Hubungan Genangan Air Pasang Dengan Keluhan Penyakit Pada Masyarakat Pesisir Pantai Desa Sei Baharu Di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang

(1)

HUBUNGAN GENANGAN AIR PASANG DENGAN KELUHAN PENYAKIT PADA MASYARAKAT PESISIR PANTAI DESA SEI BAHARU

DI KECAMATAN HAMPARAN PERAK KABUPATEN DELI SERDANG

T E S I S

Oleh :

ETTY RAYUANA 087031004/IKM

 

ETTY RAYUANA  087031004/IKM 

BAB 1 PENDAHULUAN

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

HUBUNGAN GENANGAN AIR PASANG DENGAN KELUHAN PENYAKIT PADA MASYARAKAT PESISIR PANTAI DESA SEI BAHARU

DI KECAMATAN HAMPARAN PERAK KABUPATEN DELI SERDANG

T E S I S

     

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh :

ETTY RAYUANA 087031004/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : HUBUNGAN GENANGAN AIR PASANG DENGAN KELUHAN PENYAKIT PADA MASYARAKAT PESISIR PANTAI DESA SEI BAHARU DI KECAMATAN HAMPARAN PERAK KABUPATEN DELI SERDANG Nama Mahasiswa : Etty Rayuana

Nomor Induk Mahasiswa : 087031004

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia) (Ir. Evi Naria, M.Kes)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 16 Desember 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua :

 

Prof. Dr.Ir. Setiaty Pandia Anggota : 1. Ir. Evi Naria, M.Kes

2. Prof. Harlem Marpaung, Ph.D.  3. Ir. Indra Chahaya, M.Si


(5)

PERNYATAAN

HUBUNGAN GENANGAN AIR PASANG DENGAN KELUHAN PENYAKIT PADA MASYARAKAT PESISIR PANTAI DESA SEI BAHARU

DI KECAMATAN HAMPARAN PERAK KABUPATEN DELI SERDANG

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Maret 2011


(6)

ABSTRAK

Desa Sei Baharu merupakan sebuah desa yang berada di Wilayah Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, sebahagian desa ini merupakan desa pantai yang mengalami pasang surut setiap hari sehingga rumah penduduk yang berada pada daerah itu akan tergenang bila terjadi pasang. Beberapa wilayah pemukiman di desa ini memiliki sanitasi dengan kualitas yang jauh dari standar, masih terdapat rumah yang tidak mempunyai jamban, tempat pembuangan sampah dan saluran pembuangan limbah. Kondisi ini akan sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber air, karena apabila terjadi genangan air pasang, maka jamban dan saluran pembuangan air limbah akan meluap, akan mencemari sumber air bersih yang akhirnya berpengaruh pula terhadap kesehatan masyarakat.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara karakteristik air pasang, kondisi sanitasi dan fisik rumah dengan keluhan penyakit pada masyarakat pesisir pantai di Desa Sei Baharu. Jenis penelitian adalah survai bersifat analitik. Sampel dalam penelitian ini adalah kepala–kepala keluarga yang bermukim di pesisir pantai dengan besar sampel 100, yang diambil secara random. Uji statistik menggunakan uji chi square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara karakteristik genangan air pasang, air bersih, jamban, pembuangan sampah, saluran pembuangan air limbah, lantai rumah, pencahayaan, ventilasi dengan keluhan penyakit masyarakat.

Mengingat pentingnya peran ketersediaan air, Dinas Kesehatan Deli Serdang perlu melakukan penyuluhan untuk masyarakat mengenai cara-cara memperbaiki kualitas air yang tercemar, dan kepada masyarakat dianjurkan untuk membuat tong sampah dengan melubangi bagian bawahnya agar air tidak tergenang pada saat air surut.


(7)

ABSTRACT

Sei Baharu village is a village located in Hamparan Perak Sub District Deli Serdang District, some parts of area village beaches have ups and downs every day so the house located in the area that get flooded when there is high tide. Some residential areas in this village has a sanitation with quality that is out of standard, there are still houses that do not have latrines, garbage and sewerage. These conditions will greatly affect the quality of water resources, because in case of tides, then the toilet and waste water sewers will overflow, will contaminate water resources which ultimately also affect public health.

The purpose of this study was to analyze the relationship between the characteristics of tidal inundation, sanitation and physical condition of the house with symptoms of disease in coastal communities in the village for Sei Baharu. This type of research was the analytic survey. The samples in this study were 100 heads of families who lived on the coastal area and taken randomly. The statistical test used chi square test.

The result of the research showed that there were significant relationship between the characteristics of the tidal inundation, clean water, latrines, garbage disposal, waste water drains, floors, lighting, ventilation with symptoms of community’s disease .

Because of the urgency the sole of water supply, Deli Serdang District Healthy Office needs implementing the counseling for the public how to make better the quality of water pollution. The public is then suggested to make drum of water by making a hole under the bottom of the drum of water in order the water will not stagnant at low tide.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat serta Karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis dan atas izinKarunia-Nya pula tesis dengan judul: “Hubungan Genangan Air Pasang dengan Keluhan Penyakit pada Masyarakat Pesisir Pantai Desa Sei Baharu di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang” dapat diselesaikan dengan baik.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari dalam penyusunan tesis ini banyak kekurangan, namun demikian penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H., M.Sc (C.T.M), Sp.A. (K.) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara


(9)

Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih ini juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ir. Evi Naria, M.Kes. selaku Pembimbing Kedua yang penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian dalam memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan tesis ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu penyusunan tesis ini, terutama kepada :

Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

Ir. Zulkifli Lubis, MI. Komp., yang telah berkenan memberikan izin belajar kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada saudara, suami tercinta (Ir. Nimpan S. Depari) yang selalu memberikan dorongan moril serta do’a kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan ini.


(10)

Penulis juga menyampaikan banyak terima kasih kepada Bapak Camat Hamparan Perak beserta aparatnya terutama kepada Kepala Dusun II dan III, karena berkat izin serta bantuan merekalah tesis ini dapat tersusun dengan baik.

Akhir kata penulis menyadari akan segala kekurangan dan keterbatasan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun, semoga tesis ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membacanya dan semoga bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Maret 2011

Penulis.


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Etty Rayuana yang dilahirkan pada tanggal enam belas Oktober tahun seribu sembilan ratus limah puluh dua di kota Gombong Propinsi Jawa Tengah. Penulis adalah anak pertama dari enam bersaudara dari Bapak T. Rajoki Purba dan ibu S. Tuti Hariaty Winata dan telah menikah dengan Nimpan Sembiring Depari.

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri I di Medan tahun 1965, tahun 1968 menamatkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri I Binjai, tahun 1971 menamatkan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri IV Medan, dan tahun 1982 menamatkan Pendidikan S1 di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Industri Universitas Sumatera Utara.

Penulis memulai karir menjadi staf Pengajar di Universitas Medan Area tahun 1982- 1985, staf pengajar di Politeknik Negeri Medan d/h Politeknik USU pada tahun 1985 dan menjadi Pegawai Negeri Sipil sampai sekarang. Tahun 1985 – 1992 menjabat sebagai Pembantu Direktur I, tahun 2003 – 2006 menjabat sebagai Ketua Jurusan Teknik Mesin pada tempat yang sama di Politeknik Negeri Medan.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……… i

ABSTRACT……….……….…. ii

KATA PENGANTAR……….……….... iii

RIWAYAT HIDUP ……….………..…………..……… vi

DAFTAR ISI ……….………..……… vii

DAFTAR TABEL……….. … ……… ix

DAFTAR GAMBAR……….……….………. xii

DAFTAR LAMPIRAN……..………. xiii

BAB 1. PENDAHULUAN……… ………. 1

1.1. Latar Belakang….……….……… 1

1.2. Permasalahan …….……….……. 4

1.3. Tujuan Penelitian ………. 4

1.4. Hipotesis ……….. 5

1.5. Manfaat Penelitian ……… 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA……… …..……….… 6

2.1. Pengertian Air pasang………. ………..………… 6

2.2. Genangan Pasang………..….……… 7

2.3. Kualitas Hidup………...………… 8

2.4. Sanitasi Lingkungan.……….……….…….. 10

2.5. Rumah . .……….…. … 23

2.5. Pencemaran Lingkungan………..……….…… 34

2.6. Kesehatan, Penyakit Menular dalam Air, Penyebab dan Penularan……….. 38

2.7. Aspek Perilaku Dalam Kesehatan…….……… 39

2.8. Kerangka Konsep……….… 42


(13)

3.1. Jenis Penelitian….……… 43

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian………….……….…………. 43

3.3. Populasi dan Sampel……….… 44

3.4. Metode Pengumpulan Data.……… 46

3.5. Variabel dan Definisi Operasional……… 50

3.6. Metode Pengukuran…... 52

3.7. Metode Analisis Data……... 57

BAB 4. HASIL PENELITIAN .. ………..…… 58

4.1. Geografis dan Demografis Desa Sei Baharu….……….……. 58

4.2. Analisa Univariat ……….… 58

4.3. Analisa Bivariat………... 72

BAB 5. PEMBAHASAN.……….….. 80

5.1. Karakteristik Air Pasang ……….… 80

5.2. Kondisi Sanitasi ……….……. 81

5.3. Kondisi Fisik Rumah ……….……….…. 87

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN……….…… 89

6.1. Kesimpulan………..……. 89

6.2. Saran……….…. 91

DAFTAR PUSTAKA ……….……….….. 93

LAMPIRAN………. 96


(14)

No. Judul Halaman

2.1. Persyaratan Kualitas Air Bersih Secara Fisik ……….……. 12

2.1. Persyaratan Kualitas Air Secara Kimia……….. 13

3.1. Validitas dan Reliabilitas Karakteristik Air Pasang……….. 48

3.2. Validitas dan Reliabilitas Kondisi Sanitasi………..……….. 48

3.3. Validitas dan Reliabilitas Kondisi Fisik Rumah.……… 49

4.1. Distribusi Tinggi Genangan Air Pasang Pada Rumah Responden…………. 59

4.2. Distribusi Lama Genangan Air Pasang Pada Rumah Responden. …………. 59

4.3. Distribusi Responden berdasarkan Sarana Air Bersih di Desa Sei Baharu………..… 60

4.3.a. Distribusi Responden berdasarkan Sarana Air Bersih di Desa Sei Baharu………..……… 61

