Tinjauan Kepustakaan 1. Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan (Studi Pada Poltabes Medan)

M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009

E. Tinjauan Kepustakaan 1.

Polisi memiliki arti yang berbeda antara sekarang dan pada awal ditemukannya istilah polisi itu sendiri. Pertama kali istilah Polisi ditemukan pada abad sebelum masehi di Yunani yaitu “Politea” yang berarti seluruh pemerintahan negara kota. Lalu pengertiannya berkembang menjadi kota dan juga dipakai untuk menyebut semua usaha kota . Karena pada masa itu kota- kota merupakan negara-negara yang berdiri sendiri yang disebut juga dengan polis, maka politeia atau polis berarti semua usaha yang tidak saja menyangkut pemerintahan negara kota saja, tetapi juga termasuk urusan- urusan keagamaan. Pada abad ke-14 dan 15 oleh karena perkembangan zaman, urusan dan kegiatan keagamaan menjadi semakin banyak, sehingga perlu diselenggarakan secara khusus. Akhirnya urusan agama dikeluarkan dari usaha politeia, maka istilah politeia atau Polisi tinggal meliputi usaha dan urusan keduniawian saja. Sejarah Kepolisian Negara Republik Indonesia 6 Dari istilah politeia dan polis itulah kemudian timbul istilah lapolice Perancis, politeia Belanda, police Inggris, polzei Jerman dan Polisi Indonesia. 7 Kini istilah polisi diartikan sebagai Badan pemerintah sekelompok pegawai negeri yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum, pegawai negeri yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban umum. 8 6 Warsito Hadi Utomo, Hukum Kepolisian di Indonesia,Prestasi Pustaka, Jakarta, 2005, hal 5 7 Ibid, hal 9-11 8 Aditya Nagara, Kamus Bahasa Indonesia, Bintang Usaha Jaya, Surabaya, 2000, hal 453 M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 Dalam perkembangannya di Indonesia, Kepolisian mengalami lima Jaman, yaitu Jaman Hindia belanda, Jaman Jepang, Jaman Kemerdekaan, Jaman Orde Baru, dan Jaman Reformasi. A. Jaman Hindia Belanda Pada Jaman Hindia Belanda, terdapat dua organ Polisi yaitu organ Polisi yang dibentuk oleh masyarakat adat dengan dipimpin oleh kepala adat dengan tugas menegakkan hukum adat yang berlaku dalam masyarakat adat. Sedangkan organ Polisi yang kedua adalah yang dibentuk oleh pemerintah, yaitu polisi yang mempunyai tujuan untuk mengusahakan ketaatan penduduk terhadap peraturan-peraturan pemerintah Hindia Belanda sehingga roda pemerintahan di tanah jajahan dapat berjalan dengan lancar. Namun yang melakukan tugas Kepolisian sebenarnya adalah Pamong Praja dibawah Residen. Belum adanya pengaturan mengenai Kepolisian menyebabkan status, tugas organisasi, dan wewenang Polisi tidak berketentuan, pengaturan mengenai kepolisian dikhususkan dan hanya diletakkan dalam sejumlah peraturan-peraturan yang insidentil yang dikeluarkan oleh Kepala-Kepala Daerah dan Pamong Praja. Hal tersebut juga menyebabkan Kepolisian menjadi instansi yang penting, karena Polisi dengan mudah memaksa penduduk melakukan yang diperintahkan Procerur General Jaksa Agung yang memegang pimpinan represif dan preventif Polisi. Dalam hal ini ketertiban untuk kepentingan M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 semata-mata dan bukan ketertiban untuk kesejahteraan, sehingga bagi pihak yang memerintah terdapat kemungkinan untuk berbuat secara sewenang-wenang terhadap kepentingan yang diperintah. 9 1. Sumatera, Jawa, Madura dikuasai oleh Angkatan Darat Jepang. B. Jaman Jepang Pada Jaman Jepang, Indonesia dibagi dalam 2dua lingkungan kekuasaan pemerintah pendudukan jepang yaitu: 2. Indonesia bagian timur dan Kalimantan dikuasai oleh Angkatan Laut Tentara Jepang. Pusat Polisi untuk Sumatera terdapat di Bukit Tinggi, untuk Jawa dan Madura terdapat di Jakarta, Indonesia Timur terdapat di Makassar, sedangkan untuk Kalimantan terdapat di Banjarmasin. Struktur organisasi Kepolisian tidak berubah, Kepolisian hanya melanjutkan dan berpegang pada sistem sebelumnya dengan sedikit penyesuaian untuk kebutuhan kepentingan mereka. Polisi mempunyai tujuan penyelenggaraan keamanan dan ketertiban umum. Akan tetapi keamanan dan ketertiban umum adalah semata-mata untuk keamanan dan ketertiban saja, tidak dikaitkan dengan kesejahteraan. Polisi dapat sering melakukan tindakan diluar perundang-undangan, jauh melebihi jaman Hindia Belanda, dan bahkan juga tindakan sewenang-wenang 9 Warsito Hadi Utomo, Op.Cit,, hal 109 M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 dengan dalih untuk ketertiban. Hal tersebut dilakukan oleh pemerintah militer Jepang agar dapat dengan leluasa lancar dalam mengangkut dan menimbun segala sesuatu yang berguna bagi peperangannya, juga untuk pemberantasan gerakan-gerakan yang menentang pemerintahan militer Jepang. Di daerah setingkat keresidenan SYU dipimpin oleh seorang SYUTKAN yang juga menjadi Kepala Kepolisian Keresidenan dan pelaksana hariannya dijalankan oleh Kepala Bagian Kepolisian yang disebut KAISATSUBUTYO, yang kemudian disebut sebagai Kepala Bagian Keamanan CHIANG BUTYO yang sekaligus merangkap Kepala Kejaksaan Keresidenan. Menjelang proklamasi, Kesatuan KEIBODAN hansip dan Kesatuan SEINENDAN pasukan pemuda dibentuk dimana-mana, untuk setiap kabupaten dibentuk PETA Pembela Tanah Air dengan persenjataan lengkap sebagai satuan tempur. Disamping itu Jepang juga membuka kesempatan bagi para pemuda untuk didik menjadi Polisi, dan banyak militan masuk memperkuat Polisi Umum dan Pasukan Polisi Istimewa. Akhirnya dikarenakan Jepang ingkar janji untuk memerdekakan Indonesia maka para militan yang masuk polisi turut melakukan perlawanan dalam kelompok Polisis Pejoeang. C. Jaman Kemerdekaan Setelah diproklamasikan Kemerdekaan Indonesia, secara serentak rakyat mengambil kekuasaan pemerintahan baik di pusat M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 maupun di daerah-daerah, yang pada waktu itu masih dikuasai oleh