KORELASI PARAMETER-PARAMETER RESISTENSI HASIL DAN PEMBAHASAN

28

D. KORELASI PARAMETER-PARAMETER RESISTENSI

Kesesuaian makanan erat kaitannya dengan dinamika serangga memilih sumber makanan yang cocok untuk pertumbuhan populasinya Yayuk et al., 1990. Kriteria makanan yang biasa dipilih S.oryzae sebagai bahan makanan dipengaruhi oleh kekerasan endosprema, kandungan protein, amilosa, lemak, ukuran granula, kerapatan kulit, dan kekerasan biji-bijian.Kadar air juga mempengaruhi ketahanan hidup dari Sitophilus oryzae Harahap, 2011. Oleh karena itu, uji korelasi ini akan menguji secara statistik hubungan parameter-parameter resistensi beras dengan kandungan protein, kandungan lemak, dan kadar air awal beras. Hasil uji korelasi tersebut, dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Hasil uji korelasi parameter-parameter daya resistensi dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan S.oryzae. Parameter Protein Lemak Kadar Air Nt 0.744 0.841 0.879 D -0.272 -0.602 -0.763 ID 0.583 0.799 0.879 Rm 0.673 0.837 0.890 Kapasitas Multiplikasi 0.681 0.841 0.885 Persen Kehilangan Bobot 0.630 0.728 0.921 Persen Biji Berlubang 0.731 0.809 0.880 Keterangan : korelasi signifikankorelasi sangat signifikan Berdasarkan analisis ragam pada Lampiran 15b dan 15e, faktor varietas beras berpengaruh sangat nyata p0.01 terhadap kandungan protein dimasing-masing varietas beras pecah kulit dan beras sosoh. Pada lampiran 15a, juga didapatkan informasi bahwa penyosohan pada pada beras pecah kulit, menurunkan kandungan protein beras sosoh. Dari tabel tersebut, diketahui bahwa kandungan protein beras pecah kulit pada semua varietas, rata-rata 6.86. Sedangkan setelah mengalami proses penyosohan menjadi beras sosoh, kandungan proteinnya menurun menjadi 6.22. Kandungan protein dari terendah ke tertinggi berturut-turut yaitu Inpari 13, Sintanur, Inpari 10, Ciherang, danMamberamo. Kandungan protein tertinggi dimiliki oleh beras varietas Mamberamo dan kandungan protein terendah dimiliki oleh beras varietas Inpari 13. Tingginya kandungan protein tersebut memiliki korelasi positif dengan total populasi, laju perkembangan intrinsik, kapasitas multiplikasi mingguan, dan persen biji berlubang. Artinya, semakin tinggi kandungan protein, akan semakin mendukung perkembangan S.oryzae dari segi ketersediaan nutrisi. Masson et al., 1997, menyatakan bahwa kandungan protein, lemak, vitamin dan mineral yang tinggi, dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan S.oryzae. Jika nutrisinya dapat terpenuhi maksimal, maka periode perkembangannya juga akan lebih singkat Sukarna, 1977. Sementara itu, dari hasil penelitian ini tidak didapatkan adanya hubungan antara kadar protein lima varietas beras dengan periode perkembangan, indeks perkembangan dan persen kehilangan bobot. Hal tersebut dapat terjadi karena bukan hanya kandungan nutrisi yang mempengaruhi perkembangan S.oryzae, namun juga kondisi lingkungan, komponen antifeedant dan repellent serta karakteristik fisik beras.Jika dibandingkan dengan penelitian Bekon dan Fleurat-Lessard 1992 serta Mebarkia 2010, penelitian ini mendapatkan hasil yang berbeda, karena pada penelitian sebelumnya 29 tersebut, jumlah F1 yang keluar, berkorelasi positif dengan kapasitas multiplikasi dan persen susut bobot. Hal ini didukung oleh penelitian Barney et al.,1991 yang menyatakan bahwa, makin tinggi kadar abu, lemak dan protein, akan menyebabkan loss grain yang tinggi pula. Sedangkan pada kadar lemak, analisis ragam pada Lampiran 16b dan 16d, juga menunjukkan hasil bahwa faktor varietas berpengaruh sangat nyata p0.01 terhadap perbedaan kadar lemak pada lima varietas beras. Pada Lampiran 16a, diketahui bahwa kadar lemak pada beras pecah kulit sebesar sebesar 4.49 , jauh lebih tinggi dibandingkan dengan dengan beras sosoh yang hanya sebesar 1.77 . Menurut Soedarmono dan Sedaoetama 1977, lembaga mengandung kadar lemak, protein, dan thiamin yang tinggi. Selain itu, pada embrio, pericarp, dan aleuron juga terdapat komponen lain yang dapat memacu perkembangan S.oryzae, yaitu vitamin B1, B2, fosfor dan zat besi sehingga dalam memilih makanannya, S.oryzae cenderung memilih beras pecah kulit dibandingkan beras sosoh Esmay et al., 1979. Pada biji-bijian yang mengandung banyak lemak, seiring dengan lamanya masa simpan, lemak akan teroksidasi dan menyebabkan lepasnya komponen volatil yang dapat mengundang atau mengusir serangga hama gudang Nawrot et al., 1995 dan Trematerraet al., 1998. Lemak, asam lemak dan sterol dibutuhkan serangga untuk persediaan energi dan