40
4. Pengaruh komite audit terhadap persistensi laba
Dalam rangka membantu melaksanakan tugas dan fungsinya, dewan komisaris dapat membentuk komite yaitu komite audit Khafid, 2012.
Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 55POJK.042015, setiap emiten atau perusahaan publik harus memiliki minimal 3 orang
komite audit. Komite audit yang anggotanya terdiri dari pihak eksternal perusahaan diyakini memiliki independensi dalam pengawasan dan
pengendalian proses laporan keuangan. Selain itu, salah satu anggota komite audit diharuskan memiliki latar belakang pengetahuan akuntansi
dan atau keuangan, sehingga dapat memberikan kontribusi dalam pelaporan keuangan yang sesuai dengan standar akuntansi keuangan
yang telah ditetapkan Junawatiningsih dan Harto, 2014.
Mc Mullen 1996 dalam Siallagan dan Machfoedz 2006 menyatakan bahwa investor, analis, dan regulator menganggap komite
audit memberikan kontribusi dalam kualitas pelaporan keuangan. Karena masalah dalam proses pelaporan keuangan lebih mungkin ditemukan dan
diselesaikan apabila terdapat komite audit yang lebih besar Naimi et al., 2010.
Penelitian sebelumnya mengenai pengaruh komite audit terhadap persistensi laba diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Khafid
2012, dalam penelitiannya tersebut ditarik kesimpulan bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap persistensi laba. Hasil yang sama juga
didapat dari Kusuma dan Sadjiarto 2014, Junawatiningsih dan Harto
41
2014 serta penelitian Nurochman dan Solikhah 2015. Berdasarkan pengungkapan dan kesimpulan penelitian terdahulu, maka dapat ditarik
suatu hipotesis sebagai berikut: Ha.4 :
Komite audit berpengaruh positif terhadap persistensi laba
5. Pengaruh tingkat hutang terhadap persistensi laba
Investor cenderung akan lebih berhati-hati dan lebih waspada ketika berinvestasi pada perusahaan yang memiliki tingkat hutang yang tinggi.
Investor cenderung akan memiliki pandangan yang lebih baik terhadap perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi bila ada perusahaan
tersebut persisten atau sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan berkelanjutan Kusuma dan Sadjiarto, 2014. Menurut Supadmi dan Putri
2016, tingkat hutang didefinisikan sebagai rasio total hutang dibagi total aktiva untuk membayar kewajiban jangka panjangnya, kebijakan
utang merupakan salah satu alternatif untuk pendanaan perusahaan selain menjual saham di pasar modal modal ekuitas.
Besarnya tingkat hutang perusahaan akan menyebabkan perusahaan meningkatkan persistensi laba dengan tujuan untuk mempertahankan
kinerja yang baik di mata kreditor dan auditor. Dengan kinerja yang baik tersebut maka diharapkan kreditor tetap memiliki kepercayaan terhadap
perusahaan, tetap mudah mengucurkan dana dan perusahaan akan memperoleh kemudahan dalam proses pembayaran Junawatiningsih dan
Harto, 2014.
42
Penelitian sebelumnya mengenai pengaruh tingkat hutang terhadap persistensi laba diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Fanani 2010
dan Junawatiningsih dan Harto 2014 dengan hasil tingkat hutang berpengaruh positif terhadap persistensi laba. Sementara hasil yang
disimpulkan oleh Fachrurrozie dan Kasiono 2016 yang memberikan hasil bahwa tingkat hutang berpengaruh negatif terhadap persistensi laba.
Sedangkan hasil penelitian Suwandika dan Astika 2013, Nurochman dan Solikhah 2015 serta Kusuma dan Sadjiarto 2014 berkesimpulan
tingkat hutang tidak berpengaruh terhadap persistensi laba. Berdasarkan pengungkapan dan kesimpulan penelitian terdahulu, maka dapat ditarik
suatu hipotesis sebagai berikut: Ha.5 :
Tingkat hutang berpengaruh positif terhadap persistensi laba
6. Pengaruh ukuran perusahaan terhadap persistensi laba