pemerintahan pendudukan jepang. Pengambilalihan kekuasaan rakyat dari tentara Jepang memerlukan kekuatan pasukan yang bersenjata. Satu-satunya kekuatan rakyat Indonesia yang oleh Jepang masih diizinkan untuk memegang senjata adalah kesatuan polisi. Sedangkan kesatuan PETA sudah dibubarkan sebelum proklamasi kemerdekaan. Sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 menetapkan Kepolisian dibawah Departemen Dalam Negeri sebagai Jawatan Kepolisian Negara dipercayakan dibawah Departemen Kehakiman. Setelah dua bulan proklamasi Kepolisian Negara dinyatakan tetap berada dalam lingkungan Departemen Dalam Negeri dan berada dibawah Jaksa Agung dan Pemerintah Daerah dengan dikeluarkannya Maklumat pada tanggal 1 Oktober 1945. Kepala Kepolisian Negara dipercayakan kepada Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo dan diangkat pada tanggal 29 September 1945 . dengan demikian posisi POLRI pada saat itu sama dengan Dinas Polisi umum dari Pemerintahan Hindia Belanda. Sebenarnya pada saat itu juga POLRI telah resmi sebagai Polisi Nasional yang meliputi seluruh Indonesia . Pada tahun pertama setelah Indonesia merdeka, peraturan mengenai Kepolisian masih melanjutkan sistem yang ada pada jaman Hindia belanda. Dan dibuat secara bertahap pada tahun berikutnya karena Polisi merupakan instansi yang penting sehingga diperlukan M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 suatu pegangan dalam melaksanakan tugas. Tujuan kepolisian adalah sejalan dengan tujuan masyarakat dan negara, yaitu untuk kepentingan ketertiban pribadi pada rakyat Indonesia seluruhnya. Polisi diharuskan untuk bertidak hati-hati jangan sampai melanggar hak asasi manusia. Setelah kemerdekaan Kepolisian di Indonesia telah berkali-kali mengalami perubahan status, hal ini bertujuan agar sedikit demi sedikit melepaskan diri dari pengaruh sistem kolonial dan kemudian mencarikan tempat agar dapat menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tujuan kepolisian yang dianut oleh Republik Indonesia. Tanggal 1 Juli 1946 dengan penetapan pemerintah Kepolisian Negara menjadi jawatan tersendiri bernama “Jawatan Kepolisian Negara” dibawah pimpinan Perdana Menteri. Penetapan ini juga merupakan titik terang perkembangan Kepolisian di Indonesia, yang selanjutnya 1 Juli 1946 diperingati sebagai Hari Bhayangkara. Banyak yang mengira tanggal 1 Juli 1946 ini merupakan hari lahirnya Kepolisian Republik Indonesia, padahal Kepolisian Republik Indonesia telah lahir bersamaan dengan proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, dan setelah itu polisi di seluruh tanah air menyatakan dirinya sebagai kepolisian RI. 10 Akan tetapi penyusunan organisasi belum sempat dilakukan berhubung Agresi Militer Belanda, dipusat pimpinan Kepolisian dijabat oleh Kepala Kepolisian Negara yang bertanggung jawab kepada Perdana 10 Kunarto, Merenungi Kritik Terhadap POLRI, Buku I, Cipta Manunggal, Jakarta, 1996, hal 48 M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 Menteri, daerah kekuasaan dibagi dalam keresidenan sesuai dengan pembagian administrasi pemerintah yang dipimpin oleh Kepala Polisi Kota atau Kepala Datasemen berdasarkan perintah tekhnis dan taktis dari kepala Kepolisian Negara. Dengan pergantian kabinet tahun 1948 dengan penetapan pemerintah nomor: 1 tahun 1948 Jawatan Kepolisian yang semula statusnya dibawah Perdana Menteri untuk sementara dipimpin oleh Presiden dan Wakil Presiden. Keputusan Presiden R.I.S. Nomor 22 tahun 1950 menjadikan Kepolisian Negara disesuaikan dengan bentuk negara Republik Indonesia Serikat RIS menjadi jawatan Kepolisian Republik Indonesia Serikat dan dipimpin oleh Perdana Menteri dengan perantaraan Jaksa Agung, sedangkan dalam pimpinan harian dalam pengawasan administrative-organisatoris dipertanggung jawabkan kepada Menteri Dalam Negeri. Berdasarkan Penetapan Perdana Menteri nomor : 3PMtahun 1950 Pimpinan Kepolisian Negara diserahkan kepada Menteri Pertahanan dengan maksud pimpinan Polisi dan Tentara dalam satu tangan untuk kemudahan mengatasi kekacauan situasi akibat gangguan pada saat itu dan hal ini hanya berlaku 9 bulan. Tahun 1950 juga dibentuk Komisi Kepolisian yang ditetapkan oleh Perdana Menteri Republik Indonesia nomor :1541950, nomor : 1pm1950 dengan tugasnya yaitu menyusun dalam waktu singkat suatu rencana Undang-undang Kepolisian. Namun M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 komisi itu gagal dalam usahanya dan bubar dengan sendirinya setelah pembentukan negara kesatuan. Pada tahun 1959 merupakan tonggak baru karena telah mempunyai status sebagai Kementerian Kepolisian, Proses Integrasi Angkatan Kepolisian yang dimulai dengan Militerisasi Polisi Negara nomor: 112 tahun 1947, kemudian peraturan pemerintah nomor 101958, menjadi kenyataan dengan dicantumkannya persoalan tersebut dalam ketetapan Majelis permusyawaratan Rakyat Sementara nomor: 1 dan 2MPR1960 dan kemudian dalam Undang-undang Pokok Kepolisian Negara nomor : 13 tahun 1961, pasal 3 dinyatakan : “Kepolisian Negara adalah Angkatan Bersenjata” Penyempurnaan organisasi dalam rangka integrasi ABRI ini diadakan lagi dengan dikeluarkannya Keputusan menteriHankamPangab No; KepA385VIII1970 yang menetapkan tentang pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan ditambah lagi Intruksi MenhankamPangab nomor : InsA43XI1973, tentang penyusunan kembali Organisasi Angkatan dan Polri melalui keputusan MenhankamPangab nomor : Kep15IV1976 tentang pokok-pokok Organisasi dan Prosedur kepolisian Negara Republik Indonesia. 11 D. Masa Orde Baru 11 Warsito Hadi Utomo, Op.Cit, hal125 M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 Masa ORBA adalah masa pembangunan berencana yang diletakkan dalam setiap tahapan PELITA. Sehingga gejolak-gejolak keorganisasian relatif kecil. Semua terarah pada pembangunan berencana - sistematis dan konsepsional. Pada awal-awal ORBA semua terarah pada konsolidasi dan refungsionalisasi, untuk kemudian setelah relatif stabil, beranjak kepada upaya yang mengarah pada profesionalisasi, efektifitas, efisiensi dan modernisasi PEEM. Dalam perjuangan untuk kembali kepada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekwen maka pada tanggal 1 Juli 1969 dikeluarkan Kepres No. 521969 yang bertujuan untuk meningkatkan pelaksanaan tugas pokok Kepolisian Indonesia dalam rangka normalisasi keadaan dan fungsionalisasi semua aparatur pemerintah dan angkatan-angkatan unsur ABRI. Pimpinan Kepolisian Republik Indonesia bukan lagi disebut Panglima Angkatan Kepolisian Republik Indonesia Pangak akan tetapi disebut Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mengandung arti adanya tugas dan wewenang pimpinan teknis dan komando Kepolisian seluruh Indonesia dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang bertanggung jawab tentang pelaksanaan tugasnya kepada Menteri Pertahanan Keamanan Panglima Angkatan Bersenjata. 12 Usaha-usaha ke arah peningkatan pelaksanaan tugas terus dilaksanakan dengan dikeluarkannya Kepres No. 80 tahun 1969 tentang 12 Ibid, hal 128 M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 ABRI sebagai bagian organik Dephankam beserta tugas dan tanggung jawabnya yang diikuti oleh Keppres 791969 tentang ditetapkannya struktur berbentuk staf umum bawah Kepala Staf. Kemudian diubah dengan Keputusan Menhankam Pangab No.KepA385VIII1970 yang menetapkan tentang Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan type staf umum dengan seorang Deputy dan 3 DANJEN. 13 Apa yang digambarkan itu adalah pokok-pokok atau hal-hal yang bersifat mendasar. Pelaksanaan dari ketentuan itu memang lalu menggerakkan kegiatan-kegiatan perubahan yang luar biasa. Sebagai contoh; KOMDAK yang kemudian kita sebut POLDA yang namanya setiap propinsi ada-lalu dijadikan 17 saja, untuk kemudian menjadi 27 kembali. BRIMOB dimekarkan, pokok-pokok organisasi dan prosedur harus disesuaikan, Pembentukan DITLANTAS yang mulanya tidak ada, juga LEMDIKLAT POLRI, penggunaan tongkat komando, selempang POLRI digunakan lagi, Serse pakai beret merah dan lain-lain. Semua itu hasil akhirnya adalah merubah secara sadar perilaku organisasi POLRI. Sebagai langkah lanjut dalam rangka penyempurnaan pelaksanaan tugas, maka pada tahun 1974, tentang penyempurnaan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 79 tahun 1969. 13 Ibid, hal 125 M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 Dan ini sangat diperlukan karena diamanatkan oleh Pimpinan Negara; agar dalam penanganan-penanganan keamanan, Polisi dikedepankan. 14 14 Soejoed Bin wahyu dan Wik Djatmika, Sejarah POLRI Menggali kembali Nilai Juang 45, ISIK, Jakarta , 1997, hal. 106 M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 E.Masa Reformasi Selama puluhan tahun POLRI dinyatakan sebagai bagian dari ABRI, Dan integrasi ABRI telah dijadikan wahana sistematik untuk melemahkan POLRI, dimana POLRI berada dalam lingkungan pertanggung jawaban tumpang tindih overlapping responsibility dalam alam dua doktrin yang berbeda. Ketidakjelasan pertanggung jawaban sebagai ABRI sesuai dengan “doktrin pertahanan keamanan” atau sebagai Polisi dalam melaksanakan Law enforcement sesuai dengan “doktrin ketertiban masyarakat” public order. Akibat dari tumpang tindih tanggung jawab tersebut terjadi upaya bercorak duplikasi a duplication of effort. Masa Reformasi menuntut introspeksi dan evaluasi yang obyektif serta jujur dalam keadaan dewasa. Artinya Kepolisian pada saat ini merupakan koreksi dari masa lalu dan harus dapat menciptakan langkah strategis guna menghadapi masalah dan tantangan yang semakin berat. Organisasi Polri tidak hanya sekedar merubah aspek instrumental, struktural dan kultural guna menghadapi tantangan masa depan dengan dinamika perubahan jaman yang menyertainya. Ketetapan MPR nomor: XMPR1998 tentang pokok- pokok reformasi pembangunan dalam rangka penyelamatan dan memelihara kehidupan nasional sebagai haluan negara adalah merupakan acuan dikeluarkannya instruksi Presiden RI Nomor 2 tahun M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 1999 tentang langkah kebijakan dalam rangka pemisahan Polri dan ABRI yang selanjutnya menjadi landasan formal bagi reformasi Polri. 15 Ketidakjelasan tanggung jawab POLRI tersebut di akhiri pada tahun 1999 dengan terpisahnya POLRI dari ABRI TNI dimana POLRI ditempatkan dalam posisi “Independen” sebagai alat yang mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia. Dalam rangka menuju Polri yang mandiri dan otonomi maka organisasi Polri diletakkan dibawah Departemen Pertahanan dan Keamanan pada masa transisinya pada tanggal 1 April 1999. Dengan keluarnya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 89 tahun 2000 tanggal 1 Juli 2000 kompetensi Polri dalam kedudukan langsung dibawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. Hal tersebut juga mengakibatkan perpindahan peradilan bagi polisi, hal ini dikemukakan oleh IPTU TONY SIMANJUNTAK, SH pada wawancara tanggal 03 Maret 2008 bahwa semenjak pisahnya TNI dan POLRI kedudukan polisi sudah berada dibawah peradilan umum jika pidananya, namun disiplinnya diproses oleh Provost. 16 15 Warsito Hadi Utomo, Op.Cit, hal 140. 