Hubungan Dukungan Sosial keluarga dengan Stres pada Pasien Stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan

(1)

F

UNI

SKRIPSI

Oleh

Miftahus Sa’adah

111101013

FAKULTAS KEPERAWATAN

NIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(2)

(3)

(4)

melimpahkan rahmat dan karuniannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Hubungan Dukungan Sosial keluarga dengan Stres pada pasien Stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan”. Sebagai tugas akhir yang harus dipenuhi untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Pada saat penyelesaian skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan serta dorongan kepada penulis.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada yang terhormat :

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. H. Edwan Effendi, M. Sc selaku Direktur Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan.

3. Ibu Erniyati S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Nunung Febriany Sitepu, S.Kep. Ns, MNS sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, bimbingan, ilmu, serta memberikan masukan-masukan yang bermanfaat bagi skripsi ini dan juga motivasi serta dukungan kepada saya selama proses penyelesaian skripsi ini.


(5)

8. Ibu Siti Zahara Nasution, S.kp., MNS, Ibu Lufthiani S.kep. Ns., M.kep dan Bapak Walter, S.Kep, Ns., M.Kep, Sp. Kep J yang telah memvalid kan kuisioner peneliti dan memberikan masukan berharga terhadap penelitian ini. 9. Seluruh responden yang telah berpartisipasi dalam penelitian selama proses

berlangsung.

10. Teristimewa kepada kedua orangtua ku tercinta, Ayahanda Muhammad Syafri S. Pd.I dan Ibunda Mawar Lina Nasution S.Pd, yang telah memberikan doa, nasehat, dan dukungan baik moril maupun materi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, serta terimakasih untuk adik-adikku tersayang Afifah Ulya, Ahmad Zawir Akmal dan Izzahtul Mardiah yang telah mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi ini

11. Teman - teman mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, Khususnya teman-teman stambuk 2011 yang telah memberikan semangat dan masukkan dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu peneliti baik dalam menyelesaikan skripsi maupun menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Akhirnya kepada ALLAH SWT penulis berserah diri semoga kita selalu dalam lindungan serta limpahan rahmat-Nya dengan kerendahan hati penulis


(6)

Medan, Juli 2015


(7)

Prakata ... iii

Daftar isi... vi

Daftar tabel ... x

Daftar skema ... xi

Abstrak ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1. Latar belakang... 1

2. Rumusan masalah ... 5

3. Tujuan penelitian ... 6

4. Pertanyaan penelitian ... 6

5. Manfaat penelitian ... 6

5.1. Pendidikan keperawatan ... 6

5.2. Pelayanan keperawatan ... 6

5.3. Penelitian keperawatan ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 8

1. Konsep dukungan sosial keluarga... 8

1.1. Definisi dukungan sosial keluarga ... 8

1.2. Definisi keluarga ... 8

1.3. Dukungan sosial keluarga ... 9

1.4. Bentuk dukungan sosial keluarga ... 10

2. Konsep stres ... 11

2.1. Definisi stres ... 11


(8)

2.4. Proses adaptasi terhadap stres ... 15

2.4.1. Indikator fisiologis... 15

2.4.2. Indikator perkembangan ... 16

2.4.3. Indikator perilaku emosional ... 17

2.4.4. Indikator intelektual... 17

2.4.5. Indikator sosial ... 17

2.4.6. Indikator spiritual ... 18

2.5. Tanda dan Gejala Stres ... 18

2.6. Stres dan Penyakit... 19

3. Konsep stroke... 20

3.1. Definisi... 20

3.2. Etiologi... 20

3.3. Patofisiologi ... 22

3.4. Tanda dan gejala ... 24

3.5. Dukungan dan peran keluarga pada penderita stroke .... 24

3.6. Stres pada penderita stroke ... 25

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN... 27

1. Kerangka penelitian ... 27

2. Definisi operasional ... 28

3. Hipotesis penelitian... 29

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 30

1. Desain penelitian... 28

2. Populasi, sampel dan tehnik sampling ... 30


(9)

5. Instrumen penelitian... 34

5.1. Data demografi... 34

5.2. Kuisioner dukungan sosial keluarga ... 34

5.3. Kuisioner stres ... 35

6. Uji validitas dan reliabilitas ... 36

6.1. Uji validitas ... 36

6.2. Uji reliabilitas... 37

7. Prosedur pengumpulan data ... 37

8. Analisa data... 39

8.1. Analisa univariat ... 40

8.2. Analisa bivariat ... 40

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN... 41

1. Hasil ... 42

1.1. Distribusi karakteristik data demografi responden ... 43

1.2. Dukungan sosial keluarga pasien... 43

1.3. Stres pada pasien stroke ... 44

1.4. Hubungan dukungan sosial keluarga dengan stres ... 44

2. Pembahasan ... 45

2.1. Dukungan sosial keluarga pasien... 45

2.2. Stres pada pasien stroke ... 48

2.3.Hubungan dukungan sosial keluarga keluarga dengan kualitas hidup ... 50

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 53


(10)

2. Saran ... 54

2.1. Bagi pasien dan keluarga ... 54

2.2. Pendidikan keperawatan ... 54

2.3. Pelayanan keperawatan ... 54

2.4. Penelitian keperawatan ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

LAMPIRAN 1.Informed consent ... 59

2. Instrumen penelitian ... 60

3. Jadwal penelitian ... 64

4. Taksasi dana ... 65

5. Lembar persetujuan uji validitas ... 66

6. Lembar izin reliabilitas ... 69

7. Lembar izin penelitian ... 71

8. Lembar izin komisi etik ... 73

9. Lembar bukti bimbingan ... 74

10. Analisa reliabilitas instrumen... 75

11. Analisa pengelolaan data dengan komputerisasi ... 79

12. Abstrak ... 97


(11)

Tabel 5.1 Tabel data demografi ... 40

Tabel 5.2 Tabel distribusi frekuensi dukungan sosial keluarga ... 42

Tabel 5.3 Tabel distribusi frekuensi stres ... 43


(12)

(13)

Faculty : Nursing

Academic Year : 2015

ABSTRACT

Family social support is very important to increase health emotion and status, especially in stroke patients in order to avoid the incidence of stress which can decrease their health status. The objective of the study was to find out the

correlation between family social support and stroke patients’ stress at the

Polyclinic of RSUD dr. Pirngadi, Medan. The study used descriptive correlation method. The samples were 35 respondents, taken by using purposive sampling technique from May 11 to June 11, 2015. The data were gathered by distributing

questionnaires about demographic data, family’s social support, and stress. The result of the study showed that 18 respondents (50%) had family’s social support in moderate category, 3 respondents (8.3%) were in bad category, 15 respondents (41.7%) underwent mild stress, 15 respondents (41.7%) underwent moderate stress. And 5 respondents (13.9%) underwent serious stress. It was also found that p-value = 0.000 (p < 0.05) and correlation (r) value = -0.845 which indicated that there was significant but negative correlation between family social support and stress. It is recommended that families should increase social support like moral, emotional, and instrumental support, and evaluation.


(14)

Nim : 111101013

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2015

ABSTRAK

Dukungan sosial keluarga merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan emosional dan status kesehatan individu, salah satunya pada pasien stroke, hal ini diperlukan untuk menghindari terjadinnya keadaan stres yang dapat mengakibatkan penurunan status kesehatan pada pasien stroke itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial keluarga dengan stres pada pasien stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasidengan pengambilan sampel

purposive sampling, yang dilakukan pada tanggal 11 Mei sampai dengan 11 Juni 2015 dengan jumlah responden 35 orang. Instrumen penelitian berupa kuesioner data demografi, kuisioner dukungan sosial keluarga dan kuisioner stres. Hasil penelitian diuji dengan spearman rho dan menunjukkan mayoritas dukungan sosial keluarga pasien dalam kategori cukup sebesar 50,0% (18 orang) dan kategori kurang sebesar 8,3% (3 orang) dan stres pada pasien dalam kategori ringan sebesar 41,7%(15 orang),kategori sedang 41,7% (15 orang) dan kategori berat 13,9% (5 orang). Dari hasil penelitian didapat nilai p = 0,000 (p<0,05) dengan nilai korelasi (r) = -0,845 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan sosial keluarga dengan stres dengan kekuatan korelasi sangat kuat berpola negatif. Dari penelitian ini disarankan keluarga untuk lebih meningkatkan dukungan sosial keluarga berupa dukungan informasi,emosional,instrumental dan penilaian


(15)

Faculty : Nursing

Academic Year : 2015

ABSTRACT

Family social support is very important to increase health emotion and status, especially in stroke patients in order to avoid the incidence of stress which can decrease their health status. The objective of the study was to find out the

correlation between family social support and stroke patients’ stress at the

Polyclinic of RSUD dr. Pirngadi, Medan. The study used descriptive correlation method. The samples were 35 respondents, taken by using purposive sampling technique from May 11 to June 11, 2015. The data were gathered by distributing

questionnaires about demographic data, family’s social support, and stress. The result of the study showed that 18 respondents (50%) had family’s social support in moderate category, 3 respondents (8.3%) were in bad category, 15 respondents (41.7%) underwent mild stress, 15 respondents (41.7%) underwent moderate stress. And 5 respondents (13.9%) underwent serious stress. It was also found that p-value = 0.000 (p < 0.05) and correlation (r) value = -0.845 which indicated that there was significant but negative correlation between family social support and stress. It is recommended that families should increase social support like moral, emotional, and instrumental support, and evaluation.


