Kajian Teoritik Tingkat Energi Osilator Anharmonik Dengan Potensial Kuartik

(1)

LAMPIRAN A

OSILATOR HARMONIK

Persamaan Schrodinger untuk Osilator Harmonik dapat dinyatakan sebagai berikut:

�2

��2

+ (α

– y

2

)Ψ = 0

(A.1)

Dengan y =

(

1ħ

√��

)

1/2

α

= 2�

ħ

=

2�

ℎ�

dimana v = 1

2�� �

� Merupakan frekuensi Osilator harmonik.

Bentuk Asimtotik dari fungsi gelombang.

Kita mulai dengan mencari bentuk asimtotik yang harus dimiliki Ψ ketika y

→±∞. Jika fungsi Ψ menyatakan partikel sebenarnya yang terlokalisasi dalam

ruang, harganya harus mendekati nol ketika y mendekati tak terhingga agar

−∞∞ IΨI2dy menjadi terhingga, bukan nol.

Kita tuliskan kembali persamaan (A.1) sebagai berikut:

�2

��2

- (y

2

-

α) Ψ = 0

�2

��2

= (y

2

-

α) Ψ

�2/��2

(y2 −α) Ψ

= 1

Ketika y → ∞, y2≫ �, sehingga:

lim

y →

2/��2


(2)

Fungsi Ψ∞ yang memenuhi persamaan (A.2) adalah: Ψ∞ = �−�2/2

Karena:

lim

y →

2

��2

=

lim

y →

(

y 2

- 1

)

−�2/2

=

y2

−�2/2(A.3)

Persamaan (A.3) merupakan bentuk Asimtotik Ψ yang diperlukan. Persamaan Diferensial untuk fungsi f(y)

Kita dapat menuliskan fungsi gelombang osilator harmonik sebagai berikut:

Ψ = f(y)

= f(y)

−�

2/2

(A.4)

Dengan f(y) fungsi dari y yang harus dicari. Dengan memasukkan persamaan (A.4) dan (A.1) maka kita peroleh:

�2

��2

– 2y

��

��

+(α

-1) f = 0

(A.5)

Ini merupakan persamaan diferensial yang harus di penuhi oleh f.

Pengembangan deret pangkat f(y)

Prosedur yang di gunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial (A.5) ialah menganggap bahwa f(y) dapat diuraikan dalam deret pangkat y, yaitu:

f(y) =

A

0

+ A

1

y + A

2

y

2

+

�3�

3

+

=

∞�=1

� (A.6) kemudian menentukan harga koefisien An. Diferensial f menghasilkan

:

��

��

= A

1

+ 2A

2

y + 3A

3

y

2

+ … =

��

�−1

=1


(3)

y

��

��

= A

1

y+ 2A

2

y

2

+ 3A

3

y

3

+ … =

=1

��

�(A.7)

Turunan kedua dari f terhadap y adalah:

�2

��2

= 1.2 A

2

+ 2.3A

3

y + 3.4A

4

y

2

+ … =

n(n

1)

�−2

=2 Yang sama dengan:

�2

��2

=

(n + 2)(n + 1)

�+2

�=0 (A.8)

Rumus rekursi untuk koefisien An

Dengan mensubstitusikan persamaan (A.6) dan persamaan (A.8) kedalam persamaan (A.5), maka kita peroleh:

[(n + 2)(n + 1)

+2

(2

+ 1

− �

)

�=0

A

n

]y

n

= 0

(A.9)

Supaya persamaan ini berlaku untuk setiap y, kuantitas dalam tanda kurung harus 0 untuk setiap harga n, sehingga kita dapatkan persyaratan:

(n+2)(n+1)A

n+2

= (2n+1-

α)A

n

Rumus rekursi:

A

n+2 = 2�+1−∝

(�+2)(�+1)

A

n(A.10)

Rumus rekursi ini memungkinkan kita untuk mencari koefisien A2, A3, A4, ……... dinyatakan dalam A0 dan A1. Karena persamaan (1.5) merupakan persamaan diferensial orde kedua, maka penyelesaiannya memiliki dua konstanta sembarang, disini konstanta itu adalah A0 dan A1. Mulai dari A0 kita dapatkan deret koefisien A2,A4,A6, …..dan mulai dari A1 kita dapatkan deret lain A3,A5,A7, …..


(4)

Persyaratan yang harus dipenuhi f(y)

Ketika y → ∞; hanya jika Ψ →0 ketika y → ∞, Ψ merupakan fungsi gelombang yang dapat diterima secara fisis. Karena f(y) dikalikan dengan �−�2/2, Ψ memenuhi persyaratan diatas jika:

lim y →f(y)

<

−�2/2

Pengembangan deret pangkat fungsi gelombang asimtotik

Cara yang memadai untuk membandingkan perilaku asimtotik dari f(y) dan

�−�2/2

ialah menyatakannya dalam deret pangkat (f sudah dalam bentuk deret pangkat) dan memeriksa rasio antara koefisien deret yang berurutan ketika n →

∞. Dari rumus rekursi persamaan (A.10) kita dapat menyatakan bahwa:

lim

y →�+2

=

2

� (A.11)

Karena

= 1 + z +

� 2

2!

+

�3

3!

+ …..

Kita dapat menyatakan ��2/2 dalam deret pangkat sebagai berikut:

�2/2

= 1 +

� 2

2

+

�4

22. 2!

+

�6

23 .3!

+ ……

=

1

2�/2. � 2�!

�=0,2,4,…

y

n

=

∑∞=0,2,4,… � (A.12) Rasio antara koefisien yang berurutan dari yn dalam persamaan (A.11) adalah:

��+2

��

=

2�/2 . ��2�! 2�

+2 2 . ��+2

2 �!

=

2

�/2 . � 2�!

2 . 2�/2 . � 2 + 1� (

� 2)!

=

1

2 (�


(5)

=

1

�+2

Dalam limit n → ∞, rasio ini menjadi:

lim

n →∞ ��+2

=

1

�(A.13)

Jadi koefisien yang berurutan An dalam deret untuk f berkurang lebih lambat dari deret pangkat �−�2/2 alih alih lebih cepat, ini berarti f(y) �−�2/2 tidak menuju nol ketika y → ∞.

Jika deret f berakhir pada harga n tertentu, sehingga koefisien An menjadi nol untuk harga n yang lebih tinggi dari harga tertentu itu, maka � akan menuju nol ketika y → ∞ karena faktor �−�2/2. Dengan kata lain, jika f suatu polynomial dengan suku terhingga alih alih deret tak-terhingga, maka f dapat diterima.

Dari rumus rekursi:

A

n+2 =

2�+1−∝ (�+2)(�+1)

A

n

Jelaslah bahwa jika:

=

2n+1

(A.14)

Untuk setiap harga n, maka An+2 =An+4

=

An+6

= … = 0.

Persamaan (A.14) menentukan suatu deretan koefisien saja, yaitu deretan n genap mulai dengan A0 atau deretan n ganjil mulai dengan A1. Jika n genap , maka A1= 0 dan hanya pangkat y genap muncul dalam polynomial, jika n ganjil, maka A0= 0 dan hanya pangkat y ganjil muncul.

Rumus tingkat energy yang dihasilkan

Persyaratan

=

2n+1

merupakan syarat perlu dan cukup supaya fungsi gelombang persamaan (A.1) memiliki solusi yang memenuhi berbagai persyaratan.


(6)

Dari persamaan

α

= 2�

ħ

=

2�

ℎ�

,

kita peroleh nilai

α

sebagai berikut:

α =

2�

ℎ�

= 2n+1

En

=

(n +

1

2) hv dimana n = 0,1,2,3,4,5,… (A.15)

Jadi energy sebuah osilator harmonik terkuantisasi dengan langkah hv. Kita lihat untuk n= 0

Maka:

E0 =

1

2 hv (A.16)

Yang menyatakan energy terendah yang dapat dimiliki oleh osilator tersebut. Harga ini disebut energy titik nol karena sebuah osilator harmonik dalam keadaan setimbang dengan sekelilingnya akan mendekati E=E0 dan bukan E=0.

Untuk setiap pilihan parameter

α

n terdapat fungsi gelombang yang berbeda

��. Setiap fungsi terdiri dari suatu polinom ��(y) disebut sebagai Polinom

hermite, yang y-nya berpangkat genap atau ganjil, faktor eksponensial �−�2/2, dan sebuah koefisien numerik diperlukan untuk memenuhi syarat normalisasi:

∫ ∣−∞∞ �� ∣2 dx = 1 dimana n = 0,1,2,3,4,5,… (A.17)

Rumus umum fungsi gelombang Osilator Harmonik ke n adalah sebagai berikut:

= (

2��

ħ

)

1/4


(7)

Enam polinom hermite

(y)

yang pertama di daftarkan dalam table berikut:

n

(y)

∝� Tingkat Energi ke-n (En)

0 1 1 1

2hv

1 2y 3 3

2hv

2 4y2 – 2 5 5

2hv

3 8y3 – 12y 7 7

2hv

4 16y4 – 48y2 + 12 9 9

2hv

5 32y5 – 160y3 + 120y 11 11


(8)

LAMPIRAN B

POLINOMIAL HERMITE

Dalam bahasan ini akan dibahas bagaimana mencari solusi umum polynomial Hermite yang diberikan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

y’’ – pxMy’ + prxM-1y = 0, (B.1)

Dimana nilai p≠ 0, dan r adalah bilangan bulat positif. Untuk M = 1, p = 2, dan r adalah sebuah bilangan bulat positif sehingga persamaan (B.1) menjadi persamaan Hermite dan memiliki solusi yang sering dikenal dengan nama Polinomial Hermite. Bagaimana jika p ≠ 0, apakah persamaan (B.1) memiliki solusi polynomial, M adalah bilangan bulat positif yang lebih besar dari satu dan r adalah bilangan bulat positif.

Terdapat sebuah solusi polynomial untuk persamaan (B.1) berderajat r jika dan hanya jika:

r = k(M+1) (B.2)

Atau

r = k(M+1) +1 (B.3)

untuk suatu k = 0,1,2,3,4,5,…

selanjutnya, ada beberapa kasus terdapat satu (hingga untuk konstanta perkalian) solusi polynomial yang selalu berderajat r yang memiliki (k+1) suku dengan selisih derajat (M+1),yakni jika satu suku berderajat b, maka satu suku tertinggi berikutnya menjadi berderajat b+M+1.

Pembuktian:

Kita substitusikan bentuk persamaan:


(9)

kepada persamaan (B.1) yang didefenisikan dengan manipulasi rumus:

a2 = a3 = … = am = 0 (B.5)

sehingga diperoleh:

an+M+1 = �

(�−�)�

(+�+1)(�+�) n = 1,2,3,4,5,… (B.6)

kita turunkan persamaan (B.4) sebanyak dua kali:

y’ = ∑∞=1��−1 (B.7) y’’ = ∑∞=2�(� −1)���−2 (B.8) substitusikan persamaan (B.7) dan persamaan (B.8) kepada persamaan (B.1) sehingga kita peroleh:

∞=2�(� −1)���−2 - p xM∑∞�=1�����−1 + pr xM-1∑∞�=0���� = 0

Atau,

∞=2�(� −1)���−2 - p ∑�∞=1�����+�−1 + pr ∑∞�=0����+�−1 = 0 (B.9)

Kita substitusikan nilai n = 0,1,2,3,…, n, n+M+1 ke persamaan (B.9) menjadi: 2.1a2 + 3.2a3x + 4.3a4 x2 + … + (n+M+1)(n+M)an+M+1 xn+M-1 + …

- pa1xM – 2pa2xM+1 – 3pa3xM+2- … - pnanxn+M-1 - … + pra0xM-1 + pra1xM + pra2xM+1 + … +pranxn+M-1 + … = 0

Kita pisahkan persamaan berdasarkan koefisien yang sama, sehingga diperoleh: 2a2 - pxMa1 + pra0 xM-1 = 0 Untuk koefisien x

6a3x - 2 pxMa2 + pr xM-1 a1x = 0 Untuk koefisien x (B.10)

Melalui manipulasi rumus, a2 = a3 = … = aM = 0 dengan n = 2, 3 , … maka akan diperoleh rumus rekursi dalam bentuk umum sebagai berikut:


(10)

(n+M+1)(n+M) an+M+1 – pnan + pran = 0 (n+M+1)(n+M) an+M+1 = pnan - pran (n+M+1)(n+M) an+M+1 = (pn – pr) an an+M+1 =

p(n−r)a (�+�+1)(�+�)

sehingga diperoleh rumus rekursi untuk mencari solusi persamaan Polinomial Hermite sebagai berikut:

an+M+1 =

p(n−r)a

(�+�+1)(�+�) dengan n = 0,1,2,3,4,… (B.11)

kita misalkan terdapat solusi Polinomial berderajat r. jika r = 1, maka r = 0(M+1)+1.

Jika r ≥2, maka r ≥ M+1 dengan persamaan (B.4) ketika ar = 0 maka ar-(M+1) = 0 juga. Jika r-(M+1) ≤ �, maka persamaan (B.4) memaksa r-(M+1) setara dengan 0 ataupun 1. Sebaliknya dapat dilanjutkan dengan mengurangkan r dengan kelipatan (M+1) hingga bilangan bulat k diperoleh sedemikian sehingga:

r – k(M+1) = 0,1 (B.12)

untuk r – (M+1) = 0, r dikurangi dengan kelipatan (M+1), (2M+2, …, (kM+2) sehingga diperoleh:

r – (M+1) = 0 r – (2M+2) = 0 r – (3M+3) = 0

.

.

.

r – (kM+k) = 0 r – k(M+1) = 0 r = k(M+1).

Untuk r – (M+1) = 1, r dikurangi dengan kelipatan (M+1), (2M+2), …, (kM+k) sehingga diperoleh:


(11)

r – (M+1) = 1 r – (2M+2) = 1 r – (3M+3) = 1

.

.

.

r – (kM+k) = 1 r – k(M+1) = 1 r = k(M+1)+1

maka persamaan (B.4) memiliki r – (M+1) sama untuk 0 atau 1

r – k(M+1) = 0 atau 1 (B.13)

dengan demikian ditentukan persamaan (B.2) dan persamaan (B.3), sebaliknya, jika

r = k(M+1) untuk semua k, maka dapat dinyatakan dari persamaan (B.5) bahwa ketika n = r = k(M+1), diperoleh an+M+1 = 0.

Oleh sebab itu al(M+1) = 0 untuk semua l≥ �+ 1. selanjutnya, dengan menggunakan persamaan (B.4) disertai dengan persamaan (B.5) diperoleh ai+l(M+1) = 0, untuk semua 2 ≤ � ≤ � dan � ≥ �.

Kemudian dapat disimpulkan bahwa jika ai+l(M+1) = 0, untuk semua l ≥ �, harus ditetapkan nilai a = 0 dan kita gunakan persamaan (B.5). Jika a≠ 0, persamaan (B.5) kembali mengimplikasikan bahwa ar = ak(M+1) dan karena itu y(x) merupakan sebuah polynomial berderajat r.

Kemudian dapat disimpulkan bahwa jika a ≠0, maka y(x) bukan sebuah polynomial. Dengan demikian didapat a0 sedemikian sehingga ar = 1, dan disini dapat dilihat bahwa solusi polynomial adalah tunggal hingga konstanta perkalian a0. Pertimbangan yang sama dapat diterapkan pada kasus r = k(M+1)+1. Solusi polinomialnya tunggal hingga konstanta perkaliannya a1.


(12)

r = k(M+1) maka derajat terendah dari solusinya adalah a0, jika r = k(M+1)+1 maka derajat terendah dari solusinya adalah: a1x. catatan jika r = k(M+1), maka pilihannya adalah a1 = 0. Jika r = k(M+1)+1, maka pilihannya adalah a0 = 0. Pembuktiannya:

Analisa dari r = k(M+1) dalam rumus rekursi persamaan (B.6) diikuti pengurangan rumus (k-1).

k dikurangi dengan kelipatan (k-1), (k-2), … , (k-k) sehingga diperoleh: arxxr = ak(M+1) xk(M+1)

a(k-1) (M+1)x(k-1) (M+1)

.

.

.

a(M+1) x(M+1) a0.

Jika r = k(M+1) maka derajat terendah dari solusi polynomial adalah a0 sama, jika r = k(M+1)+1 maka derajat terendahnya adalah a1x.

Catatan: jika r = k(M+1), maka pilihannya adalah a1 = 0. Jika r = k(M+1)+1, maka pilihannya adalah a0 = 0.


(13)

LAMPIRAN C

DERET PANGKAT

Bentuk umum deret pangkat.

Deret pangkat merupakan perkembangan dari deret kompleks biasa. Secara prinsip, deret pangkat adalah deret kompleks yang memiliki bentuk pangkat dari (z – z0).

Suatu deret takhingga dengan bentuk:

∑ ���� = ∑∞�=0���� = �0 + �1� + �2�2 + �3�3 + … + ���� + …

(C.1)

Dimana � konstan disebut deret pangkat dalam x. sesuai itu, maka diperoleh deret takhingga dengan bentuk:

∑ ��(� − �0)� = �0 + �1(� − �0) + �2(� − �0)2 + �3(� − �0)3 + … + ��(� −

�0)� + … (C.2)

Bentuk umum deret pangkat adalah sebagai berikut:

∑∞�=0�� . (z-z0)n (C.3) Dengan z adalah peubah kompleks (complex variable) dan koefisien an. deret ini memiliki titik pusat z0 dan jari jari konvergensi dengan symbol �. kedua hal ini adalah parameter dalam deret pangkat.

Ada 2 cara untuk mencari � adalah sebagai berikut: 1. Formula Cauchy-Hadamard, yaitu: lim�→∞∣�∣��∣

�+1∣ = � 2. lim�→∞ ∣��∣

∣��∣

1


(14)

Setelah kita memperoleh nilai �, maka ada 3 sifat dari deret pangkat tersebut berdasarkan nilai � yang dimiliki, yaitu:

1. Jika � = 0, maka deret diatas konvergen hanya pada titik z0, dan divergen pada titik yang lain.

2. Jika 0 < � < ∞, maka deret diatas pasti konvergen mutlak untuk semua nilai z dengan ∣ � − �0 ∣< � dan divergen untuk semua nilai z dengan

∣ � − �0 ∣>�. Lalu bagaimana dengan ∣ � − �0 ∣= �? itu bisa konvergen,

bisa juga divergen.

3. Jika �= ∞, maka deret diatas konvergen mutlak untuk semua nilai z. artinya deret tersebut tidak pernah divergen.

Latihan soal.

Soal 1.Jika diketahui deret pangkat sebagai berikut:

∑ 1

(1+�)�

�=0 (�+ 2− �)�, tentukanlah pusat dan jari jari konvergensi.Dan

periksa juga apakah deretnya merupakan konvergen atau divergen pada jari- jari konvergensinya.

Penyelesaian:

∑ 1

(1+�)� ∞

�=0 (�+ 2− �)� ; dari bentuk deret disamping kita bisa melihat bahwa:

z0 = -2 + i. dengan demikian maka an =

1

(1+�)� maka jari – jari konvergensinya: lim

1 (1+�)�

1 (1+�)�+1

� = lim �→∞

(1+�)�+1 (1+�)�

= lim

�→∞ (1+i)

= 1 + i

Jari jari konvergensi � = ∣1+i∣ = �(1)2+ (1)2 = 2

Kesimpulan sementara yang dapat diambil adalah: Deret ∑ 1

(1+�)� ∞

�=0 (�+ 2− �)�, pasti konvergen pada semua z dengan

∣z + 2 - i∣<√2, atau dapat dinyatakan bahwa deret diatas pasti konvergen pada cakram terbuka dengan pusat z0 = -2 + I dan jari jari √2.


(15)

Dan deret tersebut pasti juga divergen pada semua z di ∣z + 2 - i∣>√2. Lalu bagaimana dengan lingkaran tepat pada jari jari √2?? Kita harus melakukan test lagi dengan cara melakukan substitusi (z + 2 - i) = √2 ke dalam deret diatas. Sehingga deret diatas menjadi:

∑ 1

(1+�)� (√2) � ∞

�=0 atau dapat dituliskan:

∑ 2�2

(1+�)� .

Sekarang kita anggap deret diatas menjadi sebuah deret baru. Lalu kita periksa apakah deret itu konvergen atau tidak. Jika konvergen, maka deret semula dalam soal 1 ini konvergen pada lingkaran (z + 2 - i) = √2 .

Untuk memeriksa deret ∑ 2

2

(1+�)� apakah konvergen atau tidak;

∑ 2�2

(1+�)�dapat ditulis menjadi ∑( √2 1+�)

tampak, jika n → ∞ maka deret ini makin

besar: berarti deret ini Divergen.

Dengan demikian, kesimpulannya ialah deret dalam soal 1 ini,

∑ 1

(1+�)� ∞

�=0 (�+ 2− �)�konvergen pada cakram terbuka ∣z + 2 - i∣<√2.

Soal 2.Jika diketahui deret pangkat sebagai berikut:

∑ 2� . (�+1)� (2�−1) ∞

�=1 , tentukanlah pusat dan jari jari konvergensi.Dan periksa juga

apakah deretnya merupakan konvergen atau divergen pada jari- jari konvergensinya.

Penyelesaian:

�2�(2 . (� −�+ 1)1)

�=1

Dari bentuk diatas, maka pusatnya z0 = -1. Dan an=

2� (2�−1).

Maka jari jari konvergensi:

lim 2� 2(�+1) ∗

(2(�+1)−1)

(2�−1) = lim�→∞ 2� (2�+2) ∗

(2�+1) (2�−1) =

4 4= 1


(16)

Maka deret diatas pasti konvergen untuk semua z pada cakram terbuka ∣z+1∣< 1. Untuk mengetahui sifat deret tersebut, pada lingkaran ∣z+1∣ = 1, kita substitusi nilai ini ke dalam deret diatas, sehingga terbentuk sebuah deret baru:

∑2� .(1)� (2�−1) = ∑

2� 2�−1

TIPS:

Kita perhatikan pangkat tertinggi dari n untuk pembilang dan penyebut. Ternyata sama, yaitu 1. Maka, bila kita memakai uji rasio untuk deret ini, kita akan mendapat bahwa harga limitnya sama dengan 1.

Itu artinya, kita tetap tidak dapat menentukan apakah konvergen atau divergen.Maka kita jangan memakai uji rasio.

Kita periksa deret tersebut dengan cara sebagai berikut:

lim 2� (2�−1) =

2

2 = 1 →≠ 0.

Maka deret ∑ 2�

2�−1 bersifat divergen.

Dengan demikian deret semula dalam soal ini hanya konvergen pada cakram terbuka ∣z+1∣ < 1.


(17)

LAMPIRAN D

OSILATOR ANHARMONIK

Persamaan Schrodinger digunakan untuk menggambarkan berbagai macam sistem mekanika kuantum, walaupun sebenarnya tidak dapat diselesaikan kecuali untuk beberapa model sederhana. Persamaan Schrodinger ini biasanya menggunakan persamaan linear dua variable yang diselesaikan dengan menggunakan metode ekspansi deret pangkat persamaan diferensial, atau menggunakan operator tangga dalam mekanika kuantum. Pada osilator anharmonik, persamaan fungsi gelombang schrodinger yang digunakan adalah sebagai berikut:

��ħ�Ψ’’(x) + Ax4Ψ(x) = E Ψ(x) (D.1)

Untuk memecahkan persamaan ini dalam satu dimensi, pertama kita menggunakan persamaan diferensial orde dua, kemuadian dilanjutkan dengan metode deret pangkat.

4.1. Persamaan Awal

Pertama kita perkenalkan persamaan linear dua variable sebagai berikut:

y’’ – 2xy’ + (2n +x2 – x4)y = 0 (D.2)

ini bukan merupakan adjoint nya, melainkan untuk mempermudah memperkenalkan serangkaian fungsi abnormal (�) sebagai berikut:

�� = �−�2/2. y(x) (D.3)

Dengan mensubstitusikan persamaan (D.3) ke dalam persamaan (D.2), maka akan diperoleh persamaan diferensial untuk � sebagai berikut:


(18)

Persamaan (D.4) ini merupakan persamaan diferensial untuk osilator anharmonik mekanika kuantum dengan energy potensial V(x) = Ax4.

4.2. Solusi Analitik

Dengan menggunakan metode deret pangkat, kita memperoleh solusi dari persamaan (D.2) sebagai berikut:

y(x) = xk (�0 + �1� + �2x2 + �3x3 + …)

y(x) = ∑∞=0��+� , a0≠ 0 (D.5) dimana eksponen k dan koefisien koefisien am sudah ditentukan. Dengan menurunkan persamaan (D.5) sebanyak dua kali, maka kita peroleh:

��

�� = ∑∞�=0�� (�+�)��+�−1, �2

��2 = ∑ �� (�+�)(�+� −1)��

+�−2 ∞

�=0 (D.6)

Dengan mensubstitusikan persamaan (D.6) kedalam persamaan (D.2) maka kita peroleh:

∑∞�=0�� (�+�)(�+� −1)��+�−2 – 2∑∞�=0�� (�+�)��+� +

2n∑∞=0��+� + ∑=0��+�+2 - ∑∞=0��+�+4 = 0 (D.7) Pangkat x terendah pada persamaan (D.7) adalah: xk-2, untuk m=0 pada penjumlahan pertama. Keunikan dari deret pangkat memerlukan penghilangan koefisien yang menghasilkan:

�0k(k-1) = 0

Dimana �0 ≠ 0.

Jika �0 = 1, maka kita peroleh:


(19)

persamaan (D.8) ini merupakan persamaan indisial yang menghasilkan nilai k-0 atau k-1.

Jika kita tinjau kembali persamaan (D.7) dan menetapkan m = j+2 pada penjumlaham yang pertama, kemudian m = j,m = j, m = j-2, m = j-4 berturut turut pada penjumlahan kedua, ketiga, keempat dan kelima maka kita peroleh:

aj+2 (k+j+2)(k+j+1) – 2aj (k+j-n)+aj-2 – aj-4 = 0

a

j+2

=

��−4−��−2+ 2�� (�+� −�)

(�+�+2)(�+�+1) (D.9)

dengan menggunakan cara yang sama pada persamaan (D.8) untuk k = 0 dan j = bilangan genap, kita peroleh:

a2 = �0

2! 2(-n)

a4 = �0

4! [-2! + 2

2

(-n)(2-n)] a6 = �0

6! [4! – 4!

2! 2(-n) – 2

2

(4-n) + 23 (-n)(2-n)(4-n)] dan untuk k = 1 dan j = bilangan genap, kita peroleh: a2 = �0

3! 2(1-n)

a4 = �0

5! [-3! + 2

2

(1-n)(3-n)]

Pada kasus k = 0, semua nilai koefisiennya kita masukkan kedalam persamaan (D.5), maka kita peroleh:

ygenap = a0 [1+

1

2! (2(-n))x

2 + 1

4! (-2! + 2

2

(-n)(2-n))x4 + 1

6!(4! – 4!

2! 2(-n) – 2

2

(4-n) + 23(-n)(2-n)(4-n))x6 + …] (D.10)

melalui persamaan (D.10), kita tentukan Polynomial Hermite untuk n = genap dan menghasilkan beragam parameter sebagai berikut:

ygenap = a0 [1+

1

2! (2(-n))x

2 + 1

4!(2

2

(-n)(2-n))x4 + 1

6!(2

3

(-n)(2-n)(4-n))x6 + …] + a0 [−2!

4! x

4 + 1

6! (4! – 4!

2! 2(-n) – 2

2


(20)

dengan cara yang sama kita juga dapat menetukan Polinomial Hermite untuk n = ganjil dan k = 1 sebagai berikut:

yganjil = a0 [x +

1

3!(2(1-n))x

3 + 1

5!( 2

2

(1-n)(3-n))x5 + 1

7!(2

3

(1-n)(3-n)(5-n))x7 + …] + a0 [-

3! 5!x

5 + 1

7!(5! – 5!

3! 2(1-n) – 3!2(5-n))x

7

+ …] (D.12)

Tanda kurung siku pertama dari ruas kanan ygenap dan yganjil hanya menunjukkan bentuk dari polynomial hermite yang kemudian kita masukkan nilainya kedalam persamaan (D.3).

Maka untuk n = genap kita peroleh:

��(x) = �−�2/2 {Hn(x) + �0�4 [- 2! 4! +

1 6! (4! –

4!

2! 2(-n) – 2

2

(4-n)) x2 + …]} (D.13)

Untuk n = ganjil kita peroleh:

��(x) = �−�

2/2

{Hn(x) + �0�5 [- 3! 5! +

1 7! (5! –

5!

3! 2(1-n) – 3!2 (5-n)) x

2

+…]}(D.14)

4.3. Fungsi fungsi gelombang dan tingkat tingkat energi

Persamaan fungsi gelombang Schrodinger dengan energy potensial V(x) = Ax4, Dituliskan sebagai berikut:

��ħ�Ψ’’(x) + Ax4 Ψ(x) = E Ψ(x), dimana m = massa partikel dan E = energy total.

Dengan mengggunakan kuantitas tidak berdimensi sebagai berikut:

x = αz dimana ∝6 = 2��

ħ2 (D.15)

λ = 2��ħ22 = E(

2� ħ2 )

2/3

(A)1/3 (D.16)

nilai λ diatas merupakan periode gerak untuk partikel klasik yang sesuai dengan V(x) = Ax4, diberikan melalui persamaan (D.4) dan persamaan (D.5).


(21)

τ = 1 2� 2�� � ( � � )

1/4г(1/4)

г(3/4) (D.17)

Dengan [Ψ(z) = Ψ(x/α) = ѱ(x)], maka persamaan (D.1) menjadi:

�2ѱ

��2 + (λ – x 4

) ѱ(x) = 0 (D.18)

Persamaan (D.18) ini merupakan persamaan (D.4) dengan λ = 2n+1. Maka untuk n = genap kita peroleh:

Ѱn(x) = K�−� 2/2

{Hn(x) + a0x4 [-

2! 4! +

1 6!(4! –

4!

2! 2(-n) – 2

2

(4-n))x2 + …]} (D.19)

Untuk n = ganjil kita peroleh:

Ѱn(x) = K�−� 2/2

{Hn(x) + a0x5 [-

3! 5! +

1 7!(5! –

5!

3! 2(1-n) – 3!2(5-n))x

2

+ …]} (D.20)

Persamaan (D.19) dan persamaan (D.20) merupakan fungsi fungsi gelombang Osilator Anharmonik mekanika kuantum untuk genap Ѱ 0, Ѱ2,… dan ganjil Ѱ 1, Ѱ3,…

Dengan menggunakan persamaan (D.16) dan persamaan (D.17) dan diketahui nilai г(1/4) = 4.(1

4)! = 4 dan г(3/4) = � √2

4 maka kita peroleh Energi:

En = (�

4)

3/4

. г(1/4)

√2�г(3/4)ħ�

En = (2n+1)3/4 .

4

�√2�ħ� (D.21) Untuk Energy tingkat dasar dengan n = 0 adalah:

E0 = 4

�√2� ħ� = 0,5079ħ�≅ 1

2ħ� (D.22) E1 = 2,28 E0, E2 = 3,343 E0, E3 = 4,3 E0


(22)

LAMPIRAN E

FUNGSI GAMMA (г)

DEFENISI:

1. Merupakan salah satu fungsi khusus yang biasanya disajikan dalam pembahasan kalkulus tingkat lanjut

2. Dalam aplikasinya fungsi Gamma ini digunakan untuk membantu menyelesaikan integral-integral khusus yangsulit dalam pemecahannya dan banyak digunakan dalammenyelesaikan permasalahan di bidang fisika maupunteknik.

3. Pada dasarnya dapat didefinisikan pada bidang real dankompleks dengan beberapa syarat tertentu.

Fungsi gamma dinyatakan oleh г (x)yang didefenisikan sebagai berikut ini:

Г(x) = ∫ �∞ �−1�−�

0 �� (E.1)

x dan r adalah bilangan real.

Rumus ini merupakan integral yang konvergen untuk x > 0. Rumus rekursif untuk fungsi gamma adalah:

г(x+1) = xг(x) (E.2) melalui persamaan (E.2) dapat ditentukan harga г(x) untuk semua x>0 bila nilai nilai untuk 1≤ � ≤2.

Jika x adalah bilangan bulat maka: г(x+1) = x!

jika di kombinasikan persamaan (E.1) dan persamaan (E.2) maka diperoleh bentuk:


(23)

Г(x) = г(x+1)

� (E.3)

Sifat dasar fungsi gamma real

a. Г(x) tidak terdefenisi untuk setiap x = 0 atau bilangan bulat negatif

Pembuktian:

Dari persamaan (E.1) dengan x = 0, diperoleh: Г(0) = ∫ �∞ −1−�

0 ��

Bukti tersebut merupakan integral divergen sehingga Г(0) tidak terdefinisi.

Untuk x = n bilangan bulat negatif dan dengan mensubstitusikan x kedalam persamaan (E.3), maka diperoleh:

Г(n) = Г(0)

�(+1)(�+2)…(−2)(−1) (E.4)

Karena Г(0) tidak terdefinisi, maka Г(n) tidak terdefenisi pula untuk n bilangan bulat negatif.


(24)

n! ~√2���.�−� (E.5) bentuk ini dinamakan aproksimasi faktorial Stirling.


(25)

LAMPIRAN F

PERIODE OSILATOR NONLINEAR

Sebuah partikel dengan massa m yang pada hakekatnya berosilasi secara nonlinear dibawah pengaruh fungsi energi potensial memberikan:

V(x) = Axn (F.1)

(Dimana A adalah konstanta positif dan n adalah sebuah bilangan bulat genap yang lebih besar atau sama dengan 4).

Sistem ini, tentu saja konservatif, sehingga diperoleh:

1 2�ẋ

2+ () = (F.2)

Dimana total Energi selalu konstan positif sehingga persamaan (K.2) dapat dituliskan sebagai berikut:

��= ±(� 2�)

1 2 . ��

�1−�(�)

(F.3)

Untuk memperoleh nilai periode osilasi maka persamaan (K.3) kita integrasikan sehingga diperoleh:

T = 4(� 2�)

1/2 ��

�1−���/� �

0 (F.4)

Dimana A adalah Amplitudo osilasi yang berhubungan dengan nilai Energi total

E= bAn lalu substitusikan nilai x = (� �)

1

� .���

2


(26)

Sehingga persamaan (F.4) menjadi:

T = 8

� . ( � 2�)

1 2 . ( �

�)

1

�∫�/2���2��−1���

0 (F.6)

Setelah mengintegrasikan persamaan (K.6), maka diperoleh T dalam bentuk yang lebih ssederhana sebagai berikut ini:

T = 4

(

�� 2

)

1/2

. (

�1−�/2

)

1/�

.

г(

1 �+1)

г( 1+2 1)(F.7)

Dimana pada persamaan (K.7) ini kita menggunakan bentuk identitas dari fungsi gamma (г) sebagai berikut ini:

Г(z+1) = z г(z) (F.8) Jika kita substitusi syarat syarat dari amplitude untuk total energi, maka diperoleh bentuk periode sebagai berikut ini:

�= 2√2� . г( 1 �+1)

г(1+2 1)

.

1−�/2

�(F.9)

Dengan n > 0

Persamaan (F.9) ini merupakan periode osilasi dari osilator yang terdapat dalam energy potensial pada persamaan (F.1).dalam persamaan ini, n tidak perlu harus merupakan bilangan bulat. Persamaan (F.9) menunjukkan bahwa periode dan frekuensi osilasi tidak bergantung pada amplitude dan energi total nya hanya jika n = 2 (merupakan osilator harmonik sederhana).

Dalam hal ini, dengan b = k/2 maka persamaan (F.9) mengurangi nilai periode osilasi sistem massa pegas, T = 2л �� . meskipun setiap osilator linear memiliki sebuah periode yang tidak bergantung amplitude, namun itu tidak benar. Karena hal itu akan mengakibatkan osilator nonlinear.


(27)

LAMPIRAN G

LISTING PROGRAM MATLAB FUNGSI GELOMBANG

OSILATOR ANHARMONIK

clear;

clc;

disp('Plot Grafik');

disp('---');

xMin=input('masukkan x minimum = '); xMax=input('masukkan x maksimum = '); x=xMin:0.1:xMax;

y1=zeros(1, length(x)); y2=zeros(1, length(x)); y3=zeros(1, length(x)); y4=zeros(1, length(x)); y5=zeros(1, length(x)); y6=zeros(1, length(x));

for i=1:length(y1)

y1(i)=2.7^-(x(i)^2/2)*(1+(x(i)^4)*(faktorial(2)/faktorial(4)+(1/faktorial(6))*(faktorial(4)(fakt orial(4)/faktorial(2))*2*0-2^2*(4-2))*x(i)^2));

end


(28)

y2(i)=2.7^-(x(i)^2/2)*(2*x(i)+(x(i)^5)*(faktorial(3)/faktorial(5)+(1/faktorial(1))*(faktorial(5) (faktorial(5)/faktorial(3))*2*(1-1)-faktorial(3)*2*(5-1))*x(i)^2));

end

for i=1:length(y3)

y3(i)=2.7^-(x(i)^2/2)*(((4*x(i)^2)2)+(x(i)^4)*(faktorial(2)/faktorial(4)+(1/faktorial(6))*(fakt orial(4)(faktorial(4)/faktorial(2))*2*(-2)-2^2*(4-2))*x(i)^2));

end

for i=1:length(y4)

y4(i)=2.7^-(x(i)^2/2)*((8*x(i)^3-12*x(i))+(x(i)^5)*(-

faktorial(3)/faktorial(5)+(1/faktorial(1))*(faktorial(5)-(faktorial(5)/faktorial(3))*2*(1-3) faktorial(3)*2*(5-3))*x(i)^2)); end

for i=1:length(y5)

y5(i)=2.7^-(x(i)^2/2)*((16*x(i)^4-48*x(i)^2+12)+(x(i)^4)*(-

faktorial(2)/faktorial(4)+(1/faktorial(6))*(faktorial(4)-(faktorial(4)/faktorial(2))*2*(-4)-2^2*(4-4))*x(i)^2)); end

for i=1:length(y6)

y6(i)=2.7^-(x(i)^2/2)*((32*x(i)^5-160*x(i)^3+120*x(i))+(x(i)^5)*(-

faktorial(3)/faktorial(5)+(1/faktorial(1))*(faktorial(5)-(faktorial(5)/faktorial(3))*2*(1-5)-faktorial(3)*2*(5-5))*x(i)^2)); end

subplot(3,2,1)


(29)

title('Grafik n=0')

subplot(3,2,2)

plot(x,y2)

title('Grafik n=1')

subplot(3,2,3)

plot(x,y3)

title('Grafik n=2')

subplot(3,2,4)

plot(x,y4)

title('Grafik n=3')

subplot(3,2,5)

plot(x,y5)

title('Grafik n=4')

subplot(3,2,6)

plot(x,y6)


(30)

LAMPIRAN H


(31)

LAMPIRAN I


(32)

LAMPIRAN J


(33)

Daftar Pustaka

Beiser, Arthur.1987. Konsep Fisika Modern.Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit Erlangga

Eisberg, R, dan Resnick, R, 1970, Quantum Physics, Jhon wiley & Sons,New York,California.

Fitri, Sari Rachma dkk.Makassar Fisika Dasar ii. 2012. Balikpapan: universitas Balikpapan press.

Giancoli, Douglas C. 2001. Fisika. Edisi Kelima Jilid 1. Erlangga. Jakarta. J. Arfken, Mathematical Methods for Physicists, Third Edition Academic Press,

Harcourt Brace Jovanovich, Publisher (1985) p. 564

Krane, Kenneth. 1992. Fisika Modern. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press)

Nicolaide, Andre. 2012. General Theory of the Electromagnetic Field. Transilvania University Press. Braşov, Romania.

P.M. Morse, H. Feshbach, Methods of Theoritical Physics, Mc Graw-Hill Book Company(1993)

P . Mohazzabi, Am.J.Phys. 72, 492(2004)

Ruwanto, Bambang. Fisika II. 2007. Yogyakarta: Yudhi Tira. Said. L, M. Fisika Dasar I. 2007. Makassar.UIN press.

Sugiyarni, Anik. 2010. Mekanika Kuantum. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Stolze,Joachim dan Dieter, 2007, Quantum Computing, University Of Dartmond,

Institute Of Physics,Weinheim,Germany

Suwana, Wayan. Osilator harmonic. Pendidikn Fisika universitas lampung S. James, Single Variable Calculus, Early Transcendental. Fourth Edition. New

York: Brooks/Cole Publishing Company, 1999 Tjia,M.O.1999. Mekanika Kuantum. Bandung: Penerbit ITB

Halaman: 80-84

Wiley and Sons Ltd Singh,Kamal,2006, Element Of Quantum Mechanics, S.Chand & Company LTD

Zettili, Nouredine.2009. Quantum Mechanics Concepts and Applications. John Ram Nagar, New Delhi


(34)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat Penelitian

Tempat dilakukannya penelitian dengan judul: “Kajian Teoritik Osilator Anharmonik dengan Potensial Kuartik” adalah:

1. Perpustakaan Umum USU

2. Perpustakaan LIDA FMIPA USU

3. Laboratorium Fisika Komputasi FMIPA USU

3.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada Januari 2016 – Juni 2016.

NO Nama

kegiatan

Januari 2016

Februari 2016

Maret 2016

April 2016

Mei 2016

Juni 2016 1 Studi

literatur 2 Seminar

proposal 3 Pengolahan

Data 4 Analisa

Data 5 Seminar

hasil

6 Meja Hijau/ SIDANG


(35)

3.3. Rancangan Penelitian

Adapun rancangan penelitian judul “Kajian Teoritik Tingkat Energi Osilator Anharmonik dengan Potensial Kuartik” adalah sebagai berikut:

1. Menyelesaikan persoalan Fisika dengan persamaan diferensial orde kedua yang mengarah kepada persamaan diferensial Osilator Anharmonik Mekanika kuantum.

2. Mengembangkan solusi analitis berdasarkan metode deret pangkat dan kemudian dilanjutkan dengan Polinomial Hermite.

3. Menggunakan koefisien dalam deret pangkat yang dihasilkan untuk memperkenalkan fungsi gelombang dan tingkat energi Osilator Anharmonik.


(36)

3.4.

Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1.Diagram Alir Kajian Teoritik Tingkat Energi Osilator Anharmonik dengan Potensial Kuartik.

MULAI

Persamaan Schrodinger

EΨ = -ħ

���′′ +��

Potensial, V= Ax4

Persamaan Anharmonik

Deret pangkat

Polinom Hermit Ganjil

Polinom Hermit Genap

Tingkat Energi


(37)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Persamaan Awal

Persamaan Schrodinger untuk osilator anharmonik adalah sebagai berikut:

��ħ�Ψ’’(x) + Ax4Ψ(x) = E Ψ(x) (4.1) Persamaan (4.1) ini dikalikan dengan [−2�

ħ2 ], sehingga diperoleh: −��ħ�Ψ’’(x) + Ax4Ψ(x) - E Ψ(x) = 0

Ψ’’(x)- 2�

ħ2 (��

4) Ψ(x) +2�

ħ2 (�) Ψ(x) = 0

Ψ’’(x)- 2�

ħ2 [��

4+ ] Ψ(x) = 0

Ψ’’(x)+ 2ħ2 [� − ��4] Ψ(x) = 0 (4.2) Persamaan (4.2) merupakan persamaan linear dua variabel yang dapat dituliskan bentuknya sebagai berikut ini:

�′′ 2��+ (2+2 4)= 0 (4.3)

Dimana persamaan (4.3) ini bukan merupakan adjoin dari persamaan (4.2) melainkan hanya untuk mempermudah memperkenalkan serangkaian fungsi � berikut ini:

�� = �−� 2/2


(38)

Persamaan (4.4) ini dikalikan dengan ��2/2 �, maka akan diperoleh: (� ) (��2/2 �) = �−�2/2 y(x) (��2/2 �)

y(x) = ��2/2 � (4.5)

Turunan pertama untuk persamaan (4.5) adalah sebagai berikut:

�′() = ���2/2

�� + ��2/2 ��′

�′() = �2/2

(�� + �′) (4.6)

Turunan kedua untuk persamaan (4.5) adalah sebagai berikut:

�′′() = �2/2

��� +��2/2 �� + ��2/2 ���′ + ���2/2 ��′ +��2/2 ��′′

= �2��2/2 � + 2���2/2 �′ + ��2/2 � + ��2/2 �′′

= �2��2/2 � + ��2/2 � + 2���2/2 �′ + ��2/2 �′′

= ��2/2� (�2+ 1) + 2���2/2 �′ + ��2/2 �′′

�′′() = �2/2

{ � (�2+ 1) + 2��′ + �′′} (4.7)

Lalu kita substitusi persamaan (4.5), persamaan (4.6), persamaan (4.7) kedalam persamaan persamaan (4.3) maka akan diperoleh:

�′′ 2��+ (2+2 4)= 0

��2/2

{ � (�2+ 1) + 2��′ + �′′} – 2x { ��2/2 (�� + �′)} + (2�+�2−

�4){�2/2

�} = 0

��2/2

{ (�2+ 1) � + 2��′ + �′′} – 2x2� − 2��′ + 2�� +�2�

�4

� } = 0 �2


(39)

��′′ + 2��� + �� − �4�� = 0

��′′ + (2�+ 1 − �4) �� = 0 (4.8)

Persamaan (4.8) ini merupakan persamaan diferensial untuk osilator anharmonik pada mekanika kuantum dengan energi potensial, V(x) = Ax4.

4.2 Solusi Analitik

Prosedur baku untuk memecahkan persamaan diferensial seperti persamaan (4.3) adalah dengan menganggap bahwa y(x) dapat diuraikan dengan deret pangkat x sebagai berikut:

y(x) = xk (�0 + �1� + �2x2 + �3x3 + …)

y(x) = ∑∞=0��+� , a0≠ 0 (4.9)

Turunan pertama dari y(x) adalah:

�′() =

� (�+�)��+�−1 ∞

�=0 (4.10)

Turunan kedua dari y(x) adalah:

�′′()

� (�+�)(�+� −1)��+�−2 ∞

�=0 (4.11)

Kemudian kita substitusikan kembali persamaan (4.9), persamaan (4.10), persamaan (4.11) ke dalam persamaan (4.3) sehingga akan diperoleh:

�′′ 2��+ (2+2 4)= 0

∑∞�=0�� (�+�)(�+� −1)��+�−2 - 2x {∑�∞=0�� (�+�)��+�−1} + (2�+�2− �4)∑∞=0��+� = 0

∑∞�=0�� (�+�)(�+� −1)��+�−2 – 2∑∞�=0�� (�+�)��+� +


(40)

Dari persamaan (4.12) ini, kita substitusi; m = j + 2 untuk penjumlahan pertama m = j untuk penjumlahan kedua m = j untuk penjumlahan ketiga m = j - 2 untuk penjumlahan keempat m = j – 4 untuk penjumlahan kelima Sehingga akan diperoleh:

∑∞�=0��+2 (�+�+ 2)(�+�+ 2−1)��+�+2−2 – 2∑∞�=0�� (�+�)��+� +

2n∑∞=0��+� + ∑�∞=0��−2��+�−2+2− ∑∞�=0��−4��+�−4+4 = 0

∑∞�=0��+2 (�+�+ 2)(�+� −1)��+� – 2∑∞�=0�� (�+�)��+� +

2n∑∞=0��+� + ∑∞=0��−2��+� − ∑∞=0��−4��+� = 0

∑∞�=0[�+2 (�+�+ 2)(�+�+ 1)– 2��(�+�)+ 2n�� + ��−2− �� −4]��+� = 0

∑∞�=0[�+2 (�+�+ 2)(�+�+ 1)–2��(�+�-n)+ �� −2− ��−4]��+� = 0 (4.13)

Supaya persamaan (4.13) ini berlaku untuk setiap x, maka kuantitas dalam tanda kurung harus nol untuk setiap harga n, sehingga kita dapatkan persyaratan sebagai berikut:

��+2 (�+�+ 2)(�+�+ 1) – 2��(�+� - n)+ ��−2− �� −4 = 0

��+2 (�+�+ 2)(�+�+ 1) = 2��(�+� - n)−�� −2+ �� −4

��+2 =

��−4−��−2+ 2�� (�+� −�)

(�+�+2)(�+�+1) (4.14)

Persamaan (4.14) adalah merupakan rumus rekursi untuk koefisien �.

Rumus rekursi ini memungkinkan kita untuk mencari koefisien �2, �3, �4, �5, …

Tetapi sebelumnya kita perhatikan persamaan (4.12), pangkat terendah dari x adalah xk-2 untuk m = 0 pada penjumlahan yang pertama.


(41)

Penjumlahan pertama dipilih karena hanya pada penjumlahan pertama yang dapat menghasilkan 2 nilai k yang berfungsi untuk memperoleh fungsi genap dan fungsi ganjil dalam rumus rekursi.

Kita substitusi nilai m = 0 pada penjumlahan pertama persamaan (4.12) maka diperoleh:

��(�+�)(�+�+ 1) = 0 �0(�)(� −1) = 0

Sehingga kita peroleh nilai : k = 0 untuk jgenap

k = 1 untuk jganjil.

• untuk k = 0 dan jgenap dimulai dari 0, 2, 4, … pada persamaan (4.14) kita peroleh:

Rumus dasar: �+2 = ��−4−��−2+ 2�� (�+� −�)

(�+�+2)(�+�+1)

j = 0

a2 =

�−4−�−2+ 2�0 (−�)

(2.1)

= 2�0 (−�)

2!

a2 = �0

2! 2(-n)

j = 2

a4 =

�−2−�0+ 2�2 (2−�)

(4.3)

;

kita substitusi nilai a2, sehingga di peroleh:

= −�0+2 �

�0

2! . 2(−�)�(2−�)

4! 1

2

x 2

2

a4 = �4!0 [-2! + 22 (-n)(2-n)]

j = 4

a6 =�

0−�2+ 2�4 (4−�)

(4.5)

;

kita substitusi nilai a2 dan nilai a3, diperoleh:

= �0−

�0

2! . 2(−�)+ 2

�0

4! [−2!+ 2

2(−�)(2−�)](4−�)

6! . 4!1

.

4! 4!

a6 =�0

6! [4! – 4!

2! 2(-n) – 2

2


(42)

Catatan:

Nilai a terendah yang diijinkan adalah a0 (nilai a negative dianggap tidak ada) karena dari persamaan awal: ∑∞=0(�+�)(�+� −1) …dst, nilai a terkecil adalah a0.

Kemudian nilai koefisien �2, �4, �6 ini kita substitusikan kedalam persamaan

(4.9) sehingga diperoleh: y(x) = ∑∞=0��+�

ygenap = (�0�� + �2��+2 + �4x�+4 + �6x�+6 + …)

untuk k = 0, diperoleh:

ygenap = (�0 + �2�2 + �4x4 + �6x6 + …)

ygenap = �0 + �2!0 2(-n) �2 + �4!0 [-2! + 22 (-n)(2-n)] x4 + �6!0 [4! – 4!

2! 2(-n) – 2

2

(4-n) + 23 (-n)(2-n)(4-n)] x6 + …)

ygenap = a0 [1+

1

2! (2(-n))x

2 + 1

4! (-2! + 2

2

(-n)(2-n))x4 + 1

6!(4! – 4!

2! 2(-n) – 2

2

(4-n) + 23(-n)(2-n)(4-n))x6 + …] (4.15)

Melalui persamaan (4.15) kita akan memperoleh beragam parameter yang disebut dengan Polinomial Hermite untuk n = genap sebagai berikut:

ygenap = a0 [1+

1

2! (2(-n))x

2 + 1

4!(2

2

(-n)(2-n))x4 + 1

6!(2

3

(-n)(2-n)(4-n))x6 + …] + a0 [−

2! 4! x

4 + 1

6! (4! – 4!

2! 2(-n) – 2

2

(4-n))x6 + …] (4.16)

Tanda kurung siku pertama pada persamaan (4.16) merupakan bentuk Polinomial Hermite untuk n = genap, maka diperoleh bentuk sederhana persamaan (4.16) adalah sebagai berikut:

ygenap= {Hn(x) + �0�4 [- 2! 4! +

1 6! (4! –

4!

2! 2(-n) – 2

2

(4-n)) x2 + …]}

Kemudian nilai y(x) untuk genap kita subtitusikan kedalam persamaan (4.4) sehingga diperoleh persamaan baru sebagai berikut:


(43)

��(x) = �−�2/2 {Hn(x) + �0�4 [- 2! 4! +

1 6! (4! –

4!

2! 2(-n) – 2

2

(4-n)) x2 + …]} (4.17)

• untuk k = 1 dan jganjil dimulai dari 1, 2, 3, … pada persamaan (4.14) kita peroleh:

j = 1

a3 = �0

3! 2(1-n)

j = 3

a5 = �0

5! [-3! + 2

2

(1-n)(3-n)]

Kemudian nilai koefisien �3, �5, ini kita substitusikan kedalam persamaan (4.9) sehingga diperoleh:

y(x) = ∑∞=0��+�

yganjil = (�1��+2 + �3��+4 +… )

untuk k = 1, diperoleh: ygenap = (�1�3 + �3�5 + … )

Dengan melakukan cara yang sama seperti mencari ygenap kita juga dapat menentukan Polinomial Hermite untuk n = ganjil dan k = 1 sebagai berikut:

yganjil = a0 [x +

1

3!(2(1-n))x

3 + 1

5!( 2

2

(1-n)(3-n))x5 + 1

7!(2

3

(1-n)(3-n)(5-n))x7 + …] + a0 [-

3! 5!x

5

+ 1

7!(5! – 5!

3! 2(1-n) – 3!2(5-n))x

7

+ …] (4.18)

Tanda kurung siku pertama pada persamaan (4.18) merupakan bentuk Polinomial Hermite untuk n = ganjil, maka diperoleh bentuk sederhana persamaan (4.18) adalah sebagai berikut:

yganjil= {Hn(x) + a0 [-

3! 5!x

5 + 1

7!(5! – 5!

3! 2(1-n) – 3!2(5-n))x

7 + …]

Kemudian nilai y(x) untuk ganjil kita subtitusikan kedalam persamaan (4.4) sehingga diperoleh persamaan baru sebagai berikut:

��(x) = �−�2/2 {Hn(x) + �0�5 [- 3! 5! +

1 7! (5! –

5!

3! 2(1-n) – 3!2 (5-n)) x

2


(44)

4.3. Fungsi fungsi gelombang Osilator Anharmonik

Persamaan fungsi gelombang Schrodinger untuk Osilator Anharmonik dengan energi potensial V(x) = Ax4, dituliskan sebagai berikut:

��ħ�Ψ’’(z) + Az4Ψ(z) = E Ψ(z) (4.20) Dimana m adalah massa partikel dan E adalah energi total.

Dengan Ψ(z) = Ψ(x/α) = ѱ(x), maka bentuk persamaan (4.20) ini menjadi:

��ħ� �2ѱ(x)

��2 + Az

4ѱ(x) = E ѱ(x)

��ħ� �2��ѱ(x)2 + Az

4ѱ(x)

- E ѱ(x) = 0

Untuk mempermudah solusi, kita sederhanakan persamaan (4.20) dengan memperkenalkan kuantitas yang disingkat sebagai berikut ini:

x = αz dimana ∝6 = 2��

ħ2 (4.21)

λ = 2��

ħ22 = E(

2�

ħ2 )

2/3

(A)-1/3 (4.22)

Persamaan (4.20) kita kalikan dengan (−2�

ħ ) sehingga diperoleh: �2ѱ(x)

��2 + ��

ħ� (E - Az

4

) ѱ(x) = 0

�2ѱ(x) ��2 +

��

ħ� (E - A �4

∝4) ѱ(x) = 0 �2ѱ(x)

��2 + ( ���

ħ� - ���

ħ� �4

∝4 ) ѱ(x) = 0 �2ѱ(x)

��2 + ( ���

ħ� - ∝6 �4

∝4 ) ѱ(x) = 0 �2ѱ(x)

��2 + ( ���


(45)

Berdasarkan nilai λ pada persamaan (4.22) dan mengalikan [∝2

∝2] kedalam persamaan (4.23), maka diperoleh:

�2ѱ(x) ��2 + (

��� ħ�2 .

2 - 2 4 ) ѱ(x) = 0

�2ѱ(x)

��2 + ( λ∝

2 - 2 4 ) ѱ(x) = 0

�2ѱ(x) ��2 + ∝

2 ( λ -4 ) ѱ(x) = 0 (4.24)

Untuk α = 1, maka persamaan (4.24) menjadi:

�2ѱ(x)

��2 + ( λ -�

4 ) ѱ(x) = 0 (4.25)

Persamaan (4.25) ini memiliki bentuk yang sama dengan Persamaan (4.8) yang merupakan persamaan diferensial untuk osilator anharmonik pada mekanika kuantum dengan energi potensial, V(x) = Ax4.

Persamaan (4.25) merupakan kelipatan dari persamaan (4.8), sehingga diperoleh hubungan:

Ѱn(x) = K ��(x) (4.26) Jika kita substitusi nilai �(x) pada persamaan (4.17) ke dalam persamaan (4.26), maka kita peroleh fungsi gelombang Osilator Anharmonik untuk n = genap sebagai berikut:

Ѱn(x) = K�−�

2/2

{Hn(x) + a0x4 [-

2! 4! +

1 6!(4! –

4!

2! 2(-n) – 2

2

(4-n))x2 + …]} (4.27)

Dengan menggumakan Matlab, grafik persamaan fungsi gelombang persamaan (4.27) dapat di plot sebagai berikut ini:


(46)

Kemudian kita substitusi nilai �(x) pada persamaan (4.19) ke dalam persamaan (4.26), maka kita peroleh fungsi gelombang Osilator Anharmonik untuk n = ganjil sebagai berikut:

Ѱn(x) = K�−�

2/2

{Hn(x) + a0x5 [-

3! 5! +

1 7!(5! –

5!

3! 2(1-n) – 3!2(5-n))x

2

+ …]} (4.28)

Dengan menggumakan Matlab, grafik persamaan fungsi gelombang persamaan (4.28) dapat di plot sebagai berikut ini:


(47)

4.4. Tingkat tingkat energi Osilator Anharmonik

Berdasarkan periode gerak partikel klasik [lihat persamaan (F.7) pada lampiran F] yang sesuai dengan energi potansial V(x) = Axn = Ax4 dalam Osilator Nonlinear dapat dituliskan sebagai berikut ini:

T = 4

(

��

2

)

1/2

. (

�1−�/2

)

1/�

.

г(

1

�+1) г(1

�+

1 2)

(4.29)


(48)

T = 4

(

��

2

)

1/2

. (

�1−4/2

)

1/4

.

г(14+1)

г(14+12)

T = (16�� 2 )

1/2

.

(�)−1/4

(�)1/4

.

1 4г(

1 4)

г(3

4)

T = (8��)1/2

.

(�)−

1/4

(�)1/4

.

1 4

.

г(14)

г(34)

T = (8�� )1/2

.

(�)

1/4

(�)1/4

.

1 4

.

г(1

4)

г(3

4)

T = (4.2��

� )1/2

.

(�)1/4 (�)1/4

.

1 4

.

г(1

4)

г(34)

T = 2(2��

� )1/2

.

(�)1/4 (�)1/4

.

1 4

.

г(14)

г(3

4)

T =1

2

(

2��

)

1/2

. (

)

1/4

.

г(

1 4)

г(3

4)

T =1

2

2��

. (

� �

)

1/4

.

г(

1 4)

г(3

4)

(4.30)

Melalui persamaan (4.30) ini, kita dapat menentukan A sebagai berikut ini: T =1

2

2��

.

�1/4

�1/4

.

г(1

4)

г(34)

1/4

=

1 2

.

√2��

�1/2

.

�1/4

.

г(1

4)

г(3

4)

1/4

=

1 2

.

√2��

�1/2

.

�1/4

.

г(1

4)

г(3

4)

1/4

=

1 2

.

√2��

�1/4

.

1

.

г(14)


(49)

Kemudian kita cari nilai A dengan menggunakan persamaan (4.22) sebagai berikut:

λ = E (2�

ħ2 )

2/3 (A)-1/3 (A)1/3 = �

� . (

2�

ħ2)

2/3

Ruas kiri dan ruas kanan dikali dengan pangkat 3, maka diperoleh:

A =�

3

�3

. (

2�

ħ2

)

2

(4.32)

Nilai A pada persamaan (4.32) ini kita substitusikan kedalam persamaan (4.31), sehingga diperoleh:

1/4

=

1 2

.

√2��

�1/4

.

1

.

г(14)

г(34)

[

3

�3

. (

2�

ħ2

)

2

]

1/4

=

1

2

.

√2��

�1/4

.

1

.

г(1

4)

г(3

4)

�3/4

�3/4

. (

2�

ħ2

)

1/2

=

1

2

.

√2��

�1/4

.

1

.

г(1

4)

г(34)

,

dimana: �=

2�

→ �

=

2�

3/4

=

1

2

.

3/4

. (

ħ2 2�

)

1/2

.

√2�� �1/4

.

1

2�

.

г(

1 4)

г(34)

3/4

.

1/4

=

1 2

.

3/4

. (

ħ2 2�

)

1/2

.

2

��

.

2�

.

г(1

4)

г(3

4)

=

3/4

4

.

ħ

. �

2

��

2

.

√�

2

.

г

(

1

4

)

г

(

3

4

)

=

3/4

43/4. 41/4

.

ħ

.

� √�

.

г(14)

г(34)

= (

4

)

3/4

.

ħ

.

√2�

.

г(1

4)

г(3

4)

= (

4

)

3 4

.

г�

1 4�


(50)

Kemudian dengan mengetahui bahwa nilai г(1/4) = 4 dan г(3/4) = �√2

4 , maka kita

peroleh energi E menjadi:

�� =

(

4

)

3/4

.

г(1

4)

√2� . г(3

4)

. ħ�

=�

3/4

43/4

.

4

√2� .�√2

4

. ħ�

=

3/4

.

4

1/4

√2� .�√2

4

.

ħ

=

3/4

.

4

1/4

√2�

.

4

�√2

.

ħ�

=

3/4

.

4.4

1/4

�√2�√2

.

ħ�

=

3/4

.

4 . 4

1/4

�√2� . 41/4

.

ħ�

�� =

3/4

.

4

�√2�

.

ħ� (4.34)

Dengan mensubstitusikan nilai λ = 2n+1 [lihat persamaan (4.8)

persamaan diferensial untuk osilator anharmonik pada mekanika kuantum dengan energi potensial, V(x) = Ax4]kedalam Persamaan (4.31) ini, maka diperoleh tingkat tingkat Energi untuk Osilator Anharmonik sebagai berikut:

�� = (2�+ 1)3/4

.

�√42

.

ħ� (4.35)

Untuk Energi tingkat dasar dengan:

n = 0, diperoleh:

E0 = (2.0 + 1)3/4 . 4

�√2�ħ� = 0,5079ħ�≅ 1


(51)

Untuk n = 1, diperoleh: E1 = (2.1 + 1)3/4 . 0,5ħ� = 2,28 . 0,5ħ�

E1 = 1,14ħ� (4.37)

Untuk n = 2, diperoleh: E2 = (2.2 + 2)3/4 . 0,5ħ� = 3,34 . 0,5ħ�

E2 = 1,67ħ� (4.38)

Untuk n = 3, diperoleh: E3 = (2.3 + 2)3/4 . 0,5ħ� = 4,3 . 0,5ħ�

E3 = 2,35ħ� (4.39)


(52)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.

Kesimpulan

1. Tingkat Energi dasar untuk Osilator Anharmonik dan Osilator Harmonik adalah sama

2. Tingkat Energi Osilator Anharmonik lebih kecil daripada Tingkat Energi Osilator Harmonik

3. Perbedaan Tingkat Energi untuk Osilator Anharmonik dan Osilator Harmonik adalah sebagai berikut:

Energy Osilator Harmonik Osilator Anharmonik ∆E

E0 0,5 ħ� 0,5 ħ� 0

E1 1,5 ħ� 1,14 ħ� 0,36 ħ�

E2 2,5 ħ� 1,67 ħ� 0,83 ħ�

E3 3,5 ħ� 2,35 ħ� 1,15 ħ�

4. Perbedaan tingkat energi (∆E) antara Osilator Harmonik dengan Osilator Anharmonik diakibatkan oleh adanya gangguan pada sistem Osilator Anharmonik.

5.2.

Saran

1. Sebaiknya peneliti selanjutnya mengkaji secara teoritik Tingkat energi Osilator Anharmonik dengan menggunakan Potensial Morse

2. Sebaiknya peneliti selanjutnya mengkaji secara teoritik tingkat energi Osilator Harmonik Teredam dan menganalisis perbedaannya dengan Tingkat energi Osilator Anharmonik.


(53)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mekanika Kuantum

2.1.1. Sejarah Awal Mekanika Kuantum

Dasar dimulainya periode mekanika kuantum adalah ketika mekanika klasik tidak bisa menjelaskan gejala-gejala fisika yang bersifat mikroskofis dan bergerak dengan kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya. Oleh karena itu, gejala fisika tersebut ternyata hanya ada satu kumpulan, dan mekanika kuantum mengungkapkan usaha kita yang terbaik sampai saat ini untuk merumuskannya. Perkembangan teori atom menunjukkan adanya perubahan konsep susunan atom dan reaksi kimia antaratom.Kelemahan model atom yang dikemukakan Rutherford disempurnakan olehNiels Henrik David Bohr.Bohr mengemukakan gagasannya tentang penggunaan tingkat energi elektron pada struktur atom.Model ini kemudian dikenal dengan model atom Rutherford-Bohr.Tingkat energi elektron digunakan untuk menerangkan terjadinya spektrum atom yang dihasilkan oleh atom yang mengeluarkan energi berupa radiasi cahaya.

Setiap memasuki pemahaman dunia atom, ilmuan mengalami kesulitan yang luar biasa.Teori-teori mapan tidak berdaya, bahasa yang digunakan mengalami kebuntuan, bahkan imajinasi terhadap dunia atom dipengaruhi pandangan emosional. Pengalaman ini dilukiskan Heisenberg: “Saya ingat pembicaraan saya dengan Bohr yang berlangsung selama berjam-jam hingga larut malam dan mengakhirinya dengan putus asa; dan ketika perbincangan itu berakhir saya berjalan-jalan sendirian di taman terdekat dan mengulangi pertanyaan pada diri saya sendiri berkali-kali: Mungkinkah alam itu absurd sebagaimana yang tampak pada kita dalam eksperimen-eksperimen atom ini?” (Fritjof Capra, 2000)

Situasi psikologis Heisenberg, pada akhirnya merupakan salah satu kata kunci dalam perkembangan revolusioner dunia atom.Benda/materi yang diamati tidak terlepas dari pengalaman pengamat.benda/materi bukan lagi sebagai objek penderita yang dapat diotak-atik sesuai keinginan pengamat. Lebih jauhnya,


(54)

benda/materi sendiri yang berbicara dan mempunyai keinginan sesuai fungsi dan kedudukannya dalam suatu benda/materi.Sub-atom bukan ‘benda’ tetapi, merupakan kesalinghubungan dalam membentuk jaringan dinamis yang terpola. Sub-subatom merupakan jaring-jaring pembentuk dasar materi yang merubah pandangan manusia selama ini yang memandang sub atom sebagai blok-blok bangunan dasar pembentuk materi.

Meminjam istilah Kuhn, mekanika kuantum merupakan paradigma sains revolusioner pada awal abad 20.Lahirnya mekanika kuantum, tidak terlepas dari perkembangan-perkembangan teori, terutama teori atom.Mekanika kuantum, bukan untuk menghapus teori dan hukum sebelumnya, melainkan Mekanika kuantum tidak lebih untuk merevisi dan menambal pandangan manusia terhadap dunia, terutama dunia mikrokosmik.Bisa jadi, sebenarnya hukum-hukum yang berlaku bagi dunia telah tersedia dan berlaku bagi setiap fenomena alam, tetapi pengalaman manusialah yang terbatas.Oleh sebab itu, sampai disini kita harus sadar dan meyakini bahwa sifat sains itu sangat tentatif.

Mengapa teori kuantum merupakan babak baru cara memandang alam? Vladimir Horowitz pernah mengatakan bahwa “mozart terlalu mudah untuk

pemula, tetapi terlalu sulit untuk para ahli”. Hal yang sama juga berlaku untuk

teori kuantum. Secara sederhana teori kuantum menyatakan bahwa “partikel pada

tingkat sub atomik tidak tunduk pada hukum fisika klasik”.“Entitas seperti elektron dapat berwujud [exist] sebagai dua benda berbeda secara simultan materi atau energi, tergantung pada cara pengukurannya”. (Paul Strathern, 2002)

Kerangka mendasar melakukan penalaran dalam sains adalah berpikir dengan metoda induksi.Apabila melakukan penalaran dengan metoda ini, maka pengamatan terhadap wajah alam fisik dilakukan melalui premis-premis yang khusus tentang materi-materi kecil atau mikro bahan alam fisik yang kasat mata.Hukum-hukum sains klasik yang telah terpancang lama, ternyata terlihat kelemahannya ketika berhadapan dengan fenomena mikrokosmik.

Gary Zukaf (2003) memberikan pengertian secara etimologis dari mekanika kuantum.‘Kuantum’ merupakan ukuran kuantitas sesuatu, besarnya tertentu.‘Mekanika’ adalah kajian atau ilmu tentang gerak.Jadi, mekanika kuantum adalah kajian atau ilmu tentang gerak kuantum.Teori kuantum


(55)

mengatakan bahwa alam semesta terdiri atas bagian-bagian yang sangat kecil yang disebut kuanta [quanta, bentuk jamak dari quantum], dan mekanika kuantum adalah kajian atau ilmu yang mempelajari fenomena ini.

2.1.2. Perkembangan Mekanika Kuantum

Pada tahun 1905, Albert Einstein berhasil menjelaskan efek foto listrik dengan didasari oleh pendapat Planck lima tahun sebelumnya dengan mempostulatkan bahwa cahaya atau lebih khususnya radiasi elektromagenetik dapat dibagi dalam paket-paket tertentu yang disebut kuanta dan berada dalam ruang. Energi berhasil menjelaskan bahwa untuk membuat elektron terpancar dari permukaan logam diperlukan cahaya yang menumbuk.Cahaya tersebut harus memiliki frekuensi melebih frekuensi ambang dari logam tersebut.Efek foto listrik ini tidak bergantung pada intensitas cahaya yang ditembakkan seperti pandangan mekanika klasik tetapi hanya bergantung pada frekuensinya saja.Walaupun cahaya lemah ditembakkan tetapi memiliki frekuensi yang melebihi frekuensi ambang ternyata ada elektron yang dipancarkan.

Pernyataan Einstein bahwa cahaya teradiasikan dalam bentuk paket-paket energi yang kemudian disebut kuanta dinyatakan dalam jurnal kuantum yang berjudul "On a heuristic viewpoint concerning the emission and transformation of

light" pada bulan Maret 1905.Pernyataan tersebut disebut-sebut sebagai

pernyataan yang paling revolusioner yang ditulis oleh fisikawan pada abad ke-20. Paket-paket energi yang pada masa itu disebut dengan kuanta kemudian disebut oleh foton, sebuah istilah yang dikemukakan oleh Gilbert & Lewis pada tahun 1926.Ide bahwa tiap foton harus terdiri dari energi dalam bentuk kuanta merupakan sebuah kemajuan.Hal tersebut dengan efektif merubah paradigma ilmuwan fisika pada saat itu yang sebelumnya menjelaskan teori gelombang.Ide tersebut telah mampu menjelaskan banyak gejala fisika pada waktu itu.

2.1.3. Eksperimen-Eksperimen Yang Mendasari Perkembangan Mekanika Kuantum

Berikut ini adalah eksperimen–eksperimen yang mendasari perkembangan mekanika kuantum:


(56)

1. Thomas Young dengan eksperimen celah ganda mendemonstrasikan sifat gelombang cahaya pada tahun 1805,

2. Henri Becquerel menemukan radioaktivitas pada tahun 1896,

3. J.J. Thompson dengan eksperimen sinar katoda menemuka elektron pada tahun 1897,

4. Studi radiasi benda hitam antara 1850 sampai 1900 yang dijelaskan tanpa menggunakan konsep mekanika kuantum,

5. Einstein menjelaskan efek foto listrik pada tahun 1905 dengan menggunakan konsep foton dan partikel cahaya dengan energi terkuantisasi,

6. Robert Milikan menunjukan bahwa arus listrik bersifat seperti kuanta dengan menggunakan eksperimen tetes minyak pada tahun 1909,

7. Ernest Rutherford mengungkapkan model atom pudding yaitu massa dan muatan postif dari atom terdistribusi merata dengan percobaan lempengan emas pada tahun 1911,

8. Otti Stern dan Walther Gerlach mendemonstrasikan sifat terkuantisasinya spin partikel yang dikenal dengan eksperimen Stern-Gerlach pada tahun 1920,

9. Clinton Davisson dan Lester Germer mendemondtrasikan sifat gelombang dari electron melalui percobaan difraksi electron pada tahun 1927,

10.Clyde L. Cowan dan Frederick Reines menjelaskan keberadaan neutrino pada tahun 1955

2.1.4. Bukti dari Mekanika Kuantum

Mekanika kuantum sangat berguna untuk menjelaskan perila hukum-hukum di mana elektron (yang bermuatan listrik negatif) beredar seputar elektron berpindah dari tingkat energi yang lebih tinggi (misalnya dari n=2 atau kulit atom ke-2 ) ke tingkat energi yang lebih rendah (misalnya n=1 atau kulit


(57)

atom tingkat ke-1), energi berupa sebuah partikel cahaya yang disebut dilepaskan. Energi yang dilepaskan dapat dirumuskan sbb:

E= hf (2.1)

keterangan:E adalah energi fadalah frekuensi dari cahaya

Dalam dari atom yang di gelombang tertentu garis-garis spektrum dapat dilihat. Ini adalah salah satu bukti dari teori mekanika kuantum.

2.2. Persamaan Schrodinger

2.2.1. Perumusan Persamaan Schrodinger

Bila keadaan awal sebuah partikel dalam suatu lingkungan klasik (tidak relativistik dan tidak kuantum) diketahui, maka dengan menggunakan hukum Newton, perilaku selanjutnya dapat diramalkan dengan kepastian mutlak berdasarkan hukum Newton, lalu pemecahannya diselesaikan secara matematik. Dalam kasus fisika kuantum Takrelativistik, persamaan utama yang harus di pecahkan adalah suatu persamaan diferensial orde dua, yang dikenal sebagai Persamaan Schrodinger. Seperti halnya dengan hukum Newton, kita juga mencari pemecahannya bagi suatu gaya tertentu. Berbeda dari hukum Newton, pemecahan persamaan Schrodinger, yang disebut fungsi gelombang, memberikan informasi tentang perilaku gelombang dari partikel.

Jadi dapat kita ikhtisarkan, bahwa dalam kasus mekanika klasik, persoalan yang kita hadapi dicirikan oleh hadirnya gaya tertentu F. dengan menuliskan hukum Newton bagi gaya tersebut, kita pecahkan permasalahan matematikanya untuk memperoleh kedudukan dan kecepatan partikelnya. Dalam kasus elektromagnet, kita berhadapan dengan persoalan yang dicirikan oleh sekumpulan muatan dan arus; disini kita menuliskan persamaan Maxwell dan memecahkan persoalan matematiknya untuk memperoleh medan elektrik dan medan magnet. Dalam kasus fisika kuantum, persoalannya dicirikan oleh fungsi potensial tertentu; kita tinggal menuliskan persamaan Schrodinger bagi potensial tersebut dan mencari pemecahannya.Tentu saja, dalam masing masing kasus ini, pemecahannya hanya berlaku bagi suatu keadaan (situasi) tertentu saja; untuk


(58)

situasi yang lain, perlu dicari lagi pemecahan baru bagi persamaan yang berkaitan dengan situasi tersebut.

2.2.2. Pembenaran Persamaan Schrodinger

Baik hukum Newton, persamaan Maxwell maupun persamaan Schrodinger tidak dapat diturunkan dari seperangkat azas dasar, namum pemecahan yang diperoleh darinya ternyata sesuai dengan pengamatan percobaan.Persamaan Schrodinger hanya dapat dipecahkan secara eksak untuk beberapa potensial sederhana tertentu; yang paling sederhana adalah potensial konstan dan potensial Osilator Harmonik.

Kedua kasus sederhana ini memang tidak Fisis, dalam artian bahwa pemecahannya tidak dapat di periksa kebenarannya dengan percobaan atau tidak ada contoh di alam yang berkaitan dengan gerak sebuah partikel yang terkungkung dalam sebuah kotak satu dimensi, ataupun sebuah Osilator Harmonik Mekanika kuantum Ideal, meskipun kasus seperti ini seringkali merupakan hampiran yang cukup baik bagi situasi fisis yang sebenarnya. Namun demikian, berbagai kasus sederhana ini cukup bermanfaat dalam memberikan gambaran tentang tekhnik umum pemecahan persamaan Schrodinger.

Persamaan Schrödinger merupakan fungsi gelombang yang digunakan untuk memberikan informasi tentang perilaku gelombang dari partikel. Suatu persamaan differensial akan menghasilkan pemecahan yang sesuai dengan fisika kuantum, walaupun dihalangi oleh tidak adanya hasil percobaan yang dapat digunakan sebagai bahan perbandingan. Untuk menghasilkan persamaan Schrödinger, maka harus memenuhi 3 kriteria, sebagai berikut :

a. Taat asas dengan kekekalan energi

Hukum kekekalan energi adalah jumlah energi kinetik ditambah energi potensial bersifat kekal, artinya tidak bergantung pada waktu maupun posisi.Persamaan Schrödinger harus konsisten dengan hukum kekekalan energi. Secara matematis, hukum kekekalan energi dapat diungkapkan dengan rumusan:

K + V = Etot (2.2) Suku pertama ruas kiri menyatakan energi kinetik, suku kedua menyatakan energi potensial, dan ruas kanan menyatakan suatu tetapan yang biasanya disebut sebagai energi total.Dimana energi kinetik digunakan bukanlah dalam bentuk:

K= 1 2 mv

2


(59)

b. Linear dan bernilai tunggal

Persamaannya haruslah “Berperilaku Baik” dalam pengertian matematikanya. Pemecahannya harus memberi informasi tentang probabilitas untuk menemukan partikelnya, walaupun ditemukan probabilitas berubah secara kontinu dan partikelnya menghilang secara tiba-tiba dari satu titik dan muncul kembali pada titik lainnya, namun fungsinya haruslah bernilai tunggal, artinya tidak boleh ada dua probabilitas untuk menemukan partikel di satu titik yang sama. Ia harus linear agar gelombangnya memiliki sifat superposisi yang diharapkan sebagai milik gelombang yang berperilaku baik.

c. Pemecahan partikel bebas sesuai dengan gelombang de Broglie tunggal. Tahun 1924 de Broglie menyatakan bahwa materi mempunyai sifat gelombang disamping sifat partikel.Bentuk persamaan diferensial apapun, haruslah taat azas terhadap hipotesis de Broglie. Untuk menyelesaikan persamaan matematik bagi sebuah partikel dengan momentum (p), maka pemecahannya harus berbentuk fungsi gelombang dengan panjang gelombang λ yang sama dengan h / p. Sesuai dengan persamaan:

λ = h / p (2.4) Maka energi kinetik dari gelombang de Broglie partikel bebas haruslah:

K = p2 / 2m = ħ2 k2 / 2m (2.5)

Bentuk persamaan harus taat azas dengan kekekalan energi seperti yang dijelaskan diatas ( V + K = E ), Kmuncul dalam pangkat satu danK = p2 / 2m = ħ2

k2 / 2m, sehinggga satu-satunya cara untuk memperoleh suku yang mengandung k2adalah dengan mengambil turunan kedua dari ψ (x) = A sin kxterhadap x (Kenneth,1992).

2.2.3. Probabilitas

Fungsi gelombang ψ(x)menyatakan suatu gelombang yang memiliki panjang gelombang dan bergerak dengan kecepatan fase yang jelas.Masalah yang muncul ketika hendak menafsirkan amplitudonya adalah apakah yang dinyatakan oleh amplitudo ψ(x) dan variabel fisika apakah yang bergetar?Ini merupakan suatu jenis gelombang yang berbeda, yang nilai mutlaknya memberikan probabilitas untuk menemukan partikelnya pada suatu titik tertentu. Dimana |ψ(x)|2


(60)

dxmemberikan probabilitas untuk menemukan partikel dalam selang dxdi x. Rapat probabilitas P(x)terhadap ψ(x)menurut persamaan Schrödinger sebagai berikut: P(x)dx=|ψ(x)|2 dx (2.6)

2.2.4. Penerapan Persamaan Schrödinger

Persamaan Schrödinger dapat diterapkan dalam berbagai persoalan fisika.Dimana pemecahan persamaan Schrödinger yang disebut fungsi gelombang, memberikan informasi tentang perilaku gelombang dari partikel.

2.2.4.a. Pada partikel Bebas

Yang dimaksud dengan “Partikel Bebas” adalah sebuah partikel yang bergerak tanpa dipengaruhi gaya apapun dalam suatu bagian ruang, yaitu, F = - dV(x) / dx

= 0 sehingga menempuh lintasan lurus dengan kelajuan konstan. Dalam hal ini,

bebas memilih tetapan potensial sama dengan nol.

Partikel bebas dalam mekanika klasik bergerak dengan momentum konstan P, yang mengakibatkan energi totalnya jadi konstan.Tetapi partikel bebas dalam mekanika kuantum dapat dipecahkan dengan persamaan Schrödinger tidak bergantung waktu.

2.2.4.b.Pada partikel dalam kotak

Untuk meninjau sebuah partikel yang bergerak bebas dalam sebuah kotak dalam dimensi yang panjangnya L, dimana partikelnya benar-benar terperangkap dalam kotak. Potensial ini dapat dinyatakan:

V(x) = 0,0 ≤ x ≤ L dan V(x) = ∞, x< 0, x > L

Gambar.2.1.Sumur Potensial yang bersesuaian dengan sebuak kotak yang dindingnya keras tak berhingga.


(61)

Kita dapat memberi spesifikasi pada gerak partikel dengan mengatakan bahwa gerak itu terbatas pada gerak sepanjang sumbu-x antara x = 0dan x = Ldisebabkan oleh dinding keras tak berhingga. Misalnya, sebuah manik-manik yang meluncur tanpa gesekan sepanjang kawat yang ditegangkan antara dua dinding tegar dan bertumbukan secara eksak dengan kedua dinding. Sebuah partikel tidak akan kehilangan Energinya jika bertumbukan dengan dinding, energi totalnya tetap konstan.

Dari perbandingan Mekanika Kuantum,energi potensial V dari partikel itu menjadi tak hingga di kedua sisi kotak, sedangkan V konstan di dalam kotak, dapat dikatakan V = 0 seperti yang terlihat pada gambar (2.1) di atas. Karena partikel tidak bisa memiliki Energi tak hingga, maka partikel tidak mungkin ditemukan di luar kotak, sehingga fungsi gelombang ψ = 0untuk 0 ≤ x ≤ L.

2.3. Osilator Harmonik

2.3.1. Gerak Harmonik Sederhana

Gerak harmonik terjadi jika suatu sistem jenis tertentu bergetar disekitar konfigurasi setimbangnya. Sistemnya biasanya terdiri dari benda yang digantung pada pegas atau terapung pada zat cair , molekul dwiatom, sebuah atom dalam kisi kristal dan terdapat banyak sekali contoh dalam dunia mikroskopik dan juga makroskopik. Persyaratan supaya gerak harmonik terjadi adalah terdapatnya gaya pemulih yang bereaksi untuk mengembalikan ke konfigurasi setimbangnya jika sistem itu digangagu; kelembaman massa yang bersangkutan menyebabkan benda melampaui kedudukan setimbangnya, sehingga system itu berosilasi terus menerus jika tidak terdapat proses disipatif.

Dalam kasus khusus gerak harmonik sederhana, gaya pemulih F pada partikel bermassa m adalah linear; ini berarti F berbanding lurus pada pergeseran partikel x dari kedudukan setimbangnya dan arahnya berlawanan.

Gerakannya diatur oleh hukum Hooke:

F = -kx = m.d2x/dt2 (2.7) Dengan mengabaikan gaya friksi, maka persamaan (2.7) memiliki solusi umum: X(t) = A Sin (��) + B Cos (��) (2.8) Dimana: � ≡ �


(62)

Gambar 2.2 merupakan gaya pemulih yang bekerja pada suatu benda yang dihubungkan dengan pegas sebanding dengan simpangannya dari kedudukan setimbang, x=0. (a) ketika x=0, pegas bebas (gaya pemulihannya=0), (b) ketika x positif, pegas ditarik (gaya pemulihan keatas) (c) ketika x negatif, pegas tertekan (gaya pemulihan kebawah)

2.3.2. Fungsi Energi Potensial untuk Hukum Hooke

Pentingnya osilator harmonik sederhana dalam fisika klasik dan modern tidak terletak pada persyaratan ketat bahwa gaya pemulih yang sebenarnya memenuhi hukum Hooke yang jarang dijumpai, tetapi pada kenyataannya bahwa gaya pemulihnya tereduksi agar memenuhi hukum Hooke untuk pergeseran yang kecil. Sebagai hasilnya, setiap sistem yang melakukan getaran kecil terhadap kedudukan setimbangnya berperilaku seperti osilator harmonik sederhana.

Fungsi energi Potensial V(x) yang bersesuaian dengan hukum gaya Hooke dapat diperoleh dengan menghitung kerja yang diperlukan untuk membawa partikel dari x = 0 ke x = x terhadap gaya semacam itu. Hasilnya adalah:

V(x) = 1 2 kx

2

(2.9) Dan hasil ini di plot dalam gambar 2.3 kurva V(x) versus x merupakan parabola. Jika energi osilator adalah E, partikelnya bergerak bolak balik antara x = -A dan x = +A, dengan E dan A berhubungan menurut persamaan E = 1

2 kA

2 .


(1)

KAJIAN TEORITIK TINGKAT ENERGI OSILATOR

ANHARMONIK DENGAN POTENSIAL KUARTIK

ABSTRAK

Persamaan fungsi gelombang Schrodinger Osilator Anharmonik pada Mekanika Kuantum dengan Energi Potensial V(x) = Ax4 telah dipecahkan secara analitis melalui penyesuaian fungsi gangguan gelombang Osilator Harmonik sederhana. Pada dasarnya penyelesaian ini menggunakan Polinomial Hermit dan Metode Deret Pangkat dari x. Tingkat tingkat energi yang sesuai memiliki luas maksimum di dasar sumur dan semakin sempit di atas sumur.Hal ini berlawanan dengan tingkat tingkat energi pada Osilator Harmonik sederhana.

Kata kunci: Persamaaan Schcrodinger, Energi Potensial, Deret Pangkat, Polinomial Hermit, Tingkat-tingkat Energi.


(2)

vi

THEORETICAL STUDY OF ANHARMONIC OSCILLATOR

ENERGY LEVELS WITH QUARTIC POTENTIAL

ABSTRACT

The Schrodinger wave equation of Quantum Mechanical Anharmonic Oscillator with Potential Energy V(x) = Ax4 has been analytically solved. It is shown that the corresponding wave function perturb from that of Simple Quantum Harmonic Oscillator. They are basicly Hermite Polynomials plus a Power Series of x. The corresponding energy levels have maximum width at the bottom of the well while become narrower as they come up and squeeze at the top of it, in contrast to the energy levels of Simple Quantum Harmonic Oscillator.

Key Words: Schrodinger Equation, Potential Energy, Power Series Method, Hermite Polynomials, Energy levels.


(3)

DAFTAR ISI

Halaman Sampul

Persetujuan ... i

Pernyataan ... ii

Penghargaan ... iii

Abstrak ... v

Abstract ... vi

Daftar Isi ... vii

Daftar Gambar ... x

Bab 1. Pendahuluan

1.1Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3Batasan Masalah ... 2

1.4Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat penelitian ... 3

1.6Sistematika Penulisan ... 3

Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.1 Mekanika Kuantum ... 5

2.1.1. Sejarah Awal Mekanika Kuantum ... 5

2.1.2. Perkembangan Mekanika Kuantum ... 7

2.1.3. Eksperimen-Eksperimen Yang Mendasari Perkembangan Mekanika Kuantum ... 7

2.1.4. Bukti dari Mekanika Kuantum ... 8

2.2. Persamaan Schrodinger ... 9

2.2.1. Perumusan Persamaan Schrodinger ... 9


(4)

viii

2.2.3. Probabilitas ... 11

2.2.4. Penerapan Persamaan Schrödinger ... 12

2.3. Osilator Harmonik ... 13

2.3.1. Gerak Harmonik Sederhana ... 13

2.3.2. Fungsi Energi Potensial untuk Hukum Hooke ... 14

2.3.3. Tingkat Energi Osilator Harmonik ... 15

2.4. Aplikasi Osilator Harmonik Sederhana ... 16

2.5Metode Deret Pangkat ... 18

2.6Polynomial Hermite ... 19

2.7MATLAB (Matrix Laboratory) ... 20

2.8Osilator Anharmonik ... 21

Bab 3. Metodologi Penelitian

3.1. Tempat Penelitian ... 26

3.2. Waktu Penelitian ... 26

3.3. Rancangan Penelitian ... 27

3.4. Diagram Alir Penelitian... 28

Bab 4. Hasil dan Pembahasan

4.1. Persamaan Awal ... 29

4.2. Solusi Analitik ... 31

4.3. Fungsi fungsi gelombang Osilator Anharmonik ... 36

4.4. Tingkat tingkat Energi Osilator Anharmonik ... 39

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan ... 44


(5)

Daftar Pustaka

LAMPIRAN

A. Osilator Harmonik

B. Polinomial Hermit

C. Deret Pangkat

D. Osilator Anharmonik

E. Fungsi Gamma (г)

F. Periode Osilator Nonlinear

G. Listing Program Matlab untuk Grafik fungsi gelombang

Osilator Anharmonik

H. Gambar Osilator Anharmonik

I. Gambar Osilator Harmonik


(6)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Sumur Potensial yang bersesuaian dengan sebuak kotak yang dindingnya

keras tak berhingga ... 12

Gambar 2.2.gaya pemulih yang bekerja pada suatu benda yang dihubungkan dengan pegas sebanding dengan simpangannya dari kedudukan setimbang ... 14

Gambar 2.3.Energi Potensial sebuah osilator harmonik. ... 15

Gambar 2.4.Osilator Harmonik, dalam setiap kasus tingkat energi bervariasi yang bergantung pada bilangan kuantum n ... 16

Gambar 2.5.shockbreaker ... 17

Gambar 2.6.springbed ... 17

Gambar 2.7.Jam Pendulum ... 18

Gambar 2.8.kereta mainan sedang bergerak melingkar di jalurnya ... 18

Gambar 2.9.HCl Molekul sebagai osilator anharmonik bergetar pada tingkat energi E3 ... 22

Gambar 2.10.kurvaTingkat energi vibrasi dengan diberi label nilai bilangan kuantum ν 23 Gambar 4.1. Grafik Fungsi Gelombang Osilator Anharmonik Untuk n=genap ... 36