Konsep Kepemimpinan menurut Baha’i

Perpecahan semacam ini tidak akan terjadi dalam agama Baha’i. Karena dalam agama Baha’i tidak ada pendeta atau ulama yang dapat membentuk sekte atau kelompok diantara para mukmin. Dalam agama Baha’i semua adalah setara. Juga, tak seorangpun mempunyai hak untuk menafsirkan ajaran dan tulisan Baha’u’llah. Kewenangan ini hanya diberikan kepada Abdul Baha oleh Baha’u’llah sendiri, dan setelah Abdul Baha, hak untuk menafsirkan hanya diberikan kepada Shoghi Efendi. Inilah sebabnya mengapa ditiadakannya lagi kepemimpinan perseorangan. karena ditakutkan menimbulkan perpecahan diantara umat Baha’i. Baha’u’llah telah menghapuskan lembaga kependetaan dan keulamaan ini agar tak seorangpun dapat menyalahgunakan agama untuk kepentingan pribadi dan duniawi.

B. Dasar Hukum Memilih Majelis Rohani

Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam pandangan agama Baha’i tidak ada konsep kepemimpinan perseorangan. Disinilah letak yang berbeda mengenai kepemimpinan dibanding dengan sistem ataupun konsep yang ada mengenai kepemimpinan itu sendiri. Dalam kitab A qdas, Baha’u’llah memerintahkan bahwa jika orang dewasa Baha’i berjumlah sembilan orang atau lebih disuatu tempat, maka majelis rohani setempat harus dibentuk. 37 Majelis rohani ini merupakan suatu badan yang akan mengabdi kepada masyarakat ditempat itu. Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan untuk memilih majelis Rohani. 1. Mereka dapat memilih majelis mereka hanya pada tanggal 21 April, yakni hari peringatan pengumuman Baha’u’llah. Pada hari itu Baha’u’llah 37 Sang Suci Baha’u’llah, Kitab Aqdas ayat 30, h. 42. mengumumkan Diri ditaman Ridwan, bahwa Ia adalah Dia yang dijanjikan oleh segala zaman. Tanggal 21 April adalah hari pertama dari hari raya Ridwan yang berlangsung selama 12 hari, dan hanya pada hari pertama orang- orang Baha’i dapat memilih majelis rohani mereka. Jika suatu majellis tidak dipilih dalam waktu 24 jam mulai dari terbenamnya matahari pada tanggal 20 April hingga terbenamnya matahari pada tanggal 21, maka dalam tahun itu majelis rohani tidak dapat dipilih dan harus menunggu tanggal 21 April tahun berikutnya. 2. Hanya orang Baha’i yang berumur 21 tahun keatas yang dapat memilih dan dipilih untuk menjadi anggota majelis rohani. Misalnya, diantara 60 orang Baha’i yang ada disuatu desa ada 35 orang pria dan wanita yang berumur 21 tahun keatas, maka hanya 35 orang inilah yang dapat memilih majelis rohani mereka; dan anggota-anggota yang mereka pilih harus juga dari 35 orang Baha’i itu. 3. Setiap orang yang memilih, harus menulis nama-nama kesembilan 38 orang yang ia anggap patut menjadi anggota majelis rohani. Kertas pemilihan itu tidak berlaku jika tertulis lebih atau kurang dari sembilan nama orang Baha’i, atau satu nama diulang. 