Magis di Pesantren Permainan Debus Banten

63 dalam menjalankan ajaran agama. Di samping itu Banten mashur dan dikenal dengan ilmu-ilmu magisnya. Kemashuran Banten sebagi pusat ilmu-ilmu magis di Nusantara telah dikenal sejak masa pra Islam. Gunung Pulosari, Gunung Karang, dan Pulau Panaitan dikenal dengan daerah – daerah keramat sebagai tempat pertapaan dalam mencari kesaktian. 80 Di Banten sendiri permainan Debus pada masa awal lebih dikenal dengan al-madad. Namun pada masa selanjutnya debus berkembang dan memiliki banyak aliran, diantaranya debus al-madad, surosowan dan langitan. Aliran debus di Banten biasanya berafiliasi kepada salah satu aliran tarekat dalam Islam yakni antara lain tarekat Rifa’iyah dan Qodariyah. Unsur-unsur praktek kekerasan dalam pertunjukan debus Banten yang dimainkan dan ditontonkan oleh para jawara, merupakan kesenian tradisi yang terus diturunkan atau diwariskan kepada para penerusnya. Selain dari paguronan padepokan persilatan, dalam debus Banten inilah akar-akar kekerasan dalam budaya jawara diperoleh. Setidaknya disini dapat dilihat bahwa unsur-unsur kebudayaan dalam hal ini debus Banten memiliki kontribusi dalam mengkonstruk cultur of violence dalam masyarakat Banten dan khususnya para jawara. Debus sebagai sumber kekerasan dapat diartikan sebagai akar kekerasan yang diperoleh kelompok jawara, karena pertunjukan seni Debus diperankan oleh para jawara.

C. Magis di Pesantren

Ketika berbicara masalah pesantren maka gambaran yang diperoleh bahwa pesantren itu adalah tempat mencari dan memperdalam ilmu keislaman, disana identik dengan kiyai, santri, kitab kuning, masjid, dan pondokan tempat santri bermukim. Unsur-unsur budaya kekerasan dan anarkisme jauh, bahkan sama sekali tidak terlintas di dalam pandangan dunia pesantren. Tetapi lain halnya dengan kasus yang terjadi di Banten, justru pesantren inilah yang menjadi akar kekerasan budaya jawara Banten. Setidakanya terdapat alasan mengapa pesantren dilabelkan sebagai akar kekerasan dalam budaya jawara. Adapun tentang 80 Hossen Djajadiningrat, Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten Jakarta : Djambatan, 1983 34, 35. 64 perkembangan pesantren di Banten sekitar abad ke 16 M atau 17 M, dalam Serat Centhini sendiri menyebutkan bahwa terdapat sebuah pesantren yang berlokasi di daerah Gunung Karang di bagian barat Pandeglang. Namun lain halnya dengan Martin van Bruinessen, ia berpendapat bahwa sebelum abad ke 18 M, lembaga pesantren di Banten belum muncul. Hal ini dikarenakan pada masa abad ke 16 dan abad ke 17 M, penyebaran Islam itu sendiri diajarkan pada seputar masjid, istana dan lingkunagan Tarekat tasawuf. Sedangkan praktek magis dalam mencari kesaktian dipusatkan di daerah Gunung Karang, Pulosari, Panaitan Tempat pertapaan atau dekat kuburan suci. Sedangkan menurut Bruinessen maraknya perkembangan pesantren di Banten itu sendiri muncul pada akhir abad ke 18 M, dan pada awal abad ke 19 M. 81 Tumbuh berkembangnya pesantren di Banten merupakan simbol perlawanan terhadap pihak kolonial Belanda. Dari penjelasan di atas, meskipun berbeda pendapat dengan Bruinessen, setidaknya pada abad ke 16 M, Banten telah dikenal lembaga seperti pesantren yang digunakan tidak hanya mengajarkan ilmu keislaman saja, melainkan mempelajari aspek ilmu magis ataupun ngelmu atau yang lebih dikenal dengan white magic. Menurut Harsja W. Bachtiar, mengenai kemampuan dalam aspek magis dan mempercayai kekuatan gaib dalam masyarakat Indonesia, tidak hanya terbatas pada para dukun saja, melainkan banyak santri dari pesantren yang mempraktekan magis 82 . Sebelumnya telah dibahas bahwa pada masa abad ke 17 M di daerah Banten, antara padepokan persilatan dengan pesantren menjadi satu kesatuan. Dimana ada pesantren maka disitu terdapat padepokan persilatan sebagai akar kekerasan yang mengkonstruk budaya para jawara Banten. Selain dikarenakan faktor diatas, salah satu faktor yang menyebabkan mengapa pesantren dimasukan kedalam salah satu akar budaya kekerasan jawara 81 Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat Bandung: Mizan, 1995 25-27. 