16 Hasil wawancara dengan Kanit Patroli Samapta, IPTU TONY SIMANJUNTAK,SH pada tanggal 03 Maret 2008 M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 Keuntungan bila Polri dibawah langsung oleh Presiden Republik Indonesia adalah : a. Komitmen dan Konsisten Polri dalam melaksanakan kompetensi yang ditetapkan oleh Undang-undang serta misi arah kebijakan hukum yang ditetapkan dalam GBHN akan lebih mandiri tanpa adanya intervensi dari manapun. b. Polri akan semakin professional dalam melaksanakan kompetensi baik proses penyidikan tindak pidana secara hukum maupun berdasarkan atas kewajiban. Upaya melaksanakan kemandirian Polri dengan mengadakan perubahan-perubahan melalui tiga aspek yaitu: a. Aspek Struktural: Mencakup perubahan kelembagaan Kepolisian dalam Ketata negaraan, organisasi, susunan dan kedudukan. b. Aspek Instrumental: Mencakup filosofi Visi, Misi dan tujuan, Doktrin, kewenangan,kompetensi, kemampuan fungsi dan Iptek. c. Aspek kultural: Adalah muara dari perubahan aspek struktural dan instrumental, karena semua harus terwujud dalam bentuk kualitas pelayanan Polri kepada masyarakat, perubahan meliputi perubahan M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 manajerial, sistem rekrutmen, sistem pendidikan, sistem material fasilitas dan jasa, sistem anggaran, sistem operasional. 17 2. Polisi sebagai aparat Pemerintah, maka organisasinya berada dalam lingkup Pemerintah. Dengan kata lain organisasi Polisi adalah bagian dari Organisasi Pemerintah. Dari segi bahasa organ kepolisian adalah suatu alat atau badan yang melaksanakan tugas-tugas Kepolisian. Agar alat tersebut dapat terkoodinir, dan mencapai sasaran yang diinginkan maka diberikan pembagian pekerjaan dan ditampung dalam suatu wadah yang biasa disebut organisasi. Dengan demikian maka keberadaannya, tumbuh dan berkembangnya, bentuk dan strukturnya ditentukan oleh visi Pemerintah yang bersangkutan terhadap pelaksanaan tugas Polisinya. Diseluruh dunia Organisasi Polisi itu berbeda-beda. Ada yang membawah pada Departemen Dalam Negeri, ada yang membawah pada Departemen Kehakiman ada yang dibawah kendali Perdana Menteri, Wakil Presiden, dikendalikan oleh Presiden sendiri, bahkan ada yang merupakan Departemen yang berdiri sendiri. Struktur Organisasi Kepolisian di Indonesia 18 Kedudukan Organisasi Polisi dalam satu negarapun dapat berubah- ubah, sesuai dengan perubahan visi suatu pemerintah periode tertentu pada Polisinya. Belanda misalnya, perubahan dari negara monarkhi merdeka, 17 www.polri.go.id, Akses tanggal 05 Januari 2008 18 Kunarto, Perilaku Organisasi Polri, Cipta Manunggal, Jakarta, 2001, hal 100 M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 berubah sama sekali sewaktu dijajah Napoleon, berubah sebentar saat mereka merdeka, lalu ditindas oleh Jerman NAZI dengan GESTAPO-nya, lalu merdeka lagi setelah Perang Dunia ke II, bentuk, tugas, perilaku organisasi Polisinya berubah dan sangat berbeda. Di Indonesia kedudukan organisasi polisi juga mengalami rangkaian perubahan setelah kemerdekaan. Pada tangal 1 Juli 1946 kepolisian menjadi jawatan tersendiri bernama “ Jawatan Kepolisian” dibawah pimpinan Perdana Menteri, pada tahun 1948 jawatan tersebut untuk sementara dipimpin Presiden dan wakil Presiden, Kemudian Keputusan Presiden R.I.S. Nomor 22 tahun 1950 menjadikan Kepolisian Negara disesuaikan dengan bentuk negara Republik Indonesia Serikat RIS menjadi jawatan Kepolisian Republik Indonesia Serikat dan dipimpin oleh Perdana Menteri dengan perantaraan Jaksa Agung, sedangkan dalam pimpinan harian dalam pengawasan administrative-organisatoris dipertanggung jawabkan kepada Menteri Dalam Negeri. Pada tahun 1950 Berdasarkan Penetapan Perdana Menteri nomor : 3PMtahun 1950 Pimpinan Kepolisian Negara diserahkan kepada Menteri Pertahanan dengan maksud pimpinan Polisi dan Tentara dalam satu tangan untuk kemudahan mengatasi kekacauan situasi akibat gangguan pada saat itu dan hal ini hanya berlaku 9 bulan. Tahun 1950 juga dibentuk Komisi Kepolisian yang ditetapkan oleh Perdana Menteri Republik Indonesia nomor :1541950, nomor : 1pm1950 dengan tugasnya yaitu M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 menyusun dalam waktu singkat suatu rencana Undang-undang Kepolisian. Namun komisi itu gagal dalam usahanya dan bubar dengan sendirinya setelah pembentukan negara kesatuan. Tahun 1959 merupakan tonggak baru karena telah mempunyai status sebagai Kementerian Kepolisian, Proses Integrasi Angkatan Kepolisian yang dimulai dengan Militerisasi Polisi Negara nomor: 112 tahun 1947, kemudian peraturan pemerintah nomor 101958, menjadi kenyataan dengan dicantumkannya persoalan tersebut dalam ketetapan Majelis permusyawaratan Rakyat Sementara nomor: 1 dan 2MPR1960 dan kemudian dalam Undang-undang Pokok Kepolisian Negara nomor : 13 tahun 1961, pasal 3 dinyatakan : “Kepolisian Negara adalah Angkatan Bersenjata” Penyempurnaan organisasi dalam rangka integrasi ABRI ini diadakan lagi dengan dikeluarkannya Keputusan menteri Hankam Pangab No: KepA385VIII1970 yang menetapkan tentang pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan ditambah lagi Intruksi MenhankamPangab nomor : InsA43XI1973, tentang penyusunan kembali Organisasi Angkatan dan Polri melalui keputusan MenhankamPangab nomor : Kep15IV1976 tentang pokok-pokok Organisasi dan Prosedur kepolisian Negara Republik Indonesia. 19 Rangkaian perubahan terus menyusul hingga kepolisian menjadi mandiri dan langsung dibawah Presiden berdasarkan Pasal 8 UU No 2 Tahun 19 Warsito Hadi Utomo,Op. Cit, hal 125 M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam proses negara yang semakin demokratis, menunjukkan arah Perilaku Organisasi Kepolisian yang semakin modern, semakin menghormati dan menegakkan HAM. Polri harus menyadari bahwa dalam setiap kegiatannya tidak boleh sembarangan karena masyarakat melakukan kontrol. 20 Modernisasi Kepolisian dan demokratisasi negara merupakan condition sine quanon, keduanya saling berpengaruh bahkan saling membutuhkan. Karenanya modernisasi kepolisian dan pemuliaan HAM serta demokratisasi dapat digambarkan sebagai tolok ukur kemajuan danatau keberhasilan pembangunan suatu negarabangsa. Artinya perubahan perilaku organisasi Polisi yang semakin demokratis dan semakin berbudaya HAM merupakan gambaran semakin majunya peradaban dan keberhasilan pembangunannya. 