4.4. Hasil Pemeriksaan Kimia dan Mikrobiologi……….. 61

4.4.a Hasil Uji Fisik.………..…. 62

4.5. Distribusi Responden berdasarkan Kondisi Jamban di Desa Sei Baharu………..…… 62

4.5.a. Distribusi Responden berdasarkan Kondisi Jamban di Desa Sei Baharu.……….…… 63

4.6. Distribusi Responden berdasarkan Kondisi Pembuangan Sampah di Desa Sei Baharu..……… 64

4.6.a. Distribusi Responden berdasarkan Kondisi Pembuangan Sampah di Desa Sei Baharu..……… 65

4.7. Distribusi Responden berdasarkan Kondisi Pembuangan Air Limbah di Desa Sei Baharu..……… 66 4.7.a. Distribusi Responden berdasarkan Kondisi Pembuangan Air Limbah


(15)

di Desa Sei Baharu..……….……66 4.8. Distribusi Responden berdasarkan Kondisi Fisik Rumah di Desa Sei

Baharu..………67 4.8.a. Distribusi Responden berdasarkan Kondisi Fisik Rumah di Desa Sei

Baharu..………68 4.9. Distribusi Responden berdasarkan Keluhan Penyakit di Desa Sei

Baharu..………70 4.9.a. Distribusi Responden berdasarkan Keluhan Penyakit di Desa Sei

Baharu.……… 72 4.10. Hubungan Tinggi Genangan Terhadap Keluhan Penyakit di Desa Sei

Baharu……….……….………..…. 72 4.11. Hubungan Lama Genangan Terhadap Keluhan Penyakit di Desa Sei

Baharu.……….………73 4.12. Hubungan Kondisi Air Bersih Terhadap Keluhan Penyakit di Desa Sei

Baharu.……….. . 74 4.13. Hubungan Kondisi Jamban Terhadap Keluhan Penyakit di Desa Sei

Baharu.………..…. 74 4.14. Hubungan Kondisi Pembuangan Sampah Terhadap Keluhan Penyakit

di Desa Sei Baharu.………..…….. 75 4.15. Hubungan Kondisi Saluran Pembuang Air Limbah Terhadap Keluhan

Penyakit di Desa Sei Baharu………..…… 76 4.16. Hubungan Kondisi Fisik Lantai Rumah Terhadap Keluhan Penyakit

di Desa Sei Baharu tahun………..…….. 77 4.17. Hubungan Kondisi Pencahayaan Rumah Terhadap Keluhan Penyakit

di Desa Sei Baharu……….… 78 4.18. Hubungan Kondisi Ventilasi Udara Rumah Terhadap Keluhan Penyakit

di Desa Sei Baharu……….…………. 79 DAFTAR GAMBAR


(16)

No. Judul Halaman 1. Ruangan Yang Kena Sinar Matahari….………….…..………..….. 29 2. Aliran Udara Melalui Ventilasi………..….. 32

3. Kerangka Konsep……….……….... 42


(17)

No. Judul Halaman

1. Kuesioner penelitian……...………. 97

2. Surat Keterangan Penelitian……… 100

3. Tabel Master Data………..………. 101

4. Tabel Uji Reliabilitas……….…….. 104

5. Tabel Uji Statistik ………….. …..……….…..……... 107

6. Tabel Frekuensi……….……..… 116

7. Gambar Lokasi Penelitian………..…. 119

8. Hasil Analisa Balai Laboratorium Kesehatan……… 120


(18)

ABSTRAK

Desa Sei Baharu merupakan sebuah desa yang berada di Wilayah Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, sebahagian desa ini merupakan desa pantai yang mengalami pasang surut setiap hari sehingga rumah penduduk yang berada pada daerah itu akan tergenang bila terjadi pasang. Beberapa wilayah pemukiman di desa ini memiliki sanitasi dengan kualitas yang jauh dari standar, masih terdapat rumah yang tidak mempunyai jamban, tempat pembuangan sampah dan saluran pembuangan limbah. Kondisi ini akan sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber air, karena apabila terjadi genangan air pasang, maka jamban dan saluran pembuangan air limbah akan meluap, akan mencemari sumber air bersih yang akhirnya berpengaruh pula terhadap kesehatan masyarakat.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara karakteristik air pasang, kondisi sanitasi dan fisik rumah dengan keluhan penyakit pada masyarakat pesisir pantai di Desa Sei Baharu. Jenis penelitian adalah survai bersifat analitik. Sampel dalam penelitian ini adalah kepala–kepala keluarga yang bermukim di pesisir pantai dengan besar sampel 100, yang diambil secara random. Uji statistik menggunakan uji chi square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara karakteristik genangan air pasang, air bersih, jamban, pembuangan sampah, saluran pembuangan air limbah, lantai rumah, pencahayaan, ventilasi dengan keluhan penyakit masyarakat.

Mengingat pentingnya peran ketersediaan air, Dinas Kesehatan Deli Serdang perlu melakukan penyuluhan untuk masyarakat mengenai cara-cara memperbaiki kualitas air yang tercemar, dan kepada masyarakat dianjurkan untuk membuat tong sampah dengan melubangi bagian bawahnya agar air tidak tergenang pada saat air surut.


(19)

ABSTRACT

Sei Baharu village is a village located in Hamparan Perak Sub District Deli Serdang District, some parts of area village beaches have ups and downs every day so the house located in the area that get flooded when there is high tide. Some residential areas in this village has a sanitation with quality that is out of standard, there are still houses that do not have latrines, garbage and sewerage. These conditions will greatly affect the quality of water resources, because in case of tides, then the toilet and waste water sewers will overflow, will contaminate water resources which ultimately also affect public health.

The purpose of this study was to analyze the relationship between the characteristics of tidal inundation, sanitation and physical condition of the house with symptoms of disease in coastal communities in the village for Sei Baharu. This type of research was the analytic survey. The samples in this study were 100 heads of families who lived on the coastal area and taken randomly. The statistical test used chi square test.

The result of the research showed that there were significant relationship between the characteristics of the tidal inundation, clean water, latrines, garbage disposal, waste water drains, floors, lighting, ventilation with symptoms of community’s disease .

Because of the urgency the sole of water supply, Deli Serdang District Healthy Office needs implementing the counseling for the public how to make better the quality of water pollution. The public is then suggested to make drum of water by making a hole under the bottom of the drum of water in order the water will not stagnant at low tide.


(20)

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Daerah genangan pasang adalah daerah yang selalu tergenang air laut pada waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran rendah di dekat pantai dan daerah aliran sungai dekat muara. Bila bentuknya datar atau sedikit landai dari tepi pantai, genangan pasang dapat terjadi sampai jauh ke daerah pedalaman.

Proses timbulnya pemukiman genangan pasang di kota-kota besar pada umunya bermula dari di bangunnya gubuk-gubuk darurat di pinggir empang rawa atau adanya gubuk-gubuk nelayan di muara sungai. Dengan berkembangnya penduduk, maka berkembang pula kebutuhan rumah. Lama kelamaan daerah genangan pasang menjadi penuh dengan rumah sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk kota dan sosial ekonomi penduduk.

Makin besar jumlah penduduk, makin rendah tingkat sosial ekonomi penduduk, dan makin sulit mendapatkan lahan atau rumah layak untuk dihuni, semakin besar tekanan penduduk untuk tinggal di daerah genangan pasang. Pada mulanya mereka menimbulkan pencemaran kecil pada lingkungan, lama kelamaan lingkungan semakin padat dan pada akhirnya menjadi daerah pemukiman kumuh genangan pasang. Lingkungan kumuh genangan pasang tersebut mempengaruhi kesehatan penduduk. Penyakit-penyakit yang banyak diderita penduduk pada umumnya ialah penyakit-penyakit yang berkaitan dengan air dan kotoran seperti


(21)

penyakit diare, dan penyakit kulit. Umumnya pada wilayah pemukiman kumuh fasilitas sanitasi yang dimiliki sangatlah terbatas dengan kualitas yang jauh dari standar kesehatan. Beberapa wilayah pemukiman penduduk yang berada di sepanjang bantaran sungai masih terdapat rumah dengan sarana pembuangan tinja (jamban) berupa saluran pipa yang langsung dibuang ke aliran sungai tanpa ditampung melalui septic tank, kondisi ini merupakan hal buruk dan jelas akan sangat berpengaruh terhadap kualitas perairan sungai yang bersangkutan. Selain itu sarana pembuangan air limbah rumah tangga yang ada kondisinya tidak memadai dalam arti kata air limbah rumah tangga yang dihasilkan langsung dibuang begitu saja tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Kondisi ini jelas akan sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber air baik perairan sungai maupun air tanah dangkal (sumur) mengingat bahwa air limbah rumah tangga merupakan air buangan yang dapat berasal dari buangan kamar mandi, aktivitas dapur, cuci pakaian dan lain-lain yang mungkin mengandung mikroorganisme pathogen dan berbagai senyawa kimia yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Sebagaimana kita ketahui bahwa tinja dan air limbah rumah tangga merupakan media penularan penyakit terutama bila telah mencemari sumber air bersih (sumur) yang digunakan oleh masyarakat.

Menurut Warela, Y, 1994/1995 dari gambaran penyakit yang ada serta kondisi sanitasi di daerah genangan pasang dapat di duga bahwa perumahan dan lingkungan yang tidak sehat penyebab utama timbulnya berbagai penyakit. Pembuangan tinja dan air limbah mempunyai peranan yang cukup besar terhadap kualitas lingkungan, yang


(22)

selanjutnya menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan, karena tanah dan air tanah menjadi tercemar.

Menurut Siahaan A. (1991) dalam penelitiannya pada daerah pemukiman genangan pasang di daerah Koja Jakarta bahwa penyakit yang menonjol adalah penyakit saluran pernafasan 7,28%, saluran pencernaan 58,2% dan penyakit kulit 13,22%. Penyakit-penyakit yang banyak diserita penduduk pada umumnya ialah penyakit-penyakit yang berkaitan dengan air dan kotoran seperti penyakit diare, infeksi saluran pernafasan dan penyakit kulit.

