13
b Bonding expenditures by the agent. The bonding cost
Dikeluarkan oleh agen untuk menjamin bahwa agen tidak akan menggunakan tindakan tertentu yang akan merugikan prinsipal atau
untuk menjamin bahwa prinsipal akan diberi kompensasi jika ia tidak mangambil banyak tindakan.
c Residual loss
Merupakan penurunan tingkat kesejahteraan prinsipal maupun agen setelah adanya agency relationship.
Perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan pihak manajemen perusahaan ini merupakan kenyataan yang tidak dapat
dihindari dari sebuah hubungan keagenan. Menurut Eisenhardt 1989 menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia
yaitu: 1 manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri self interest
, 2 manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang bounded rationality, dan 3 manusia selalu
menghindari risiko risk averse. Menurut Ikhsan 2012, agency problem
terjadi karena adanya kesenjangan informasi antara agent dengan principal. Agent sebagai pihak internal perusahaan mempunyai
lebih banyak
informasi mengenai
keadaan perusahaan
yang sesungguhnya dibandingkan principal.
2. Persistensi Laba
Penman dan Zhang 2002 mendefinisikan persistensi laba sebagai revisi dalam laba akuntansi yang diharapkan di masa mendatang
14
expected future earnings yang disebabkan oleh inovasi laba tahun berjalan current earnings. Tingkat persistensi laba ditunjukkan oleh
besarnya revisi laba tersebut. Laba yang berkualitas dapat menunjukkan kesinambungan laba, sehingga laba yang persisten cenderung tidak
berfluktuatif disetiap periode Suwandika dan Astika, 2013. Penman 2003 membedakan laba ke dalam dua kelompok yaitu
sustainable earning earning persistence atau core earning dan unusual
earning atau transitory earning. Persistensi laba merupakan laba yang
mempunyai kemampuan sebagai indikator laba periode mendatang future earning yang dihasilkan oleh perusahaan secara berulang-ulang
repetitive dalam jangka panjang sustainable. Sedangkan unusual earning
atau transitory earning merupakan laba yang tidak dapat dihasilkan secara berulang-ulang non-repeating, sehingga tidak dapat
digunakan sebagai indikator laba periode mendatang. Chandrarin 2003 dalam Wijayanti 2006 mengungkapkan bahwa
laba yang persisten adalah laba akuntansi yang memiliki sedikit atau tidak mengandung gangguan noise, dan dapat mencerminkan kinerja
keuangan perusahaan yang sesungguhnya. Persistensi laba terkait juga dengan kinerja harga saham perusahaan di pasar modal yang diwujudkan
dalam imbalan hasil. Persistensi laba yang tinggi dapat ditunjukkan melalui hubungan kuat yang tercipta antara laba perusahaan dengan
imbalan hasil bagi investor. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan laba
15
dengan investor dapat mencerminkan persistensi laba perusahaan Kusuma dan Sadjiarto, 2014.
Persistensi laba memfokuskan pada koefisien dari regresi laba sekarang terhadap laba mendatang. Hubungan tersebut dapat dilihat dari
koefisien slope regresi antara laba sekarang dengan laba mendatang. Semakin tinggi mendekati angka 1 koefisiennya menunjukkan
persistensi laba yang dihasilkan tinggi, sebaliknya jika nilai koefisiennya mendekati nol, persistensi labanya rendah atau laba transitorinya tinggi.
Jika nilai koefisiennya bernilai negatif, pengertiannya terbalik, yaitu nilai koefisien yang lebih tinggi menunjukkan kurang persisten, dan nilai
koefisien yang lebih rendah menunjukkan lebih persisten Fanani, 2010.
3. Akrual