1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan yang menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan
dana kepada pihak yang kekurangan dana Ismail, 2010:3. Dana yang dimiliki oleh bank adalah berasal dari dana bank itu sendiri, dana dari
masyarakat dan dana pinjaman. Bank juga dibebani suatu misi dalam perekonomhian Indonesia, yaitu meningkatkan taraf hidup rakyat banyak
dengan menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit agar daya beli atau usaha masyarakat dapat meningkat, sehingga akan meningkatkan
pembangunan ekonomi Indonesia. Undang-Undang
No. 10
Tahun 1998
tentang Perbankan,
mendefinisikan bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat,
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Berdasarkan Pasal 5 Undang-
Undang No.10 Tahun 1998, tentang Perbankan, terdapat dua jenis bank, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.
Menurut dari segi imbalan maupun jasa atas penggunaan dana, simpanan ataupun pinjamannya, bank dibedakan menjadi dua, yaitu bank
konvensional dan bank syariah. Bank konvensional adalah bank yang dalam
2
aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya, memberikan dan mengenakan imbalan berupa bunga atau sejumlah
imbalan dalam persentase tertentu dari dana untuk suatu periode tertentu, sedangkan bank Syariah adalah bank yang dalam aktivitasnya, baik
penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan mengacu pada hukum islam, dan dalam kegiatannya
tidak membebankan bunga, maupun tidak membayar bunga kepada nasabah. Imbalan yang diterima oleh bank syariah, maupun yang dibayar nasabah
tergantung dari akad dan perjanjian antara nasabah dan pihak bank Ismail, 2010:20.
Tabel 1.1 Perbedaan prinsip antara sistem bunga dan sistem bagi hasil
No. Faktor Perbedaan
Sistem Bunga Sistem Bagi Hasil
1 Penentuan
Besarnya Hasil Sebelum
kegiatan usaha dilakukan
Sesudah kegiatan usaha 2
Yang Ditentukan Sebelumnya
Besarnya Bunga nilai hasil
Kesepakatan porsi
bagian masing-masing
pihak 3
Jika Terjadi
Kerugian Ditanggung oleh satu
pihak saja Ditanggung kedua belah
Pihak 4
Perhitungan Dari
mana yang
diserahkan, bersifat
fixed Dari untung yang akan
diperoleh Sumber : Sulhan dan Siswanto 2008:129
Menurut pasal 1 ayat 7 UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Berdasarkan status pendirian
3
sistem Syariahnya bank Syariah dibedakan atas Bank Umum Syariah BUS dan Unit Usaha Syariah UUS. Pada BUS statusnya independen dan tidak
bernaung dibawah sistem perbankan konvensional. Sementara UUS statusnya tidak independent dan masih bernaung di bawah aturan manajemen perbankan
konvensional.
Tabel 1.2 Perkembangan Bank Syariah
2007 2008
2009 2010
2011 2012
Jumlah BUS 3
5 6
11 11
11
Jumlah Kantor
401 581
711 1.215
1.401 1.460
Jumlah UUS 26
27 25
23 24
24
Jumlah Kantor
196 241
287 262
336 427
Jumlah BPRS 114 131
138 150
155 155
Jumlah Kantor
185 202
225 286
364 373
Total Kantor 782
1.024 1.223
1.763 2.101
2.260
Total Aset
BUS dan UUS triliun
36,538 49,555
66,090 97,519
145,467 145,6
Total Aset
BPRS triliun
1,216 1,693
2,124 2,739
3,520 3,789
Sumber : BI diolah kembali Dari tabel di atas dapat dilihat adanya krisis moneter yang terjadi pada
pertengahan tahun 1997 membawa dampak terhadap struktur perekonomian terutama struktur keuangan dan perbankan. Hal ini menimbulkan krisis
kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional. Sehingga puluhan bank konvensional banyak yang ditutup dan dimerger, sementara bank syariah
justru berkembang. Sebelum krisis hanya ada 1 Bank Umum Syariah BUS dan 9 Bank Perkreditan Rakyat Syariah BPRS, Sampai dengan bulan
4
Februari 2012, industri perbankan syariah telah mempunyai jaringan sebanyak 11 Bank Umum Syariah BUS, 24 Unit Usaha Syariah UUS, dan 155
BPRS, dengan total jaringan kantor mencapai 2.260 kantor yang tersebar di hampir seluruh penjuru nusantara. Total aset perbankan syariah mencapai