Dari Sumber Profil Dinkes (2008) di Kecamatan Hamparan Perak menunjukkan bahwa kasus untuk diare 30840, infeksi kulit 15228, dari jumlah penduduk 145483 jiwa.

Berdasarkan rekapitulasi hasil pencatatan petugas Kesehatan Puskesmas di Kecamatan Hamparan Perak, rata-rata penduduk yang berobat ke Puskesmas setiap bulannya dari bulan Januari sampai Desember tahun 2008 menunjukkan angka yang tinggi dengan penyakit yang menonjol adalah diare 21, 20% dan penyakit infeksi kulit 12,14%.

Desa Sei Baharu adalah sebuah desa di Kecamatan Hamparan Perak Yang mempunyai penduduk 3706 jiwa dengan jumlah kepala Keluarga 834 KK ( data dari Kepala Desa Sei Baharu Kecamatan Hamparan Perak Januari 2010) dengan kepadatan penduduk 489 jiwa/Km2 . Sebahagian rumah di kawasan Desa Sei Baharu berada pada daerah pasang air laut, daerah sepanjang bentaran sungai dan paluh hampir 50% digenangi air pasang.


(23)

Menurut data dari Puskesmas setempat pada bulan Maret (2010) bahwa angka kesakitan penduduk untuk diare 403 kasus, infeksi kulit 264 kasus.

Ada dugaan bahwa tingginya kasus kesakitan di Kecamatan Hamparan Perak khususnya terjadi pada daerah-daerah yang sering tergenang pasang. Dampak dari genangan pasang ini bagi penduduk yang tinggal di daerah pemukiman adalah timbulnya penyakit-penyakit yang banyak diderita penduduk yang pada umumnya merupakan penyakit-penyakit yang berkaitan dengan air dan kotoran seperti penyakit diare, dan penyakit kulit.

1.2. Permasalahan

Genangan air pasang yang telah tercemar dan air limbah rumah tangga akan bercampur dengan air tanah dangkal (sumur). Kondisi ini jelas akan sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber air tanah dangkal (sumur) karena air limbah rumah tangga mungkin mengandung mikroorganisme pathogen maupun karena bersinggungan (terendam) air pasang. Akibatnya penduduk dapat terkontaminasi sehingga terserang penyakit diare, gatal-gatal atau infeksi kulit.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan karakteristik genangan air pasang (tinggi genangan, lama genangan), kondisi sanitasi dan kondisi fisik rumah dengan keluhan penyakit pada masyarakat pesisir pantai Desa Sei Baharu di Kecamatan Hamparan Perak pada bulan Mei tahun 2010.


(24)

1.4. Hipotesis

Ada hubungan genangan air pasang (tinggi genangan, lama genangan), kondisi sanitasi (air bersih, jamban, sarana pembuangan sampah) dan kondisi fisik rumah (lantai, pencahayaan, ventilasi udara) dengan keluhan penyakit (diare, infeksi kulit) pada masyarakat pesisir pantai Desa Sei Baharu di Kecamatan Hamparan Perak.

1.5. Manfaat

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan sumbangan pemikiran kepada Institusi dalam menyusun program peningkatan kesehatan masyarakat yang bermukim di daerah genangan pasang khususnya di Desa Sei Baharu Kecamatan Hamparan Perak.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi para peneliti

lain yang berkaitan dengan masalah kesehatan masyarakat di daerah genangan air pasang. 

             


(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Air Pasang

Pasang air laut terjadi disebabkan oleh gaya tarik bulan pada air bumi. Pengaruh tarikan tarikan bulan pada air menyebabkan pasang setiap hari pada permukaan bumi terdekat dengan bulan. Pada saat yang sama bumi juga melakukan tarikan terhadap bulan sehingga terjadi pasang kedua pada permukaan air pada bagian terjauh dari bulan. Pasang ini bergerak mengelilingi bumi mengikuti pergerakan bulan. Pengaruh matahari terhadap pasang kurang begitu besar walaupun massa matahari jauh lebih besar dari masa bulan. Hal ini disebabkan jarak matahari ke bumi sangat jauh dibanding jarak bulan terhadap bumi. Ketika bulan dan matahari sama-sama menarik dalam arah yang berlawanan, akan menimbulkan pasang maksimum ( spring tide ), terjadi pada bulan baru dan pada bulan purnama/penuh. Ketika bulan, bumi dan matahari membentuk posisi sudit 900 (bulan kelihatan setengah penuh) di tempat kita akan terjadi pasang minimum ( neap tide ). Bulan mengitari bumi 13 kali dalam 1 tahun menghasilkan 26 kali pasang maksimum dan 26 kali pasang minimum di daerah pantai. Ketinggian pasang berbeda dari hari ke hari tergantung dari posisi bulan dan matahari terhadap bumi. Ketinggian pasang dipengaruhi juga oleh jarak, bentuk, ukuran dan kedalaman laut ( The World Book Encyclopedia 1982), sedangkan menurut Ensiklopedi Indonesia ( 1984 ), pengertian pasang adalah perubahan permukaan laut dari saat ke saat. Walaupun angin atau


(26)

topan tidak ada, air selalu bergerak ke bawah atau ke atas secara berkala. Gerakan vertikal ini selalu disertai gerakan horizontal secara berkala pula. Fenomena ini disebut sebagai pasang naik atau pasang turun. Gerakan pasang di laut ditimbulkan oleh adanya gaya tarik dari benda-benda angkasa seperti matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Gerakan ini juga dipengaruhi oleh rotasi bumi serta letak pulau dari benua. Tinggi rendahnya gerakan pasang di bumi terutama ditentukan oleh jarak atau letak kedua benda angkasa tersebut terhadap bumi.

Menurut Dehlinger ( 1978), pasang bumi adalah perubahan-perubahan dari bumi yang diakibatkan oleh gaya gravitasi matahari dan bulan. Tarikan-tarikan tersebut berlangsung secara periodik karena adanya perubahan-perubahan daerah gravitasi pada bumi yang disebabkan oleh rotasi bumi pada daerah gravitasi vertikal bulan matahari, mengakibatkan arah bentuk pasang berubah.

Faktor-faktor lain yang memengaruhi terjadinya gravitasi bulan dan matahari, juga dapat terjadi disebabkan oleh gempa di laut, letusan gunung berapi di laut, angin topan dan arus air laut. Derajat pasang akan semakin tinggi bila faktor-faktor penyebab pasang terjadi secara bersamaan ditambah hujan lebat pada daerah genangan dan pada hulu daerah sungai.

2.2. Genangan Pasang

Genangan pasang terjadi pada daerah-daerah yang letak tanahnya sedikit lebih rendah dari permukaan air waktu pasang. Daerah rawa-rawa, perkampungan bekas rawa, pinggiran sungai dekat muara dan dataran rendah dekat pantai yang mempunyai


(27)

ketinggian lebih rendah atau sedikit lebih tinggi dari permukaan air laut, sering dilanda genangan pasang.

Kemungkinan timbulnya genangan pasang akan semakin besar pada daerah-daerah dekat muara sungai, pada waktu pasang air sungai tertahan mengalir ke laut, sedangkan air sungai mengalir terus dari bagian hulu sungai menuju muara, kemudian timbul akumulasi air di muara sungai yang pada akhirnya meluap dan menggenangi daerah-daerah di sekitarnya. Genangan pasang pada lingkungan pemukiman dapat terjadi melalui luapan pasang, melalui saluran pembuangan atau dapat pula merembes melalui tanah.

Lamanya suatu lingkungan pemukiman tergenang pasang dipengaruhi oleh letak tempat, ketinggian pasang, cuaca dan kondisi saluran pembebas pasang.

2.3. Kualitas Hidup

Kualitas hidup manusia, menurut Emil Salim (1988 ) mencakup baik kualitas lingkungan tempat manusia bermukim, maupun kualitas diri manusia itu sendiri. Kualitas hidup manusia itu sendiri ditentukan oleh tingkat kecukupan kebutuhan dasar lahiriah yang berupa pangan, sandang dan papan maupun kebutuhan batiniah seperti pendidikan, keamanan, keagamaan, rekreasi dan lain-lain.

Kebutuhan manusia dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu : 1. Kebutuhan pokok hidup seperti minum, makan, dan memelihara kesehatan. 2. Kebutuhan sekunder, yaitu kebutuhan akan pakaian, rumah, pendidikan dan


(28)

3. Kebutuhan tersier, yaitu kebutuhan untuk melakukan pilihan.

Terpenuhinya kebutuhan seseorang akan meningkatkan kualitas pribadinya karena seseorang yang sehat fisik dan mental akan meningkatkan kemampuan kerjanya mengelola sumberdaya. Tetapi peningkatan kebutuhan secara tidak seimbang dengan kemampuan sumberdaya untuk mendukungnya terlebih lagi apabila sumberdaya yang terbatas itu dibutuhkan oleh banyak orang, maka akan terjadi penurunan kualitas hidup manusianya.

Untuk mempertahankan kualitas hidup agar tetap baik maka perlu ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :

1. Peningkatan kemampuan sumberdaya melalui Ilmu pengetahuan dan Teknologi.

2. Penekanan laju pertumbuhan penduduk di bawah kemampuan daya dukung lingkungan.

3. Pemenuhan konsumsi secara tidak berkelebihan.

Sebab utama turunnya kualitas lingkungan adalah cepatnya pertambahan penduduk yang membawa konsekuensi meningkatnya kebutuhan (konsumsi) manusia khususnya pangan, sandang dan perumahan. Di lain pihak kemampuan alam menyediakan lahan dan sumberdaya alam terbatas. Rendahnya produktifitas petani menimbulkan dampak negatif, yaitu tidak terpenuhinya kebutuhan keluarga sendiri bahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup diri sendiri tidak mampu, akhirnya banyak petani pindah dari desa ke kota untuk mencari nafkah.