(16)

Nim : 111101013

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2015

ABSTRAK

Dukungan sosial keluarga merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan emosional dan status kesehatan individu, salah satunya pada pasien stroke, hal ini diperlukan untuk menghindari terjadinnya keadaan stres yang dapat mengakibatkan penurunan status kesehatan pada pasien stroke itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial keluarga dengan stres pada pasien stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasidengan pengambilan sampel

purposive sampling, yang dilakukan pada tanggal 11 Mei sampai dengan 11 Juni 2015 dengan jumlah responden 35 orang. Instrumen penelitian berupa kuesioner data demografi, kuisioner dukungan sosial keluarga dan kuisioner stres. Hasil penelitian diuji dengan spearman rho dan menunjukkan mayoritas dukungan sosial keluarga pasien dalam kategori cukup sebesar 50,0% (18 orang) dan kategori kurang sebesar 8,3% (3 orang) dan stres pada pasien dalam kategori ringan sebesar 41,7%(15 orang),kategori sedang 41,7% (15 orang) dan kategori berat 13,9% (5 orang). Dari hasil penelitian didapat nilai p = 0,000 (p<0,05) dengan nilai korelasi (r) = -0,845 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan sosial keluarga dengan stres dengan kekuatan korelasi sangat kuat berpola negatif. Dari penelitian ini disarankan keluarga untuk lebih meningkatkan dukungan sosial keluarga berupa dukungan informasi,emosional,instrumental dan penilaian


(17)

1. Latar Belakang.

Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat, stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena gangguan peredaran darah otak (Muttaqin, 2008). Kondisi yang sering dialami oleh seseorang yang terserang stroke cukup beragam, seperti kelumpuhan, perubahan mental, gangguan daya pikir, kesadaran, konsentrasi, fungsi intelektual, gangguan komunikasi, gangguan emosional dan kehilangan indera perasa Vitahealth (2003 dalam Okthavia 2014). Serangan awal stroke umumnya berupa gangguan kesadaran, tidak sadar, bingung, sakit kepala, sulit konsentrasi, disorientasi atau dalam bentuk lain, stroke bisa menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1 atau 2 hari kemudian akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution), stroke yang sangat parah dapat menyebabkan

kematian mendadak, pada tahun 1998 stroke merupakan penyebab utama kecacatan dan penyebab kematian nomor dua di dunia dengan lebih dari 5,1 juta angka kematian, perbandingan angka kematian itu dinegara berkembang dengan negara maju adalah lima banding satu, juga tercatat lebih dari 15 juta orang menderita stroke nonfatal (Junaidi, 2011).


(18)

Junaidi (2011) menyatakan stroke merupakan masalah medis yang utama bagi masyarakat modern saat ini, diperkirakan 1 dari 3 orang akan terserang stroke dan 1 dari 7 orang akan meninggal karena stroke. Stroke dapat terjadi pada setiap usia, dari bayi baru lahir sampai pada usia sangat lanjut, namun angka kejadian stroke meningkat dengan bertambahnya usia, makin tinggi usia makin banyak kemungkinan untuk mendapatkan stroke, rata-rata dapat dikatakan bahwa angka kejadian (insiden) stroke adalah 200 per 100.000 penduduk, dalam satu tahun, diantara 100.000 penduduk, maka 200 orang akan mendapat stroke (Lumbantobing, 2004).

Lumbantobing (2004) menyatakan, bila angka kejadian stroke menurut usia dikelompokkan sebagai berikut : Pada usia 35-44 tahun, insiden ialah 0,2 per-seribu, pada kelompok usia 45-54 tahun 0,7 perper-seribu, kelompok usia 55-64 tahun : 1,8 perseribu, kelompok usia 65-74 tahun : 2, 7 perseribu, 75– 84 tahun : 10,4 perseribu dan 85 tahun keatas 13,9 perseribu, di taksir bahwa dari 1000 orang yang berusia 55- 64 tahun, dalam satu tahun 1,8 orang atau kira kira 2 orang mendapat stroke.

Menurut National Stroke Association (2014) di Amerika Serikat stroke

merupakan penyebab utama kematian, menewaskan hampir 130.000 orang setiap tahun. Ada sekitar 7.000.000 penderita stroke di Amerika Serikat diatas usia 20 tahun, stroke dapat terjadi pada siapa saja kapan saja, tanpa memandang ras, jenis kelamin atau usia. Dari tahun 1997 hingga 2007, angka kematian akibat stroke tahunan jatuh sekitar 34 persen, dan jumlah sebenarnya kematian turun 18 persen


(19)

kemudian dari data didapatkan bahwa sekitar 55.000 lebih banyak perempuan dari pada laki-laki menderita stroke setiap tahunnya.

Jumlah pasien stroke di Indonesia setiap tahun semakin meningkat terlihat pada Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) jumlah penderita stroke di tahun 2007 usia 45-54 sekitar 8 persen, sedangkan pada tahun 2013 mencapai 10 persen. Selanjutnya jumlah penderita stroke usia 55-64 tahun pada Riskesdas 2007 sebanyak 15 persen, sedangkan pada Riskesdas 2013 mencapai 24 persen. Pada Riskesdas 2013 jumlah penderita stroke pada usia 15-24 tahun sudah ada yakni 0,2 persen dan ini termasuk tinggi. Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) menyebutkan angka kejadian stroke menurut data dasar rumah sakit sekitar 63 per 100.000 penduduk usia diatas 65 tahun terserang stroke, sedangkan jumlah penderita yang meninggal dunia lebih dari 125.000 jiwa pertahun (Junaidi, 2011).

Diketahui bahwa stroke merupakan penyebab kematian terbesar ketiga didunia dengan laju mortalitas 18-37 % untuk stroke pertama dan 62 % untuk stroke berulang (Smeltzer, 2002). Dari beberapa hasil penelitian sebelumnya terlihat bahwa angka kejadian stroke berulang lebih tinggi dan sangat beresiko menyebabkan kematian bagi penderitanya. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke berulang terutama disebabkan oleh peningkatan tekanan darah (Siswanto, 2007). Peningkatan tekanan darah dapat terjadi karena berbagai faktor salah satu nya stres, dari hasil penelitian Laksono (2011) menyebutkan adanya hubungan tingkat stres dengan kekambuhan pasien hipertensi di Puskesmas Bendosari Sukoharjo dan stres juga merupakan salah satu faktor resiko sebagai


(20)

faktor paling berpengaruh terhadap terjadinya stroke, hasil studi dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa stres merupakan salah satu faktor utama pemicu hipertensi, yang merupakan faktor terbesar penyebab terjadinya serangan stroke Herke (2006 dalam Adienta, 2012). Dalam hasil penelitian Adienta dan Handayani (2012) juga menyebutkan bahwa kejadian stres pada pasien stroke di RSUP. Dr. Kariadi Semarang cukup tinggi, dari 90 responden yang diteliti terdapat 71 orang mengalami stres. Kemudian dari fakta inilah yang menjadi salah satu alasan bahwa stres perlu mendapatkan perhatian khusus dari setiap penderita stroke.

Taylor, Peplau, & Sears (2009) menyatakan pengalaman stres dapat menjadi masalah bukan hanya karena menimbulkan tekanan emosional dan ketegangaan fisik, tetapi bisa menimbulkan penyakit. Terjadinya serangan stroke berulang pada penderita stroke umumnya dipicu dari spikologis pasien yang merasa menyerah terhadap penyakit dan kondisi tubuhnya yang mengalami kecacatan atau kelumpuhan jangka panjang pasca stroke, sehingga penderita tidak dapat melakukan aktivitas dan berperan seperti sebelumnya, hal ini juga dapat menimbulkan stres pada pasien stroke.

Dalam keadaan ini lah keluarga sangat diperlukan untuk meningkat kan semangat dan harapan hidup pasien. Motivasi penderita mungkin akan lebih meningkat jika penderita merasa adanya cinta keluarga, bahwa dengan keadaan apapun keluarga bisa tetap mengerti dan mencintai dirinya. Hal tersebut dapat diperoleh dengan memberikan dukungan sosial pada penderita stroke, dimana dukungan sosial bisa diberikan melalui beberapa cara dan salah satunya dengan


(21)

memberikan perhatian emosional yang diekspresikan melalui rasa suka, cinta, atau empati, dan dukungan sosial ini juga menurunkan kemungkinan sakit dan mempercepat pemulihan dari sakit (Taylor, et all., 2009). Selain dengan memberikan perhatian emosional dukungan sosial juga dapat diberikan dengan memberikan perhatian melalui dukungan informasi, dukungan instrumental dan dukungan penilaian. Dukungan sosial dapat diberikan oleh siapa saja terutama keluarga dimana keluarga sebagai orang terdekat. Dengan memberikan dukungan sosial dalam situasi penuh stres, teman-teman dan keluarga dapat menenangkan bahwa ia adalah orang yang berharga yang dicintai oleh orang lain. Orang-orang dengan dukungan sosial tinggi dapat memiliki penghargaan diri yang lebih tinggi yang membuat mereka tidak mudah diserang stres Abdullah & Amrullah (2014). Rusmini (2003 dalam Hasan & Rufaidah, 2013) juga menyatakan bahwa dukungan dari lingkungan sosial keluarga dapat meringankan rasa sakit pada penderita stroke sebagai bentuk pengobatan secara psikis bagi penderita. Oleh karena itu terlihat bahwa dukungan sosial berperan penting terhadap pemulihan penyakit kemudian dapat menurunkan dan mencegah stres bagi seseorang terutama mereka yg terkena penyakit tertentu seperti stroke.

2. Rumusan Masalah.

Dari berbagai pernyataan diatas peneliti tertarik untuk melihat bagaimana hubungan dukungan sosial keluarga dengan stres yang terjadi pada pasien stroke.


(22)

3. Tujuan Penelitian.

Adapun tujuan penelitian yaitu :

3.1. Untuk mengidentifikasi dukungan sosial keluarga pada pasien stroke. 3.2. Untuk mengidentifikasi stres pada pasien stroke

3.3. Untuk mengetahui hubungan dukungan sosial keluarga dengan stres pada pasien stroke

4. Pertanyaan Penelitian.

Adapun pertanyaan penelitian yaitu :

4.1. Bagaimana dukungan sosial keluarga pada pasien stroke ? 4.2. Bagaimana stres pada pasien stroke?

4.3. Adakah hubungan dukungan sosial keluarga dengan stres pada pasien stroke?

5. Manfaat Penelitian.

5.1. Pendidikan keperawatan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi mahasiswa keperawatan dan untuk penelitian selanjutnya tentang hubungan dukungan sosial keluarga terhadap stres pasien stroke.