perkembangan sayap. Beberapa jenis serangga menggunakan lemak murni seperti asam linoleik dan asam linolenik. Namun, karena proses penyosohan, menyebabkan hilangnya bagian embrio tersebut, maka kadar lemaknya pun munurun drastis. Kandungan lemak dari terendah ke tertinggi berturut- turut yaitu Inpari 13, Sintanur, Inpari 10, Mamberamo dan Ciherang. Tingginya kandungan lemak tersebut berkorelasi positif dengan persen kehilangan bobot, total populasi, indeks perkembangan, laju perkembangan intrinsik, kapasitas multiplikasi mingguan, dan persen biji berlubang. Namun, lemak tidak memiliki korelasi dengan periode perkembangan.Sama seperti halnya protein, bukan hanya kandungan nutrisi yang mempengaruhi perkembangan S.oryzae, namun juga, kondisi lingkungan, komponen antifeedant dan repellent serta karakteristik fisik beras. Kadar air, memiliki korelasi sangat signifikan dengan total populasi, indeks perkembangan, laju perkembangan intrinsik, kapasitas multiplikasi mingguan, persen kehilangan bobot dan biji berlubang. Namun, kadar air memiliki korelasi negatif yang signifikan dengan periode perkembangan. Kadar air bahan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesesuaian S.oryzae terhadap biji beras yang diinfestasi. Menurut Masmawati 2007, menyatakan bahwa kadar air bahan produk pertanian sangat berpengaruh pada intensitas kerusakan yang sangat tinggi. Kadar air yang tinggi pada beras, menyebabkan tekstur dari beras tersebut lebih lunak, sehingga seranggi lebih mudah memakan biji-bijian tersebut. Pada Lampiran 12a, dapat dilihat kandungan air beras pecah kulit dan beras sosoh sebelum diinfestasi S.oryzae. Pada beras pecah kulit, kandungan air bahan berturut-turut dari yang terendah hingga yang tertinggi yaitu Inpari 13, Sintanur, Inpari 10, Ciherang, dan Mamberamo.Sedangkan pada beras sosoh, kandungan air bahan berturut-turut dari yang terendah hingga yang tertinggi yaitu Mamberamo, Inpari 13, Inpari 10, Sintanur dan Ciherang. Semakin tinggi kadar air beras, maka makin sesuai S.oryzae pada beras yang diinfestasi. Semakin tinggi kadar air beras, juga akan mempercepat periode perkembangan serangga. Hal ini sejalan dengan penelitian Kalshoven 1981, yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan S.oryzae lebih cepat bila kadar airnya lebih dari 15. Penelitian selanjutnya oleh John et al.,1991, bahwa tingkat mortalitas Sitophilus sp., tinggi mencapai 75, pada kadar air 9,7, sedangkan menurut Mas’ud et al., 1996 laju perkembangan Sitophilus sp., dapat dihambat pada kadar air dibawah 10. Proses penyosohan yang membuang komponen nutrisi seperti protein dan lemak termasuk air pada aleuron dan embrio. Semakin tinggi kadar air pada beras, maka akan semakin mendukung perkembangan S.oryzae . Pada Lampiran 12a, dapat diketahui bahwa kadar air awal beras, sebanding dengan banyaknya total populasi hama. Hal ini menunjukkan bahwa, penyimpanan beras sebaiknya pada 30 kondisi kadar air yang dibawah 14. Seperti pada Lampiran 12e. Kadar air beras sosoh yang dibawah 14 , menunjukkan jumlah populasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan beras pecah kulit yang memiki kadar air diatas 14. Selanjutnya, kadar air akhir beras setelah penyimpanan, akan mengalami peningkatan sebanding dengan jumlah total populasi Sitophilus oryzae yang menginfestasi masing-masing varietas beras.Kusumaningrum 1997, serangga dapat mengakibatkan meningkatnya kadar air bahan yang disimpan dan juga dapat meningkatkan suhu secara lokal yang dapat mengakibatkan kerusakan. Meningkatnya kadar air bahan setelah infestasi disebabkan adanya proses respirasi oleh serangga, yang mengurai karbohidrat dengan bantuan oksigen, menjadi karbon dioksida, air dan energi. Sementara itu Hall 1970 menyebutkan bahwa kenaikan kadar air pada bahan pangan yang disimpan dapat disebabkan oleh infestasi serangga, tungau dan kapang, metabolisme dari biji-bijian yang disimpan, serta migrasi air dari lingkungan. Hal yang serupa juga disampaikan oleh Bedjo 1992, bahwa kadar air awal, suhu, kelembaban udara berpengaruh terhadap tingkat serangan kumbang bubuk. Kalshoven 1981 menyatakan bahwa perkembangan populasi hama beras sangat cepat jika kadar air bahan simpan lebih dari 15. John 1991 mencatat bahwa tingkat mortalitas Sitophilus zeamais Motsch mencapai 75 pada kadar air 9.7. Sementara itu, Mas`ud et al. 1996 mencatat kadar air 6.8 dan 10 dapat menghambat laju perkembangan populasi Sitophilus zeamais Motsch. Kadar air akhir beras, dapat dilihat pada Lampiran 13.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN