Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

15

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masyarakat pada umumnya diartikan sebagai sekumpulan orang yang hidup disuatu wilayah yang memiliki aturan atau norma yang mengatur hubungan- hubungan satu sama lain. Pola hubungan antara individu dalam masyarakat tersebut pada dasarnya memiliki nilai-nilai yang diakui bersama dan diabadikan dalam norma dan aturan yang pada umumnya tidak diverbalkan. Dengan demikian, masing-masing individu diharuskan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut sehingga tercifta suatu hubungan sosial yang relatif stabil. Hubungan sosial yang relatif stabil tersebut dilakukan dengan cara individu menginternalisasikan nilai-nilai yang membentuk keteraturan tersebut sehingga dapat meminimalisir terjadi konflik sosial. individu-individu muda, dalam hal ini adalah anak, dalam proses integrasinya dengan masyarakat akan lambat laun mempelajari dan mengenali pola-pola hubungan yang ada tersebut untuk mempertahankan eksistensinya ditengah-tengah masyarakat. masyarakat adalah wadah dimana individu mengalami proses pembelajaran secara langsung Latif, 2007; 33. Pembelajaran secara langsung yang dilakukan dengan Tindakan-tindakan yang melibatkan orang lain setiap hari yang ada di sekitar kita, seperti teman, keluarga, atau tetangga merupakan intisari dari kehidupan bersama dalam suatu masyarakat. Kegiatan itu dilakukan umumnya berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidup manusia yang sangat kompleks yang tidak mungkin mampu dipenuhi seorang diri tanpa melakukan hubungan dengan orang lain. Manusia sebagai makhluk sosial 16 dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan-kebutuhan, baik kebutuhan material maupun spiritual. Kebutuhan itu bersumber dari dorongan-dorongan alamiah yang dimiliki setiap manusia semenjak dilahirkan. Lingkungan hidup merupakan sarana di mana manusia berada sekaligus melakukan aktifitas sosialnya guna untuk dapat mengembangkan kebutuhan-kebutuhan. Oleh karena itu, antara manusia dengan lingkungan hidup terdapat hubungan yang saling mempengaruhi. Hubungan- hubungan sosial yang terjadi secara dinamis yang menyangkut hubungan antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok dan berhubungan satu dengan yang lain merupakan penjelasan daripada interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan syarat utama bagi terjadinya aktifitas sosial dan hadirnya kenyataan sosial, kenyataan sosial didasarkan pada motivasi individu dan tindakan-tindakan sosialnya. Ketika berinteraksi seorang individu atau kelompok sosial sebenarnya tengah berusaha atau belajar bagaimana memahami tindakan sosial seorang individu atau kelompok sosial lain. Interaksi sosial akan berjalan dengan tertib dan teratur dan anggota masyarakat bisa berfungsi secara normal, yang diperlukan bukan hanya kemampuan untuk bertindak sesuai dengan konteks sosialnya, tetapi juga memerlukan kemampuan untuk menilai secara objektif perilaku individunya dipandang dari sudut sosial masyarakatnya Narwoko, 2004:21. Prilaku individu yang menimbulkan reaksi sosial merupakan bentuk naluri manusia yang telah ada sejak lahir dan membutuhkan pergaulan dengan sesamanya gregariousness. Naluri ini merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi manusia 17 untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Interaksi sosial dapat terjadi karena adanya beberapa unsur yang mendukungnya. Unsur-unsur daripada Proses terjadinya interaksi sosial manusia didasari rasa kebutuhan untuk memenuhi kepentingan dan kelangsungan hidupnya. Proses ini akan berlangsung ketika adanya kontak sosial yang dibangun dengan orang lain baik secara individu