5.2. Pelayanan keperawatan.

Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi tambahan bagi perawat yang berada dirumah sakit di ruang rawat inap stroke ataupun di


(23)

poli stroke tentang bagaimana hubugan dukungan sosial keluarga terhadap stres yang dialami pasien stroke.

5.3. Penelitian keperawatan.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber data untuk penelitian selanjutnya tentang hubungan dukungan sosial keluarga terhadap stres pada pasien stroke.


(24)

1.Konsep Dukungan Sosial Keluarga

1.1. Defenisi Dukungan Sosial

King (2010) menyatakan dukungan sosial (sosial support) adalah

informasi dan umpan balik dari orang lain menunjukkan bahwa seseorang dicintai dan diperhatikan, dihargai, dan dihormati, dan dilibatkan dalam jaringan komunikasi dan kewajiban yang timbal balik. Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya (Abdullah dan Amrullah, 2014).

Dukungan sosial bisa diberikan melalui beberapa cara, pertama perhatian emosional yang diekspresikan melalui rasa suka, cinta, atau empati (Taylor, et all., 2009). Kajian psikologi kesehatan menunjukkan bahwa hubungan yang suportif secara sosial juga bisa meredam efek stres, membantu orang mengatasi stres dan menambah kesehatan (Sarason & Gurung, 1997 dalam taylor, et all., 2009).

1.2. Definisi Keluarga

Bailon dan Maglaya (1989 dalam Setiadi, 2008) menyatakan keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan darah,


(25)

perkawaninan dan adopsi, dalam satu rumah tangga berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya, keluarga dijadikan unit pelayanan karena masalah kesehatan keluarga saling berkaitan dan saling mempengaruhi antara sesama anggota keluarga dan akan mempengaruhi pula keluarga-keluarga yang ada disekitarnya atau dalam konteks luas berpengaruh terhadap negara.

Keluarga merupakan sistem sosial karena terdiri dari kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai peran sosial yang berbeda dengan ciri saling berhubungan dan tergantung antar individu (Suprajitno, 2004). Dalam Friedman (1998) menyatakan bahwa keluarga menunjukkan kepada dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga.

1.3. Dukungan Sosial Keluarga.

Friedman (1998) menyatakan bahwa dukungan sosial keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial. Dalam semua tahap, dukungan sosial keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan.

Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan-dukungan sosial yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu


(26)

siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan sosial keluarga internal, seperti dukungan dari suami/ istri atau dukungan dari saudara kandung, sedangkan dukungan sosial eksternal bagi keluarga inti (dalam jaringan sosial keluarga), Sebuah jaringan sosial keluarga secara sederhana adalah jaringan kerja sosial keluarga inti itu sendiri (Friedman, 1998).

Wade dan Travis (2007) menyatakan dukungan sosial dari teman, keluarga dan oranglain sangat berperan dalam mempertahankan kesehatan dan kesejahteraan emosional, Orang yang memiliki teman- teman baik, kontak sosial yang luas, dan jejaring dengan anggota masyarakat lain memiliki kesehatan yang lebih baik dan berumur lebih panjang dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliknya.

1.4. Bentuk Dukungan Sosial Keluarga.

Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan sosial keluarga internal, seperti dukungan dari suami/ istri atau dukungan dari saudara kandung. Smet (1994 dalam Setiadi, 2008) menyatakan, setiap bentuk dukungan sosial keluarga mempunyai ciri-ciri antara lain:

a. Informatif yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan-persoalan yang dihadapi, meliputi pemberian nasehat pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan dan informasi ini dapat disampaikan kepada orang lain yang mungkin menghadapi persoalan yang sama atau hampir sama.


(27)

b. Perhatian emosional, setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi dari orang lain, dukungan ini berupa dukungan simpatik, empati, cinta, kepercayaan dan penghargaan. Dengan demikian seseorang yang menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau mendengar segala keluhan, bersimpati dan empati terhadap persoalan yang dihadapinya, bahkan mau membantu memecahkan masalah yang dihadapinya.

c. Bantuan instrumental, bantuan bentuk ini bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktifitasnya berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapi, misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi penderita, menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan dan lain-lain.

d. Bantuan penilaian, yaitu suatu bentuk penghargaan yang diberikan seseorang pada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita. Penilaian ini bisa positif dan negatif yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang. Berkaitan dengan dukungan sosial keluarga maka penilaian yang sangat membantu adalah penilaian positif.

2.Konsep Stres

2.1. Definisi Stres

Stres adalah pengalaman emosi negatif yang diiringi dengan perubahan fisiologis biokimia, dan behavioral yang dirancang untuk mereduksi atau


(28)

mengubah stresor atau dengan mengakomodasi efeknya (Baum, 1990 dalam Taylor, et all., 2009).

Stres adalah isu kesehatan utama karena ia menyebabkan tekanan psikologis dan dapat berpengaruh buruk bagi kesehatan, tetapi stres tidak tergantung dalam situasi, namun merupakan konsekuensi dari penilaian seseorang atas situasi. Kejadian yang negatif, tidak dapat dikontrol, ambigu, dan tidak dapat dipecahkan adalah kejadian yang paling mungkin dianggap sebagai penyebab stres (Taylor, et all., 2009).

Jadi dapat disimpulkan bahwa stres adalah suatu respon tubuh terhadap tekanan yang berasal dari luar maupun diri sendiri yang dapat menyebabkan terganggunya sistem tubuh baik secara fisik, psikologis, sosial maupun spiritual.

2.2. Faktor- Faktor Penyebab Terjadinya Stres

Hal-hal yang menyebabkan stres disebut dengan stresor. Bentuk stresor ini dapat terjadi baik dari kondisi tubuh, pikiran maupun lingkungan disekitar. Stresor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari kondisi fisik, psikologis maupun sosial dan juga muncul pada situasi kerja, dirumah, dalam kehidupan sosial, dan lingkungan luar lainnya (Patel, 1996 dalam Nasir dan Muhith, 2011).


(29)

2.3. Respon Terhadap Stres.

2.3.1. Respon Fisiologis.

Menurut Selye (1976 dalam Potter & Perry, 2005) menyatakan bahwa terdapat dua respon fisiologis terhadap stres, sindrom adaptasi local (LAS) dan sindrom adaptasi umum (GAS). LAS adalah respon dari jaringan, organ, atau bagian tubuh terhadap stres karena trauma, penyakit, atau perubahan fisiologis lainnya, Tubuh menghasilkan banyak respon setempat terhadap stres. Respon setempat ini termasuk pembekuan darah, penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya, dan respon terhadap tekanan. Ada beberapa karakteristik LAS yaitu, respon yang terjadi adalah setempat (tidak melibatkan seluruh sistem tubuh), responnya adaptif (stresor di perlukan untuk menstimulasinya), jangka pendek (tidak terdapat terus menerus) dan restoratif (LAS membantu dalam memulihkan hemeostasis bagian tubuh),

GAS adalah respon pertahanan dari keseluruhan tubuh terhadap stres dan respon fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stres, respon ini melibatkan beberapa sistem tubuh, terutama sistem saraf otonom dan sistem endokrin (Selye, 1976 dalam Potter & Perry, 2005). Respon tubuh terhadap stimulus apapun yang mengakibatkan stres terjadi dalam tiga tahap yaitu :


(30)

a. Tahap pertama yaitu reaksi peringatan yang termasuk disini adalah efek aktivasi sistem saraf otonom dan mempunyai karakteristik adanya penurunan resistensi tubuh terhadap stres.

b. Tahap kedua resistensi dimana hipofisis terus mengeluarkan ACTH, yang kemudian merangsang korteks adrenal untuk mensekresi glukokortikoid, yang penting untuk resistensi terhadap stres karena glukokortikoid merangsang konversi lemak dan protein menjadi glukosa yang menghasilkan energi untuk mengatasi stres.

c. Tahap ketiga yaitu tahap kelelahan dimana ketika stres yang khusus tersebut terus berlanjut, kemampuan tubuh untuk menahannya dan untuk menghindari stres yang lain pada akhirnya akan gagal.

2.3.2. Respon Psikologis.

Potter & Perry (2005) menyatakan bahwa ketika seseorang terpajan pada stresor, maka kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan darah terganggu. Gangguan atau ancaman ini, baik yang aktual atau yang di serap, menimbulkan frustasi, ansietas, dan ketegangan. Perilaku adaptif psikologi individu membantu kemampuan seseorang untuk menghadapi stresor.

Hasil riset Lazarus terhadap stres psikologis merupakan model koqnitif yang memberikan penekanan pada perbedaan individu pada cara


(31)

menerima stres (Lazarus 1966 dalam Niven 2002). Potter & Perry (2005) menyatakan bahwa perilaku adaptif psikologis disebut juga sebagai mekanisme koping. Mekanisme ini dapat berorientasi pada tugas, yang mencakup penggunaan tehnik pemecahan masalah secara langsung untuk menghadapi ancaman, atau dapat juga mekanisme pertahanan ego yang tujuannya adalah untuk mengatur distres emosional dan dengan demikian memberikan perlindungan individu terhadap ansietas dan stres. Mekanisme pertahanan ego adalah metode koping terhadap stres secara tidak langsung.

2.4. Proses Adaptasi Terhadap Stres.

2.4.1. Indikator Fisiologis

Stres dapat terlihat secara objektif, lebih mudah diidentifikasi dan secara umum dapat diamati atau diukur. Tanda vital biasa nya meningkat, dan klien mungkin tampak gelisah dan tidak mampu untuk beristirahat atau berkonsentrasi. Indikator ini dapat timbul sepanjang tahap stres. Hubungan antara stres psikologis dan penyakit sering disebut interaksi pikiran tubuh. Riset menunjukkan bahwa stres dapat mempengaruhi penyakit dan pola penyakit. Situasi stres ringan biasanya tidak mengakibatkan kerusakan fisiologis kronis, tetapi stres sedang dan berat dapat menimbulkan risiko penyakit medis atau memburuknya penyakit kronis (Kline-Leidy, 1990 dalam Potter & Perry, 2005).


(32)

a. Situasi stres ringan adalah stresor yang dihadapi setiap orang secara teratur, seperti terlalu banyak tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan dari atasan, situasi seperti ini biasa nya berlangsung beberapa menit atau jam.

b. Situasi stres sedang, berlangsung lebih lama dari beberapa jam sampai beberapa hari. Misalnya perselisihan yang tidak terselesaikan dengan rekan kerja, anak yang sakit, atau ketidakhadiran yang lama dari anggota keluarga.

c. Situasi stres berat adalah situasi kronis yang dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa tahun seperti, perselisihan yang terus menerus, kesulitan finansial yang berkepanjangan, dan penyakit fisik jangka panjang. Makin sering dan semakin lama nya situasi stres maka makin tinggi risiko kesehatan yang di timbulkan (Wiebe & Williams, 1992 dalam Potter & Perry, 2005)

2.4.2. Indikator Perkembangan

Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan untuk menyelesaikan tugas perkembangan. Stres berkepanjangan dapat mengganggu atau menghambat kelancaran menyelesaikan tahap perkembangan tersebut. Dalam bentuk yang ekstrim, stres yang berkepanjangan dapat mengarah pada krisis pendewasaan.


(33)

2.4.3. Indikator Perilaku Emosional.

Emosi kadang dikaji secara langsung atau tidak langsung dengan mengamati perilaku klien, stres mempengaruhi kesejahteraan emosional dalam berbagai cara. Reaksi terhadap stres yang berkepanjangan di tetapkan dengan memeriksa gaya hidup dan stresor klien yang terakhir, pengalaman terdahulu dengan stresor, mekanisme koping yang berhasil di masa lalu, fungsi peran , konsep diri dan ketabahan, yang merupakan kombinasi dari tiga karakteristik kepribadian yang di duga menjadi media terhadap stres.

2.4.4. Indikator Intelektual

kemampuan individu untuk mendapatkan pengetahuan atau keterampilan baru mengalami gangguan dan penilaian koqnitif individu terhadap yang situasi juga mungkin menjadi tidak akurat. Selain itu, kemampuan klien untuk secara efektif memecahkan masalah menurun. Stres intelektual akan menganggu persepsi dan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah Abdullah & Amrullah (2014).

2.4.5. Indikator Sosial

Mengkaji stresor dan sumber koping dalam dimensi sosial mencakup penggalian bersama klien tentang besarnya tipe dan kualitas interaksi sosial yang ada.


(34)

2.4.6. Indikator Spiritual

orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stres dalam banyak cara, tetapi stres dapat juga bermanifestasi dalam dimensi spiritual. Stres yang berat dapat mengakibatkan kemarahan kemarahan pada Tuhan, atau individu mungkin memandang stresor sebagai hukuman.

2.5. Tanda dan Gejala Stres

Looker & Gregson (2005) membagi tanda-tanda stres menjadi dua yaitu tanda stres yang baik (eustress) dan stres yang buruk (distres). Tanda- tanda distress dibagi menjadi tanda fisik dan mental.

a. Tanda fisik yang dirasakan seperti merasakan detak jantung berdebar-debar, sesak nafas, mulut, nausea, diare, sembelit, perut kembung, ketegangan otot kegelisahan, hiperaktif, mengigit kuku, mengetok jari, meremas-remas tangan, lelah, capek, lesu, sulit tidur, merasa sedih, sakit kepala, sering sakit flu, berkeringan khususnya ditelapak tangan dan bibir atas, merasa gerah, tangan dan kaki dingin, sering ingin kencing, makan berlebihan, kehilangan selera makan, lebih banyak merokok.

b. Tanda mental yang muncul seperti cemas, kecewa, menangis, rendah diri, gelisah, depresi, tidak sabar, mudah tersinggung dan berlebihan, frustasi, bosan, merasa salah, tertolak, terabaikan, kehilangan ketertarikan pada penampilan sendiri, kesehatan, makanan, seks, harga diri rendah, polifasis (mengerjakan banyak hal sekaligus), tergesa-gesa,


(35)

sulit berfikir jernih, berkonsentrasi dan membuat keputusan, rentan berbuat kesalahan dan melakukan kecelakaan, punya banyak hal untuk dikerjakan dan tidak tahu dimana memulainya sehingga mengakhiri segala sesuatunya tanpa hasil dn beralih dari satu tugas ke tugas lainnya, marah, melawan, agresif, pelupa, kurang kreatif, irrasional, menunda-nunda pekerjaaan, dll.

Kemudian tanda-tanda eustress atau stres yang baik seperti euforik, terangsang, tertantang, bersemangat, membantu, memahami, ramah, akrab, mencintai, bahagia, tenang, terkontrol, yakin, kreatif, efektif, efisien, jelas dan rasional dalam pikiran dan keputusan, bekerja keras, senang, produktif, riang, dan sering tersenyum (Looker & Gregson , 2005)

2.6. Stres dan Penyakit

National Safety Council(2004) menyatakan bahwa hubungan antara stres

dan penyakit bukan lah hal baru, selama berabad-abad para dokter telah menduga bahwa emosi dapat mempengaruhi kesehatan seseorang secara berarti, diawal tahun 1970-an ada dugaan bahwa dari semua penyakit dan kesakitan yang terjadi, 60% nya berkaitan dengan stres dan berdasarkan temuan terbaru tentang interaksi pikiran tubuh diperkirakan bahwa sebanyak 80 % dari semua masalah yang berkaitan dengan kesehatan disebabkan atau diperburuk oleh stres.


(36)

3.Konsep Stroke

3.1. Definisi

Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke

otak (Junaidi, 2011). MenurutNational Stroke Association (2007) stroke atau

serangan otak terjadi ketika sebuah gumpalan darah menyumbat pembuluh darah arteri (pembuluh darah yang membawa darah dari jantung ke seluruh tubuh) atau pembuluh darah vena (sebuah pipa yang memindahkan darah ke jantung dari tubuh) keduanya istirahat, mengganggu aliran darah ke otak.

Shimberg (1998) menyatakan stroke adalah hasil penyumbatan yang tiba-tiba saja terjadi, yang disebabkan oleh penggumpalan, perdarahan, atau penyempitan pada pembuluh darah arteri, sehingga menutup aliran darah ke bagian-bagian otak.

3.2. Etiologi

Stroke disebabkan oleh dua masalah utama pada pembuluh darah otak yaitu terjadinya penyumbatan pembuluh darah arteri yang mengalirkan darah ke otak biasa disebut dengan stroke iskemik dan dikarenakan adanya perdarahan diotak yang disebabkan oleh pecah nya pembuluh darah otak disebut dengan stroke hemoragik.


(37)

Menurut Muttaqin (2008) penyebab terjadinya stroke antara lain: a. Trombosis Serebral.

Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orangtua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis sering kali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.

b. Hemoragi.

Perdarahan intrakranial atau intra erebral termasuk perdrahan dalam ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penenkanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak.


(38)

c. Hipoksia Umum

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah hipertensi yang parah, henti jantung paru-paru dan curah jantung akibat aritmia.

d. Hipoksia Setempat.

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subaraknoid dan vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.

3.3. Patofisiologi

Batticaca (2008) menyatakan, setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak akan menyebabkan keadaan hipoksia, hipoksia yang berlangsung lama ini dapat menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit permanen, sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak. Jika aliran darah ke tiap otak terhambat karena trombus atau emboli, maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan oksigen dalam satu menit dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran, sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neoron-neoron, area yang mengalami nekrosis disebut infark.


(39)

Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Suplai darah ke otak dapat berubah ( makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vascular) atau karena gangguan umum ( hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Ateroskleroris sering sebagai factor penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak aterosklerosis, atau darah dapat beku pada area stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008)

Batticaca (2008) menyatakan, perdarahan intrakranial termasuk perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau kedalam jaringan otak sendir. Hipertensi mengakibatkan timbulnya penebalan dan degenaratif pembuluh darah yang dapat menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan menyebar dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat serta iritasi pada pembuluh darah otak. Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan thrombus oleh fibrin trombosit dan oleh tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai direabsorbsi. Ruptur ulang merupakan resiko serius yang terjadi sekitar 7- 10 hari setelah perdarahan pertama.

Ruptur ulang mengakibatkan terhentinya aliran darah ke bagian tertentu, menimbulkan iskemik fokal, dan infark jaringan otak. Hal tersebut dapat menimbulkan gegar otak dan kehilangan kesadaran, peningkatan cairan serebrospinal (CSS), dan menyebabkan gesekan otak, perdarahan ini akan mengisi ventrikel atau hematoma yang merusak jaringan otak (Batticaca, 2008)


(40)

3.4. Tanda dan Gejala.

Junaidi (2011) menyatakan serangan awal stroke umumnya berupa gangguan kesadaran tidak sadar, bigung, sakit kepala, sulit konsentrasi, disorientasi, atau dalam bentuk lain, gangguan kesadaran dapat muncul dalam bentuk lain berupa perasaan ingin tidur, sulit mengingat, penglihatan kabur, dan sebagainya.

Lumbantobing (2004) menyatakan, bila bagian- bagian dari otak ini terganggu, misalnya suplai darah berkurang, maka tugasnya pun dapat terganggu, bila bagian yang berpartisipasi dalam berbicara yang terganggu, maka penderitanya menjadi tidak dapat berbicara, demikian juga halnya bila bagian-bagian lain yang terganggu, dapat mengakibatkan penderitanya menjadi lumpuh separuh badan, tidak merasa separuh badan, bicara menjadi pelo, pelupa dan lain sebagainya.