82 Harsja W. Bachtiar, The Religion of Java: a Commentary, in Readings on Islam in Southeast Asia, compiled by Ahmad Ibrahim Pasir Panjang: Institute of Southeast Asian Studies, 1985 280. 65 adalah, pesantren merupakan pusat ilmu magis white magic kesaktian yang diperoleh para jawara Banten. Magis merupakan suatu kebutuhan bagi para jawara Banten, tanpa magis jawara tidak memiliki kemampuan dalam memimpin maupun menjalani kehidupan di dalam masyarakat. Bagi masyarakat Banten dalam memandang jawara tanpa kekuatan magis dan kesaktian maka ia bukanlah seorang jawara. Jawara sendiri adalah seseorang yang memiliki kemampuan dalam mengolah kesaktian, magis, dan ilmu hikmah. Untuk memperoleh kesaktian, para jawara membutuhkan seorang kiyai yang dianggap sebagai sumber kesaktian ilmu magis. Eksistensi para jawara tak luput dari peranan kiyai dan dunia pesantren, melalui pesantren-pesantren di Banten inilah kemudian muncul dan berkembangnya jawara Banten. Kiyai sendiri memiliki dua varian murid, diantara muridnya tersebut ada yang memiliki kecenderungan bakat pada ilmu pengetahuan agama. Tetapi di lain pihak, adapula murid yang kurang begitu memahami pendalaman agama melainkan memiliki bakat silat dan kecenderungan kearah perjuangan. Pada akhirnya murid yang cenderung pada ilmu agama disebut santri, sedangkan yang memiliki bakat kekuatan fisik silat dan bernuansa magis adalah jawara. 83 Disini kiyai berperan sebagai sumber kekuatan magis bagi para jawara, lewat kiyai lah ilmu kesaktian sepertihalnya kanuragan, brajamusti, kebal dan magis ditransform kepada jawara. Hubungan emosional antara murid dengan guru yang dialami oleh kiyai dan jawara, terjalin sangat erat di antara kedu belah pihak. Dilihat dari aspek inilah, pesantren dinilai sebagai akar atupun sumber-sumber kekerasan yang melahirkan jawara. Dimana khususnya dalam hal ini pesantren memfasilitasi ilmu- 83 Perbedaan antara jawara dan santri terletak pada ketekunan mereka ketika berguru, santri lebih menekuni ilmu-ilmu keagamaan, sedangkan jawara lebih menekuni bidang yang terkait dengan pengolahan raga dan bathin. Kiyai berperan sebagi tokoh yang berkemampuan mewujudkan magis dan menjadi sumber dari mantra-mantra tersebut, kekuatan magis tersebut ditransmisikan kepada jawara untuk memiliki kemampuan tersebut. Lihat MA. Tihami, “Kiyai dan Jawara di Banten, Studi Tentang Agama, Magi, dan Kepemimpinan di desa Pesanggrahan Serang Banten” Jakarta: Tesis, Universitas Indonesia, 1992, 21. 66 ilmu magis dan kesaktian. Disamping mengajarkan ilmu-ilmu agama, pesantren-pesantren di Banten secara turun temurun mewarisi ilmu-ilmu magis kepada santri-santrinya. Hal inilah yang menjadi ciri khas dari pesantren yang berkembang di daerah Banten. Berkembangnya praktek-praktek magis dalam dunia pesantren merupakan salah satu kebutuhan pada masa tersebut. Dimana para santri atau jawara di bekali ilmu kesaktian magis agar mampu melakukan pemberontakan dalam melawan pihak kolonial Belanda yang dipimpin oleh para kiyai. Selain itu, kemampuan magis merupakan bekal untuk kehidupan. Situasi dan