(29)

Penduduk miskin dari desa berbaur dengan penduduk miskin di kota, mereka berusaha mempertahankan hidupnya dengan berbagai cara seperti mengumpulkan barang-barang bekas, berdagang asongan, buruh kasar, pelayan dan lain sebagainya. Mereka kebanyakan tinggal di daerah kumuh antara lain daerah pemukiman genangan pasang. Hal ini terjadi karena mereka tidak mampu menyewa apalagi membeli rumah tempat tinggal di tempat yang layak ditinjau dari segi kesehatan, sedangkan apabila membuat gubuk di daerah terlarang seperti di pinggir rel kereta api, atau di emperan toko, cepat atau lambat mereka akan kena gusur

2.4. Sanitasi Lingkungan 2.4.1. Definisi

Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya (Notoadmojo, 2003). Sanitasi lingkungan dapat pula diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan dan mempertahankan standar kondisi lingkungan yang mendasar yang memengaruhi kesejahteraan manusia. Kondisi tersebut mencakup: (1) pasokan air yang bersih dan nyaman; (2) pembuangan limbah dari hewan, manusia dan industri yang efisien; (3) perlindungan makanan dari kontaminasi biologis dan kimia; (4) udara yang bersih dan aman; (5) rumah yang bersih dan aman.

Sanitasi lingkungan ditujukan untuk memenuhi persyaratan lingkungan yang sehat dan nyaman. Lingkungan yang sanitasinya buruk dapat menjadi sumber berbagai penyakit yang dapat mengganggu kesehatan manusia, pada akhirnya jika


(30)

kesehatan terganggu, maka kesejahteraannya juga akan berkurang. Karena itu, upaya sanitasi lingkungan menjadi bagian penting dalam meningkatkan kesejahteraan.

2.4.2. Penyediaan air

Air merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, baik untuk minum mandi maupun mencuci. Rumah yang sehat harus didukung oleh ketersediaan air bersih dalam jumlah yang cukup, tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter per orang setiap hari, kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air minum menurut Permenkes 416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907 tahun 2002.

Air yang tidak bersih dapat menimbulkan berbagai penyakit karena dapat menjadi tempat tumbuh berkembangnya bakteri.

Air mempunyai karakteristik sebagai pelarut yang universal karena molaritasnya yang tinggi, yang mengakibatkan hampir semua senyawa dapat larut dalam air baik dalam bentuk terlarut, tersuspensi, koloid maupun yang mudah diendapkan (Soemirat, J., 1994).

2.4.3.Kualitas Air

Kelayakan air dapat diukur secara kualitas dan kuantitas. Kualitas air adalah sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain dalam air yang mencakup kualitas fisik, kimia dan biologis (Effendi, 2003)


(31)

2.4.3.1. Kualitias fisik

Menurut Kusnaedi (2004), syarat-syarat sumber mata air yang bisa digunakan sebagai sumber air bersih adalah : a). Kekeruhan, b). Tidak berwarna, c). Rasanya tawar, d). Tidak berbau, e). Temperatur normal, e) Tidak mengandung zat padatan.

Tabel 2.1. Persyaratan Kualitas Air Bersih Secara Fisik

No. Parameter Satuan Kadar

Maksimum Keterangan

1 Warna TCU 15

2 Rasa dan bau - - Tidak berbau dan berasa 3 Temperatur 0C 3 0C

4 Kekeruhan NTU 5 NTU Sumber : Depkes RI, 2002

2.4.3.2. Kualitas kimia

Kualitas air tergolong baik bila memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a) pH netral : pH adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa sesuatu larutan (Totok Sutrisno, 2004). Air murni mempunyai pH 7. Apabila pH dibawah 7 berarti air bersifat asam, sedangkan bila pH diatas 7 air bersifat basa (Kusnaedi, 2004).

b) Tidak mengandung bahan kimia beracun : Air yang berkualitas baik tidak mengandung bahan kimia beracun seperti Sianida, Sulifida, Fenolik (Kusnaedi, 2004).


(32)

c) Tidak mengandung garam-garam atau ion-ion logam : Air yang berkualitas baik tidak mengandung garam-garam atau ion-ion logam seperti Fe, Mg, Ca, K, Hg, Zn, Cl, Cr, dan lain-lain (Kusnaedi, 2004).

d) Kesadahan rendah : Kesadahan merupakan sifat air yang disebabkan oleh adanya ion-ion logam valensi dua (Sutrisno, 2004). Tingginya kesadahan berhubungan dengan garam-garam yang terlarut di dalam air terutama garam Ca dan Mg (Kusnaedi, 2004).

e) Tidak mengandung bahan-bahan organik

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002, persyaratan kimia air adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2. Persyaratan Kualitas Air Secara Kimia

No. Parameter Satuan Kadar

Maksimum

1 Antimom mg/L 0,005

2 Air Raksa mg/L 0,001

3 Arsenic mg/L 0,01

4 Barium mg/L 0,07

5 Boron mg/L 0,3

6 Kadmium mg/L 0,003

7 Kadmium (valensi 6) mg/L 0,05

8 Tembaga mg/L 2

9 Sianida mg/L 0,07

10 Fluorida mg/L 1,5

11 Timbal mg/L 0,01

12 Molydeum mg/L 0,07

13 Nikel mg/L 0,02

14 Nitrat mg/L 50

15 Nitrit mg/L 3

16 Selenium mg/L 0,01


(33)

2.4.3.3. Kualitas bakteriologi

Air tidak boleh mengandung Coliform. Air yang mengandung golongan Coli dianggap telah terkontaminasi dengan kotoran manusia (Sutrino, 2004). Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002, persyaratan bakteriologis air minum adalah dilihat dari Colifform per 100 ml sampel air dengan kadar maksimum yang diperbolehkan adalah 0 (nol).

2.4.4. Jamban Keluarga

Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran sehingga kotoran itu tersimpan dalam satu tempat tertentu dan tidak menjadi sarang penyakit (Notoatmodjo,1996). Jamban keluarga adalah merupakan suatu hubungan yang digunakan untuk membuang tinja/kotoran manusia/najis bagi keluarga yang lazim disebut kakus/WC (Departemen Kesehatan RI, 1983)

2.4.4.1. Jenis jamban

Tergantung dari bangunan kakus yang didirikan, tempat penampungan kotoran yang dipakai, serta cara pemusnahan kotoran, maka kakus atau jamban dapat dibedakan atas beberapa macam sebagai berikut (Azwar A, 1990)

a. Kakus cubluk (pit privy)

Kakus ini dikenal dengan sebutan jamban cemplung dimana tempat penampungan tinjanya dibangun dekat di bawah injakan, dan atau dibawah bangunan kakus. Kakus model ini ada yang mengandung air berupa sumur-sumur yang banyak


(34)

ditemui di pedesaan di Indonesia, ataupun yang tidak mengandung air, seperti kaleng, tong, lubang tanah tidak berair (the earth pit privy) ataupun lubang bor yang tidak benar (the bore-hole latrine)

b. Kakus empang (overhung latrine)

Kakus jenis ini merupakan kakus yang dibangun di atas empang, sungai ataupun rawa. Ada yang kotorannya tersebar begitu saja, yang biasanya dipakai untuk makanan ikan, atau ada yang dikumpulkan memakai saluran khusus yang kemudian diberi pembatas berupa bambu, kayu dan lain sebagainya yang ditanam melingkar di tengah empang, sungai ataupun rawa. c. Kakus kimia (chemical toilet)

Kakus jenis ini biasanya dibangun pada tempat-tempat rekreasi, pada alat transportasi, dan lain sebagainya. Disini tinja didessinfeksi dengan zat-zat kimia seperti caustic soda, dan sebagai pembersihnya dipakai kertas (toilet paper). Ada dua macam kakus kimia, yaitu tipe lemari (commode type) dan tipe tanki (tank type). Kakus kimia ini sifatnya sementara, karena tinja yang telah terkumpul perlu dibuang lagi.

d. Kakus dengan angsa latrine

Kakus jenis ini merupakan kakus yang leher lobang klosetnya berbentuk lengkungan, sehingga akan selalu terisi air yang penting untuk mencegah bau, serta mencegah masuknya binatang-binatang kecil. Kakus model ini biasanya dilengkapi dengan lubang atau sumur penampung dan lubang atau sumur


(35)

rembesan yang disebut septic tank. Kakus model ini adalah yang terbaik, yang dianjurkan dalam kesehatan lingkungan (Warsito, 1996).

Jenis jamban yang ada di daerah pedesaan di Indonesia di golongkan menjadi 2 macam sebagai berikut (Departemen Kesehatan RI, 1983) :

1). Jamban tanpa leher angsa

Jamban jenis ini mempunyai beberapa cara pembuangan kotoran yaitu : a) Bila kotoran dibuang ke tanah disebut jamban cemplung/cubluk

b) Bila kotoran dibuang ke empang di sebut jamban empang c) Bila kotoran dibuang ke sungai disebut jamban sungai d) Bila kotoran dibuang ke laut disebut jamban laut 2). Jamban dengan leher angsa

Jenis jamban ini mempunyai 2 cara pembuangan kotoran, yaitu :

a) Tempat jongkok leher angsa berada langsung di atas lubang galian penampung kotoran.

b) Tempat jongkok tidak berada langsung di atas lubang galian penampung.

2.4.4.2. Persyaratan jamban

Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar pembuangan tinja atau jamban aman dan memuaskan adalah sebagai berikut :

1. Tidak boleh mengotori pemukiman 2. Tidak boleh mengotori air permukaan 3. Tidak mengotori air dalam tanah


(36)

4. Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai tempat berkembang biaknya lalat atau tempat berkembang biaknya vector lainnya.

5. Kakus harus terlindung dari penglihatan orang lain 6. Pembuatannya murah dan mudah

7. Bangunan kakus atau laterine memenuhi syarat kesehatan

2.4.4.3. Manfaat dan fungsi jamban keluarga

Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu :

1. Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit.

2. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang aman 3. Bukan tempat berkembangnya serangga sebagai vektor penyakit.

4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan.

Pembuangan tinja sebagian dari kesehatan lingkungan maka kebiasaan masyarakat memakai jamban harus terlaksana bagi setiap keluarga (Azwar, 2000).

2.4.4.4.Pemeliharaan jamban

Jamban hendaknya dipelihara baik dengan cara : 1). Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering

2). Tidak ada sampah berserakan dan tersedia alat pembersih 3). Tidak ada genangan air disekitar jamban

4). Rumah jamban dalam keadaan baik dan tidak ada lalat atau kecoa 5). Tempat duduk selalu bersih dan tak ada kotoran yang terlihat


(37)

6). Tersedia air bersih dan alat pembersih di dekat jamban

7). Bila ada bagian yang rusak harus segera diperbaiki (Depkes RI, 2004 )

2.4.5. Pembuangan Sampah

Pembuangan sampah menjadi penting untuk diperhatikan karena alasan kesehatan, kenyamanan dan estetika. Tempat pembuangan sampah diupayakan agar tersedia dalam jumlah yang cukup dan mudah dijangkau serta tertutup agar tidak menjadi tempat berkembangnya berbagai penyebab penyakit.

