10 FV 79 Sedang

11 BG 81 Sedang

12 DK 71 Sedang

13 DA 92 Tinggi

14 DP 62 Sedang

15 AR 65 Sedang

16 WR 73 Sedang

Rata-rata 78,25

Berdasarkan table diatas diketahui 16 siswa yang termasuk dalam kategori menyontek sedang dan tinggi, adapun rata-rata skornya sebanyak 78,25.

C. Deskripsi Pelaksanaan dan Hasil Tindakan

1. Pelaksanaan Pra Tindakan

Sebelum tindakan dilaksanakan, peneliti melakukan beberapa persiapan sebagai berikut:

a. Permintaan izin peneliti kepada pihak sekolah.

b. Peneliti berdiskusi dengan guru BK di SMPN 2 Patuk untuk

mengidentifikasi asertif siswa terhadap perilaku menyontek mulai dari yang rendah, sedang, tinggi, kemudian melakukan kesepakatan untuk membuat perbaikan.


(74)

c. Penyusunan jadwal tindakan penelitian.

d. Memberikan pemahaman kepada guru BK mengenai tindakan yang akan dilakukan oleh peneliti.

e. Berdasarkan hasil diskusi yang telah dilakukan oleh guru BK ditetapkan subjek penelitian adala siswa kelas VII B.

f. Uji coba dilaksanakan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen penelitian. Validitas instrumen diuji dengan rumus product moment dari Pearson dan reliabilitas dengan rumus Alpha Cronbach. Validitas dan Reliabilitas dihitung dengan menggunakan SPSS seri 16. Table 10 Rangkuman Item Gugur

Variabel Jumlah item

semula Jumlah item gugur Jumlah item sahih

Perilaku Menyontek

48 18

(1,2,3,8,13,15,16,1 8,19,20,27,29,30,32 , 34,36,41,44)

30

(4,5,6,7,9,10,11,12,14, 17,21,22,23,24,25,26,3 1,33,,35,37,38,39,40,4 2,43,45,46,47,48) g. Mempersiapkan pedoman wawancara untuk mengetahui reduksi.

h. Mempersiapkan pedoman observasi untuk mengamati sikap para siswa terkait dengan perilaku menyontek.

2. Siklus 1

a. Tahap Persiapan

1) Pemberian Tindakan I

Tindakan yang dilakukan dalam siklus I terdapat 3 tindakan. Tindakan dilakukan pada tanggal 29 Mei 2015. Tindakan dilakukan selama 40 menit. Tindakan dilaksanakan didalam ruang kelas. Peneliti


(75)

menyiapkan peralatan yang dibutuhkan, mengkoordinasi siswa, dan mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan selama tindakan I. Guru BK membuka Pertemuan, memberikan penjelasan mengenai dampak perilaku menyontek, dan menutup pertemuan. Peneliti pada pertemuan I memberikan penjelasan mengenai asertif. Tindakan I ini terdiri dari beberapa bagian:

a) Kegiatan Pembuka

Kegiatan ini bertujuan untuk mmberikan pemahaman dan pengetahuan mengenai menyontek, dengan adanya pemahaman dan pengetahuan yang benar dan baik akan mendorong siswa untuk meningkatkan kempuan mengenai asertif yang lebih baik dengan memutarkan video mengenai menyontek dikalangan pelajar. Video ini ditujukan supaya mampu memberikan pengetahuan bagi siswa sebelum menjalankan atau melaksanakan proses tindakan. Kegian ini dibuka oleh guru BK yang diawali dengan salam dan presensi. Selanjutnya guru BK menyampaikan materi mengenai dampak yang ditimbulkan dari perilaku menyontek, yang bertujuan agar subjek mampu mereduksi perilaku menyontek yang selama ini sudah biasa mereka lakukan.

b) Kegiatan inti

Guru BK menyampaikan dampak negatif dari perilaku menyontek dan cara-cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya perilaku menyontek. Peneliti menjelaskan kepada siswa bahwa perilaku asertif


(76)

dapat meningkatkan self esteem atau harga diri individu yang nantinya akan membantu meningkatkan kepercayaan diri individu serta mencegah individu untuk tidak dimanfaatkan oleh orang lain dan mendapatkan hak-hak pribadi individu tersebut. Konseli juga memberikan penjelasan kepada siswa mengenai langkah-langkah dalam perilaku asertif menggunakan lima tahap, yaitu:

1. Menghapuskan rasa takut yang berlebihan dan pemikiran yang tidak logis.

2. Mengungkapkan masalah-masalah yang dihadapai dan mampu bersikap tegas.

3. Berlatih untuk bersikap asertif, siswa diminta untuk menempatkan diri dengan orang lain dan bermain peran pada situasi sulit.

4. Membawa perilaku asertif ini kedalam kehidupan sehari-hari.

c) Kegiatan penutup

Kegiatan penutup dalam tindakan I ini dilakukan oleh guru BK, dengan mengulaskembali makna dari kemampuan asertif pada siswa, setelah itu guru BK juga menutup dengan mengucap salam.

2) Pemberian Tindakan II

Tindakan II dilaksanakan pada tanggal 30 Mei 2015. Tindakan dilaksanakan diruang kelas. Peneliti menyiapkan peralatan yang dibutuhkan, menyiapkan materi, pada pertemuan II ini gru BK membuka pertemuan, membuat perjanjian dengan siswa untuk menerapkan perilaku asertif kedalam kehidupan sehari-hari, mengahiri pertemuan. Peneliti


(77)

berperan untuk memberikan ice breaking, mengulas kembali pada saat penutup. Tindakan II ini.

a) Kegiatan pembuka

Kegiatan ini diawali dengan salam, presensi siswa. selain itu guru BK mengulas kembali materi yang diberikan pada siklus I

b) Kegiatan inti

Kegiatan inti ini diawali dengan ice breaking kepada siswa, yaitu menggunakan kata berantai, pemilihan ice breaking ini bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi siswa. Alokasi waktu yang disediakan 10 menit. peneliti meminta siswa untuk memikirkan dan menuliskan satu dampak negatif dari perilaku menyontek, serta meminta siswa untuk memikirkan dan menuliskan perilaku menyontek seperti apa yang perna dilakukan oleh siswa, serta menuliskan alasan mengapa siswa menyontek. Peneliti meminta siswa untuk menuliskannya kedalam kertasyang telah dibagikan. Alokasi waktu yang diberikan untuk mengisi adalah 5 menit. Format itu bertujuan agar siswa mampu mengekspresikan dirinya semaksimal mungkin, sehinga mereka mamapu untuk memahami dari perilaku tersebut. setelah mereka selesai menuliskan, peneliti menanyakan beberapa hal pada konseli yang menjadi subjek penelitian ini. Peneliti menanyakan beberapa hal pada konseli, yaitu:

1. Apakah kalian pernah merasa kesulitan ketika menolak permintaan teman yang meminta jawaban?


(1)

124


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)