kondisi lingkungan daerah Banten pada abad ke 17 – 19 M, yang rawan dengan tindakan kriminal, menghajatkan atas seseorang untuk memiliki kesaktian magis dan bela diri. Hal ini lah yang melatar belakangi tumbuh berkembang pesatnya praktek magis di lingkungan pesantren yang kemudian melahirkan jawara-jawara Banten. Secara umum terdapat dua jenis model pesantren yang berkembang di Banten, yakni pesantren salafi dan pesantren modern’. Untuk kasus praktek magis, pesantren salafilah atau yang lebih dikenal dengan kobong, memiliki kontribusi besar terhadap perkembangan praktek magis di wilayah Banten. Dari model pesantren seperti inilah banyak jawara yang dilahirkan, dan diajarkan ilmu gaib sihir oleh seorang kiyai sebagai pemimpin pondok tersebut. Sedangkan proses belajar mengajar ilmu magis di dalam lingkungan pesantren ditentukan pada hari-hari yang khusus. Praktek tersebut biasanya terjadi pada Kamis malam, dan hari ke 10 pada bulan Muharram. Dalam lingkungan pesantren salafi terdapat beberapa jenis praktik magis yang dilakukan oleh para santri yang kemudian menjadi jawara. Praktik pembelajaran magis tersebut langsung di bawah pengawasan santri senior, ustadz atau kiyai. Adapun jenis-jenis kesaktian magis yang diajarkan dalam lingkungan pesantren kepada para jawara, baik secara langsung maupun dengan sesuatu benda antara lain, Ilmu Hadiran, Ilmu Ziyad, Kekebalan kekebalan, Putergiling, Wafaq, Rajah, dan Hizib. Dibawah ini akan dijelaskan ilmu magis yang populer, dan sering dipraktekkan di lingkungan pesantren, antara lain : 67 Ilmu Kebal Ilmu kebal ilmu kekebalan, bagi sebagian orang kemampuan seperti ini, identik bersumber dari praktek black magic ilmu hitam. Padahal tidak demikian, justru ilmu kebal ini berkembang diderah Banten khususnya pesantren. Contoh kecilnya, pertunjukan kesenian tradisional debus, dimana atraksi- atraksi kekebalan kerap ditontonkan. Jika debus saat ini dilakukan hanya bertujuan hiburan atau sebagai pertunjukan kesenian tradisional, sedangkan ilmu kebal Ilmu kekebalan yang diajarkan di dunia pesantren bertujuan untuk melindungi para santri dari bahaya. Baik ketika mereka masih tinggal maupun setelah lulus dari pesantren. Terlepas dari citra negatif, dimana ilmu kebal kerap digunakan oleh black magic. Ilmu kebal seperti yang dipelajari didunia pesantren Banten dimaksudkan untuk tujuan yang baik. Seorang santri ataupun jawara, sebagai murid kiyai biasanya diperingatkan untuk tidak menggunakannya ilmu kebal dengan tujuan yang buruk. Namun dalam prakteknya setelah keluar dari pesantren, beberapa dari mereka kadang- kadang menggunakannya untuk tujuan buruk. Untuk mendapatkan ilmu kekebalan dari seorang kyai, seorang jawara biasanya diberikan dua pilihan Asak atau Atah’. Pengertian yang pertama Asak, artinya seorang jawara tidak perlu melakukan puasa dan wirid, dia hanya memberikan sejumlah uang untuk kyai sebagai bentuk mahar. 84 Untuk pengertian yang kedua Atah, artinya seorang jawara harus melakukan ritual tertentu seperti halnya berpuasa dalam beberapa hari. 85 84 Mahar di sini berarti suatu jumlah uang atau hal-hal yang harus diberikan kepada kyai, Ahli hikmah, atau dukun sebagai syarat untuk mendapatkan sihir Ilmu gaib. Wawancara dengan Kang Ghofur, ustadz dan paranormal, Curug, 25 Oktober 2010. 