commit to user 11
kepala, mialgia, nyeri persalinan, dan keadaan lain di mana aspirin efektif sebagai analgesik. Parasetamol tidak efektif untuk mengatasi
inflamasi seperti artritis reumatoid, meskipun dapat dipakai sebagai obat tambahan analgesik dalam terapi antiinflamasi. Parasetamol lebih
disukai daripada aspirin pada pasien dengan hemofilia atau dengan riwayat ulkus peptikum dan juga pada mereka yang mengalami
bronkospasme yang dipicu akibat aspirin Katzung, 2002. d. Efek Samping
Efek samping yang sering terjadi antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah Tjay dan Raharja, 2002. Efek
merugikan paling serius akibat overdosis asetaminofen akut berupa nekrosis hati yang fatal. Nekrosis tubulus ginjal dan koma
hipoglikemik mungkin juga terjadi Hardman et al., 2008. Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-15
gram 200-250 mgkg BB parasetamol Wilmana dan Gunawan, 2007. Selain itu overdosis dapat menimbulkan antara lain mual,
muntah, dan anoreksia.
4. Fisiologi Kerusakan Sel
Reaksi sel terhadap jejas dapat berakibat berbeda, berdasar perbedaan intensitas dan periode jejas. Jejas yang ringan kurang
bermakna dapat meningkatkan kebutuhan fungsional sel, lalu sel
commit to user 12
mengalami adaptasi atrofi, hipertrofi, hiperplasi, metaplasi. Setelah jejas reda hilang sel akan kembali normal.
Jejas ringan-sedang sub-letal akan menyebabkan kerusakan sel yang reversibel. Apabila jejas tidak meningkat intensitas dan periodenya
maka sel akan mengalami adaptasi dan kembali normal. Sedangkan bila intensitas dan periode jejasnya meningkat, sel akan mengalami kerusakan
ireversibel hingga nekrosis kematian sel. Jejas hebat letal akan mengakibatkan kerusakan sel yang
ireversibel. Kerusakan ini menyebabkan kematian sel jaringan saat individu masih hidup atau nekrosis Pringgoutomo, 2002.
Adapun tanda-tanda nekrosis sel menurut Price and Wilson 2006: a. Sel yang mengalami pyknosis intinya terkondensasi dan bertambah
basofil, berwarna gelap batasnya tidak teratur. b. Sel yang mengalami karyorrhexis inti mengalami fragmentasi atau
hancur dengan meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang tersebar di dalam sel.
c. Sel yang mengalami karyolisis yaitu kromatin basofil menjadi pucat, inti sel kehilangan kemampuan untuk diwarnai dan menghilang begitu
saja.
5. Mekanisme Kerusakan Sel Hepar Akibat Induksi Parasetamol
Hepatotoksisitas tidak terjadi sebagai akibat langsung dari parasetamol, tetapi melalui metabolitnya, yaitu N-acetyl-p-benzoquinone
commit to user 13
imine NAPQI Sherlock and Dooley, 2002. Parasetamol dimetabolisme oleh konjugasi dengan glukoronat dan sulfat. Sebagian kecil dioksidasi
menjadi NAPQI oleh aktivitas sitokrom P450. NAPQI didetoksifikasi oleh glutation GSH yang kemudian membentuk konjugasi parasetamol-GSH.
Ketika terjadi dosis toksis parasetamol, glutation hepar total menurun hingga 90. Akibatnya metabolit parasetamol tersebut berikatan kovalen
dengan sistein. Ikatan kovalen antara metabolit parasetamol dan protein menyebabkan sel kehilangan fungsi atau aktivitasnya bahkan terjadi
kematian sel dan lisis. Target organel sel utamanya adalah mitokondria yang berperan dalam produksi energi serta kontrol ion selular, sehingga
terjadi transisi permeabilitas mitokondria. Akibatnya adalah penurunan Adenosine Triphosphate ATP, peningkatan Ca
2+
yang bersifat oksidan, aktivasi protease dan endonuklease, serta kerusakan rantai DNA James et
al., 2003. Aktivitas sitokrom P450 serta transisi permeabilitas mitokondria
menyebabkan terbentuknya superoksida, suatu Radical Oxygen Species ROS. Pembentukan superoksida yang meningkat menyebabkan reaksi
hidrogen peroksida dan peroksidasi melalu mekanisme tipe Fenton. Pada dosis toksis parasetamol terjadi pembentukan NAPQI yang berlebihan,
sementara konsentrasi glutation di sel sentrilobular sangatlah rendah, sehingga glutation peroksidase terhambat James et al., 2003.
commit to user 14
6. Mekanisme Hepatoprotektor Jus Pepaya Terhadap Kerusakan Hepar