Teknik pengelolaan sampah yang baik harus memerhatikan faktor-faktor/unsur :

1). Penimbulan sampah 2). Penyimpanan sampah

3). Pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan kembali 4). Pengangkutan

5). Pembuangan

Dengan mengetahui unsur-unsur pengelolaan sampah, kita dapat mengetahui hubungan dan urgensinya masing-masing unsur tersebut agar kita dapat memecahkan masalah-masalah ini secara efisien.

2.4.6. Sistem Pembuangan Limbah

Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainya, dan pada umumnya


(38)

mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan lain mengatakan bahwa air limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada (Haryoto Kusnoputranto, 1985).

Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa air buangan adalah air yang tersisa dari kegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain seperti industri, perhotelan, dan sebagainya. Meskipun merupakan air sisa, namun volumenya besar, karena lebih kurang 80% dari air yang digunakan bagi kegiatan-kegiatan manusia sehari-hari tersebut dibuang lagi dalam bentuk yang sudah kotor (tercemar). Selanjutnya air limbah ini akhirnya akan mengalir ke sungai dan laut dan akan digunakan oleh manusia lagi. Oleh sebab itu, air buangan ini harus dikelola atau diolah secara baik.

Air limbah ini berasal dari berbagai sumber, secara garis besar dapat dikelompokan sebagai berikut :

1. Air buangan yang bersumber dari rumah tangga (domestic wastes water),yaitu air limbah yang berasal dari pemukiman penduduk. Pada umumnya air limbah ini terdiri dari ekskreta (tinja dan air seni), air bekas cucian dapur dan kamar mandi, dan umumnya terdiri dari bahan-bahan organik.

2. Air buangan industri (industrial wastes water), yang berasal dari berbagai jenis industri akibat proses produksi. Zat-zat yang tergantung di dalamnya sangat bervariasi sesuai dengan bahan baku yang dipakai oleh masing-masing industri,


(39)

antara lain : nitrogen, logam berat, zat pelarut dan sebagainya. Oleh sebab itu pengolahan jenis air limbah ini tidak menimbulkan polusi lingkungan menjadi rumit.

3. Air buangan kotapraja (municipal wastes water), yaitu air buangan yang berasal dari daerah : perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat ibadah, dan sebagainya. Pada umumnya zat-zat yang terkandung dalam jenis air limbah ini sama dengan air limbah rumah tangga.

Karakteristik air limbah perlu dikenal, karena hal ini akan menentukan cara pengolahan yang tepat, sehingga tidak mencemari lingkungan hidup. Secara garis besar karakteristik air limbah ini digolongkan menjadi sebagai berikut:

1. Karakteristik fisik

Sebagian besar terdiri dari air dan sebagian kecil terdiri dari bahan-bahan padat dan suspensi. Terutama air limbah rumah tangga, biasanya berwarna suram seperti larutan sabun, sedikit berbau. Kadang-kadang mengandung sisa-sisa kertas, berwarna bekas cucian beras dan sayur, bagian-bagian tinja, dan sebagainya.

2. Karakteristik kimiawi

Biasanya air buangan ini mengandung campuran zat-zat kimia anorganik yang berasal dari air bersih serta bermacam-macam zat organik berasal dari penguraian tinja, urine dan sampah-sampah lainya. Oleh sebab itu, pada umumnya bersifat basah pada waktu masih baru, dan cenderung ke asam apabila sudah memulai membusuk. Substansi organik dalam air buangan terdiri dari dua gabungan, yakni :


(40)

a). Gabungan yang mengandung nitrogen, misalnya: urea, protein, amine, dan asam amino

b). Gabungan yang tak mengandung nitrogen, misalnya: lemak, sabun, dan karbohidrat, termasuk selulosa.

3. Karakteristik bakteriologis

Kandungan bakteri pathogen serta organisme golongan coli terdapat juga dalam air limbah tergantung darimana sumbernya, namun keduanya tidak berperan dalam proses pengolahan air buangan.

Sesuai dengan zat-zat yang terkandung di dalam air limbah ini, maka air limbah yang tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan berbagai gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup antara lain :

a). menjadi transmisi atau media penyebaran berbagai penyakit, terutama: kholera, typhus abdominalis, desentri baciler

b). Menjadi media berkembang biaknya mikroorganisme pathogen

c). Menjadi tempat-tempat berkembang biaknya nyamuk atau tempat hidup larva nyamuk

d). Menimbulkan bau yang tidak enak serta pandangan yang tidak sedap e). Merupakan sumber pencemaran air permukaan, tanah, dan lingkungan

hidup lainya

f). Mengurangi produktivitas manusia, karena orang bekerja dengan tidak nyaman, dan sebagainya.


(41)

Pengolahan air limbah dimaksudkan untuk melindungi lingkungan hidup terhadap pencemaran air limbah tersebut. Secara ilmiah sebenarnya lingkungan mempunyai daya dukung yang cukup besar terhadap gangguan yang timbul karena pencemaran air limbah tersebut. Namun demikian, alam tersebut mempunyai kemampuan yang terbatas dalam daya dukungnya, sehingga air limbah perlu dibuang.

Beberapa cara sederhana pengolahan air buangan antara lain sebagai berikut :

1. Pengeceran (dilution)

Air limbah diencerkan sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah, kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Tetapi, dengan makin bertambahnya penduduk, yang berarti makin meningkatnya kegiatan manusia, maka jumlah air limbah yang harus dibuang terlalu banyak, dan diperlukan air pengenceran terlalu banyak pula, maka cara ini tidak dapat dipertahankan lagi. Disamping itu, cara ini menimbulkan kerugian lain, diantaranya : bahaya kontaminasi terhadap badan-badan air masih tetap ada, pengendapan yang akhirnya menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan air, seperti selokan, sungai, danau, dan sebagainya. Selanjutnya dapat menimbulkan banjir.

2. Kolam oksidasi (Oxidation ponds)

Pada prinsipnya cara pengolahan ini adalah pemanfaatan sinar matahari, ganggang (algae), bakteri dan oksigen dalam proses pembersihan alamiah. Air limbah dialirkan kedalam kolam berbentuk segi empat dengan kedalaman antara 1-2 meter. Dinding dan dasar kolam tidak perlu diberi lapisan apapun. Lokasi kolam


(42)

harus jauh dari daerah pemukiman, dan didaerah yang terbuka, sehingga memungkinkan sirkulasi angin dengan baik.

3. Irigasi

Air limbah dialirkan ke parit-parit terbuka yang digali, dan air akan merembes masuk kedalam tanah melalui dasar dan dinding parit tersebut. Dalam keadaan tertentu air buangan dapat digunakan untuk pengairan ladang pertanian atau perkebunan dan sekaligus berfungsi untuk pemupukan. Hal ini terutama dapat dilakukan untuk air limbah dari rumah tangga, perusahaan susu sapi, rumah potong hewan, dan lain-lainya dimana kandungan zat-zat organik dan protein cukup tinggi yang diperlukan oleh tanam-tanaman.

2.4.7. Rumah

Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Rumah atau tempat tinggal manusia, dari zaman ke zaman mengalami perubahan. Pada zaman purba manusia bertempat tinggal digua-gua, kemudian berkembang dengan mendirikan rumah tempat tinggal di hutan-hutan dan dibawah pohon. Sampai pada abad modern ini manusia sudah membangun rumah (tempat tinggalnya) bertingkat dan diperlengkapi dengan peralatan yang serba modern. Sejak zaman dahulu pula manusia telah mencoba mendesain rumahnya, dengan ide mereka masing-masing yang dengan sendirinya berdasarkan kebudayaan masyarakat setempat dan membangun rumah mereka dengan bahan yang ada setempat (local material) pula. Setelah manusia memasuki abad modern ini meskipun rumah mereka dibangun


(43)

dengan bukan bahan-bahan setempat tetapi kadang-kadang desainnya masih mewarisi kebudayaan generasi sebelumnya (Notoadmojo, 2003).

Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang digunakan sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga (UU RI No. 4 Tahun 1992). Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik demi kesehatan keluarga dan individu. (Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rumah sehat adalah bangunan tempat berlindung dan beristirahat serta sebagai sarana pembinaan keluarga yang menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental dan sosial, sehingga seluruh anggota keluarga dapat bekerja secara produktif. Oleh karena itu, keberadaan perumahan yang sehat, aman, serasi, teratur sangat diperlukan agar fungsi dan kegunaan rumah dapat terpenuhi dengan baik.

2.4.7.1. Kriteria Rumah Sehat

Menurut Winslow dan APHA pemukiman sehat dirumuskan sebagai suatu tempat untuk tinggal secara permanen. Berfungsi sebagai tempat untuk bermukim, beristirahat, berekreasi (bersantai) dan sebagai tempat berlindung dari pengaruh lingkungan yang memenuhi persyaratan fisiologis, psikologis, dan bebas dari penularan penyakit.


(44)

Rumusan yang dikeluarkan oleh American Public Health Association (APHA), syarat rumah sehat harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Memenuhi kebutuhan fisiologis. Antara lain, pencahayaan, penghawaan dan ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.

2. Memenuhi kebutuhan psikologis. Antara lain, privacy yang cukup, komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah.

3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antarpenghuni rumah, yaitu dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan air limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup.

4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan, baik yang timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam membangun suatu rumah : 1. Faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, biologis maupun lingkungan sosial.

Maksudnya membangun suatu rumah harus memerhatikan tempat dimana rumah itu didirikan. Di pegunungan ataukah di tepi pantai, di desa ataukah di kota, di daerah dingin ataukah di daerah panas, di daerah pegunungan dekat gunung berapi (daerah gempa) atau di daerah bebas gempa dan sebagainya. Rumah didaerah pedesaan, sudah barang tentu disesuaikan kondisi sosial budaya


(45)

pedesaaan, misalnya bahannya, bentuknya, menghadapnya, dan lain sebagainya. Rumah didaerah gempa harus dibuat dengan bahan-bahan yang ringan namun harus kokoh, rumah didekat hutan harus dibuat sedemikian rupa sehingga aman terhadap serangan-serangan binatang buas.

