Dasar Hukum Memilih Majelis Rohani
berkembangnya potensi-potensi tersebut dan bukan merupakan ketidak- sempurnaan pencipta-Nya. Kekacauan, ketidakadilan dan degradasi moral dunia
ini hanyalah cerminan distorsi dari jiwa manusia, dan sama sekali bukan tabiat sejatinya. Setiap manusia akan bisa menggapai seluruh potensi-potensi Ilahiah
yang dimilikinya dan mampu mencerminkan sifat keluhuran tersebut dalam suatu wujud peradaban yang luhur. Hal ini dapat terjadi hanya melalui proses
pendidikan rohani yang sistematis dan partisipatif, tanpa prasangka, serta berbasis pada proses pencarian kebenaran yang bebas tanpa paksaan, serta berdasarkan
akal dan hati nuraninya sendiri.
39
Beberapa sifat yang harus ditanamkan dalam diri umat Baha’i, diantaranya:
a.
Budi Pekerti Yang Luhur
Umat Baha’i percaya bahwa manusia harus berupaya memperoleh sifat- sifat mulia serta bertingkah laku sesuai dengan standar moral yang tinggi. Salah
satu tujuan dasar kehidupan Baha’i adalah mengembangkan dan memperoleh
sifat-sifat mulia seperti kebaikan hati, kedermawanan, toleransi, belas kasihan, sifat dapat dipercaya, niat yang murni dan semangat pengabdian. Kejujurann
adalah dasar dari segala kebajikan manusia, tanpa kejujuran kemajuan dan keberhasilan dalam semua alam Tuhan tidaklah mungkin bagi siapapun.
40
“Wahai orang-orang, perindahlah lidahmu dengan berbicara jujur, dan hiasilah jiwamu
dengan hiasan kejujuran.
41
Umat Baha’i dilarang bergunjing, berbohong, mencuri dan berjudi. Kebajikan-kebajikan tersebut diajarkan kepada anak-anak sejak usia
39
Agama Baha’i T.tp: Majelis Rohani Nasional Baha’i Indonesia, 2013, hal. 25.
40
Ibi, Renungan Tentang Kehidupan Roh T.Tp : Majelis Rohani Nasional Bahai Indonesia, 2006, h. 14.
41
Himpunan dari Tulisan Sang Suci Baha’u’llah. No 136.
dini, sehingga menjadi bagian utama dari akhlak mereka dan mengarahkan mereka kepada Tuhan, sehinga dengan demikian mereka akan lebih mampu
mengabdi pada umat manusia.
42
“Maksud Tuhan Yang Maha Esa dalam menyatakan Dirinya adalah untuk memanggil seluruh umat manusia kepada kejujuran dan ketulusan, kepada
kesalehan dan dapat dipercaya, kepada ketawakalan serta ketaatan pada kehendak Tuhan, kepada ketabahan dan kebaikan hati, kepada keadilan dan kearifan.
Tujuan-Nya adalah untuk membalut setiap manusia dengan pakaian watak yang suci, serta menghiasinya dengan perhiasan perbuatan-perbuatan yang suci dan
baik.”
“Cahaya dari watak yang baik melebihi cahaya dan kecermelangan matahari. Barangsiapa mencapai tingkat ini, dianggap sebagai permata diantara
manusia. Kemuliaan dan keluhuran dunia tergantung padanya...”-Baha’u’llah
“Semua manusia diciptakan untuk memajukan peradaban yang terus berkembang. Kebajikan-kebajikan yang sesuai dengan harkat manusia ialah
kesabaran, belas kasihan, kemurahan hati dan cinta kasih terhadap semua kaum da
n umat di bumi..”-Baha’u’llah
b.
Kehidupan Yang Murni dan Suci
Hakikat manusia adalah pikirannya, bukan badan jasmaninya. Manusia bisa dikatakan merupakan bagian dari alam hewan, bedanya manusia memiliki
kemampuan berpikir yang yang lebih unggul daripada semua makhluk lainnya. Jika seseorang selalu ditunjukan pada soal-soal ketuhanan, orang itu akan menjadi
42
Agama Baha’i, h. 15.
orang yang suci, tetapi sebaliknya bila pikirannya dipusatkan pada hal-hal duniawi saja, orang itu akan semakin tenggelam dalam hal-hal duniawi hingga akhirnya ia
sampai pada keadaan yang hanya sedikit lebih baik dari pada hewan.
43
Baha’u’llah telah menetapkan hukum-hukum moral individu dan keluarga yang bertujuan untuk mengembangkan sifat rohani individu dan meningkatkan
persatuan dan kesejahteraan dalam keluarga dan masyarakat. Umat Baha’i memahami bahwa keluarga adalah unit dasar dari suatu masyarakat. Bila
keluarga-keluarga bersifat rohani, sehat dan bersatu, maka demikian pulalah masyarakatnya.
“kehidupan yang murni dan suci itu, yang mengandung arti kesederhanaan, kesucian, penahanan diri, kesopanan dan pikiran bersih,
mengharuskan adanya suatu sikap sedang dalam segala hal yang berkenaan dengan pakaian, ungkapan, hiburan, serta semua kegemaran seni dan sastra.
Kehidupan seperti itu menuntut kewaspadaan terus-menerus untuk mengendalikan hawa nafsu dan kecendrungan buruk. Kehidupan yang murni dan suci
menghendaki ditinggalkannya tingkahlaku yang tidak karuan, yang terlalu mementingkan kenikmatan-kenikmatan yang remeh dan seringkali menyesatkan.
Kehidupan semacam ini mengharuskan pantangan yang total dari semua minuman yang beralkohol, dari candu serta dari obat-obatan yang mencandukan. Agama
Baha’i mencela pelacuran seni dan sastra, praktek-praktek nudisme dan hidup bersama diluar pernikahan, penyelewengan dalam pernikahan, dan segala macam
promiskuitas, perbuatan tidak senonoh dan asusila. Ia tidak mengenal kompromi
43
........., Khotbah- khotbah Abdul Baha’ di Paris terjemahan dari Paris Talks, Addresses
Given by Abdul Baha in 1911T.Tp : Majelis Rohani Nasional Bahai Indonesia, 2008, h.5.
terhadap semua teori, norma, kebiasaan dan ekses-ekses jaman yang rusak ini. Sebaliknya, melalui daya keteladanan yang dinamis dan melalui kehidupan yang
murni dan suci itu berupaya untuk menunjukkan sifat merusak yang dimiliki oleh teori-teori itu, kepalsuan norma-norma itu, kosongnya tuntunan-tuntunan itu,
keburukan dari kebiasaan-kebiasaan itu dan sifat asusila dari ekses- ekses itu.” –
Shoghi Efendi
44