4. Orang-orang tidak dipilih menjadi anggota majelis rohani karena kekayaan atau kemasyhurannya dalam masyarakat, atau karena mereka pernah memperlihatkan kebaikan terhadap kita dan kita ingin membalas budi kepadanya. Orang-orang harus dipilih karena kesungguhan hati dan 38 Sembilan merupakan lambang yang menandakan nama tertinggi, yang tersembunyi dan nyata Sang Suci Baha’u’llah, Kitab Aqdas ayat 28, h. 41. kesetiaan dan pengabdiannya pada agama Tuhan. Setiap orang Baha’i yang akan memilih anggota-anggota majelis rohani harus mempertimbangkan karakter dan sifat-sifat rohani setiap orang, laki-laki dan perempuan, dalam masyarakat, dan harus berdoa kepada Tuhan agar ia dibimbing untuk menulis nama-nama orang yang layak untuk menjadi anggota-anggota majelis itu. 5. Orang Bah a’i tidak diizinkan untuk memberi komentar atau mempromosikan bahwa seseorang patut menjadi anggota majelis rohani, betapapun baik orang itu Baha’u’llah telah melarang kita untuk mencalonkan seseorang atau mencoba menarik perhatian pada seseorang, sebelum dan selama pemilihan berlangsung. Tak seorangpun dalam masyarakat Baha’i boleh mengetahui siapa yang telah dipilih oleh orang lain. Bahkan suami istri atau sahabat-sahabat terdekat tidak dapat bermusyawarah bersama untuk menentukan siapa yang harus mereka pilih. Setiap orang Baha’i harus memohon petunjuk dari Tuhan saja dan membuat keputusan sendiri dalam hal ini tanpa dipengaruhi oleh pendapat orang lain. Hanya orang Baha’i yang tidak dapat menulis diizinkan untuk meminta kepada seseorang yang ia percayai untuk menuliskan nama-nama yang ia sebutkan. Agama Baha’i percaya bahwa setiap manusia diciptakan mulia dan dilengkapi dengan potensi-potensi rohani yang diperlukan untuk hidup dalam keluhuran dan kemuliaan jati dirinya. Tuhan tidak menciptakan ketidak- sempurnaan. Sifat-sifat yang merugikan itu adalah indikasi dari tidak tumbuh dan berkembangnya potensi-potensi tersebut dan bukan merupakan ketidak- sempurnaan pencipta-Nya. Kekacauan, ketidakadilan dan degradasi moral dunia ini hanyalah cerminan distorsi dari jiwa manusia, dan sama sekali bukan tabiat sejatinya. Setiap manusia akan bisa menggapai seluruh potensi-potensi Ilahiah yang dimilikinya dan mampu mencerminkan sifat keluhuran tersebut dalam suatu wujud peradaban yang luhur. Hal ini dapat terjadi hanya melalui proses pendidikan rohani yang sistematis dan partisipatif, tanpa prasangka, serta berbasis pada proses pencarian kebenaran yang bebas tanpa paksaan, serta berdasarkan akal dan hati nuraninya sendiri. 39 Beberapa sifat yang harus ditanamkan dalam diri umat Baha’i, diantaranya: a. Budi Pekerti Yang Luhur Umat Baha’i percaya bahwa manusia harus berupaya memperoleh sifat- sifat mulia serta bertingkah laku sesuai dengan standar moral yang tinggi. Salah satu tujuan dasar kehidupan Baha’i adalah mengembangkan dan memperoleh sifat-sifat mulia seperti kebaikan hati, kedermawanan, toleransi, belas kasihan, sifat dapat dipercaya, niat yang murni dan semangat pengabdian. Kejujurann adalah dasar dari segala kebajikan manusia, tanpa kejujuran kemajuan dan keberhasilan dalam semua alam Tuhan tidaklah mungkin bagi siapapun. 40 “Wahai orang-orang, perindahlah lidahmu dengan berbicara jujur, dan hiasilah jiwamu dengan hiasan kejujuran. 41 Umat Baha’i dilarang bergunjing, berbohong, mencuri dan berjudi. Kebajikan-kebajikan tersebut diajarkan kepada anak-anak sejak usia 39 Agama Baha’i T.tp: Majelis Rohani Nasional Baha’i Indonesia, 2013, hal. 25. 40 Ibi, Renungan Tentang Kehidupan Roh T.Tp : Majelis Rohani Nasional Bahai Indonesia, 2006, h. 14. 41 Himpunan dari Tulisan Sang Suci Baha’u’llah. No 136.