2. Tingkat kemampuan ekonomi masyarakat. Hal ini dimaksudkan rumah dibangun berdasarkan kemampuan keuangan penghuninya, untuk itu maka bahan-bahan setempat yang murah misal bambu, kayu atap rumbia dan sebagainya adalah merupakan bahan-bahan pokok pembuatan rumah. Perlu dicatat bahwa mendirikan rumah adalah bukan sekadar berdiri pada saat itu saja, namun diperlukan pemeliharaan seterusnya (Notoadmojo, 2003).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.829/Menkes/SK/VII/1999 Ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggal adalah sebagai berikut:

1). Bahan bangunan

Bahan bangunan tidak selalu harus mahal untuk memenuhi syarat kesehatan, bahkan di daerah pedesaan banyak alternatif bahan bangunan yang murah seperti bambu dan kayu lokal, lantai, dinding, atap genteng, lain-lain (tiang, kaso dan reng).

a. lantai

Lantai yang terbuat dari ubin atau semen adalah baik, namun tidak cocok untuk kondisi ekonomi pedesaan. Lantai kayu sering terdapat pada rumah-rumah orang yang mampu di pedesaan, dan inipun mahal. Oleh karena itu, untuk lantai rumah pedesaan cukuplah tanah biasa yang dipadatkan. Syarat


(46)

yang penting disini adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Untuk memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh dengan menyiram air kemudian dipadatkan dengan benda-benda yang berat, dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang penyakit.

b. Dinding

Dinding tembok adalah baik, namun disamping mahal tembok sebenarnya kurang cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasinya tidak cukup. Dinding rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan lebih baik dinding atau papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup, maka lubang-lubang pada dinding atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi, dan dapat menambah penerangan alamiah.

c. Atap genteng

Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Disamping atap genteng cocok untuk daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya sendiri. Namun demikian, banyak masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu, maka atap daun rumbia atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng ataupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga menimbulkan suhu panas didalam rumah.


(47)

d. Lain-lain (tiang, kaso dan reng)

Kayu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di pedesaan. Menurut pengalaman bahan-bahan ini tahan lama, tetapi perlu diperhatikan bahwa lubang-lubang bambu merupakan sarang tikus yang baik. Untuk menghindari ini cara memotongnya harus menurut ruas-ruas bambu tersebut, maka lubang pada ujung-ujung bambu yang digunakan untuk kaso tersebut ditutup dengan kayu.

2). Pencahayaan

Rumah yang dibangun harus dirancang agar cahaya dapat masuk ke dalam rumah dalam jumlah yang cukup. Artinya, cahaya yang masuk tidak kurang dan tidak lebih. Jika ruangan di dalam rumah kurang cahaya, maka udara di dalam ruangan akan menjadi media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan menyebabkan silau dan dapat merusak mata. Pencahayaan yang lebih atau kurang tentunya juga akan mengurangi kenyamanan. Cahaya dalam ruangan dapat bersumber dari :

a). Pencahayaan alami

Pencahayaan alami diperoleh dengan masuknya sinar matahari ke dalam ruangan melalui jendela, celah-celah dan bagian-bagian bangunan yang terbuka. Cahaya matahari berguna untuk penerangan dan juga dapat mengurangi kelembaban ruang, mengusir nyamuk, membunuh kuman penyakit tertentu seperti TBC, influenza, penyakit mata dan lain-lain. Kebutuhan standar minimum cahaya alam yang memenuhi syarat kesehatan


(48)

untuk berbagai keperluan menurut WHO dimana salah satunya adalah untuk kamar keluarga dan tidur dalam rumah adalah 60 – 120 Lux. Guna memperoleh jumlah cahaya matahari pada pagi hari secara optimal sebaiknya jendela kamar tidur menghadap ke timur dan luas jendela yang baik minimal mempunyai luas 10-20% dari luas lantai.

Gambar 1: ruangan yang kena sinar matahari masuk b) Pencahayaan buatan

Pencahayaan buatan yaitu pencahayaan yang bersumber bukan dari cahaya matahari, misalnya lampu, lilin, dan lain-lain. Pencahayaan dari sumber tidak alamiah ini diupayakan cukup terang, terutama untuk keperluan membaca agar mata kita tidak rusak. Pencahayaan buatan yang baik dan memenuhi standar dapat dipengaruhi oleh: (a) cara pemasangan sumber cahaya pada dinding atau langit- langit; (b) konstruksi sumber cahaya dalam ornamen yang dipergunakan; (c) luas dan bentuk ruangan; (d) penyebaran sinar dari sumber cahaya


(49)

3). Ventilasi

Rumah yang sehat harus memungkinkan pertukaran udara dengan luar rumah. Karena itu rumah harus dilengkapi dengan ventilasi yang cukup. Ada dua macam ventilasi yaitu :

a. Ventilasi alamiah, yaitu ventilasi yang dibuat dalam bentuk lubang udara yang memungkinkan udara keluar ata masuk secara alamiah. Ventilasi jenis ini memiliki keuntungan yaitu tanpa menggunakan alat untuk mengalirkan udara, sehingga bisa menghemat penggunaan energi. Namun, ventilasi alamiah ini merupakan jalan masuk nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah. Untuk itu, sebaiknya ditutup dengan ram kawat yang agak rapat. b. Ventilasi buatan, alat-alat khusus untuk mengalirkan udara, misalnya kipas

angin, dan mesin penghisap udara. Selain tidak hemat energi, ventilasi jenis ini harus dijaga agar udara tidak berhenti atau membalik lagi.

Ventilasi menjadi persyaratan mutlak suatu rumah yang sehat karena fungsinya sangat penting. Pertama, untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Jika ventilasi kurang, maka ruangan mengalami kekurangan O2 dan bersamaan dengan itu kadar CO2 yang bersifat racun meningkat. Kedua, aliran udara yang terus menerus dapat membebaskan udara dalam ruangan dari bakteri-bakteri pathogen. Udara yang lembab menjadi media yang sangat baik bagi berkembangnya bakteri-bakteri pathogen. Ketiga, menjaga agar ruangan tetap memiliki kelembaban yang optimum.


(50)

Ventilasi digunakan untuk pergantian udara. Udara perlu diganti agar mendapat kesegaran badan. Selain itu agar kuman-kuman penyakit dalam udara, seperti bakteri dan virus, dapat keluar dari ruangan, sehingga tidak menjadi penyakit. Orang yang batuk dan bersin-bersin mengeluarkan udara yang penuh dengan kuman penyakit, yang dapat menginfeksi udara di sekelilingnya. Penyakit-penyakit menular yang penularannya dengan perantara udara, antara lain TBC, bronchitis, pneumonia, dan lain-lain. Hawa segar diperlukan dalam rumah guna mengganti udara ruangan yang sudah terpakai. Udara segar diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya temperatur kamar 220C – 300C sudah cukup segar. Guna memperoleh kenyamanan udara seperti dimaksud di atas diperlukan adanya ventilasi yang baik. Membuat sistem ventilasi harus dipikirkan masak-masak, jangan sampai orang-orang yang ada di dalam rumah menjadi kedinginan dan sakit. Pembuatan lubang-lubang ventilasi dan jendela harus serasi dengan luas kamar dan sesuai dengan iklim di tempat itu. Di daerah yang berhawa dingin dan banyak angin jangan membuat lubang-lubang ventilasi yang lebar, cukup yang kecil-kecil saja. Tetapi di daerah yang berhawa panas dan tidak banyak angin, lubang ventilasi dapat dibuat agak lebih besar.

Ventilasi yang baik dalam ruangan harus mempunyai syarat lainnya, di antaranya:

1. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan. Sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimum 5%. Jumlah keduanya menjadi 10% dikali luas lantai ruangan. Ukuran luas ini diatur


(51)

sedemikian rupa sehingga udara yang masuk tidak terlalu deras dan tidak terlalu sedikit.

2. Udara yang masuk harus udara bersih, tidak dicemari oleh asap dari sampah atau dari pabrik, dari knalpot kendaraan, debu dan lain-lain.

3. Aliran udara diusahakan ventilasi silang dengan menempatkan lubang hawa berhadapan antara 2 dinding ruangan. Aliran udara ini jangan sampai terhalang oleh barang-barang besar misalnya almari, dinding sekat dan lain-lain.

Gambar 2 : aliran udara melalui ventilasi

4). Luas bangunan rumah

Rumah yang sehat juga harus memperhatikan kepadatan penghuninya. Selain tidak nyaman, rumah yang jumlah penghuninya tidak sebanding dengan luas rumah juga tidak sehat, baik secara fisik maupun sosial. Setiap orang yang tinggal dalam


(52)

rumah membutukan O2 yang cukup. Jika penghuni terlalu banyak, maka kebutuhan O2 tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan setiap penghuni secara sehat. Selain itu, rumah terlalu padat (overcrowed) lebih memungkinkan terjadinya penularan berbagai jenis penyakit. Karena itu, luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5– 3 m2 untuk tiap orang.

5). Fasilitas-fasilitas di dalam rumah sehat

Sebuah rumah harus mempunyai fasilitas yang dapat mendukung kebutuhan dan aktivitas penghuninya. Kebutuhan tersebut adalah : 1). Penyediaan air bersih yang cukup 2). Pembuangan tinja 3). Pembuangan air limbah 4). Pembuangan sampah 5). Fasilitas dapur dan ruang keluarga 6). Sistem Pembuangan.

Menurut Ditjen Cipta Karya, 1997 komponen yang harus dimiliki rumah sehat adalah:

1. Pondasi yang kuat guna meneruskan beban bangunan ke tanah dasar, memberi kestabilan bangunan, dan merupakan konstruksi penghubung antara bagunan dengan tanah.

2. Lantai kedap air dan tidak lembab, tinggi minimum 10 cm dari pekarangan dan 25 cm dari badan jalan, bahan kedap air, untuk rumah panggung dapat terbuat dari papan atau anyaman bambu.

3. Memiliki jendela dan pintu yang berfungsi sebagai ventilasi dan masuknya sinar matahari dengan luas minimum 10% luas lantai.