3.5. Dukungan dan Peran Keluarga Pada Penderita Stroke.

Seseorang yang mengalami stroke sering merasa kesepian meskipun ia tidak memperlihatkannya. Ketika fisik dan mentalnya semakin pulih, mungkin ia akan makin khawatir dan mudah tersinggung. Terkadang ia merasakan seperti orang gila saja terutama kejengkelannya tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari dan kata-kata yang diucapkan tidak dimengerti orang lain walaupun pada umumnya tingkat intelejensinya tidak terpengaruh. Untuk itulah anggota keluarga coba untuk memahami apa yang sedang dihadapi pasien. Keluarga diminta untuk menerima keadaan dan adaptasi ulang merupakan hal


(41)

yang penting dalam mempertahankan kehidupan keluarga dalam menghadapi keadaan baru (Junaidi, 2011). Kemudian keluarga sangat berperan penting sebagai salah satu sumber pendukung bagi pasien stroke. Smeltzer & Bare (2002) menyatakan bahwa di sini keluarga dapat memberikan dorongan pada pasien untuk datang ke kelompok stroke yang ada dikomunitas pasien untuk memberikan perasaan saling memiliki dan kebersamaan dengan orang lain, dan berikan dorongan untuk meneruskan hobi, minat–minat rekreasional dan hiburan, serta berhubungan dengan teman untuk mencegah isolasi sosial.

Junaidi (2011) menyatakan, ada beberapa cara yang dapat anda lakukan untuk berkomunikasi dan mengurangi kekuatiran yaitu dengan cara sering berkunjung saja sudah merupakan suatu yang sangat berguna bagi pasien, anda mungkin tidak perlu banyak bicara anda bisa bawakan bahan bacaan untuknya dan mungkin foto keluarga yang juga dapat dibawa, kemudian saat bertemu jangan bicara terus-menerus, tetapi beritahukanlah hal-hal yang terjadi disekitar anda dan dirumah, layaknya anda berbicara kepada orang yang sehat.

3.6. Stres Pada Penderita Stroke

Stroke dapat mengakibatkan dampak yang banyak mengubah kehidupan penderita dari kondisi sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian World Health

Organization (2003) menyebutkan bahwa seperlima sampai dengan setengah

dari penderita stroke mengalami kecacatan menahun yang mengakibatkan munculnya keputusasaan, merasa diri tak berguna, tidak ada gairah hidup, disertai keinginan berbicara, makan dan bekerja yang menurun selanjutnya


(42)

perubahan fisik yang terjadi pada penderita stroke meningkatkan stres, tegang, cemas dan frustasi (Hasan & Rufaidah, 2013).


(43)

1. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian adalah suatu hubungan antara konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah yang akan diteliti (Setiadi, 2007). Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan dukungan sosial keluarga dengan stres pada pasien stroke di Poliklinik RSUD Dr. Pirngadi Medan. Adapun kerangka penelitian hubungan dukungan sosial keluarga dengan stres adalah:

Skema 3.1 Kerangka penelitian hubungan dukungan sosial keluarga dengan stres pada pasien stroke rawat jalan di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan

Ket :

: Variabel yang di teliti : Hubungan yang di teliti Dukungan Sosial Keluarga

Pasien Stroke dalam bentuk : • Baik • Cukup • Kurang

Stres pada Pasien Stroke: • Ringan

• Sedang • Berat


(44)

2. Definisi Operasional

Adapun definisi operasional pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1 sebagai berikut:

Tabel 3.1 Definisi operasional hubungan dukungan sosial keluarga dengan stres pada pasien stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan.

No .

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur hasil Ukur Skala

1. Dukungan sosial keluarga pada pasien stroke.

Dukungan sosial keluarga adalah dukungan yang nyata atau perilaku seseorang yang diberikan keluarga atau orang terdekat terhadap pasien stroke yang bersifat selalu memberikan pertolongan

dan memberikan

keuntungan emosional

yang berpengaruh

terhadap tingkah laku

penerima dan

menunjukkan peningkatan

kesehatan pada

penerimannya,yang terdiri dari beberapa komponen

yaitu: dukungan

informatif, dukungan emosional, dukungan

instrumental dan

dukungan penilaian.

Menggunakan kuisioner

pernyataan yang berjumlah 20 dengan pilihan jawaban tidak pernah = 0, kadang-kadang = 1, Sering = 2, Sering sekali = 3.

1. Jika skor jawaban responden 0 - 20

maka dukungan

sosial keluarga dinyatakankurang

2. Jika skor jawaban responden 21 - 40

maka dukungan

sosial keluarga di nyatakancukup

3. Jika skor jawaban responden 41 - 60

maka dukungan

sosial keluarga di nyatakanbaik.

Ordinal

2. Stres pada

pasien Stroke

Stres merupakan reaksi tubuh seseorang terhadap situasi yang dapat menyebabkan

terganggunya sistem tubuh baik secara fisiologi maupun psikososial,

Kuisioner yang digunakan terdiri

dari 18

pernyataan dengan pilihan jawaban tidak

pernah= 0,

1. Jika skor jawaban responden 0-17 maka stres yang dialami adalah

ringan

2. Jika skor jawaban responden 18-34 maka stres yang


(45)

dalam bentuk fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual.

kadang-kadang = 1,sering = 2, sering sekali = 3.

dialami adalah

sedang

3. Jika skor jawaban responden 35-51 maka stres yang dialami adalahberat

3. Hipotesa Penelitian.

Hipotesa dalam penelitian ini adalah :

- Ho = tidak ada hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan stres yang di alami pada pasien stroke.

- Ha = ada hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan stres yang di alami pada pasien stroke.

Hasil yang diharapkan pada penelitian ini adalah menerima Ha dan menolak Ho, artinya bahwa terdapat hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan stres pada pasien stroke.


(46)

1. Desain Penelitian.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelatif yaitu jenis penelitian yang memberikan gambaran yang lebih jelas terhadap suatu situasi dan menunjukkan hubungan antara berbagai variabel, dengan mengidentifikasi berbagai variabel yang ada pada responden yang sama (Nasution, 2011). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan dukungan sosial keluarga terhadap stres pada pasien stroke yang menjalani pengobatan rawat jalan di Poliklinik RSUD Dr. Pirngadi Medan.

2. Populasi, Sampel dan Tehnik sampling.

2.1. Populasi Penelitian.

Populasi dalam penelitian merupakan subjek yang memenuhi kriteria yang telah di tetapkan (Nursalam, 2009). Populasi pada penelitian ini adalah pasien stroke yang menjalani pengobatan rawat jalan di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan. Diketahui terdapat 623 pasien rawat jalan yang mengunjungi Poli stroke RSUD. Dr. Pirngadi Medan dihitung sejak bulan Januari sampai bulan Oktober 2014, dan perbulannya terhitung ada sekitar 52 pasien rawat jalan baik stroke hemoragik maupun stroke non hemoragik.


(47)

2.2. Sampel dan Tehnik Sampling.

Sampel merupakan bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2009). Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, pengambilan

sample secara purposive didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang

dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini dilakukan pada pasien yang sedang menjalani pengobatan rawat jalan di Poli Stroke Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan, Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin yaitu :

= N

1 + N( ) Keterangan :

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

d = Ketetapan relatif yang ditetapkan oleh peneliti 0,1 (10%) Diketahui :

N = 52 d = 0,1

=


(48)

= 52 1 + 52(0.1)

= 52

1 + 52(0.01)

= 52 1,52 = 34,21 atau 35

Maka sampel pada penelitian ini adalah 35 responden Kriteria Inklusi sampel adalah :

a. Pasien stroke yang menjalani pengobatan rawat jalan di Poli Stroke RSUD. Dr. pirngadi.

b. Pasien yang baru pertama kali terserang stroke (stroke hemoragik dan non hemoragik).

c. Pasien stroke yang mampu berkomunikasi dengan baik dan benar.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian.

RSUD. Dr. Pirngadi Medan dipilih sebagai tempat penelitian dengan mempertimbangkan bahwa rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan dari daerah-daerah yang ada di Sumatera Utara sehingga diperkirakan akan mudah untuk medapat kan subjek penelitian, selain itu rumah sakit ini juga merupakan rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2015.


(49)

4. Pertimbangan Etik Penelitian

Pengumpulan data dilakukan setelah terlebih dahulu peneliti mengajukan permohonan ijin pelaksanann penelitian pada institusi pendidikan yaitu di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan kemudian permohonan ijin penelitian yang telah diperoleh dikirimkan ke bagian bidang penelitian yang berada di RSUD. Dr. Pirngadi Medan. Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan etik, yaitu memberi penjelasan kepada calon responden penelitian tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Hidayat (2007) menyatakan bahwa ada pertimbangan etik yang perlu diperhatikan pada saat penelitian yaitu: 1. inform consent, peneliti menanyakan

kesediaan menjadi responden setelah peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan, dan manfaat penelitian. Jika responden bersedia menjadi peserta penelitian, maka responden diminta menandatangani lembar persetujuan, 2.

Anonymity, dalam penelitian ini tidak mencantumkan nama responden pada

lembar persetujuan data, tetapi memberikan kode pada masing-masing lembar persetujuan, 3.Confidentially, penelitian menjamin kerahasiaan informasi

responden dan kelompok tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian. Data-data yang diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.


(50)

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan skala likert. Proses penyusunan kuesioner mengacu kepada

penelitian-penelitian sebelumnya dan disesuaikan serta dikembangkan oleh peneliti dengan melihat kerangka konsep dan tinjauan pustaka. Instrumen penelitian berupa kuesioner terdiri dari tiga bagian yang berisi data demografi, dukungan sosial keluarga dan kuesioner untuk mengetahui tingkat stres pasien stroke.

5.1. Kuisioner data demografi.

Data demografi digunakan untuk memperoleh data demografi responden yang terdiri dari kode responden, umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan lama pasien menderita stroke.