85 Ada beberapa jenis puasa untuk memiliki Ilmu kebal, yang pertama adalah puasa seperti yang dilakukan di bulan Ramadan tetapi dengan jumlah hari yang berbeda, ada yang tiga, tujuh, atau empat puluh hari. Selama puasa seorang jawara harus melakukan beberapa wirid pada waktu tertentu. Untuk jenis puasa yang kedua adalah puasa mutih, ritual puasa di mana seseorang tidak boleh makan apa-apa kecuali nasi putih, garam dan air putih. Ketiga adalah puasa mati geni, yakni berhenti makan sesuatu, berhenti bicara dengan 68 Disamping berpuasa, ritual tersebut dibarengi dengan mengamalkan wirid dalam jumlah dan waktu tertentu. Sebagai contoh, pada setiap malam hari ke 10 Muharram, KH. Nawawi seorang kyai pesantren Darul Falah di Ciruas Banten, biasanya mengundang santri yang tinggal di pesantren-nya maupun dari luar, untuk melakukan wirid berjamaah yang dimulai di 09:00 dan berlangsung sampai 02:00. Setelah melakukan wirid, ia kemudian masuk ke dalam ruangan khusus dan memanggil santri, satu per satu untuk datang ke kamarnya. Diruangan tersebut, dia memberikan beberapa amalan magis untuk para santri, salah satunya adalah Ilmu kebal kekebalan. Namun, meskipun semua santri melakukan wirid pada waktu itu, tidak semua orang dapat memperoleh ilmu magis darinya. Seorang kiyai tidak memberikannya kepada setiap sembarang orang, Ia hanya memberikan kepada orang-orang tertentu yang dianggapnya sebagai orang yang tepat untuk memilikinya. Sebelum memberikan Ilmu kebal, biasanya kiyai tersebut memegang tangan kanan santri atau jawaranya untuk di izajahi diisi. Jika ia melihat bahwa santrinya adalah orang yang tepat untuk memilikinya, ia membaca wirid dan menggosok tangan santri tersebut. 86 Setelah proses tersebut selesai, ia mengambil sebuah golok untuk disayatkan kekulit tangan si santri tersebut. Setelah kiyai tersebut yakin bahwa para santrijawara berhasil dalam melaksanakan ilmu kebal, maka ia menyarankan kepada santrijawaranya untuk tidak menggunakan ilmu tersebut untuk tujuan buruk. Hal-hal diatas merupakan kegiatan tahunan yang dilakukan di pesantren-pesantren salafi yang ada di Banten. Ziyad, Jeblag, Jurujud Ilmu Ziyad, atau yang dikenal juga dengan jurus Jeblag, Kontak dan Jurujud merupakan salah satu kemampuan magis yang dimiliki oleh para jawara Banten. Jenis praktik magis ini siapapun, dari pagi sampai pagi berikutnya dalam dua puluh empat jam, dan ia harus selalu di ruang khusus untuk mengamalkan wirid. 86 Wawancara dengan Azwar, tokoh jawara dari kresek Tangerang, April 2010. 69 biasanya dilakukan oleh minimal dua orang atau lebih dengan tujuan memukul tubuh dari kejauhan. Dalam sebuah pertarungan biasanya seorang jawara menggunakan jurus ini, dengan menggerakan kedua tangan atau hanya menggerakan isyarat mata, musuh sudah terpental. Bahkan jika seorang jawara telah menguasai ilmu ziyad dengan sempurna, maka ia akan dapat membalikan dan menahan sebuah mobil. Level tertinggi dalam magis itulah yang disebut dengan jurujud. 87 Selain itu, jurus ini juga digunakan untuk menahan pukulan tubuh, atau sabetan golok dari orang lain. Tidak sembarang seseorang dapat menguasai jurus ini, dalam pesantren biasanya seorang kiyai hanya memberikan kepada seseorang yang telah memumpuni secara mental dan fisik. Jika dalam pengamalan seorang jawara tak mampu dalam mengamalkannya, maka ia akan gila. Wafaq Wafaq adalah salah satu sarana ataupun media yang biasa digunakan oleh para jawara dalam mengolah kekuatan ilmu magis. Adapun kegunaannya bermacam-macam sesuai dengan kebutuhan, agar memiliki kharisma dan wibawa yang tinggi, pengasihan, tidak mempan di bacok, kebal, bahkan sebagai media dalam menarik keuntungan dalam berbisnis, dan lain-lain. Wafaq biasanya berbentuk selembaran keretas, atau lembaran kulit kambing dan sapi. Terdapat beberapa bentuk macam wafaq, sesuai dengan tujuan dari wafaq itu sendiri, ada yang disebut