Rp149,3 triliun BUS UUS Rp145,6 triliun dan BPRS Rp 3,789 triliun atau tumbuh sebesar 51,1 dari posisi tahun sebelumnya. Industri perbankan
syariah mampu menunjukkan pertumbuhan yang tinggi dengan rata-rata sebesar 40,2 pertahun dalam lima tahun terakhir 2007-2011, sementara
rata-rata pertumbuhan perbankan nasional hanya sebesar 16,7 pertahun. Oleh karena itu, industri perbankan syariah dijuluki sebagai ‘the fastest
growing industry’. Bank Indonesia. Hal ini diperkuat dengan lahirnya undang-undang syariah dalam pasal
1 ayat 1 UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah menyatakan Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Mengingat begitu pesatnya pertumbuhan dan ketatnya persaingan perbankan syariah di Indonesia, maka pihak bank syariah perlu meningkatkan
kinerjanya agar dapat menarik investor dan nasabah, serta dapat tercipta perbankan dengan prinsip syariah yang sehat dan efisien. Salah satu indikator
untuk menilai kinerja keuangan suatu bank adalah melihat tingkat profitabilitasnya. Hal ini terkait sejauh mana bank menjalankan usahanya
secara efisien. Efisiensi diukur dengan membandingkan laba yang diperoleh
5
dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba. Semakin tinggi profitabilitas suatu bank, maka semakin baik pula kinerja bank tersebut
Stiawan, 2009:2. Profitabilitas merupakan indikator yang paling tepat untuk mengukur
kinerja suatu bank. Ukuran profitabilitas yang digunakan adalah Return on Equity ROE untuk perusahaan pada umumnya dan return on asset ROA
pada industri perbankan Ponco, 2008:4. ROA adalah Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh
keuntungan secara keseluruhan. Semakin besar ROA bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula
posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset Naomi, 2009:5. Lingkungan ekonomi makro akan mempengaruhi operasional
perusahaan yang dalam hal ini keputusan pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan kinerja keuangan perbankan. Variabel ekonomi makro yang
dapat berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan, khususnya perbankan syariah di Indonesia, yaitu Inflasi Sahara, 2013:151
Inflasi merupakan presentase kecepatan kenaikan harga-harga dalam suatu tahun tertentu. Atau dengan kata lain adanya penurunan dari nilai mata
uang yang berlaku Stiawan, 2009:18. Jika inflasi sedang meningkat maka harga-harga barang kebutuhan masyarakat akan ikut meningkat dan akan
menurunkan tingkat konsumsi masyarakat. Menurunnya tingat konsumsi masyarakat akan membuat para investor tidak mau untuk berinvestasi di
sektor riil. Sebagian besar dana investasi untuk sektor riil adalah dibiayai oleh
6
bank. Hal ini menjadikan bank kesulitan menyalurkan dana serta menanggung biaya dari modal yang ada. Dan pada akhirnya akan berdampak pada
menurunnya profitabilitas perbankan. Variabel berikutnya untuk mengukur ROA adalah NPF. Non
Performing Financing NPF adalah rasio yang digunakan untuk mengukur pembiayaan bermasalah pada suatu bank. Pembiayaan bermasalah di sini
adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet. NPF dijadikan variabel yang mempengaruhi profitabilitas karena Besarnya kredit
bermasalah dibandingkan dengan aktiva produktifnya dapat mengakibatkan kesempatan untuk memperoleh pendapatan dari kredit yang diberikan,
sehingga mengurangi laba dan berpengaruh negatif pada profitabilitas bank Wibowo, 2013:4.
Variabel berikutnya untuk mengukur ROA adalah BOPO. Biaya Operasional Pendapatan Operasional BOPO adalah rasio perbandingan
antara biaya operasional dan pendapatan operasional. BOPO menunjukkan kemampuan bank dalam menjalankan operasionalnya secara efisien. Teori
yang ada menjelaskan bahwa hubungan antara BOPO dan ROA adalah berbanding terbalik Stiawan, 2009:8. Jika tingkat BOPO meningkat maka
bank tersebut
menjalankan oprasionalnya
tidak efisien,
sehingga menyebabkan ROA menjadi menurun karena biaya oprasional menjadi tinggi.