5.2. Kuisioner dukungan keluarga

Pengukuran dalam kuisioner dukungan sosial keluarga menggunakan skala

likert. Kuisioner ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana dukungan sosial

keluarga yang terjadi pada pasien stroke. Kuisioner dukungan sosial keluarga ini terdiri dari 20 butir pernyataan,yang terbagi dalam 5 pernyataan yaitu dukungan informasi (nomor 1-5), 5 pernyataan dalam dukungan emosional (nomor 6-10), 5 pernyataan dalam dukungan instrumental (nomor 11- 15), dan 5 pernyataan dalam dukungan penilaian (nomor 15- 20). Kuisioner ini disajikan dalam bentuk pernyataan posotif. Bobot nilai yang diberikan untuk setiap pernyataan 0 sampai 3 yaitu di mana jawaban sangat sering (SS) mendapatkan nilai 3, sering (S) mendapat nilai 2, kadang- kadang (KD) mendapat nilai 1, dan tidak pernah (TP) mendapat nilai 0. Total skor adalah 0


(51)

– 60 , jika semakin tinggi skornya maka semakin tinggi dukungan sosial keluarga pasien.

Berdasar kan rumus statistik menurut Hidayat (2007), i =

Dimana i merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi di

kurang nilai terendah) sebesar 60 dan banyak kelas di bagi atas 3 kategori kelas untuk dukungan sosial keluarga (kurang, cukup, baik), maka akan diperoleh panjang kelas sebesar 20 . Dengan i = 20 dan nilai terendah 0 sebagai batas

bawah kelas interval pertama, maka dukungan sosial keluarga di kategorikan atas kelas nya sebagai berikut :

a. Dukungan sosial keluarga kurang jika total skor 0–20

b. Dukungan sosial keluarga cukup jika total skor 21–40 c. Dukungan sosial keluarga baik jika total skor 41 - 60

5.3. Kuisioner stres pada pasien stroke.

Kuisioner stres ini adalah kuisioner yang dibuat sendiri oleh peneliti sesuai dengan tinjauan pustaka kemudian pengukuran dilakukan dengan menggunakan skala likert , kuisioner ini dilakukan untuk mengetahui stres

yang dialami pasien stroke. Kusioner ini terdiri dari 18 pernyataan yang disajikan dengan pernyataan positif (no 1-5, 7-9, 11-14, 17) dan pernyataan negatif (no 6, 10, 15, 16), dengan menyediakan skor jawaban sebanyak 4 yaitu skor 0 menyatakan tidak pernah (TP), skor 1 menyatakan kadang- kadang

Rentang Banyak kelas


(52)

(KD), skor 2 menyatakan sering (S) dan pada skor 3 menyatakan sangat sering (SS). Pada kuisioner baku ini terdapat 3 kategori kelas untuk stres yaitu ringan, sedang dan berat, untuk penentuan penilaian seluruh skor instrumen dengan menggunakan rumus Hidayat (2007) yaitu sebagai berikut:

a. Ringan jika total skor 0-17 b. Sedang jika total skor 18-34 c. Berat jika total skor 35-51

6. Validitas dan Reliabilitas Instrumen.

6.1. Uji Validitas.

Uji validitas ini digunakan untuk mengukur ke validitan suatu alat ukur, Nasution (2011) menyatakan suatu alat ukur dinyatakan valid jika alat itu mengukur apa yang harus di ukur oleh alat itu sendiri. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan content validity yaitu instrumen dibuat berdasarkan isi

dan menjelaskan isi sehingga diperoleh nilai indeks (CVI), dikatakan valid jika nilai CVI > 0,80. Uji validitas ini dilakukan oleh orang yang ahli dalam bidangnya. Kuisioner dukungan sosial keluarga telah diuji validitasnya oleh salah seorang dosen pada departemen Keperawatan Keluarga dengan strata pendidikan S2 didepartemen keperawatan komunitas Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan kuisioner stres telah diuji oleh salah seorang dosen di departemen Keperawatan Jiwa dengan strata pendidikan S2 di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.


(53)

Uji validitas di lakukan kepada 3 orang dosen di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yaitu oleh Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS , Lufthiani S.kep., Ns, M.Kep dan Walter, S.Kep, Ns., M.kep, Sp. Kep J, dengan hasil CVI untuk kuisioner dukungan sosial keluarga adalah 0,856 dan hasil CVI untuk kuisioner stres adalah 0,944. Dari hasil CVI yang diperoleh menunjukkan kuesioner dukungan sosial keluarga dan stres pada pasien stroke dapat dikatakan valid.

6.2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah adanya suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilaksanakan oleh orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda (Setiadi, 2007). Suatu alat ukur dikatakana reliable bila alat itu dalam mengukur suatu

gejala pada waktu yang berlainan senantiasa menunjukkan hasil yang sama. Uji reliabilitas ini dilakukan setelah melakukan uji validitas.

Uji reliabilitas dilakukan kepada beberapa orang pasien stroke yang menjalani pengobatan rawat jalan di Poliklinik Rumah Sakit Haji Medan pada bulan Maret 2015, diambil 30 sampel dari 35 sampel responden kemudian data yang didapatkan akan dianalisa dengan menggunakan komputerisasi dengan rumus alpha cronbach (α). Dan setelah di uji didapatkan bahwa kuisioner

dukungan sosial keluarga mempunyai nilai 0,887 dan kuisioner stres mendapatkan nilai 0,796. Suatu instrument dikatakan reliabel jika reliabilitasnya > 0.60 (Setiadi, 2007) maka kedua kuisiner tersebut dinyatakan


(54)

7. Prosedur Pengumpulan Data.

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan mengisi kuesioner. Pengumpulan data dimulai setelah peneliti mendapat rekomendasi izin pelaksanaan penelitian dari institusi pendidikan yaitu Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Kemudian mengirim surat izin penelitian dari Fakultas Keperawatan ke tempat penelitian yaitu RSUD. Dr. Pirngadi Medan. Setelah mendapatkan izin penelitian dari rumah sakit maka peneliti mengantarkan surat izin tersebut ke Poli Stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan.

Kemudian setelah mendapatkan izin dari ruang Poli Stroke maka peneliti memulai penelitian kepada pasien yang sedang menunggu di ruang antrian, serta pasien yang sesuai dengan kriteria inklusi sampel penelitian, disini peneliti menjelaskan terlebih dahulu tujuan, manfaat dan prosedur pelaksanaan penelitian serta meminta kesediaan pada pasien stroke tersebut untuk menjadi responden dalam penilitian ini, jika pasien bersedia maka responden diminta untuk menandatangani informed consent. Responden yang bersedia diberi lembar

kuisioner dan diberi kesempatan untuk bertanya apabila ada pernyataan yang tidak dipahami. Peneliti memberikan waktu dan mendampingi responden dalam mengisi kuesioner, peneliti memeriksa kejelasan dan kelengkapan data. Jika ada data yang kurang, dapat langsung dilengkapi.setelah seluruh data didapatkan maka selanjutnya data yang telah terkumpul di analisis dengan menggunakan bantuan komputerisasi.


(55)

8. Analisa Data.

Dalam penelitian ini peneliti melakukan analisa data melalui beberapa tahap dalam Setiadi (2007), yaitu: Editing yaitu memeriksa kelengkapan data responden dan memastikan bahwa semua jawaban terisi. Coding yaitu mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para responden ke dalam kategori misalnya seperti mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan, selanjutnya peneliti memberikan kode pada masing-masing variabel dalam kuesioner. Processing yaitu peneliti memasukkan (entry) data kuesioner yang telah di isi oleh responden ke komputer. Data berupa jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang berbentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau perangkat lunak komputer.Cleaningyaitu hal

yang dilakukan tahap ini adalah pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan kepaket komputer. Peneliti melihat kembali kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan lain-lain. Dari data yang telah dimasukkan sebelumnya tidak ada missing (data yang hilang).

Kemudian pengolahan data penelitian di lakukan dengan menggunakan perangkat lunak komputer berbasis statistik. Uji statistik dalam analisis hubungan dimaksudkan untuk mengetahui signifikan atau tidak nya hubungan antarvariabel (Hasan, 2008). Adapun metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam penelitian ini ialah:


(56)

a. Analisa Univariat

Pada penelitian ini analisa data dengan metode statistik univarat yaitu menggunakan tabel distribusi frekuensi untuk menganalisa data demografi dan variabel independen (dukungan keluarga) serta variabel dependen (stres pada penderita stroke). Untuk menganalisa variabel dukungan keluarga dan stres pada penderita stroke ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

b. Analisa Bivariat

Untuk melihat hubungan antara variabel independen (dukungan keluarga) dan variabel dependen (stres pada penderita stroke) digunakan formulasi korelasi Spearman Rho. Uji korelasi Spearman Rho digunakan untuk

menguji signifikan atau tidaknya variabel ordinal dengan variabel ordinal (Dahlan, 2008).


(57)

Dalam bab ini, peneliti akan menguraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan dukung sosial keluarga dengan stres pasien stroke yang menjalani rawat jalan di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan.

1. Hasil

Penelitian ini telah dilakukan mulai dari tanggal 11 Mei sampai dengan 11 Juni 2015 di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan. Jumlah responden sebanyak 35 orang responden, responden pada penelitian ini adalah pasien stroke yang menjalani pengobatan rawat jalan. Tehnik pengumpulan data terhadap responden dengan cara membagikan kuisoner yang berisikan 20 pernyataan tentang dukungan sosial keluarga dan 17 pernyataan tentang stres. Hasil penelitian ini menguraikan karekteristik data distribusi karakteristik demografi, dukungan sosial keluarga, stres pada pasien stroke dan mengidentifikasi ada tidaknya hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan stres pada pasien yang menjalani pengobatan rawat jalan di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan


(58)

1.1 Data Demografi

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi data demografi berdasarkan karakteristik responden pasien stroke yang menjalani rawat jalan di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan (n=35)

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

Usia

45–59 tahun 7 19,4

60–74 tahun 29 69,4

75–90 tahun 3 8,3

>90 tahun 0 0

Jenis Kelamin

Laki-laki 19 54.3

Perempuan 16 45.7

Pendidikan Terakhir

SD 1 2.8

SMP 2 5.6

SMA 19 52.8

Perguruan Tinggi 13 36.1

Pekerjaan

Pegawai Negeri Sipil 14 40

Pegawai Swasta 1 2.9

Tenaga Kesehatan 0 0

Wiraswasta 20 57,1

Riwayat stroke

1–2 minggu 3 8,3

1–6 bulan 5 14,3

1–3 tahun 17 48,6

4–6 tahun 6 17,1

7–10 tahun 4 11,4

Dari hasil diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia 60 sampai dengan 74 tahun yakni sebanyak 29 responden (69,4%) dengan mayoritas berjenis kelamin laki-laki sebanyak 19 orang responden (52,8%). Sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan pada jenjang SMP


(59)

sebanyak 19 responden (54,3 %). Kemudian mayoritas memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta sebanyak 20 responden (57,1 %) dan sebagian besar dari mereka mempunyai riwayat stroke selama 1 – 3 tahun sebanyak 17 orang (48,6 %).