(53)

4. Dinding rumah kedap air yang berfungsi untuk mendukung atau menyangga atap, menahan angin dan air hujan, melindungi dari panas dan debu dari luar, serta menjaga kerahasiaan (privacy) penghuninya.

5. Langit-langit untuk menahan dan menyerap panas terik matahari, minimum 2,4 m dari lantai, bisa dari bahan papan, anyaman bambu, tripleks atau gipsum.

6. Atap rumah yang berfungsi sebagai penahan panas sinar matahari serta melindungi masuknya debu, angin dan air hujan.

2.5. Pencemaran Lingkungan

Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (UU Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982).

Pencemaran dapat timbul sebagai akibat kegiatan manusia ataupun disebabkan oleh alam (misal gunung meletus, gas beracun). Ilmu lingkungan biasanya membahas pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia, yang dapat dicegah dan dikendalikan. Karena kegiatan manusia, pencermaran lingkungan pasti terjadi. Pencemaran lingkungan tersebut tidak dapat dihindari, yang dapat dilakukan adalah mengurangi pencemaran, mengendalikan pencemaran, dan meningkatkan kesadaran


(54)

dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya agar tidak mencemari lingkungan.

Pencemaran lingkungan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bidang pencemaran, yaitu : a). Pencemaran air, b) Pencemaran udara dan c) Pencemaran tanah.

a). Pencemaran air

Pencemaran air timbul karena terkontaminasinya air dengan limbah kota (city sewage), buangan industri ( industrial wastes ), mengalirnya pupuk dari sawah ke badan air, tanaman lapuk, abu, bangkai binatang, sampah radioaktif, sampah pertambangan, minyak tumpahan, asbes, plastik dan sebagainya. Limbah pemukiman mengandung limbah domestik berupa sampah organik dan sampah anorganik serta deterjen. Sampah organik adalah sampah yang dapat diuraikan atau dibusukkan oleh bakteri. Contohnya sisa-sisa sayuran, buah-buahan, dan daun-daunan. Sedangkan sampah anorganik seperti kertas, plastik, gelas atau kaca, kain, kayu-kayuan, logam, karet, dan kulit. Sampah-sampah ini tidak dapat diuraikan oleh bakteri (non biodegrable). Sampah organik yang dibuang ke sungai menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen terlarut, karena sebagian besar digunakan bakteri untuk proses pembusukannya. Apabila sampah anorganik yang dibuang ke sungai, cahaya matahari dapat terhalang dan menghambat proses fotosintesis dari tumbuhan air dan alga, yang menghasilkan oksigen.


(55)

Deterjen merupakan limbah pemukiman yang paling potensial mencemari air. Pada saat ini hampir setiap rumah tangga menggunakan deterjen, padahal limbah deterjen sangat sukar diuraikan oleh bakteri, sehingga tetap aktif untuk jangka waktu yang lama. Penggunaan deterjen secara besar-besaran juga meningkatkan senyawa fosfat pada air sungai atau danau. Fosfat ini merangsang pertumbuhan ganggang dan eceng gondok. Pertumbuhan ganggang dan eceng gondok yang tidak terkendali menyebabkan permukaan air danau atau sungai tertutup sehingga menghalangi masuknya cahaya matahari dan mengakibatkan terhambatnya proses fotosintesis. Jika tumbuhan air ini mati, akan terjadi proses pembusukan yang menghabiskan persediaan oksigen dan pengendapan bahan-bahan yang menyebabkan pendangkalan.

b). Pencemaran udara

Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama, akan dapat mengganggu kehidupan manusia. Bila keadaan seperti itu terjadi maka udara dikatakan telah tercemar.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 41 tahun 1999 mengenai Pengendalian Pencemaran udara, yang dimaksud dengan pencemaran udara adalah masuknya atau dimaksuknya zat, energi dan/atau komponen lain ke


(56)

dalam udara ambien oleh kegiatan manusia sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak memenuhi fungsinya.

Udara yang banyak mengandung uap air, memberikan kelembaban yang tinggi. Kelembaban udara tinggi dapat mengganggu fungsi paru-paru (Azwar 1989). Udara lembab dapat mengikat berbagai zat pencemar udara, seperti zat-zat kimia, virus, bakteri dan lain-lain (Miller 1983) yang selanjutnya dapat tertular kepada manusia melalui saluran pernafasan, sentuhan atau melekat pada tubuh.

c). Pencemaran tanah

Pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia buatan manusia masuk dan merubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena: kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial, penggunaan pestisida, masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-permukaan, zat kimia, atau limbah. air limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat.

Pencemaran tanah dapat pula terjadi sebagai akibat banjir atau genangan pasang, air yang meluap waktu banjir atau pasang, membawa kotoran, sampah dan bibit penyakit ke atas tanah. Bibit penyakit yang terdapat pada kotoran, sampah dan air tertular kepada manusia melalui sentuhan atau media perantara serangga seperti lalat dan kecoa. Jika suatu zat berbahaya telah mencemari


(57)

permukaan tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya.

2.6. Kesehatan, Penyakit Menular dalam Air, Penyebab dan Penularan 2.6.1. Pengertian sehat

Konsep sehat menurut WHO meliputi keadaan sehat fisik, mental maupun sosial dan tidak hanya bebas dari penyalit dan kelemahan. Sehat pada dasarnya adalah gambaran keadaan keseimbangan dari berbagai faktor yang mempengaruhi kesehatan tubuh, yaitu faktor agen (agent), pejamu (host) dan lingkungan (environment ). Penyakit timbul apabila terjadi gangguan terhadap keseimbangan faktor-faktor tersebut yang disebabkan oleh adanya perubahan dari satu faktor atau lebih (Kusnoputranto 1983).

2.6.2. Penyakit menular dalam air

Banyak penyakit ditularkan kepada manusia melalui air yang terkontaminasi, tetapi dengan adanya peningkatan dan pengembangan atas air limbah, perlindungan dan penyehatan air, keberadaan penyakit-penyakit infeksi bersumber dari air telah berkurang di Negara-Negara maju.

Bardley dalam Craun (1986), megklasifikasikan penyakit-penyakit bersumber dari air atas dasar pertimbangan epidemik yang ditimbulkan, yaitu : a) Waterborne


(58)

diseases, b). Water-washed diseases, c). Water-based diseases, d). Water-vectored diseases.

Cara penularan penyakit-penyakit air kepada manusia melalui :

a) Waterborne diseases : bibit penyakit masuk ke dalam tubuh manusia melalui air minum yang terkontaminasi seperti kolera, tipus dan lain-lain

b) Water-washed diseases : penularan bibit penyakit erat hubungannya dengan sanitasi buruk dan kebiasaan-kebiasaan kotor dan tidak cukupnya air untuk kebersihan dan untuk mandi. Timbul penyakit pada mata dan jaringan kulit seperti trachoma, dermatitis, infeksi konjunctivitas, scabies dan penyakit-penyakit disentri (diarrchea ).

c) Water-Based diseases : kuman pathogen berada dalam air atau tergantung pada organism aquatic untuk kelangsungan hidupnya. Contoh, schistosomiasis, ditularkan melalui kontak dengan air tercemar schistosomiasis.

d) Water-Vectored : penyakit-penyakit demam kuning, dengue, filariasis, malaria dan penyakit tidur ditularkan oleh serangga yang bertelur dalam air seperti nyamuk atau serangga yang menggigit dekat air seperti cacing filariasis, lalat dan sebagainya,


(59)

2.6.3. Penyebab dan penularan penyakit

Penyebab penularan penyakit menular adalah suatu mikroorganisme. Penyakit menular termasuk ke dalam kelompok penyakit infeksi (infectious diseases). Menular atau tidaknya suatu penyakit infeksi dipengaruhi oleh banyak faktor.

Penyakit menular secara umum dapat dibedakan atas empat kelompok, yaitu : 1). Penyakit karantina atau penyakit-penyakit wabah, seperti kolera, pes, poliomillitis dan difteri 2). Penyakit menular dengan potensi wabah tinggi, seperti dengue, diare, campak, pertusis dan rabies 3). Penyakit menular dengan potensi wabah rendah, seperti malaria, meningitis, frambusia, keracunan, influensa, anthrax, tetanus neonatorium dan tipus abdominalis 4). Penyakit menular yang tidak berpotensi wabah, seperti TBC, penyakit cacing, lepra.

Penyakit akan mudah berkembang biak pada lingkungan pemukiman kumuh dimana penduduknya padat, miskin dan jorok. Banyaknya orang yang mendiami satu rumah kecil, memudahkan penularan bibit penyakit seperti diare, TBC, penyakit kulit, batuk pilek dan lain-lain. Penularan bibit penyakit lebih besar kemungkinannya apabila ruangan lembab dan kurang mendapat ventilasi udara segar. Tidak adanya ruangan terbuka dan pohon-pohon atau tanaman hijau yang dapat menetralisir gas-gas CO2 dan sekaligus mengalirkan gas-gas O2 yang dibutuhkan tubuh untuk pembakaran energi tubuh, sehingga tubuh terasa lemas dan kurang tenaga. Bibit penyakit akan mudah tertular dalam kondisi tubuh lemah.

Lingkungan kumuh, dimana sampah berserakan, adalah tempat bersarangnya berbagai bibit penyakit. Air selokan kotor penuh dengan kotoran manusia, bangkai


(60)

binatang, zat-zat beracun buangan indsurti dan pertanian dan limbah yang lain. Selain jorok air selokan mengeluarkan bau yang tidak sedap, banyak mengundang lalat dan serangga lain. Penularan bibit penyakit kepada manusia melalui sentuhan langsung, melalui serangga dan dapat pula melalui udara.

2.7. Aspek perilaku dalam kesehatan

Perilaku ialah reaksi psikologis seseorang terhadap lingkungannya. Perilaku manusia memberikan kontribusi besar terhadap tingkat kesehatan. Perilaku selain berpengaruh langsung terhadap kesehatan, juga berpengaruh tidak langsung melalui faktor lingkungan terutama lingkungan fisik buatan manusia, sosial budaya serta fasilitas kesehatan (Umboh 1985).

Penduduk yang baru memasuki lingkungannya akan beradaptasi sehingga menjadi biasa terhadap lingkungannya. Rangsangan-rangsangan berlangsung secara konstan sehingga reaksi terhadap rangsangan akan semakin kecil, lama kelamaan akan menjadi terbiasa terhadap lingkungannya.