7
Table 1.3 Rasio keuangan BUS dan UUS dalam persentase
Rasio 2008
2009 2010
2011 2012
ROA 1,42
1,48 1,67
1,79 2,14
Inflasi
11,06
2,78
6,96 3,79
4,30
NPF 3,95
4,01 3,02
2,52 2,22
BOPO 81,75
84,39 80,54
78,41 74,97
Sumber : Data BI dan BPS diolah kembali Berdasarkan data pada tabel 1.1 dapat dilihat bahwa ROA BUS dan
UUS dalam perkembangannya selama periode tahun 2008-2012 mengalami peningkatan. Pada tahun 2008-2009 ROA mengalami peningkatan sebesar
0,06 persen dari 1,42 persen menjadi 1,48 persen. Pada tahun 2009-2010 ROA juga mengalami peningkatan sebesar 0,19 persen dari 1,48 persen menjadi
1,67 persen. Pada tahun 2010-2011 ROA juga mengalami peningkatan sebesar 0,12 persen dari 1,67 persen menjadi sebesar 1,79 persen. Pada tahun 2011-
2012 ROA juga mengalami peningkatan sebesar 0,35 persen dari 1,79 persen menjadi sebesar 2,14 persen. Peningkatan ROA tertinggi terjadi pada tahun
2011-2012 yaitu sebesar 0,35 persen. Dengan demikian perlu diketahui faktor- faktor yang memepengaruhi ROA sehingga dapat diambil langkah perbaikan
kinerja keuangan bank untuk meningkatkan ROA selanjutnya. Pada table 1.2 dapat dilihat bahwa inflasi pada tahun 2008-2012
mengalami fluktuasi. Pada tahun 2008-2009 inflasi mengalami penurunan sebesar 8,28 persen dari 11,06 persen menjadi 2,78 persen, sedangan ROA
mengalami peningkatan sebesar 0,06 persen. Pada tahun 2009-2010 inflasi mengalami peningkaan sebesar 4,18 persen dari 2,78 persen menjadi 6,96
persen, dan ROA juga mengalami peningkatan sebesar 0,19 persen. Pada
8
tahun 2010-2011 inflasi mengalami penurunan sebesar 3,17 persen dari 6,96 persen menjadi 3,79 persen, tetapi ROA mengalami kenaikan sebesar 0,12
persen. Pada tahun 2011-2012 inflasi mengalami peningkatan sebesar 0,51 persen dari 3,79 persen menjadi 4,30 persen. Dan ROA juga mengalami
peningkatan sebesar 0,23 persen dari 1,79 persen menjadi sebesar 2,02 persen. Fenomena ini menunjukkan telah terjadi ketidakkonsistenan hubungan antara
inflasi dengan ROA. Dimana inflasi tahun 2008-2009 mengalami penurunan dan ROA mengalami peningkatan, sedangkan di tahun 2009-2010 inflasi
mengalami peningkatan dan ROA juga meningkat. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Pada table 1.2 dapat dilihat bahwa NPF BUS dan UUS pada tahun 2008-2012 mengalami fluktuatif. Pada tahun 2008-2009 NPF mengalami
peningkatan sebesar 0,06 persen dari 3,95 persen menjadi 4,01 persen, dan ROA juga mengalami peningkatan sebesar 0,06 persen. Pada tahun 2009-2010
NPF mengalami penurunan sebesar 0,99 persen dari 4,01 persen menjadi 3,02 persen, sedangkan ROA meningkan sebesar 0,19 persen. Pada tahun 2010-
2011 NPF mengalami penurunan sebesar 0,50 persen dari 3,02 persen menjadi 2,52 persen, sedangkan ROA megalami peningkatan sebesar 0,12 persen. Pada
tahun 2011-2012 NPF mengalami penurunan sebesar 0,30 persen dari 2,52 menjadi 2,22, sedangkan ROA mengalami peningkatan sebesar 0,35 persen.
Fenomena ini menunjukkan telah terjadi ketidakkonsistenan hubungan antara NPF dengan ROA. Di mana pada tahun 2008-2009 NPF mengalami
peningkatan dan ROA juga mengalami peningkatan, sedangkan pada tahun
9
2010-2011 NPF mengalami penurunan dan ROA mengalami peningkatan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Pada tabel 1.2 dapat dilihat bahwa BOPO BUS dan UUS pada tahun 2008-2012 mengalami fluktuatif. Pada tahun 2008-2009 BOPO mengalami
peningkatan sebesar 2,64 persen dari 81,75 persen menjadi 84,39 persen, dan ROA juga meningkat sebesar 0,06 persen. Pada tahun 2009-2010 BOPO
mengalamai penurunan sebesar 3,85 persen dari 84,39 persen menjadi 80,54 persen, sedangkan ROA mengalami peningkatan sebesar 0,19 persen. Pada
tahun 2010-2011 BOPO mengalami penurunan sebesar 2,13 persen dari 80,54 persen menjadi 78,41 persen. Pada tahun 2011-2012 BOPO mengalamai
penurunan sebesar 3,44 persen dari 78,41 persen menjadi 74,97 persen, sedangkan ROA mengalami peningkatan sebesar 0,30 persen. Fenomena ini
menunjukkan telah terjadi ketidakkonsistenan hubungan antara BOPO dengan ROA. Di mana pada tahun 2009-2010 BOPO mengalami penurunan dan ROA
mengalami peningkatan, sedangkan pada tahun 2008-2009 BOPO juga mengalami peningkatan dan ROA juga mengalami peningkatan, tetapi pada
tahun 2009-2011 BOPO dan ROA mempunyai hubungan yang negatif sesuai dengan teori yang ada, di mana BOPO menurun dan ROA meninggkat. Oleh
karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas, maka
penelitian ini mengambil judul ”Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas Bank Syariah di Indonesia”. Bank Syariah di sini adalah Bank
Umum Syariah BUS dan Usaha Unit Syariah UUS. Di mana variabel
10
Profitabilitas diukur dengan ROA untuk mengetahui kinerja aset yang dimiliki bank syariah dalam memperoleh laba, variabel makroekonomi yaitu inflasi,
variabel kualitas pembiayaan diukur dengan NPF, dan variabel Rasio Efisiensi Operasiolan diukur dengan BOPO.
B. Rumusan Masalah