1.2 Dukungan Sosial Keluarga

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan tingkat dukungan sosial keluarga pada pasien stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan (n= 35)

Dukungan Sosial Keluarga

Frekuensi Persentase (%)

Kurang 3 8,3

Cukup 18 50,0

Baik 14 38,9

Dari hasil pada tabel 5.2 diatas mengenai distribusi frekuensi dan persentase dukungan sosial keluarga pada pasien stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan, menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga memberikan dukungan sosial keluarga yang cukup kepada pasien stroke yaitu sebanyak 18 responden dengan persentase sebanyak 50 %, dan keluarga yang memberikan dukungan sosial yang baik sebanyak 14 orang dengan persentase 38,9 % dan yang menunjukkan dukungan sosial keluarga kurang hanya 3 orang responden dengan persentase 8,3 %.


(60)

1.3 Stres pada pasien stroke

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase stres yang terjadi pada pasien stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan (n=35)

Stres pada pasien stroke Frekuensi Persentase (%)

Ringan 15 41,7

Cukup 15 41,7

Berat 5 13,9

Data distribusi frekuensi stres yang dialami pasien stroke dipoliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan dijelaskan pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa mayoritas stres yang dialami pasien stroke adalah stres ringan dan sedang, stres ringan yang dialami pasien stroke sebanyak 15 responden dengan persentase 41,7% dan stres sedang yang dialami pasien stroke juga sebanyak 15 responden yaitu dengan persentase 41,7%, sedangkan pasien yang menunjukkan mengalami stres berat sebanyak 5 orang responden dengan persentase 13,9 %.

1.4 Hubungan dukungan sosial keluarga dengan stres pasien stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan.

Tabel 5.4 Hasil analisa hubungan dukungan sosial keluarga dengan stres pada pasien stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan pada bulan Mei Juni di Poliklinik RSUD. Dr. Pingadi

Medan

Variabel r p

Dukungan sosial

keluarga Stres

-0.845 0.000


(61)

Analisa hubungan dukungan sosial keluarga dengan stres pasien stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan diukur dengan menggunakan uji korelasi spearman rho.Analisa data dilakukan dengan uji korelasi spearman

rho didapat koefisien korelasi (r) antara Hubungan dukungan sosial keluarga

dengan stres pasien stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan yaitu (r)

-0,845 dengan tingkat signifikan (p) 0,000 (<0,05). Hal ini menunjukkan

bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara hubungan dukungan sosial keluarga dengan stres pada pasien stroke yang menjalani rawat jalan, dengan kekuatan hubungannya sangat kuat yang berpola negatif dalam arti semakin tinggi dukungan sosial keluarga maka semakin rendah stres yang dialami pasien stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan.

2. Pembahasan

2.1 Dukungan sosial keluarga pada pasien stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan

Dukungan sosial keluarga merupakan sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial. Dalam semua tahap, dukungan sosial keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan (Friedman, 1998). Dengan adanya dukungan sosial maka individu akan lebih optimis dalam menghadapi kehidupan saat ini atau masa yang akan datang (Hasan dan Rufaidah, 2013).


(62)

Hasil analisa data mengenai dukungan sosial keluarga pada penderita stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan terhadap 35 responden, seluruh responden yang ditemukan dalam penelitian ini adalah responden lanjut usia, batas usia pada lanjut usia menurut WHO yaitu: usia pertengahan (middle age)

45- 59 tahun, usia lanjut (elderly) 60-74 tahun, usia lanjut tua (old) 75-90

tahun, usia sangat tua (very old) >90 tahun (Nugroho,2006 dalam Wati, 2012).

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas memiliki dukungan sosial keluarga yang cukup yaitu sebanyak 18 responden dengan persentase yakni 50%, dan yang memiliki dukungan sosial keluarga baik terdapat sebanyak 14 responden dengan persentase yakni 38,9 %, sedangkan pasien yang memiliki dukungan sosial keluarga yang kurang hanya 3 orang responden dengan persentase yakni 8,3 %. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hasan dan Rufaidah (2013) yang menyatakan bahwa dalam penelitiannya pasien stroke memiliki dukungan sosial keluarga yang cukup dan menurut peneliti bahwa adanya interaksi atau hubungan yang diberikan pada penderita stroke dari lingkungan sosial penderita dalam bentuk pemberian saran, informasi, nasehat, perhatian, dan persetujuan. Dukungan sosial yang cukup bermanfaat untuk menurunkan kemungkinan sakit dan mempercepat kesembuhan baik secara fisik maupun secara psikologis (Rufaida dalam Hasan dan Rufaidah, 2013).

Taylor, Peplau dan Sears ( 2009) menyatakan bahwa dukungan sosial bisa efektif dalam mengatasi tekanan psikologis pada masa-masa sulit dan menekan kemudian dukungan sosial juga dapat menurunkan sakit. Dukungan sosial juga


(63)

membantu memperkuat fungsi kekebalan tubuh mengurangi respon fisiologis terhadap stres dan memperkuat fungsi untuk merespon penyakit kronis dan dukungan sosial juga dapat mempengaruhi kebiasaan sehat dan perilaku sehat.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Amelia (2013) bahwa dalam penelitiannya terdapat dukungan keluarga yang baik yang diberikan pada penderita stroke. Dukungan sosial yang baik yang diberikan oleh keluarga akan sangat mempengaruhi proses penyembuhan kesehatan pasien stroke, Menurut Setiadi (2008) efek dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi koqnitif, fisik, dan kesehatan emosi.

Dukungan sosial keluarga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor dari karakteristik demografi , dalam penelitian ini karakteristik yang dapat diuraikan peneliti yang berhubungan dengan dukungan sosial keluarga pasien, seperti usia dan riwayat sakit stroke. Karakteristik usia dalam penelitian ini diketahui bahwa terdapat 66,7 % responden dewasa akhir dengan rentang usia 61 tahun sampai 85 tahun, menurut Sarafino (1998 dalam Saputri dan Indrawati, 2011) menyatakan dukungan atau bantuan yang dibutuhkan oleh lanjut usia bisa didapatkan dari bermacam-macam sumber seperti keluarga, teman, dokter atau profesional dan organisasi kemasyarakatan. Dukungan sosial didefinisikan sebagai keberadaan orang lain yang dapat diandalkan untuk


(64)

meningkatkan kesejahteraan hidup bagi individu yang bersangkutan. Dalam Pandith, Hamzah dan Anggina (2010) juga mengatakan bahwa faktor usia dapat mempengaruhi dukungan sosial yang diberikan keluarga dimana rentang usia 41-65 tahun menunjukan pada tahap perkembangan dewasa akhir yang sudah mulai menua atau memasuki tahap perkembangan usia lansia. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap penurunan fungsi tubuh sehingga keluarga menjadi semakin khawatir dengan keadaan pasien. Oleh karena itu keluarga mereka merasa sangat memberikan dukungan yang positif terhadap pasien baik dukungan informasional, emosional, instrumental dan penilaian (appraisal)

Riwayat stroke yang di derita pasien stroke mayoritas sebanyak 69,5 % mengalami stroke mulai dari 1 tahun sampai dengan 10 tahun menderita stroke, menurut penelitian Sembiring (2010) menyatakan bahwa penderita stroke yang memiliki riwayat lama terserang stroke dari 1- 10 tahun berdasarkan pemilihan coping individu dalam menyelesaikan masalah responden lebih banyak memilih strategi coping Problem Focused yaitu Coping Stress yang dengan

mekanisme penyesuaian diri terhadap tekanan atau kesulitan yang dihadapi dengan cara mencari dukungan sosial, menghambat tingkah laku destruktif dan penggunaan akal yaitu melakukan kegiatan-kegiatan yang lebih produktif.

2.2. Stres yang dialami pasien stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan.

Stres adalah isu kesehatan utama karena ia menyebabkan tekanan psikologis dan dapat berpengaruh buruk bagi kesehatan, tetapi stres tidak


(65)

tergantung dalam situasi, namun merupakan konsekuensi dari penilaian seseorang atas situasi. Kejadian yang negatif, tidak dapat dikontrol, ambigu, dan tidak dapat dipecahkan adalah kejadian yang paling mungkin dianggap sebagai penyebab stres (Taylor, et all., 2009). Riset menunjukkan bahwa stres dapat mempengaruhi penyakit dan pola penyakit. Situasi stres ringan biasanya tidak mengakibatkan kerusakan fisiologis kronis, tetapi stres sedang dan berat dapat menimbulkan risiko penyakit medis atau memburuknya penyakit kronis (Kline-Leidy, 1990 dalam Potter & Perry, 2005).

Hasil penelitian stres pada penderita stroke yang menjalani pengobatan rawat jalan di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan terhadap 35 responden didapat bahwa 15 responden mengalami stres ringan dengan persentase 41,7 % dan 15 responden mengalami stres sedang dengan persentase 41,7 % sedangkan pasien stroke yang mengalami stres berat sebanyak 5 responden dengan persentase 13,9 %. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Adienta dan Handayani (2012) mengatakan responden yang mengalami stres ringan dan sedang hampir sama jumlahnya baik penderita stroke berulang maupun tidak berulang, dan peneliti juga mengatakan hasil penelitiannya menggambarkan bahwa penderita stroke berulang lebih banyak mengalami stres dibandingkan penderita stroke tidak berulang, penelitian tersebut mendukung kriteria inklusi penelitian ini dimana yang menjadi responden hanya pasien yang pertama kali terserang stroke.