dengan individu maupun kelompok dengan kelompok lainnya dalam masyarakat tertentu. Kendatipun demikian proses terjadinya interkasi sosial merupakan tuntutan hidup agar teciftanya suatu sistem sosial dalam masyarakat baik secara personal maupun secara institusional. Institusi sosial atau yang sering kita sebut sebagai lembaga sosial merupakan suatu jaringan daripada proses-proses sosial hubungan antar manusia atau kelompok manusia sebagai tata cara atau prosedur yang telah tercifta untuk mengatur hubungan- hubungan antara manusia yang berkelompok dalam kemasyarakatan, seperti institusi keluarga, institusi ekonomi, politik, agama dan pendidikan. Institusi pendidikan misalnya merupakan institusi pendidikan formal yang terpenting dalam masyarakat kita yaitu sekolah yang menawarkan pendidikan formal mulai dari jenjang prasekolah sampai ke jenjang pendidikan tinggi baik yang bersifat umum maupun khusus misalnya sekolah agama ; pesantren dan sekolah luar biasa Sunarto, 2004;65. Sekolah agama atau yang lebih akrab disebut sebagai pondok Pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan tertua yang melekat dalam perjalanan kehidupan Indonesia sejak ratusan tahun yang silam, ia adalah lembaga pendidikan yang dapat dikategorikan sebagai lembaga unik dan punya karakteristik tersendiri 18 yang khas, sehingga saat ini menunjukkan kapabilitasnya yang cemerlang melewati berbagai episode zaman dengan pluralitas polemik yang dihadapinya. Bahkan dalam perjalanan sejarahnya, pesantren telah banyak memberikan andil dan kontribusi yang sangat besar dalam ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberikan pencerahan terhadap masyarakat serta dapat menghasilkan komunitas intelektual yang setaraf dengan sekolah umum Rahim dalam Sujari, 2007 : 03. Pesantren sebagai pendidikan Islam tradisional yang sangat populer, khususnya di Jawa, dapat dilihat dari dua sisi pengertian yaitu pengertian dari segi fisikbangunan dan pengertian kultural. Dari segi fisik, pesantren merupakan sebuah kompleks pendidikan yang terdiri dari bangunan yang dilengkapi dengan sarana pendukung penyelenggara pendidikan. Kompleks pesantren ditandai oleh beberapa bangunan fisik yang digunakan oleh para santri untuk tempat pemondokan, bangunan dapur dimana para santri memasak dan menyiapkan makanan mereka sendiri. Secara kultural, pesantren mencakup pengertian yang sangat luas mulai dari sistem nilai khas yang secara intrinsik melekat di dalam pola kehidupan komunitas santri, seperti kepatuhan pada Kyai sebagai tokoh sentral, sikap ikhlas dan tawadhu, serta tradisi keagamaan yang diwariskan secara turun temurun Djamas. 2008; 20. Keunikan pesantern memang terletak pada kepemimpinan para Kyai yang merupakan personifikasi utuh dari sistem nilai dilingkungan komunitas santri. Kyai juga menempati posisi puncak dalam struktur sosial komunitas santri. Mereka menempati posisi tersebut karena kelebihannya dalam penguasaan ilmu agama, kesalehan dalam menjalankan ibadah, pengayoman yang diberikan kepada para 19 pengikutnya, serta kelebihan lain yang dipandang tidak dimiliki oleh orang awam orang umumIbid;23. Para santri yang berguru pada kyai umumnya berasal dari desa disekitar pesantern. Mereka ada yang tinggal menetap di pesantren santri Mukim dan ada pula yang tidak menetap santri kalong. Mereka kebanyakan hidup mandiri sesuai dukungan yang tersedia untuk menopang kehidupan mereka. Bagi yang mempunyai keterbatasan keuangan , mereka ada yang bekerja menggarap lahan yang dimiliki oleh para kyai atau teman mereka sesama santri. Keterlibatan para santri dalam membantu kyai termasuk untuk menggarap lahan pertanian terutama diarahkan untuk mendapatkan kerelaan dan berkah dari kyai Ibid; 25. Pendidikan dipesanttren merupakan salah satu media pewarisan nilai dan tradisi keagamaan dalam lingkungan komunitas santri. Tradisi kultural yang diwariskan dilingkungan pesantern telah memberi warna tersendiri terhadap kehidupan masyarakat Indonesia, dan bahkan mempengaruhi tataran supra struktur sosial politik nasional. Tradisi pesantern dengan corak sistem sosial yang bersifat hirearkis yang bersandar pada otoritas kyai telah menjadi lahan perebutan pengaruh dalam kompetisi politik di Indonesia. Tradisi pesantern yang mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia tidak lepas dari sejarah perkembangan pesantern yang berlangsung ratusan tahun, baik dalam menjalankan misi pendidikan dan melakukan transmisi pandangan hidup keislaman, maupun dalam menyebarluaskan nilai-nilai dan tradisi keagamaan Ibid; 26. 20 Terdapat beberapa pendapat berkaitan dengan asal usul dan sejarah kehadiran pesantern sebagai lembaga pendidikan islam di nusantara. Pendapat pertama menyebutkan bahwa asal usul pesantern tidak dapat dilepaskan dari keberadaan lembaga pendidikan yang telah ada jauh sebelum Islam berkembang, khsususnya di Jawa. Steenbrink, misalnya, mengutip Geertz dan Sugarda Purbakawatja, menyebutkan keberadaan pesantern yang dikaitkan dengan lembaga pedidikan yang telah ada sejak zaman pra islam untuk pengajaran agama Hindu. Pendapat lain yaitu dari Bruinessen yang dalam kajiannya mencoba mencari penjelasan tentang asal usul pesantren sebagai lembaga pendidikan islam menurutnya tidaklah ”Orisinal” model nusantara karena banyak mendapat pengaruh asing. Model pengaruh asing terutama yang diaplikasikan dalam pengajaran di pesantern adalah model pengajaran di pusat pendidikan islam di makkah dan madinah oleh para ulama yang menggunakan sistem Halaqah, dimana murid yang belajar mengelilingi gurunya sambil membuka kitabnya sendiri ibid; 27. Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua yang merupakan produk budaya Indonesia. Keberadaan Pesantren di Indonesia dimulai sejak Islam masuk negeri ini dengan mengadopsi sistem pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum kedatangan Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berurat akar di negeri ini, pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa Miftahul, 2010; 23. 21 Perjalanan sejarah bangsa melalui kontribusi lembaga pendidikan keagamaan, Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam dengan sistem asrama atau pondok, di mana kyai sebagai figure sentralnya, Mesjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya, dan pengajaran agama Islam dibawah bimbingan kyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya. Secara singkat pesantren bisa juga dikatakan sebagai laboratorium kehidupan, tempat para santri belajar hidup dan bermasyarakat dalam berbagai segi dan aspeknya Zarkasih, 1996;56. Keberadaan pesantern dalam konteks lokal sendiri dikaitkan dengan keberadaan desa perdikan, lembaga paguron dan padepokan dengan fungsi keagamaan yang telah ada sejak zaman pra islam. Masih dalam kajian Bruinessen yang mengutip beberapa penulis terdahulu seperti Pigued dan Schrieke, asal usul pesantern dikaitkan dengan keberadaan desa perdikan pada masa pemerintahan kolonial Belanda yang tercatat sampai akhir abad ke-19. desa perdikan dipandang sebagai kesinambungan bagi pesantern dengan lembaga keagamaan pra islam. Kehususan desa perdikan berkaitan dengan hak-hak istimewa yang diperoleh beberapa berupa pemebebasan pajak dan kerja rodi, namun penghasilan harus digunakan untuk menjalankan beberapa fungsi khusus seperti memelihara makam-makam penting, memelihara Mesjid dan Pesantern. Pesantren paling tua yang keberadaannya terkait dengan desa perdikan di Jawa, yaitu pesantern Tegalsari, dan diduga pesantern tegalsari yang didirikan pada tahun 1742 merupakan pesantern tertua dan cikal bakal pesantren dalam bentuknya seperti sekarang Djamas. 