Kondisi Aktual Hutan Mangrove Pasca Rehabilitasi

42

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Kondisi Aktual Hutan Mangrove Pasca Rehabilitasi

Hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan merupakan non-kawasan hutan yang berada dibawah wewenang Dinas Kelautan dan Perikanan. Adanya kerusakan hutan mangrove terbesar di Jawa Timur pada non-kawasan hutan menyebabkan pemerintah terkait melakukan rehabilitasi. Rehabilitasi terbesar di Jawa Timur terjadi di Kabupaten Pamekasan yaitu di Pesisir Pantai Tlanakan. Kondisi mangrove di Tlanakan sebelum direhabilitasi sangat memprihatinkan. Kebanyakan mangrove telah rusak dan banyak dicemari sampah yang menutupi akar dan daun mangrove DKP, 2008. Habitat mangrove tergusur oleh pembangunan pemukiman penduduk, pergudangan atau industri, pertambakan, dan penambangan pasir DKP, 2008. Pasca rehabilitasi kondisi aktual hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan terlihat membaik. Hal tersebut dapat dilihat dari tinggi, diameter, kerapatan, luasan, dan kondisi lingkungan sekitar hutan mangrove secara keseluruhan. Berdasarkan hasil wawancara dengan pemerintah dan masyarakat setempat diketahui bahwa secara keseluruhan adanya rehabilitasi telah menambah luasan hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan dan rasa memiliki terhadap hutan mangrove tersebut. Sebelum direhabilitasi tahun 2008 hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan memiliki luas 15,708 ha DKP, 2008 dan setelah rehabilitasi tahun 2011 luas hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan adalah sebesar 58 ha DKP, 2012. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat dan pemerintah setempat serta observasi langsung pada hutan mangrove di Pesisir Pantai 43 Tlanakan diketahui bahwa pohon mangrove di Kecamatan Tlanakan pada umumnya memiliki tinggi, diameter, dan kerapatan rata-rata sebesar 5,3 m, 0,064 m, dan 77,67. Masyarakat mengatakan bahwa kondisi tersebut disebabkan oleh kondisi jenis tanah yang baik, dimana tekstur tanahnya berpasir dan berlumpur sehingga memungkinkan bagi pohon mangrove untuk tumbuh subur. Menurut Bengen 2002 hutan mangrove dapat tumbuh dengan baik pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung, dan berpasir. Selain itu, secara umum pohon mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan lokasinya jauh dari pabrik garam dan jalan raya. Kondisi tersebut menurut pemerintah dan masyarakat dapat meminimalisir adanya limbah pabrik yang menghambat pertumbuhan pohon mangrove. Pohon mangrove yang ditanam pada tahun 2009 saat rehabilitasi memiliki tinggi, diameter, dan kerapatan rata-rata sebesar 0,5 m, 0,03 m, dan 12 serta berlokasi di dekat pabrik garam. Pemerintah dan masyarakat sekitar menduga bahwa banyaknya sampah di sekitar pohon mangrove yang direhabilitasi telah menghambat pertumbuhan pohon mangrove. Selain itu, menurut pemerintah dan masyarakat kemungkinan besar ada zat yang yang berasal dari limbah pabrik yang manghambat pertumbuhan pohon mangrove hasil rehabilitasi. Tekstur tanah di Pesisir Pantai Tlanakan yang dekat dengan pabrik garam juga mempengaruhi pertumbuhan pohon mangrove. Bengen 2002 mengatakan bahwa hutan mangrove dapat tumbuh dengan baik pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung, dan berpasir, sedangkan di pesisir pantai yang dekat dengan pabrik garam jenis tanahnya hanya berpasir saja tidak beragam seperti tanah di Pesisir Pantai Tlanakan pada umumnya. Kondisi pohon mangrove di 44 Pesisir Pantai Tlanakan yang dekat dengan pabrik garam dan jalan raya dapat dilihat pada Gambar 12 dibawah ini: Sumber: Data Primer 2012 Gambar 12. Pohon Mangrove yang Dekat dengan Pabrik Garam dan Jalan Raya Meskipun demikian, tidak semua pohon mangrove kondisinya seperti gambar di atas. Pohon mangrove di Pesisir Pantai yang jauh dari pabrik garam dan jalan raya terlihat lebih tinggi. Pohon mangrove di kawasan tersebut terlihat tumbuh subur dengan tinggi, diameter, dan kerapatan rata-rata sebesar 7 m, 0,065 m, dan 96,36 serta tidak ada sampah di sela-sela akarnya. Pohon mangrove tersebut berlokasi di pesisir pantai bagian dalam yang jauh dari pabrik garam dan jalan raya. Selain iu tekstur tanahnya adalah berlumpur dan berpasir seperti pada Pesisir Pantai Tlanakan umumnya sehingga memungkinkan pohon mangrove untuk tumbuh subur. Kondisi pohon mangrove tersebut seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 13 dibawah ini. Sumber: Data Primer 2012 Gambar 13. Pohon Mangrove yang Jauh dari Pabrik Garam dan Jalan Raya 45 Jenis mangrove yang tumbuh di Pesisir Pantai Tlanakan adalah Rhizopora sp, Bruguiera sp, dan Avicenia sp DKP, 2008. Hasil pengamatan peneliti menunjukkan bahwa jenis mangrove yang mendominasi di Pesisir Pantai Tlanakan adalah Rhizopora sp. Istilah umum untuk mangrove jenis Rhizopora sp ini adalah bakau. Bentuk Buah bakau memanjang dengan hipokotilnya yang berwarna hijau. Buah berbentuk telur ketika masih putik mirip buah pir yang kecil, dan memanjang mirip tongkat berwarna hijau coklat kotor. Hipokotil tumbuh memanjang, silindris, hijau, kasar atau agak halus berbintil-bintil seperti terlihat pada Gambar 14. Sumber: Data Primer 2012 Gambar 14. Bentuk Buah, Akar, dan Bunga Bakau Buah bakau yang jatuh akan tumbuh menjadi anakan bakau. Anakan tersebut akan menancap ke lumpur dan tumbuh menjadi pohon yang memiliki banyak fungsi serta manfaat bagi kehidupan masyarakat, terutama masyarakat sekitar. Gambar 14 diatas tidak hanya menunjukkan deskripsi dari buah bakau tetapi juga menunjukkan bentuk akar dan bunga bakau. Akar bakau berbentuk akar tunjang, bentuk tersebut merupakan adaptasi dari perakaran bakau untuk menahan hempasan gelombang air laut. Gambar di atas juga menunjukkan bahwa bunga bakau berkelompok dalam payung tambahan yang bertangkai dan menggarpu di ketiak, 2-4-8-16 kuntum, berbilangan 4. Tabung kelopak bertaju sekitar 1,5 cm, kuning kecoklatan 46 atau kehijauan, melengkung. Daun mahkota berwarna putih dan berambut sedikit kekuningan.

6.2 Nilai Ekonomi Total Hutan Mangrove