mutsallas, murabba’, mukhammas, musaddas, musabba, mutsamman, mutassa’.Wafaq sendiri berisi ayat-ayat al-qur’an, asmaul husna dan biasanya ditulis dengan tinta emas, atau ditulis dengan minyak zafa’ran. Kemudian dilipat dan dibungkus didalam plastik kecil agar tidak mudah lapuk. Lain halnya dengan jimat, walaupun fungsinya sama sebagai media, jimat dapat 87 Sebenarnya terdapat berbagai macam ilmu magis yang diajarkan dalam dunia pesantren di Banten, menariknya praktek magis ini diwarisi turun temurun dari setiap generasi. Diantara jurus magis yang biasa digunakan oleh para jawara dalam pertarungan antara lain, jurus Kama Rasa, Tendet, Jeblag, Dua Tendet, Konci, Potong, Giles, Lewat, Colok, dan Jurujud. Setiap jurus magis ini memiliki kegunaan yang berbeda antara satu sama lain. Lihat Naskah, Risalah Majmu’atul Hikmah, Banten. 70 berbentuk apa saja baik itu kertas, keris, taring macan, atau lain sebagainya. Sedangkan wafaq, khusus tertulis di kertas sebagai media magis. Hizib Selain beberapa praktek magis yang disebutkan di atas, pesantren di Banten juga mengajarkan wirid dalam bentuk Hizib untuk tujuan magis, biasanya hizib ini diambil dari naskah kitab Risalah Majmu’atul Hikmah, 88 atau Dalail Khairot. 89 Hizib dalam bahasa Arab memiliki arti partai, pasukan atau tentara. Tetapi yang dimaksud hizib disini adalah, rangkaian-rangkaian amalan atau doa-doa tertentu yang panjang. Hizib merupakan salah satu doa amalan yang diandalkan, dan dibaca pada saat seseorang sendang mengalami hal-hal tertentu, seperti halnya sedang menghadapi musuh. Pada umumnya para jawara membaca hizib pada saat sedang tertimpa marabahaya, sedang bertarung elmu, diteluh, atau disantet. Terdapat beberapa hizib tertentu yang diberikan oleh seorang kiyai terhadap seorang jawara, dan santri sebagai muridnya. Adapun hizib-hizib yang biasa diajarkan dalam dunia pesantren antara lain antara : Hizib Nashr, Hizib Bahr, Hizib Ikhfa, Jailani Hizib, Hizib Yamani, Hizib Autad, Hizib Khafiy, Barqi dan Hizib Nawawi Hizib. 90 88 Naskah Risalah Majmu’atul Hikmah, Banten 89 Naskah Dalail Khairot, Banten. Naskah kitab ini biasanya hanya berisikan Hizib Nashr, yang berguna untuk menyembuhkan seseorang yang dimasuki roh halus, atau gila. 90 Naskah Risalah Majmu’atul Hikmah, Banten, dan Wawancara dengan Kang Ghofur, ustadz dan paranormal, Curug, 25 Oktober 2010. 71 Gambar 1.5, salah satu jenis wafak untuk melariskan dagangan Gambar 1.6, Jenis wafak Selain kekuatan magis yang diperoleh jawara bersumber dari dunia pesantren, ternyata pada perkembangannya terdapat sumber-sumber magis yang diperoleh jawara bukan dari dunia pesantren. Sebut saja ilmu Teluh, kemampuan magis ini bersumber dari sihir ilmu hitam black magic, yang diperoleh dari tradisi kepercayaan kuno Banten Jangjawoken atau ilmu Rawayan. Oleh karena itu, pada perkembangan selanjutnya, banyak jawara yang terkontaminasi dengan praktek magis ilmu Rawayan. Bahkan dalam ritualnya, kita akan sering menemukan 72 seorang jawara yang memadukan ritual ajaran agama dengan praktek Jangjawoken, untuk pembahasan ini akan disinggung pada bab selanjutnya. Untuk praktek Teluh 91 biasanya dipergunakan oleh seorang jawara untuk mencelaki musuhnya, dengan mengirim teluh pada malam hari. 92 Daerah Baduy merupakan daerah yang terkenal dengan keganasan teluh itu sendiri, yang merupakan pusat black magic di Banten. Munculnya praktek-praktek magis dalam dunia pesantren di Banten, yang menjadi sumber kekuatan dan sekaligus akar kekerasan dalam budaya jawara. Merupakan tuntutan zaman pada masa itu abad ke 18 M, dimana pihak kolonial Belanda