2008;28. 22 Dikaitkan dengan model pengajaran dilingkungan pesantren yang diadopsi dari pola pengajaran di pusat pendidikan islam di Haramain, jelaslah bahwa pendidikan di pesantren adalah bagian dari pendidikan islam yang berkembang luas dari pusat-pusat pendidikan islam tersebut ke berbagai belahan dunia Muslim. Namun, nama pesantren sendiri diadopsi dari institusi lokal yang ada sebelumnya. Dengan demikian, terjadinya proses akulturasi dimana isntitusi sosial lokal yang telah ada sebagai wadah diisi dan berinteraksi dengan substansi kulutural keislaman Ibid; 29. Pondok Pesantren dapat disebut sebagai komunitas masyarakat, karena di dalam pesantren sudah ada kyai dan teungku sebagai pemimpin dan santri yang dipimpin. Model masyarakat seperti ini dikenal juga dengan masyarakat chiefdom, yakni masyarakat terpimpin dan dipimpin. Masyarakat terpimpin dan dipimpin menjadikan pondok pesantren masuk dalam kategori seperti ini dilihat dari sistem yang terdapat dalam pondok pesantren itu sendiri. Dilihat dari perkembangan pondok pesantren, perkembangan pondok pesantren saat ini dapat dibagi menjadi empat kelompok. Pertama, pesantren yang tetap konsisten seperti pesantren zaman dulu, disebut salafi. Kedua, Pesantren yang memadukan sistem lama dengan sistem pendidikan sekolah, disebut pesantren “Modern”. Ketiga, Pesantren yang sebenarnya hanya sekolah biasa tetapi siswanya diasramakan 24 jam. Keempat, pesantren yang tidak mengajarkan ilmu agama, karena semangat keagamaan sudah dimasukkan dalam kurikulum sekolah dan kehidupan sehari-hari di asrama. Namun, apapun bentuknya, dinamika pesantren 23 selalu dilandasi oleh interaksi sosial, interaksi keagamaan, dan interaksi edukatif khas, baik internal maupun eksternal Miftahul. 2010; 25. Pondok pesantren dalam Bentuk, sistem dan metode pesantren di Indonesia dapat dibagi kepada dua periodisasi; Periode Ampel salaf yang mencerminkan kesederhanaan secara komprehensif. Kedua, Periode Gontor yang mencerminkan kemodernan dalam sistem, metode dan fisik bangunan. Periodisasi ini tidak menafikan adanya pesantren sebelum munculnya Ampel dan Gontor. Sebelum Ampel muncul, telah berdiri pesantren yang dibina oleh Syaikh Maulana Malik Ibrahim. Demikian juga halnya dengan Gontor, sebelumnya telah ada yang justru menjadi cikal bakal Gontor pesantren Tawalib, Sumatera. Pembagian di atas didasarkan pada besarnya pengaruh kedua aliran dalam sejarah kepesantrenan di Indonesia Jamhuri, 2009; 14. Sejarah pesantren di Indonesia memiliki Ciri-ciri yaitu; periode salafi memiliki ciri Gubuk-gubuk kecil sebagai tempat tinggal santri, seiring perkembangan dan periodesasinya terjadi perubahan dalam tatanan kepesantrenan, adanya asrama bagi santri. Alasan utama keharusan pesantren menyediakan asrama karena umumnya pesantren berada di Desa yang tidak tersedia cukup perumahan bagi santri yang belajar dan umumnya berasal dari daerah yang jauh serta menetap dalam waktu yang cukup lama. Selain itu sikap kekeluargaan yang kental dimana santri memandang kyai sebagai orang tua sendiri sehingga mereka merasa selayaknya berada di dekat kyai. 24 Tinggal di asrama dan berdekatan dengan kyai merupakan suatu ciri-ciri hidup yang dilakukan di pondok pesantren dalam kebiasaan untuk mencari ilmu dengan sistem menetap dengan tujuan agar terjadinya maksimalisasi proses dan terkontrol secara efektip perkembangan santrinya. Santri-santri terlihat bagaimana mereka tekun belajar dan hidup bersama dan merasa senasib dalam naungan Asuhan kyai dan guru- guru lainnya. Seperti