Pengertian Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Kekasaran permukaan sangat mempengaruhi bagaimana suatu objek akan berinteraksi dengan lingkungannya. Permukaan yang kasar umumnya lebih cepat aus dan memiliki koefisien gesek yang lebih tinggi daripada permukaan yang halus. Kekasaran permukaan merupakan faktor penting terhadap pelaksanaan komponen- komponen mekanis, karena ketidakteraturan pada permukaan dapat menjadi daerah inti retakan dan korosi. 35

2.4.1 Pengertian

Kekasaran permukaan adalah ukuran ketidakteraturan dari permukaan yang telah diproses akhir dan dipoles, dan diukur dengan satuan mikrometer µm. 8 Nilai ini merupakan ukuran deviasi vertikal suatu permukaan dari bentuk idealnya. Apabila deviasi ini besar, maka permukaan tersebut kasar; apabila deviasi ini kecil, maka permukaan tersebut halus. Kekasaran dianggap sebagai komponen dari permukaan yang telah diukur dengan frekuensi yang tinggi dan panjang gelombang yang pendek. 25 Attar dan Chung menyatakan bahwa suatu restorasi dinyatakan halus apabila nilai kekasaran permukaannya kurang dari 1 µ m dan mendekati nilai kekasaran enamel 0,64 µ m. 36 Quirynen dkk. dan Bollen dkk. menyatakan bahwa kekasaran permukaan dari bahan kedokteran gigi yang ideal adalah mendekati 0,2 µ m atau kurang. Kontak antara permukaan restorasi yang kasar dengan gingiva dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, iritasi dan resesi jaringan lunak yang perlahan. 22 8 Selain itu, bahan kedokteran gigi dengan permukaan yang kasar dapat memudahkan Universitas Sumatera Utara perlekatan bakteri dan menyulitkan pengangkatannya dengan cara alami atau bahkan dengan metode-metode pembersihan rongga mulut. 22 Perlekatan bakteri pada basis gigitiruan dapat mengakibatkan bau mulut, denture stomatitis, dan berbagai penyakit yang berhubungan dengan pemakaian gigitiruan lainnya. 37 Kekasaran permukaan juga mempengaruhi penampilan estetik, stabilitas warna, dan pembentukan biofilm. 8,22 Untuk meningkatkan kualitas permukaan, Mantzikos dkk. 1998 menyarankan aplikasi selapis glaze dan menyatakan bahwa untuk restorasi sementara prosedur ini diindikasikan untuk mengurangi perlekatan bakteri, namun Sesma dkk. 2005 menyatakan bahwa glaze yang diaplikasikan pada permukaan restorasi tetap tidak mencegah perlekatan bakteri, meskipun membantu pengangkatannya. a. Teknik manipulasi 22

2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Penelitian Berger dkk. 2005 menemukan bahwa terdapat perbedaan kekasaran permukaan yang signifikan antara beberapa jenis resin akrilik dengan teknik manipulasi yang berbeda, dimana resin akrilik polimerisasi panas, injection- molded, dan polimerisasi dengan microwave lebih halus dibandingkan resin akrilik swapolimerisasi. 26 Penelitian Goncalves dkk. 2007 menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan kekasaran permukaan yang signifikan antara resin akrilik swapolimerisasi yang dimanipulasi dengan teknik addisi dan teknik massa. Penelitian Universitas Sumatera Utara tersebut juga menemukan bahwa kekasaran permukaan bahan restorasi lebih banyak dipengaruhi oleh teknik pemolesan daripada teknik manipulasi. b. Teknik pemolesan 25 Ketidakteraturan permukaan akibat pemolesan yang tidak baik bertindak sebagai lembah tempat perlekatan bakteri dan debris makanan. 32 Teknik proses akhir dan pemolesan bertujuan untuk mengangkat bahan yang berlebih dan menghaluskan permukaan yang kasar. 8 Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk pemolesan, antara lain pemolesan mekanis, pemolesan kemis dan aplikasi pelapis pada permukaan restorasi. 25 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemolesan mekanis menghasilkan nilai kekasaran permukaan yang lebih kecil daripada pemolesan kemis. 22,25,32 Pada pemolesan mekanis, teknik proses akhir dan pemolesan untuk sebagian besar bahan kedokteran gigi restoratif mengikuti prinsip yang sama. Tahap contouring dan penghalusan permukaan dilakukan dengan coarse abrasive atau bur, dilanjutkan dengan bahan abrasif yang lebih baik untuk menghilangkan goresan- goresan besar yang terbentuk. 8 Untuk resin akrilik, biasanya dihaluskan dengan kertas pasir waterproof ukuran 150 hingga 600 secara bertahap di bawah air mengalir dan dipoles dengan pumice dan whiting slurry dengan menggunakan polishing cloth yang dipasangkan pada polishing motor. 16 Beberapa penelitian menemukan bahwa pemolesan dengan polishing motor lebih baik dibandingkan dengan mikromotor. Abrasi terjadi ketika permukaan yang keras dan kasar atau partikel yang keras dan berbentuk tidak teratur menggores bahan yang lebih lunak dan menyebabkan 25 Universitas Sumatera Utara bahan pada goresan tersebut terangkat dari permukaan. Setiap sisi atau titik dari bahan abrasif bertindak sebagai pisau pemotong dan mengangkat sebagian bahan dari permukaan yang sedang diabrasi. Proses abrasi dipengaruhi oleh sifat-sifat fisis dan mekanis bahan, seperti kekerasan, kekuatan dan konduktivitas termal, sehingga bahan abrasif yang dipilih untuk menyelesaikan dan memoles berbagai bahan restorasi tergantung pada sifat-sifat dari bahan restorasi tersebut. 8 Peralatan atau pasta abrasif tidak boleh digunakan dalam keadaan kering. Pemolesan kering dapat menurunkan efisiensi dari bahan abrasif dan meningkatkan bahaya overheating permukaan. Overheating mempengaruhi penampilan gigitiruan dan dapat menyebabkan timbulnya distorsi. Overheating selama pemolesan basis gigitiruan resin akrilik dapat terjadi karena konduktivitas termal akrilik yang rendah dan hal ini harus dihindari. c. pH 8 Constantinescu dkk. 2007 membandingkan kekasaran permukaan resin akrilik polimerisasi panas yang direndam dalam saliva buatan dengan pH 5,5 dan 6,8, dan menemukan bahwa resin akrilik polimerisasi panas yang direndam dalam saliva yang lebih asam menunjukkan kekasaran yang lebih tinggi. Dari penelitian tersebut juga disimpulkan bahwa keasaman saliva meningkatkan kekasaran permukaan basis gigitiruan resin akrilik. 38 d. Porositas Universitas Sumatera Utara Porositas pada resin akrilik terjadi akibat penguapan monomer yang tidak bereaksi dengan polimer selama proses pencampuran. Porositas pada basis gigitiruan dapat mempengaruhi kekasaran permukaan, estetik dan kebersihan basis gigitiruan. 15

2.4.3 Metode Pengukuran