menancapkan pengaruh dan kekuasaanya. Hal tersebut diperparah ketika dihapusnya kesultanan Banten, dan hilangnya otoritas Ulama dalam pemerintahan. Tekanan dan pressure pihak kolonial terhadap masyarakat lokal setempat, memicu adanya pemberontakan-pemberontakan. Oleh karena itu, praktek magis yang diajarkan disetiap pesantren di Banten berguna untuk melawan penjajahan kolonial Belanda. Pada perkembangan selanjutnya pada era kolonial, para jawara dan kiyai berperan sentral dalam memobilisasi pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di Banten. Hampir setiap peristiwa pemberontakan yang terjadi di Banten dimotori oleh kiyai dan jawara. Disinilah, jawara 91 Teluh merupakan salah satu ilmu hitam dan guna-guna yang sering digunakan oleh seseorang untuk membunuh musuhnya. Biasanya teluh itu berbentuk bola api yang dapat terbang dan dikirim ke musuhnya pada saat malam hari. Adapun isi dari teluh bola api tersebut terdiri dari benda-benda tajam, silet, paku, beling dan lain sebagainya. Penulis melihat dengan mata kepala sendiri, bagaimana teluh bola api terbang ke rumah seorang kiyai di Banten, adapun daerah yang masih terkenal dengan teluh dan ilmu hitamnya antara lain, daerah Lebak, Kanekes, Bojonegoro, Walantaka, Cikande, Petir, untuk daerah Tangerang terletak di Pala Sari, Legok dan Kresek. 92 Perlu diketahui bahwa biasanya teluh dikirim mulai dari magrib, kurang lebih jam 07.00- 11.00 malam. Jika teluh dikirim melebihi demikian, maka dipastikan teluh tersebut akan mengalami kegagalan, apa yang menyebabkan demikian? Hal tersebut, lantaran teluh tidak bisa sampai pada tujuan jika telah terkena embun malam. Oleh karena itu, pada jam 07.00-11.00 malam, adalah waktu yang tepat dimana embun malam belum mulai turun. Penulis pernah melihat dengan kepala mata sendiri, ketika bola api teluh jatuh di kediaman salah seorang kiyai Banten. 73 berpeeran sebagai pembantu kiyai, dalam melaksanakan aktifitas- aktifitas perlawanan. Pada masa kolonial tersebut pemberontakan kekuatan fisik merupakan solusi dalam melawan penjajahan Belanda.

BAB III PROFIL HISTORIS SOSIOLOGIS JAWARA BANTEN

Jawara dalam kehidupan sosial dan kultur budaya Banten dapat dikatakan sebagai simbol budaya lokal. Sebagai sebuah kelompok yang bersumber dari tradisi lokal, komunitas Jawara mencerminkan kultur dan budaya yang berbeda dari daerah- daerah lain di Indonesia. Jawara yang merupakan subkultur masyarakat lokal, memiliki peran dalam setiap aspek kehidupan masyarakat. Pada bagian ini, penulis akan membahas tentang seputar profil jawara Banten dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat Banten, baik dari aspek kepemimpinan dan kharisma. Profil jawara tersebut dapat dilihat dari peranan jawara Banten pada masa perjuangan era kolonial Belanda, dimana para kiyai dan jawara pada dekade 1800-1888an, memiliki peran signifikan dalam menggerakan pemberontakan, serta menampilkan profil tokoh-tokoh kiyai-jawara yang terlibat dalam gerakan pemberontakan. Selain itu, bagian ini juga akan membahas hubungan relasi yang terjadi antara kiyai dengan jawara, dimana para kiyai berperan besar dalam melahirkan jawara sebagai subkultur masyarakat lokal. Oleh karena itu, hubungan yang terjalin antara jawara dengan kiyai, merupakan hubungan antara murid dengan guru, dan pada masa awal perjuangan melawan kolonial jawara berfungsi sebagai tentara kiyai. A.Peranan Jawara Pada Masa Penjajahan Peran-peran tradisional jawara dalam masyarakat Banten berlangsung turun naik. Hal ini pula yang merubah persepsi masyarakat Banten terhadap jawara. Ketika peran sosial dan