yang terjadi di Pondok Pesantern Modern Al-Abraar. Pondok Pesantern Modern Al-Abraar merupakan salah satu pondok pesantren yang ada di Indonesia dan merupakan lembaga pendidikan Islam yang menganut sistem modernitas dalam metode pendidikan Islam di Indonesia. keberadaan pondok pesantren Al-Abraar terletak di Desa Sikuik-Huik Dusun Siondop Julu kecamatan Angkola Selatan Kabupaten Tapanuli selatan provinsi sumatera utara hadir di tengah- tengah masyarakat Desa Sikuik-Huik Dusun Siondop Julu. Sistem pendidikan pondok pesantern ini menggunakan metode modernisasi pendidikan pesantern hal ini terlihat dari mata pelajaran yang diajarkan dipesantern ini mengkombinasikan pendidikan Agama Islam dan pendidikan umum secara seimbang, selain itu tempat tinggal santrinya menggunakan sistem asrama, ditinjau dari aktifitas sehari-hari santri selain kegiatan keagamaan kegiatan umum juga dilakukan di pesantern ini seperti misalnya kegiatan Pramuka, Olah raga, dan seterusnya. Pondok Pesantern Modern Al-Abaar secara geografis merupakan pondok pesantern yang terletak dipinggiran daerah dan jauh dari keramaian perkotaan, bertempat diantara dua bukit yang menaunginya yaitu daerah Siondop Julu Kecamatan Siais dahulunya sekarang pasca pemekaran daerah berubah menjadi kecamatan Angkola Selatan. 25 Dalam banyak hal sistem dan lembaga pendidikan pondok pesantren modern Al-Abraar telah di modernisasi dan disesuaikan dengan tuntutan perkembangan zaman, sehingga secara otomatis akan mempengaruhi kurikulum yang mengacu pada tujuan institusional lembaga tersebut. Kurikulum merupakan salah satu instrument dari suatu lembaga pendidikan pondok pesantren modern Al-Abraar termasuk pendidikan pesantren dalam mencapai tujuan pendidikan. Adapun tujuan pendidikan pondok pesantren yaitu untuk mempersiapkan para santri menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajar oleh Kyai dan mengamalkan dalam masyarakat. Dalam mengamalkan ilmu dan tujuan pondok pesantren modern Al-Abraar dilakukan berbagai macam aktifitas dan tindakan-tindakan positif baik melalui Proses interaksi antara santri dan civitas akademis didalam pesantern. Perjalanan hubungan sosial pesantren dengan civitas akademik dilakukan sesuai aturan pondok yang berlaku. Hubungan interkasi sesama santri berlangsung setiap hari, begitu juga dengan hubungan interaksi antara santri dengan santri watinya sesuai aturan dan ijin dari pihak pengawas santri dan santri wati. Hubungan interaksi dengan masyarakat sekitar pesantren sering terjadi. Begitu juga pihak masyarakat dengan pesantren melakukan hubungan interaksi sosial. Hubungan interaksi dan Kehadiran Pondok pesantern Modern Al-Abraar sebagai lembaga pendidikan Islam seharusnya bisa menjadi panutan dalam membangun sistem sosial bermasyarakat yang baik dan harmonis sepertinya belum bisa menjadi contoh bagi masyarakat hal ini menjadi suatu polemik tersendiri dalam sistem sosial bermasyarakat, dikarenakan fakta tersebut pada kenyataannya belum 26 memberikan kontribusi yang maksimal karena disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang menyebabkan ini tidak maksimal. Ini merupakan salah satu gambaran dari pola interaksi sosial pondok pesantren dengan masyarakat lingkungan yang bersentuhan langsung terhadap kehidupan masyarakat di Desa Sikuik-Huik Dusun Siondop Julu Kecamatan Angkola Selatan Kabupaten Tapanui Selatan yang hidup berdampingan langsung dengan pesantern sebagai satu kesatuan sistem sosial. Persoalan seperti ini seharusnya tetap dipertimbangkan dan diperhitungkan dalam kerukunan dan keharmonisan bermasyarakat agar terciftanya suasan yang kondusif dan menyentuh semua pihak yang menjadi bagian dari lingkungan sosial.

1.2 Perumusan Masalah