KAJIAN RESISTENSI BERAS HASIL DAN PEMBAHASAN

24 Berdasarkan tabel di atas, dapat dibandingkan bahwa nilai rata-rata persen biji berlubang pada beras pecah kulit dan beras sosoh, berbeda secara absolut. Pada beras pecah kulit BPK, rata-rata persen biji berlubang yang didapat sebesar 18.60 dan pada beras sosoh BS rata-rata susut bobot yang didapat sebesar 10.61. Hal tersebut menunjukkan bahwa persen biji berlubang beras akibat infestasi S.oryzae lebih tinggi pada beras pecah kulit karena masih kaya nutrisi jika dibandingkan dengan beras sosoh yang komponen nutrisinya telah menurun akibat proses penyosohan.

C. KAJIAN RESISTENSI BERAS

Berdasarkan karakteristik dinamika populasi dan karakteristik kehilangan bobot, didapatkan hasil bahwa, pengujian pengaruh varietas beras baik pada beras pecah kulit maupun beras sosoh terhadap seluruh parameter resistensi beras dari serangan S.oryzae, menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Ryoo dan Cho 1992, yang menyimpulkan bahwa jenis makanan atau jenis varietas sangat berpengaruh terhadap perilaku serangga dalam milih makanan dan meletakkan telur oviposisi. Urutan peringkat resistensi beras pada beras pecah kulit memiliki pola yang sama pada parameter total populasi Nt, indeks perkembangan ID, laju perkembangan intrinsik Rm, kapasitas multiplikasi mingguan , dan persen biji berlubang. Secara absolut, urutan peringkat resistensi beras pecah kulit dari yang paling resisten sampai yang paling peka terhadap serangan S.oryzae berturut-turut yaitu Inpari 13, Sintanur, Inpari 10, Ciherang, dan Mamberamo. Hal yang sama juga terjadi pada urutan peringkat beras sosoh pada parameter yang sama. Berdasarkan parameter Nt, ID, Rm, dan persen biji berlubang, secara absolut urutan peringkat resistensi beras sosoh dari yang paling resisten sampai yang paling peka terhadap serangan S.oryzae berturut-turut yaitu Mamberamo, Inpari 13, Inpari 10, Sintanur dan Ciherang. Dari hasil tersebut, secara absolut dapat disimpulkan bahwa, pada keadaan beras pecah kulit yang kaya nutrisi, beras yang paling tahan terhadap serangan S.oryzae adalah varietas Inpari 13 dan yang paling peka terhadap serangan S.oryzae adalah Mamberamo. Namun, dalam bentuk beras sosoh yang minim nutrisi, justru Mamberamo menjadi varietas beras yang paling tahan terhadap serangan S.oryzae dan varietas yang paling resisten pada beras sosoh yaitu Ciherang. Dalam bentuk beras sosoh varietas Inpari 13 masih tetap menempati urutan peringkat atas resisten terhadap serangan S.oryzae yaitu urutan kedua setelah varietas Mamberamo. Dari hal diatas, dapat disimpulkan bahwa, selama penyimpanan, beras varietas Mamberamo lebih baik disimpan dalam keadaan beras sosoh dibanding dalam keadaan beras pecah kulit. Sementara itu, beras varietas Ciherang baik dalam keadaan beras sosoh maupun beras pecah kulit, tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama, karena akan memperbesar kerusakan akibat serangan S.oryzae. Beras varietas yang stabil disimpan dalam keadaan beras pecah kulit maupun beras sosoh, yaitu Inpari 13. Menurut Vowotor et al., 1994 menyatakan jumlah total populasi serangga dipengaruhi oleh kualitas beras. Menurut Masmawati 2007, kualitas beras tersebut meliputi sifat-sifat fisiologis dan kimiawi biji-bijian yang dapat mempengaruhi perkembangan larva, seperti kekerasan kulit, amilosa, kadar air biji, warna, dan komposisi nutrisi. Menurut Atkins 1980, sebelum memakan makanannya, serangga akan melakukan proses pengenalan dan orientasi terlebih dahulu. Dengan demikian, dapat disimpulkan varietas beras Inpari 13, memiliki sifat-sifat fisiologis dan kimiawi yang kurang disukai oleh S.oryzae. Sehingga, dalam pengembangan varietas padi unggul, 25 karaktristik eksternal dan internal yang ada pada beras Inpari 13 dapat dijadikan acuan dalam pengembangan pemuliaan padi unggul