(66)

Sedangkan lima responden yang mengalami stres berat bisa disebabkan oleh beberapa hal, menurut Luckman dan Sorensen (1993 dalam Hariyati at.,all., 2004) menyatakan bahwa Stres dapat pula muncul pasca serangan akut stroke berupa penolakan diri, rendah diri, marah, depresi, dan dihantui bayang-bayang kegagalan fungsi dan kematian. Stres pada pasien dan keluarga umumnya disebabkan karena kecemasan dan ketidaktahuan tentang kondisi penyakitnya, kondisi ini akan lebih berat jika pasien tidak mendapat dukungan dari keluarga. Dari hasil penelitian terlihat bahwa lima orang pasien yang mengalami stres berat mempunyai dukungan sosial keluarga yang cukup dan kurang.

Stres dapat dipengaruhi beberapa faktor dari karakteristik demografi dalam penelitian ini, karakteristik yang dapat diuraikan peneliti adalah usia, stroke dapat terjadi pada setiap usia namun angka kejadian stroke meningkat dengan bertambahnya usia. Puncak kasus stroke ada pada usia 35-60 tahun, usia juga berpengaruh terhadap terjadi nya stres menurut Indrawati Saputri bahwa usia lanjut lebih rentan terkena depresi diakibat kan tingginya stressor dan peristiwa-peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan.

2.3 Hubugan Dukungan Sosial Keluarga dengan Stres Pada Pasien Stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan.

Hasil penelitian dukungan sosial keluarga dengan stres pasien stroke yang menjalani rawat jalan menunjukkan bahwa nilai probabilitas (p) dukungan


(67)

terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan sosial keluarga dengan stres yang dialami penderita stroke yang menjalani pengobatan rawat jalan dan didapat korelasi r = - 0,845 , dengan interpretasi hubungan sangat kuat yang

berarti semakin tinggi dukungan sosial keluarga maka semakin rendah stres yang dialami penderita stroke yang menjalani rawat jalan di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan. Dari hasil penelitian tersebut terdapat hipotesa alternatif (Ha) diterima dan hipotesa nol (Ho) ditolak yaitu terdapat hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan stres penderita stroke yang menjalani rawat jalan.

Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Abdullah dan Amrulullah (2014) yang membuktikan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan stres pada pasien hipertensi. Hasil penelitian ini mendukung apa yang dikatakan Niven (2002) bahwa dukungan sosial merupakan faktor penting dalam manejemen stres. Kajian psikologis kesehatan menunjukkan bahwa hubungan suportif secara sosial juga bisa meredam efek stres, membantu orang mengatasi stres dan menambah kesehatan (Sarason dan Gurung, 1997 dalam Taylor, at., all, 2009). Orang-orang dengan dukungan sosial tinggi dapat memiliki penghargaan diri yang lebih tinggi yang membuat mereka tidak mudah diserang stres. Dukungan dari teman dan keluarga sangat diperlukan oleh seseorang yang mengalami stres dan kecemasan, karena dengan mendapatkan dukungan dari orang lain seseorang yang mengalami stres dan kecemasan tidak sendirian merasakan masalah yang dihadapinya.


(68)

Hasil penelitian ini dapat menjadi penambah pemahaman tentang pentingnya menjaga kondisi psikologis penderita stroke, dimana keluarga diharapkan lebih meningkatkan dukungannya kepada penderita stroke hal ini dimaksud kan agar penderita stroke dapat meningkatkan kesehatannya sehingga tidak mengalami keadaan yang berujung stres yang dapat menurunkan kesehatannya dan dapat menimbulkan kan serangan stroke berulang. Terjadinya serangan stroke berulang pada penderita stroke umumnya dipicu dari spikologis pasien yang merasa menyerah terhadap penyakit dan kondisi tubuhnya yang mengalami kecacatan atau kelumpuhan jangka panjang pasca stroke, sehingga penderita tidak dapat melakukan aktivitas dan berperan seperti sebelumnya. Rendahnya motivasi dan harapan sembuh penderita serta kurangnya dukungan keluarga sangat berpotensi menimbulkan beban dan berujung pada stres (Kumolohadi, 2001 dalam Adienta dan Handayani, 2012).


(69)

Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran sehubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

1. Kesimpulan

Dukungan sosial keluarga pada penelitian ini menunjukkan mayoritas pasien stroke memiliki dukungan sosial keluarga yang cukup yaitu terdapat 18 responden (50,0 %) dan pasien stroke yang memiliki dukungan sosial keluarga yang kurang sebanyak 3 orang responden (8,3 %). Kemudian stres yang dialami pasien stroke pada penelitian ini mayoritas stres yang dialami adalah stres ringan dan sedang yaitu stres ringan sebanyak 15 responden (41, 7 %) dan stres sedang sebanyak 15 responden (41,7 %). Sedangkan yang mengalami stres berat terdapat 5 orang responden dengan persentase 13,9 %. Terdapat hubungan yang sangat kuat antara dukungan sosial keluarga dengan stres pada pasien stroke rawat jalan di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan dengan nilai probabilitas (r) -0, 845

dengan tingkat signifikan (p) 0.000 (< 0,05)

2. Saran

2.1 Bagi pasien dan keluarga

Hasil penelitian ini memberikan informasi dan pengetahuan tentang hubungan dukungan sosial keluarga dan stres yang dialami penderita stroke


(70)

Keluarga diharapkan dapat lebih meningkatkan dukungan sosial kepada penderita agar mencegah terjadinya keadaan stres yang berat yang dapat mempengaruhi kesehatan penderita stroke.

2.2 Pendidikan keperawatan

Bagi pendidikan keperawatan diharapkan hasil ini dapat digunakan sebagai Evidence Base Practice dan masukan dalam pengembangan

keperawatan khususnya keperawatan keluarga dan keperawatan Jiwa sehingga dapat menjadi tambahan referensi tentang dukungan sosial keluarga dan stres penderita stroke

2.3 Pelayanan keperawatan

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien stroke baik pasien stroke rawat jalan dan rawat inap, hendaknya perawat memiliki pemahaman tentang pentingnya dukungan sosial keluarga yang dapat berpengaruh terhadap kejadian stres sehingga perawat dapat memberikan dorongan kepada keluarga agar keluarga lebih memperhatikan keadaan kesehatan pasien stroke tersebut.

2.4 Penelitian keperawatan

Untuk penelitian keperawtan diharapkan penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi tentang dukungan keluarga pasien stroke dan stres yang dialami pasien stroke. Diharapkan pada penelitian selanjutnya peneliti menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial keluarga


(71)

karena pada penelitian ini peneliti hanya membahas 2 faktor yang mempengaruhi dukungan sosial keluarga.


(1)

ST_11

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 24 66.7 68.6 68.6

kadang-kadang 6 16.7 17.1 85.7

sering 2 5.6 5.7 91.4

sangat sering 3 8.3 8.6 100.0

Total 35 97.2 100.0

Missing System 1 2.8

Total 36 100.0

ST_12

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 10 27.8 28.6 28.6

kadang-kadang 11 30.6 31.4 60.0

sering 5 13.9 14.3 74.3

sangat sering 9 25.0 25.7 100.0

Total 35 97.2 100.0

Missing System 1 2.8

Total 36 100.0

ST_13

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 11 30.6 31.4 31.4

kadang-kadang 12 33.3 34.3 65.7

sering 9 25.0 25.7 91.4

sangat sering 3 8.3 8.6 100.0

Total 35 97.2 100.0

Missing System 1 2.8


(2)

ST_14

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 9 25.0 25.7 25.7

kadang-kadang 16 44.4 45.7 71.4

sering 8 22.2 22.9 94.3

sangat sering 2 5.6 5.7 100.0

Total 35 97.2 100.0

Missing System 1 2.8

Total 36 100.0

ST_15

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat sering 9 25.0 25.7 25.7

sering 10 27.8 28.6 54.3

kadang=kadang 13 36.1 37.1 91.4

tidak pernah 3 8.3 8.6 100.0

Total 35 97.2 100.0

Missing System 1 2.8

Total 36 100.0

ST_16

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat sering 5 13.9 14.3 14.3

sering 13 36.1 37.1 51.4

kadang-kadang 14 38.9 40.0 91.4

tidak pernah 3 8.3 8.6 100.0

Total 35 97.2 100.0

Missing System 1 2.8


(3)

ST_16

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat sering 5 13.9 14.3 14.3

sering 13 36.1 37.1 51.4

kadang-kadang 14 38.9 40.0 91.4

tidak pernah 3 8.3 8.6 100.0

Total 35 97.2 100.0

Missing System 1 2.8

Total 36 100.0

ST_17

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 5 13.9 14.3 14.3

kadang-kadang 11 30.6 31.4 45.7

sering 13 36.1 37.1 82.9

sangat sering 6 16.7 17.1 100.0

Total 35 97.2 100.0

Missing System 1 2.8


(4)

HASIL KORELASI PENELITIAN

1. Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Stres Pada Pasien Stroke di

RSUD. Dr, Pirngadi Medan

Correlations

dukungansosialk

eluarga Stres Spearman's rho Dukungansosialkeluarga Correlation Coefficient 1.000 -.845**

Sig. (2-tailed) . .000

N 35 35

Stres Correlation Coefficient -.845** 1.000

Sig. (2-tailed) .000 .

N 35 35

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(5)

(6)

Lampiran 13

RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama

: Miftahus Sa’adah

Tempat tanggal Lahir

: Medan, 21 Oktober 1993

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Alamat

: Jln. Nusa Indah II, Galinda, Galang Kota, Kec.

Galang, Kab. Deli Serdang, Sumatera Utara

Riwayat Pendidikan

1. TK Beringin Galang

(1997-1999)

2. SD N. 105382 Galang

(1999-2005)

3. MTS. Alwashliyah 22 Galang

(2005-2008)

4. MAS. Proyek Univa Medan

(2008-2011)

5. Fakultas Keperawatan USU

(2011-sekarang)