21 Organisasi sendiri sebenarnya hanyalah merupakan sarana atau wahana kegiatan untuk mencapai tujuan. Karenanya eksistensi organisasi Bentuk organisasi yang diwujudkan dengan ketentuan-ketentuan tentang struktur organisasi dan prosedurnya, selalu dimaksudkan sebagai arah dan aturan permainan rules of the game dari upaya-upaya untuk mencapai tujuan organisasi. Demikian juga organisasi POLRI yang terus dan selalu mengalami perubahan. Perubahan-perubahan itu memang bertujuan untuk mencapai efektifitas dan efisiensi optimal dalam melandasi pelaksanaan tugas POLRI. 20 Kunarto, Op.Cit, hal 82 21 Warsito Hadi Utomo, Op. Cit, hal 100. M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 sangat dipengaruhi bahkan ditentukan oleh kondisi lingkungan, baik yang berlingkup ruang, waktu, tantangan dan situasi. Organisasi yang baik berarti harus memenuhi persyaratan, serasi dan sesuai dengan kondisi lingkungannya. Berubahnya pola pikir masyarakat tradisional menjadi pola pikir masyarakat industri, akan mendorong dan mengharuskan perubahan organisasi. Tetapi perubahan itu memang harus dikaji dengan seksama teliti dan sungguh-sungguh, sehingga perubahannya memang benar-benar pas dengan tuntutan lingkungan. Karena perubahan lingkungan itu dalam keadaan normal bersifat evolutif, maka periodesasinya akan relatif lama. Dengan demikian perubahan organisasipun dalam keadaan normal akan mendorong dan mengharuskan perubahan organisasinya. Berikut ini adalah Struktur Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia KAPOLRI WAKAPOLRI ITWASUM SAHLI SDERENBANG SDEOPS SDE SDM SDELOG KORSPRIPIM SETUM DENMA SET NCB PUS DOKKES PUS KU M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 DIV HUMAS DIV BINKUM DIV PROPAM TELEMATIKA PTIK SESPIMPOL AKPOL LEMDIKLAT BAINTELKAM BARESKRIM BABINKAM KORBRIMOB POLDA POLTABES SUMBER : www.polri.go.id , Akses tanggal 05 Januari 2008 Dengan pendekatan dari segi kedudukan organisasi, sejarah, pelaksanaan tugas dan keberhasilannya, maka pengorganisasian POLRI itu memang lalu harus ditegakkan atas dasar prinsip yang khas Polisi Indonesia yang antara lain seperti dibahas dibawah ini. a. Refungsionalisasi Menonjolkan kekhasan berarti harus melakukan refungsionalisasi yang berciri khas mitra Kamtibmas. Sedang fungsi-fungsi yang bersifat politis dan strategis dipusatkan disatu tangan ditingkat Presiden. Fungsi-fungsi yang bersifat umum diatur dan dibina dengan sistem pembinaan terpusat oleh Kapolri. Sedang fungsi khas angkatan diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing kesatuan. b. Asas Organisasi Pengorganisasian harus didasari prinsip-prinsip 1 sederhana dalam arti berkemampuan cukup untuk mencapai tujuan. 2 Lebih efektif sehingga dapat dicapai keseimbangan antara tugas dan kemampuan anggaran 3 Lebih efisien dalam arti pencapaian tujuan dan sasaran dengan biaya yang sama dapat terlaksana secara lebih cepat dan lebih baik. Dengan cara ini maka perubahan-perubahan yang M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 sangat mendasar dan dapat menjadi tidak sederhana, tidak efektif apalagi efisien. Untuk itu kalau tidak ada hal yang memaksa, tidak dilakukan perubahan dan cukup dengan penyesuaian-penyesuaian yang bertujuan peningkatan efektifitas dan efisiensi. c. Bentuk Organisasi Type Staf Prinsip-prinsip yang digunakan dalam penentuan organisasi dipakai prinsip- prinsip 1 Bentuk organisasi digunakan ; Line and Staff 2 Type staf yang dipakai adalah staf umum 3 Penyusun satuan besar dibagi 2 tingkat; a Tingkat Mabes POLRI b Tingkat Kotama 4 Garis besar pengelompokan badan-badan dibedakan dengan eselon a Eselon Pimpinan b Eselon staf c Eselon pembinaan d Eselon pelaksana pusat d. Penyempurnaan Organisasi Penyempurnaan organisasi dan prosedur kerja dapat dilakukan dengan didasarkan pada tuntutan yang obyektif dan diperlukan, dan harus tidak dipengaruhi atau terlepas dari rasa senang atau tidak senang. Ketentuan ini sebenarnya menggaris bawahi bahwa penyempurnaan itu hanya bisa dilakukan karena tuntutan obyektif M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 yang urgent dan tidak oleh sebab-sebab yang lain. Dahulu pengorganisasian ini juga menentukan jumlah PATI Jenderal, sehingga digunakan juga sebagai sarana pengendalian Jendela yang hanya terdiri dari orang-orang yang benar-benar terpilih. Dengan berubah-ubahnya struktur organisasi biasanya lalu timbul berbagai kegelisahan dan keragu-raguan di kalangan Pejabat yang apabila tidak cepat diatasi akan dapat menjadi penghalang yang serius. Di lingkungan POLRI, selama ini kegelisahan semacam itu relatif cepat diatasi. Mereka cepat menyesuaikan diri dan cepat bekerja biasa seperti selayaknya. Mungkin karena telah sering mengalami reorganisasi, mungkin juga karena dinamika organisasi yang berkembang sebenarnya relatif tidak berubah. 22 3. Polisi adalah organisasi yang memiliki fungsi sangat luas sekali. Polisi dan Kepolisian sudah sangat dikenal pada abad ke-6 sebagai aparat negara dengan kewenangannya yang mencerminkan suatu kekuasaan yang luas menjadi penjaga tiranianisme, sehingga mempunyai citra simbol penguasa tirani. Sedemikian rupa citra polisi dan kepolisian pada masa itu maka negara yang bersangkutan dinamakan “negara polisi” dan dalam sejarah ketatanegaraan pernah dikenal suatu negara “Politeia”. Pada masa kejayaan ekspansionisme dan imprealisme dimana kekuasaan pemerintah meminjam tangan polisi dan kepolisian untuk menjalankan tugas tangan besi melakukan penindasan terhadap rakyat pribumi untuk kepentingan pemerasan tenaga manusia, keadaan ini menimbulkan citra buruk bagi kepolisian itu sendiri. Di Pengertian Patroli dan Fungsi Patroli 22 Ibid,hal 107 M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 Indonesia, Sebenarnya tujuan dari Organisasi POLRI adalah mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, hal ini terdapat dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Identitas