selanjutnya yang tahan terhadap S.oryzae selama masa simpan. Faktor yang berpengaruhterhadap jumlah populasi S.oryzaeadalah daya repellent. Daya repellent menyebabkan serangga tidak mau bertelur atau dapat menghambat peletakkan telur oleh induk betina pada media. Daya repellent dapat dilihat dari waktu munculnya serangga turunan pertama. Semakin lama serangga turunan pertama F1 emergence maka daya repellent dari suatu bahan semakin kuat pengaruhnya. Hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1b, yang memperlihatkan bahwa kemunculan serangga turunan pertama F1 pada beras sosoh varietas Mamberamo membutuhkan waktu yang paling lama 29 hari dibandingkan kemunculan serangga turunan pertama F1 pada keempat varietas beras lainnya.Dalam bentuk beras pecah kulit, waktu yang dibutuhkan sampai serangga pertama F1 keluar adalah 19-20 hari. Urutan peringkat resistensi beras pada kelima varietas, memiliki pola yang berbeda pada parameter resistensi persen susut bobot beras pecah kulit. Varietas beras yang paling kecil susut bobotnya terhadap serangan S.oryzae tetap Inpari 13 seperti pada parameter Nt, ID, Rm, , dan persen biji berlubang. Namun, pada parameter susut bobot tersebut, pola urutan peringkat beras pecah kulit tidak sama dengan penjelasan pada paragraf di atas. Hal tersebut dapat saja terjadi dan diduga karena kesalahan pengambilan sampel yang belum homogen, karena jika diamati secara mendetail, perbedaan rata-rata susut bobot beras pecah kulit, hanya sedikit antara Ciherang dan Inpari 10. Hal tersebut dibuktikan pada analisis varian persen susut bobot pada beras sosoh BS, yang menunjukkan pola peringkat yang sama dengan parameter jumlah total populasi Nt.Tingginya susut bobot pada biji-bijian sebanding lurus dengan total populasi serangga. Aktivitas serangga dalam memakan bahan pangan dapat menimbulkan kehilangan bobot. Makin tinggi kadar abu, lemak dan protein, makin tingggi juga susut bobotnya Barney et al., 1991. Persen biji berlubang dipengaruhi oleh kekerasan endosperma, kandungan protein, amilosa, lemak, ukuran granula, kerapatan kulit, dan kadar air. Biji beras yang memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, kadar air yang tinggi dan tidak keras, akan mendukung pertumbuhan Sitophilus oryzae. Selain itu, hal yang dapat mempengaruhi tingginya biji berlubang adalah adanya infestasi telur lebih dari satu dalam satu biji Campbel, 2001. Hal itu terjadi jika ukuran bijinya besar sehingga memungkinkan adanya peletakkan dua telur sekaligus. Banyaknya infestasi telur dalam satu biji, menyebabkan ukuran serangganya tidak sebesar serangga yang berkembang sendiri dalam satu biji Adams, 1976. Pada parameter periode perkembangan, nilai yang lebih kecil menunjukkan kepekaan biji yang lebih tinggi terhadap serangan Mebarkia, 2010. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa varietas Sintanur, menduduki peringkat teratas periode perkembangan S.oryzae tercepatdari telur hingga menjadi imago, baik pada keadaan beras pecah kulit maupun beras sosoh. Sementara itu, periode perkembangan serangga terlama terjadi pada beras varietas Inpari 13. Periode perkembangan D dipengaruhi oleh faktor intrinsik seperti komposisi kimia substrat dan faktor ekstrinsik seperti pengaruh lingkungan. Periode perkembangan D Sitophilus oryzae, juga sangat dipengaruhi oleh komponen kimia dan karakteristik fisik dari biji yang diserang. Komponen kimia yang mempengaruhi periode perkembangan S.oryzaeantara lain adalah amilosa. Menurut Baker 1982, amilosa merupakan feeding detterent, sedangkan amilopektin sebagai feeding stimulan bagi S.oryzae . Dengan demikian secara teoritis, beras dengan kandungan amilosa tinggi akan bersifat lebih resisten terhadap serangan serangga S.oryzae dibandingkan dengan beras yang kandungan amilosanya lebih rendah. Hal ini terkait dengan sifat S.oryzae yang memiliki α-amilase yang dapat 26 memecah baik amilosa maupun amilopektin. Pada awal pemecahan amilosa, maltodekstrin terbentuk akibat aktivitas enzimatik pada proses pencernaan. Rantai maltodekstrin jauh lebih lambat dihidrolisis menjadi glukosa sehingga proses pencernaan S.oryzaee akan menjadi lebih lambat dan akhirnya mengganggu perkembangannya. Pada beras sosoh, amilosa berperan sebagai antifeedant, yaitu sebagai zat yang menyebabkan serangga tidak mau makan, sehingga serangga tidak mempunyai energi untuk perkembangannya . Borror 1996,menyatakan bahwa daya antifeedant bersifat tidak membunuh, menangkis, atau menjerat tetapi lebih bersifat menghalangi kegiatan makan serangga. Selain itu kegiatan metabolismenya akan terhambat yang mengakibatkan periode perkembangan menjadi lebih lama sehingga munculnya turunan pertama dari Sitophilus oryzae menjadi lambat. Kandungan amilosa pada masing-masing varietas beras dapat dilihat pada Lampiran 14. Dari Tabel Lampiran 14, dapat diketahui bahwa beras dengan kandungan amilosa terendah hingga tertinggi berturut-turut adalah Sintanur, Mamberamo, Inpari 10, Inpari 13, dan Ciherang. Jika dibandingkan secara absolut dengan hasil pengamatan periode perkembangan, didapatkan hasil bahwa periode perkembangan S.oryzae baik pada kondisi BPK maupun BS, tidak dipengaruhi oleh kandungan amilosanya. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Baker 1982, yang menyatakan bahwa amilosa merupakan komponen feeding deterrent antifeedant, yang memperlama proses pencernaan dalam tubuh serangga. Sehingga S.oryzae lebih mudah makan makanan yang sedikit komponen antifeedantnya. Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi Ciherang yang kandungan amilosanya tinggi, karena periode perkembangannya memiliki nilai tercepat kedua setelah Sintanur. Hal tersebut bisa saja terjadi karena amilosa bukanlah satu-satunya faktor penentu resistensi beras.Hasil penelitian Kossou 1992, menyatakan bahwa oviposisi S.oryzae di aleuron dan embrio, akan mempercepat periode perkembangannya. Hal ini dikarenakan, kecukupan nutrisi yang akan diperoleh larva saat telur menetas. Selain itu, kecukupan nutrisi akan mempengaruhi lamanya siklus hidup larva. Jika nutrisinya dapat terpenuhi maksimal, maka periode perkembangannya juga akan lebih singkat Soekarna, 1977. Sitophilus oryzae merupakan tipe serangga yang membutuhkan nutrisi disepanjang siklus hidupnya. Walaupun, kandungan amilosanya sedikit namun jika tidak didukung oleh kandungan nutrisi yang cukup, maka perkembangan S.oryzae tidak akan bertahan lama. Periode perkembangan tidak selalu berbanding lurus dengan jumlah total populasi. Hal ini terbukti, pada total populasi beras varietas Sintanur tidak tinggi padahal memiliki periode perkembangan yang tersingkat dibandingkan dengan keempat varietas beras lainnya baik pada beras pecah kulit maupun beras sosoh. Hal tersebut dapat terjadi, karena komponen nutrisi pertumbuhan pada beras varietas Sintanur tidak mencukupi kebutuhan S.oryzae walaupun, kandungan amilosanya antifeedant rendah. Pada awal infestasi, kandungan amilosa yang rendah, disukai oleh S.oryzae, namun setelah beberapa hari, pengaruh tersebut terhambat oleh kandungan protein dan lemak yang tidak mencukupi kebutuhan perkembangan S.oryzae. Selain itu, komponen lainnya yang mempengaruhi perkembangan S.oryzae yaitu, varietas, kadar air, komponen nutrisi, tingkat kekerasan dan komponen volatil Saenong dan Hipi, 2005. Pada parameter indeks perkembangan, semakin kecil nilai ID, maka semakin tinggi daya hambatnya terhadap perkembangan S.oryzae. Hal ini berkaitan dengan daya repellent dan antifeedant yang juga mempengaruhi total populasi dan periode perkembangan S.oryzae. Pada kondisi makanan yang baik dengan jumlah nutrisi yang cukup dan cocok bagi sistem pencernaan S.oryzae , akan menunjang perkembangan populasi. Sebaliknya, makanan dengan nutrisi yang kurang dan tidak cocok akan menekan perkembangan populasi serangga Andrewartha dan Birch, 27 1954.Mebarkia 2010, yang menyebutkan bahwa kemampuan bertelur, indeks perkembangan, susut bobot biji, berkorelasi negatif dengan amilosa. Hal tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian ini, karena pada varietas beras Ciherang yang memiliki kadar amilosa tertinggi justru memiliki nilai ID yang tinggi. Hal tersebut terjadi karena varietas beras Ciherang, memiliki komponen nutrisi yang sangat disukai oleh S.oryzae, sehingga kadar amilosa yang sangat tinggi dibanding varietas beras lainnya, tidak mempengaruhi preferensi pemilihan makanan S.oryzae. Sitophilus oryzae tidak dapat hidup jika hanya mengkonsumsi amilosa sebagai sumber karbohidrat Baker dan Woo, 1992. Hal di atas juga terjadi pada parameter laju perkembangan intrinsik Rm, jika beras diinfestasi sesuai dengan S.oryzae, maka laju perkembangan intrinsiknya akan semakin besar dan total populasinya pun akan bertambah dengan pesat. Menurut Heines 1991, tiga faktor yang mempengaruhi laju perkembangan intrinsik adalah kualitas atau tipe bahan makanan serangga, kondisi habitat hidupnya dan spesies. Dobie 1974, menyatakan bahwa terdapat kepekaan dan korelasi negatif antara kandungan amilosa dengan Rm. Sejalan dengan penjelasan pada paragraf di atas, bahwa, amilosa bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi pertumbuhan S.oryzae sehingga, beras yang memiliki kadar amilosa yang tinggi namun dengan nutrisi yang mendukung pertumbuhan S.oryzae, dapat menjadikan beras tersebut peka terhadap serangan S.oryzae. Menurut Bekon dan Fleurat-Lessard 1992, nilai rata-rata F1 yang keluar, berkorelasi positif dengan kapasitas multiplikasi S.oryzae . Dengan mengetahui nilai , maka dapat diperkirakan serangga yang terbentuk dalam jangka waktu tertentu minggu. Selanjutnya, jumlah serangga yang terbentuk, dapat digunakan untuk menduga jumlah kerusakan yang akan terjadi. Aplikasi dari perhitungan populasi teoritis tersebut dapat diterapkan pada pendugaan tingkat kerusakan biji-bijian selama penyimpanan. Berdasarkan penjelasan seluruh parameter di atas, didapatkan hasil bahwa disetiap parameter resistensi S.oryzae lebih menyukai beras pecah kulit dibandingkan dengan beras sosoh. Selain itu, hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Singh 1981, yang menyatakan bahwa periode perkembangan pada beras sosoh lebih lama dibandingkan beras pecah kulit. Hal tersebut berhubungan dengan kecukupan nutrisi pada kandungan beras yang akan mempengaruhi lamanya siklus hidup larva Matthews dan Matthews, 1978. Jika nutrisinya dapat terpenuhi maksimal, maka periode perkembangannya juga akan lebih singkat Soekarna, 1977. Menurut Rojuddin 1998, periode perkembangan S.oryzae pada enam varietas beras pecah kulit adalah sebesar 32-33 hari. Kandungan nilai nutrisi dan mineral yang tinggi seperti protein, lemak, abu, lebih tinggi pada beras pecah kulit dibandingkan dengan beras sosoh Nitta dan Matsuda, 2006. Tingginya nutrisi dalam beras pecah kulit, sangat dibutuhkan pada masa perkembangan larva Marbun dan Yuswani, 1991. Dengan demikian, beras yangpericarp, aleuron, dan lembaganya telah dibuang pada beras sosoh, total populasinya lebih sedikit karena kandungan nutrisi dan mineralnya tidak mencukupi kebutuhan serangga.Menurut penelitian Mc. Gaughey 1974, derajat sosoh berpengaruh secara nyata terhadap populasi turunan Sitophilus sp. Pada tingkat derajat sosoh rendah populasi turunan Sitophilus sp. lebih besar dibandingkan dengan beras pada tingkat derajat sosoh tinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ryoo dan Cho 1992, yang menunjukkan hasil bahwa serangga hama beras lebih suka makan dan oviposisi pada beras pecah kulit. 28

D. KORELASI PARAMETER-PARAMETER RESISTENSI