Pada waktu pasang menggenangi jalanan tidak menimbulkan kekuatiran akan bahaya yang timbul pada awalnya, tetapi setelah timbul wabah kekuatiran muncul apalagi dengan adanya peringatan dari pihak-pihak tertentu. Pada waktu itu meningkat pula usaha-usaha untuk mencegah atau melindungi diri terhadap wabah penyakit. Tetapi setelah wabah mulai menurun, menurun pula kekuatiran atau ketakutan penduduk yang pada akhirnya kembali kepada keadaan semula.


(61)

2.8. Kerangka konsep

Berdasarkan landasan teori diatas maka dapat dibuat kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Variabel bebas Variabel terikat

Gambar 3 : Kerangka Konsep  

       

Kondisi Sanitasi : ¾ air bersih ¾ jamban ¾ pembuangan

sampah

¾ pembuangan air limbah

Karakteristik air pasang :

¾

Tinggi genangan

¾

Lama genangan

 

Keluhan Penyakit : ¾ Diare ¾ Infeksi Kulit

 

 

Kondisi fisik rumah :

¾

Lantai

¾

pencahayaan

¾

ventilasi


(62)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah survai bersifat deskriptif analitik dengan rancangan penelitian cross sectional study yang bertujuan untuk mengetahui hubungan genangan air pasang ( tinggi genangan, lama genangan) , kondisi sanitasi dan fisik rumah dengan keluhan penyakit pada masyarakat pesisir pantai di Desa Sei Baharu tahun 2010.

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada pemukiman penduduk di pesisir pantai yang tergenang pasang dan yang tidak tergenang pasang terletak di Desa Sei Baharu Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang

Alasan pemilihan lokasi penelitian di Desa Sei Baharu Kecamatan Hamparan Perak adalah :

1). Daerah ini hampir 50% digenangi air pasang 2). Lingkungan padat dengan kepadatan 489 jiwa/Km2

3). Lingkungan pemukiman buruk pada daerah sepanjang bentaran sungai dan paluh.


(63)

Menurut data dari Puskesmas setempat pada bulan Maret tahun 2010 bahwa angka kesakitan penduduk untuk diare 403 kasus, infeksi kulit 264 kasus.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian akan dimulai dengan melakukan penelusuran pustaka, konsultasi, penyusunan proposal, kolokium dan dilanjutkan dengan penelitian lapangan, pengumpulan data, analisis data serta penyusunan laporan penelitian dan seminar hasil. Pelaksanaan penelitian berlangsung dari bulan April 2010 sampai dengan Juli 2010

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi adalah seluruh penduduk yang tinggal di daerah pasang dan daerah yang tidak tergenang pasang di pesisir pantai Desa Sei Baharu Kecamatan Hamparan Perak, sedangkan objek penelitian yang digunakan adalah air genangan pasang. 3.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah kepala –kepala keluarga yang terkena genangan pasang dan yang tidak tergenang pasang di Desa Sei Baharu. Besarnya sampel ditentukan dengan mempergunakan rumus Vincent (1991) sebagai berikut :

N Zc2.p(1-p)        n =


(64)

Keterangan : n = Besar sampel

P = proporsi dari populasi ditetapkan 0,5 N = besar populasi = 3706

Zc = Nilai derajat kepercayaan 95% = 1,96 G = Galat pendugaan

3706(1,96)2.0,5(1-0,5)        n =

        3706(0,1)2 + (1,96)2 0,5 (1-0,5)

3559,2425

n =

38,0204

n = 93,614 n = 94

Besar sampel adalah 94, untuk penelitian ini besar sampel yang diambil adalah 100.

Pengambilan sampel dilakukan secara random dengan terlebih dahulu mencatat seluruh nama-nama kepala keluarga di Desa Sei Baharu. Masing-masing Kepala Keluarga diberi nomor 1 s/d 834. Kemudian masing-masing nomor digulung lalu dimasukkan ke dalam kotak-kotak tertutup kemudian dikocok. Satu-persatu dikeluarkan hingga mencapai 100 buah, kemudian nomor-nomor dibuka lalu dicatat sebagai sampel keluarga.


(65)

3.4.Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Sumber Data

1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung melalui wawancara dengan responden dengan menggunakan kuesioner (lampiran 1).

2. Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Kecamatan Hamparan Perak berupa laporan bulanan

3.4.2. Pengumpulan Data

Alat pengumpul data adalah kuesioner yang dibagi atas kuesioner umum dan kuesioner khusus yang berisikan sejumlah pertanyaan dengan melakukan wawancara langsung. Kuesioner umum untuk mendapatkan gambaran umum dari sampel seperti jumlah anggota keluarga, luas lantai hunian, ventilasi udara, jamban, tempat sampah dan lain-lain. Sedangkan kuesioner khusus berguna untuk mendapatkan data angka kesakitan penduduk.

Pengumpulan data primer dilakukan peneliti dan dibantu oleh 2 orang pewawancara. Sebelum pengumpulan data, peneliti memberikan penjelasan tentang cara pengisian kuesioner kepada pewawancara untuk menyamakan persepsi agar tidak terjadi kegagalan dan data bias. Sebelum dilakukan wawancara peneliti meminta kesediaan responden untuk dijadikan subyek dalam penelitian. Data Sekunder diambil dari Puskesmas setempat.


(66)

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji Validitas dan Reliabilitas dilakukan terhadap responden yang tinggal disekitar pesisir pantai pada genangan air pasang di lokasi penelitian. Responden yang telah ikut dalam uji validitas dan reliabilitas tidak termasuk lagi menjadi sampel.

3.4.3.1. Uji Validitas

Uji validitas dalam penelitian ini berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner mengenai substansi pertanyaan tentang genangan air dan keluhan penyakit yang dialami responden. Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item pada analisis reliabilitas, dengan ketentuan jika nilai r hitung> r tabel dinyatakan valid atau sebaliknya.

3.4.3.2. Uji Reliabilitas

Pertanyaan dikatakan reliabel, jika jawaban responden terhadap pertanyaan (kuesioner) adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang sudah dapat dipercaya atau reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode


(67)

Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisa reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan, jika nilai r Alpha > r tabel, maka dinyatakan reliabel.

1. Karakteristik Air Pasang

Dari hasil analisis yang diperoleh validitas dan reliabilitas karakteristik air pasang dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 3.1. Validitas dan Reliabilitas Karakteristik Air Pasang No. Soal R. Hitung R. Tabel Keterangan

1 0,526 0.349 valid

2 0.581 0, 582 valid

Berdasarkan tabel 3.1 diatas dapat dilihat bahwa seluruh variabel Karakteristik Air Pasang mempunyai nilai r-hitung > r-tabel (0.349) pada pengujian α = 5% dengan alpha cronbach = 0,921 , maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel karakteristik air pasang valid dan reliabel.

2. Kondisi Sanitasi

Dari hasil analisa yang diperoleh validitas dan reliabilitas kondisi sanitasi dapat dilihat pada tabel berikut :


(1)

H. Pencahayaan * Keluhan Penyakit

Keluhan Penyakit

tdk ada keluhan ada keluhan Total

Count 18 40 58

tidakmemenuhi syarat

Expected Count 33.1 24.9 58.0

Count 39 3 42

Pencaha yaan

memenuhi syarat

Expected Count 23.9 18.1 42.0

Count 57 43 100

Total

Expected Count 57.0 43.0 100.0

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 37.987a 1 .000

Continuity

Correctionb

35.506 1 .000

Likelihood Ratio 43.201 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association

37.607 1 .000

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.06. b. Computed only for a 2x2 table


(2)

I. Ventilasi Udara * Keluhan Penyakit

Keluhan Penyakit

tdk ada keluhan ada keluhan Total

Count 28 38 66

tdk memenuhi syarat

Expected Count 37.6 28.4 66.0

Count 29 5 34

Ventilasi Udara

memenuhi syarat

Expected Count 19.4 14.6 34.0

Count 57 43 100

Total

Expected Count 57.0 43.0 100.0

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 16.826a 1 .000

Continuity Correctionb

15.122 1 .000

Likelihood Ratio 18.294 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association

16.658 1 .000

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.62. b. Computed only for a 2x2 table


(3)

LAMPIRAN V : TABEL FREKUENSI A. Tinggi Genangan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

>100 Cm 35 35.0 35.0 35.0

10-100 cm 65 65.0 65.0 100.0

Valid

Total 100 100.0 100.0

B. Lama Genangan Pasang

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

>2 jam 39 39.0 39.0 39.0

< 2 jam 61 61.0 61.0 100.0

Valid

Total 100 100.0 100.0

C. Kualitas Air

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

tdk memenuhi syarat 42 42.0 42.0 42.0

memenuhi syarat 58 58.0 58.0 100.0

Valid

Total 100 100.0 100.0

D. Jamban

Frequency

Cumulative Percent

tdk memenuhi syarat 44 44.0 44.0 44.0

memenuhi syarat 56 56.0 56.0 100.0

Valid


(4)

E. Pembuangan Sampah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

tdk memenuhi syarat 77 77.0 77.0 77.0

memenuhi syarat 23 23.0 23.0 100.0

Valid

Total 100 100.0 100.0

F. Saluran Pembuangan Air Limbah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

tdkmemenuhi syarat 45 45.0 45.0 45.0

memenuhi syarat 55 55.0 55.0 100.0

Valid

Total 100 100.0 100.0

G. Lantai Rumah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

tidak memenuhi syarat 49 49.0 49.0 49.0

memenuhi syarat 51 51.0 51.0 100.0

Valid


(5)

H. Pencahayaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

tidakmemenuhi syarat 58 58.0 58.0 58.0

memenuhi syarat 42 42.0 42.0 100.0

Valid

Total 100 100.0 100.0

I. Ventilasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

tdk memenuhi syarat 66 66.0 66.0 66.0

memenuhi syarat 34 34.0 34.0 100.0

Valid

Total 100 100.0 100.0

J. Keluhan Penyakit

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

tdk ada keluhan 57 57.0 57.0 57.0

ada keluhan 43 43.0 43.0 100.0

Valid


(6)

       

Gambar : Lokasi Desa Sei Baharu