polisi sebagai abdi hukum itu memang seharusnya demikian, Polisi yang memberikan pengabdian, perlindungan, penerang masyarakat serta berjuang mengamakan dan mempertahankan kemerdekaan dan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dengan semangat tri brata serta jiwa yang besar, Polisi yang memiliki hati nurani yang bersih, bersikap tenang, mantap dan tidak tergoyahkan dalam situasi dan kondisi apapun serta selalu tepat dalam mengambil keputusan. Tugas Pokok Kepolisian Republik Indonesia terdapat dalam Pasal 13 Undang- undang Nomor 2 Tahun 2002 yang berbunyi : “Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah : a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. b. menegakkan hukum ; dan c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat” 23 23 Surayin, Tanya Jawab UU No2 tahun 2002, Yrama Widya, Bandung, 2004, hal 28 M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 Sedangkan mengenai penjabaran tugas tersebut diatur pada Pasal 14 ayat 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 yaitu: “1 Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas : a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan ; b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dijalan ; c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan ; d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional ; e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum ; f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa ; g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya ; h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensikdan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian; i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda,masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban danatau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia ; j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditanganioleh instansi danatau pihak yang berwenang ; k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingan dalam lingkup tugas kepolisian ; serta l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” Menurut Gerson W. Bawengan, tugas Polisi dapat dibagi menjadi 2 dua antara lain sebagai berikut : 1. Tugas Preventif : Berupa patroli-patroli yang dilakukan secara terarah dan teratur, mengadakan tanya jawab dengan orang lewat, termasuk usaha pencegahan kejahatan atau pelaksanaan tugas preventif, memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum. M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 2. Tugas Represif : menghimpun bukti-bukti sehubungan dengan pengusutan perkara dan bahkan berusha untuk menemukan kembali barang-barang hasil curian, melakukan penahanan untuk kemudian diserahkan ke tangan kejaksaan yang kelak akan meneruskannya ke Pengadilan. 24 Dari kesemua penjabaran tugas Kepolisian diatas, tugas Kepolisian yang dinilai paling efektif untuk menanggulangi terjadinya kejahatan dalam penanggulangan dan pengungkapan suatu tindak pidana adalah tugas preventif karena tugas yang luas hampir tanpa Batas; dirumuskan dengan kata-kata berbuat apa saja boleh asal keamanan terpelihara dan asal tidak melanggar hukum itu sendiri. Dengan begitu pada tugas ini yang digunakan adalah asas oportunitas, utilitas dan asas kewajiban. Preventif itu dilakukan dengan 4 kegiatan pokok; mengatur, menjaga, mengawal dan patroli TURJAWALI. Patroli merupakan kegiatan yang dominan dilakukan, karena berfungsi untuk mencegah bertemunya faktor niat dan kesempatan agar tidak terjadi gangguan Kamtibmaspelanggaran Hukum dalam rangka upaya memeliharameningkatkan tertib hukum dan upaya membina ketentraman masyarakat guna mewujudkanmenjamin Kamtibmas. Tentunya dalam pencegahan suatu tindak kejahatan diperlukan pengetahuan tentang bagaimana kejahatan tersebut terjadi, bagaimana keadaan lingkungan yang dipengaruhi oleh keadaan sosial, budaya dan kultur sehingga dalam penanggulangan dan pengungkapan suatu tindak kejahatan 24 Gerson W. Bawengan, Op. Cit, hal.124 M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 diperlukan personel yang mempelajari hal itu dan selanjutnya mendapatkan cara yang tepat dalam penanggulangannya. Fungsi patroli polisi sangat diharapkan sebagai salah satu ujung tombak dari POLRI yang bergerak dibidang refresif yustisiil yakni penyidikan yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan profesionalnya untuk mengantisipasi segala tipu daya dan kemampuan penjahat yang semakin hari juga semakin meningkat. Berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia Patroli memiliki arti yang sangat singkat yaitu perondaan; 25 dan berdasarkan Surat Keputusan Kapolri dengan No: SKEP608VI1997, Patroli adalah Salah satu kegiatan Kepolisian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih anggota Polri sebagai usaha mencegah bertemunya niat dan kesempatan, dengan jalan mendatangi, menjelajahi, mengamati, mengawasi, memperhatikan situasi dan kondisi yang diperkirakan akan menimbulkan segala bentuk gangguan Kamtibmas, serta menuntut kehadiran Polri untuk melakukan tindakan kepolisian guna memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum masyarakat. 26 25 Aditya Nagara, Op. Cit, hal 435 26 Mabes Polri, Bahan Ajaran Fungsi tehnis Sabhara, 1997, hal 18 Patroli polisi dilakukan untuk mengetahui tentang bagaimana keadaan sosial masyarakat dan budayanya sehingga diketahuilah rutinitas masyarakat disatu tempat yang akhirnya apabila suatu hari ditemukan hal-hal yang diluar kebiasaan daerah tersebut maka akan segera diketahui, dan mudah menanggulangi kejahatan diwilayah tersebut. Dengan demikian masyarakat dapat merasa lebih aman dan merasakan adanya perlindungan dan kepastian hukum bagi dirinya. Disamping itu kita juga harus menyadari dan mengakui bahwa masyarakat juga harus turut berperan M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 serta aktif untuk menciptakan keamanan dan ketentraman ditengah-tengah masyarakat. 4. f. Pengawasan Orang asing untuk mengawasi penyelewengan dalam lintas orang- orang asing di Indonesia. Pengertian Kejahatan dan Penjahat Gelombang kejahatan sangat menyita perhatian bagi Indonesia sejak tahun 1971, pada tahun tersebut sangat banyak kriminalitas yang terjadi bahkan sangat serius sehingga dikeluarkanlah Instruksi Presiden no. 6 Tahun 1971 yang berlanjut dengan dibentuknya Badan Koordinasi Pelaksana BAKOLAK INPRES 1971 yang dibentuk di tingkat pusat dan di daerah-daerah, dengan sasaran tugas penanggulangan masalah-masalah nasional seperti : a. Kenakalan remaja b. Penyalahgunaan narkotika c. Uang palsu d. Penyelundupan e. Subversi 27 Dewasa ini seiring dengan perkembangan peradaban dan pertumbuhan masyarakat yang pesat, kejahatan ikut mengiringi dengan cara-cara yang telah berkembang pula. kejahatan senantiasa ada dan terus mengikuti perubahan, pengaruh modernisasi tidak dapat dielakkan disebabkan ilmu pengetahuan yang telah 27 Ninik Widiyanti, Perkembangan Kejahatan dan Masalahnya,Pradya Paramita Jakarta, 1987. hal.1 M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 mengubah cara hidup manusia dan akhirnya hanya dapat untuk berusaha mengurangi jumlah kejahatan serta membina penjahat tersebut secara efektif dan intensif. Maka sulit kalau dikatakan negara akan melenyapkan kejahatan secara total. Emile Durkheim menyatakan bahwa Kejahatan adalah suatu gejala normal di dalam setiap masyarakat yang bercirikan heterogenitas dan perkembangan sosial, dan karena itu tidak mungkin dapat dimusnahkan sampai tuntas 28 . Radcliff Brown telah mendefenisikan kejahatan sebagai suatu pelanggaran terhadap sesuatu kebiasaan yang mendorong dilaksanakannya sanksi pidana. 29 1. Kejahatan menurut hukum yuridis Dalam buku berjudul Kriminologi terbitan Restu Agung, Abdussalam membagi kejahatan dalam dua sudut pandang antara lain: Sutherland, kejahatan sebagai perbuatan yang telah ditetapkan oleh negara sebagai kejahatan dalam hukum pidananya dan diancam dengan suatu sanksi. Dalam buku referensi dari Anglo Saxon, kejahatan menurut hukum dikelompokkan dalam istilah Conventional Crime yaitu kejahatan tindak pidana yang dicantumkan dalam KUHP, istilah Victimless Crime kejahatan tanpa korban, meliputi pelacuran, perjudian pornografi, pemabukan dan penyalahgunaan narkoba yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri, istilah White Collar Crime kejahatan kerah putih meliputi tindak pidana korupsi, pelanggaran pajak, penyalahgunaan wewenang, istilah 28 Ibid. hal 2 29 Ninik widiyanti dan Yulius W, Kejahatan dalam Masyarakat dan pencegahannya, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hal 85. M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 Coorporate Crime kejahatan badan-badan usaha, kemudian istilah New Dimention Crime dan Mass Crime kejahatan massa. 2. Kejahatan menurut non hukum kejahatan menurut sosiologis Kejahatan merupakan suatu perilaku manusia yang diciptakan masyarakat. Walaupun masyarakat memliki berbagai macam perilaku berbeda-beda akan tetapi memiliki pola yang sama. Gejala kejahatan terjadi dalam proses interaksi antara bagian-bagian dalam masyarakat yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perumusan tentang kejahatan dengan kelompok-kelompok masyarakat mana yang memang melakukan kejahatan. Kejahatan tindak pidana tidak semata-mata dipengaruhi oleh besar kecilnya kerugian yang ditimbulkannya atau karena bersifat amoral, melainkan lebih dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan pribadi kelompoknya, sehingga perbuatan-perbuatan tersebut merugikan kepentingan masyarakat luas, baik kerugian materi maupun kerugianbahaya terhadap jiwa dan kesehatan manusia, walaupun tidak diatur dalam undang-undang pidana. 30 Berbicara kejahatan tentunya tidak telepas dari pelaku kejahatan itu, pelaku kejahatan atau biasa disebut penjahat. seseorang belum dapat dikatakan sebagai penjahat walaupun ia telah mengaku melakukan suatu kejahatan, ia dipandang sebagai seorang penjahat apabila kejahatannya telah dibuktikan menurut proses peradilan yang sudah ditetapkan. Di dalam hukum pidana pun tidak ditentukan sampai kapan waktunya seorang penjahat dikatakan sebagai penjahat, apakah 30 Abdussalam, Kriminologi, Restu Agung, 2007, hal 15 M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 berakhir setelah melakukan kejahatan dan dipenjara, atau terus menerus. Begitupula para kriminologi tidak dapat secara benar-benar dapat dipertanggung jawabkan menetapkan sebagai penjahat kepada orang-orang yang bertingkah laku secara anti sosial tetapi tidak melanggar suatu undang-undang pidana. 31 31 Momon Martosaputra, Asas-asas Kriminologi, Alumni, Bandung, 1973, hal 34,35 Kata “penjahat” pada beberapa kriminolog dibatasi pada kepada orang yang cocok dengan sejenis kelompok masyarakat yang dianggap oleh merekapara ahli kriminologi oleh masyarakat umumnya sebagai penjahat. Istilah itu menunjukkan kepada sipelanggar undang-undang yang mempunyai sejumlah keahlian, sikap dan hubungan pergaulan yang menandakan kematangan beradat kebiasaan jahat. M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 Situasi dan kondisi pihak korban dapat merangsang pelaku untuk melakukan suatu kejahatan kepadanya. Pihak korban sendiri sebenarnya tidak melakukan suatu usaha untuk berkemauan atau rela menjadi korban, dalam kondisi ini kesempatanlah yang selalu ditunggu, Pelaku mengamati hingga situasi yang menguntungkan datang. Daerah rawan tersebut banyak dijumpai disekitar, umumnya adalah tempat-tempat yang ramai berdesakan, namun ada juga pelaku spesialis daerah yang sedikit bahkan tidak ada penjagaan dan bila malam hari adalah tempat yang sunyi dan minim penerangan. Polri harus senantiasa menekan angka korban yang berjatuhan.

5. Pengertian Korban

Dalam setiap kejahatan terdapat pihak yang dirugikan baik secara materil maupun immaterill, dikatakan mengalami kerugian materil apabila di dalam peristiwa kejahatan tersebut ada pihak yang hartanya berkurang ataupun hilang sama sekali, dan dikatakan immateril apabila di dalam peristiwa itu ada pihak yang mengalami shock karena telah mengalami peristiwa diluar dugaanya dengan kata lain kerugian tidak berbentuk benda. Dalam hal tersebut penderita kerugian biasa disebut sebagai korban. Selain korban, keluarga korban juga termasuk pihak yang ikut merasakan kerugian, terlebih-lebih lagi apabila korban mengalami penganiayaan yang berujung kematian. Sebagai pihak yang mengalami kerugian seharusnyalah ada perhatian terhadap korban, dan menjaga agar semua masyarakat terutama korban agar lebih mendapatkan perlindungan, karena tidak jarang kita mendengar beberapa orang disekitar kita yang mengalami pencurian ataupun penjambretan dan lainya mengalami untuk kedua kalinya hal yang serupa. M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 Kejahatan memang merupakan hal yang harus ada dan tidak bisa dihilangkan, tetapi usaha pencegahan dalam rangka penanggulangan harus tetap dilakukan agar terciptanya ketentraman dalam masyarakat. Mengenai pengertian korban, Arif Gosita berpendapat bahwa yang dimaksud dengan koban ialah mereka yang menderita secara jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita, 32 di dalam UU No 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Korban dinyatakan sebagai seseorang yang mengalami penderitaan fisik maupun mental serta kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. Sedangkan pengertian keluarga korban dalam UU ini adalah orang-orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus, atau mempunyai hubungan darah dalam garis menyamping sampai derajat ketiga, atau mempunyai hubungan perkawinan dengan korban dan atau yang menjadi tanggungan saksi danatau korban. Keluarga korban hanya disebutkan tentang orang-orang yang menjadi keluarga korban dan yang menjadi tanggungan korban, seharusnya juga mencakup orang-orang yang mengalami kerugian karena mencegah terjadinya kejahatan. Di dalam UU No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, korban diartikan sebagai orang yang mengalami kekerasan danatau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga. 33 32 Syafruddin, Peranan Korban Kejahatan Victim Dalam Terjadinya Suatu Tindak Pidana Kejahatan Ditinjau Dari Segi Victimologi, USU digital Library, Medan, 2002 33 http:www.kontras.orgUU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Akses tanggal 06 Maret 2008 M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 Pengertian korban diatas sangat sempit jika dibandingkan dengan pengertian korban menurut Resolusi Majelis Umum PBB No. 4034 Tahun 1985 adalah orang orang, baik secara individual maupun kolektif, yang menderita kerugian akibat perbuatan atau tidak berbuat yang melanggar hukum pidana yang berlaku disuatu negara, termasuk peraturan yang melarang penyalahgunaan kekuasaan. Dalam bagian lain dikemukakan khususnya sewaktu menjelaskan “Victims of Power”, bahwa termasuk juga dalam pengertian “korban” orang-orang yang menjadi Korban dari perbuatan-perbuatan atau tidak berbuat yang walaupun belum merupakan pelanggaran terhadap hukum pidana nasional, tetapi sudah merupakan pelanggaran menurut norma HAM yang diakui secara internasional. Pengertian kerugian harm menurut Resolusi Majelis Umum PBB No. 4034 Tahun 1985, meliputi kerugian fisik maupun mental physical or mental injury, penderitaan emosional emotional suffering, kerugian ekonomi economic loss, atau perusakan substansial dari hak- hak asasi para Korban substansial impairment of their fundamental rights. Selanjutnya disebutkan, bahwa seseorang dapat dipertimbangkan sebagai korban tanpa melihat apakah si pelaku kejahatan itu sudah diketahui, ditahan, dituntut, atau dipidana dan tanpa memandang hubungan keluarga antara si pelaku dan korban. Istilah korban juga mencakup keluarga dekat atau orang-orang yang menjadi tanggungan korban, dan juga orang-orang yang menderita kerugian karena berusaha mencegah terjadinya korban. 34 34 www.elsam.or.id,Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Analisis terhadap RUU Perlindungan saksi dan Korban Versi Badan Legislatif DPR, Akses tanggal 07 Februari 2008 M. Fadli Habibie : Tinjauan Kriminologi Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan Studi Pada Poltabes Medan, 2008. USU Repository © 2009 Pengertian tentang korban juga dapat dilihat dalam PP No. 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Pemberian Perlindungan Kepada Saksi dan Korban Pelanggaran HAM Berat yaitu menyatakan bahwa korban adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang memerlukan perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun. 35 Pengertian tentang korban menurut resolusi Majelis Umum dan Peraturan Pemerintah diatas menjadi rujukan yang komprehensif untuk menjelaskan tentang siapa korban dan apa yang menjadi kerugian bagi korban Dari pengertian istilah korban diatas tidak hanya mengacu pada perseorangan, tetapi mencakup juga kelompok dan masyarakat. Selain itu, pengertian diatas merangkum hampir semua jenis penderitaan yang mungkin dialami oleh korban. Berkenaan dengan penyebabnya, dalam pengertian itu, ditujukan bukan hanya terbatas pada perbuatan yang sengaja dilakukan by act tetapi meliputi pula kelalaian atau kegagalan mencegah suatu pelanggaran berat HAM yang terjadi atau dikenal dengan istilah by omission. 36 35

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian