Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN
5
Permasalahan-permasalahan yang terjadi di indonesia sangat berpengaruh terhadap perekonomian negara, sebagai contoh adanya krisis ekonomi. Akibat
terjadinya krisis, maka tingkat kesehatan perusahaan banyak mengalami kebangkrutan. Kemungkinan datangnya krisis global adalah disebabkan oleh
gagalnya perbankan nasional dalam memprediksi secara akurat terhadap pergerakan naik turunnya nilai mata uang pasar, otoritas moneter yang tidak
mampu mengatasi pinjaman luar negri yang dilakukan oleh kalangan swasta dalam negeri sehingga semakin banyak pinjaman yang jatuh tempo tidak mampu
di tutupi oleh cadangan devisa. Perbaikan ekonomi nasional harus dilakukan serentak dengan sistem perbankan nasional yang kuat sekaligus sehat diperlukan
adanya penyesuaian dan penyempurnaan berbagai kebijakan di bidang perbankan. Adnan dan Kurniasih, 2000:15
Dalam suatu negara, perbankan memiliki peran yang vital, hal ini tidak lepas dari fungsi bank itu sendiri, yaitu sebagai penghimpun dana dari masyarakat
dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dengan lebih efektif dan efisien. Jadi dengan demikian bank bisa menjadi andalan dalam pembangunan di bidang
ekonomi. apabila sistem dan kelembagaan dalam industri perbankan baik maka perbankan akan sangat bermanfaat bagi pembangunan di indonesia. Dengan
demikian agar perbankan menjadi sangat bermanfaat dalam mendukung pembangunan negara maka proses penyaluran pembiayaan perbankan harus
dilakukan secara aktif, berhati-hati, dan didasarkan pada pengetahuan atau informasi yang tepat mengenai sektor industri usaha tertentu yang produktif.
Oleh karena itu peran dari bank sangat di perhatikan oleh negara karena bank
6
sebagai salah satu alat penunjang perekonomian, oleh karena itu negara sangat memperhatikan kesehatan bank tersebut. Penilaian kesehatan bank ini di nilai
sangat penting, karena bank dipercayakan untuk menghimpun dan mengelola dana masyarakat.
Dalam rating yang di keluarkan oleh majalah Infobank tahun 2012, jumlah bank di Indonesia dari tahun ke tahun menurun karena merger ataupun di
likuidasi. Ketika rating versi Biro Riset Infobank pertama kali diluncurkan tahun 1996, jumlah bank masih 240 buah dan hingga kini berjumlah 120. Untuk ke
depannya diperkirakan jumlah bank masih akan menyusut akibat merger antar bank, baik karena ketentuan kepemilikan tunggal maupun untuk memperkuat
modalInfoBank, 2012:29 Tabel 1.1
Rata-rata rasio pertahun Rasio
Tahun 2007
2008 2009
2010 2011
CAR 19,85
15,51 16,26
16,64 19,99
NPL 3,51
2,28 3,44
2,89 2,36
ROA 2,56
2,21 2,09
2,66 2,44
ROE 2,43
2,14 3,15
2,64 2,27
BOPO 81,48
85,82 90,09
88,22 81,67
NIM 5,55
5,32 5,51
5,31 5,38
LDR 63,34
73,52 64,53
66,15 75,85
Sumber: data diolah Pada tahun 2008 terjadi krisis global hal tersebut berdampak pada
perekonomian Indonesia sehingga mempengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia termasuk sektor perbankan. Hal ini dapat dilihat dari rata-
rata hasil bank umum swasta nasional devisa yang berpengaruh akibat krisis yang terjadi. Sehingga pada tahun 2007-2009 membuat kinerja perbankan mengalami
7
kondisi yang fluktuatif dan menyebabkan adanya bank-bank yang mengalami penurunan kinerja dan berdampak pada kesehatan bank, sehingga menyebabkan
beberapa bank mengalami likuidasi ataupun merger. Pada tahun 2010-2011 kondisi perekonomian sudah mulai membaik terlihat dari tabel di atas yang sudah
menunjukkan peningkatan kinerja. Untuk menilai suatu kesehatan bank dapat dilihat dari berbagai segi.
Penilaian ini bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sangat sehat, sehat, cukup sehat, dan tidak sehat. Bagi bank yang sehat agar
tetap mempertahankan kesehatannya, sedangkan bank yang sakit untuk segera mengobati “penyakitnya”. Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-
bank dapat memberi arahan atau petunjuk bagaimana bank tersebut harus dijalankan atau bahkan kalau perlu dihentikan kegiatan operasinya.
Penilaian kesehatan bank dilakukan setiap periode. Dalam setiap penilaian ditentukan kondisi suatu bank apakah bank itu sehat ataupun tidak. Bagi bank
yang sudah dinilai sebelumnya dapat pula dinilai apakah ada peningkatan atau penurunan kesehatanya. Bagi bank yang menurut penilaian sehat atau kesehatanya
terus meningkat tidak jadi masalah, karena itulah yang diharapkan dan supaya tetap dipertahankan. Akan tetapi bagi bank yang terus-menerus tidak sehat, maka
harus mendapat pengarahan atau bahkan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Penilaian untuk menentukan suatu kondisi bank, biasanya menggunakan berbagai alat ukur. Salah satu alat ukur utama yang digunakan untuk menentukan
kondisi suatu bank adalah CAMEL.
8
Wicaksana, 2011:2 menyatakan suatu bank dikatakan sehat apabila dapat melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi
semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Dengan mengetahui tingkat kesehatan bank maka
seluruh pihak yang terkait dapat mengukur sejauh mana pengelolaan bank telah sesuai dengan asas pengelolaan bank yang sehat dan ketentuan yang berlaku di
Indonesia. Selain itu tingkat kesehatan bank juga bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi kinerja bank dalam kegiatan operasional sehinggga bank dapat
mengoptimalkan keuntungan dan kemungkinan kegagala atau kebangkrutan dapat dihindari. Hal ini sesuai dengan apa yang disebut dapam Peraturan Bank
Indonesia No.610PBI2004 Tentang Sistem Penilaian Kesehatan Bank Umum yang menyebutkan bahwa kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua
pihak yang terkait baik pemilik, pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank, dan Bank Indonesia selaku otoritas pengawas bank. Bank wajib memelihara
kesehatan bank sesuai ketentuan yang diperlukan Bank Indonesia dan wajib melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
Dalam menilai tingkat kesehatan bank dapat dinilai dari beberapa indikator. Salah satu sumber utama indikator yang dijadikan dasar penilaian
adalah laporan keuangan bank yang bersangkutan. Berdasarkan laporan itu akan dihitung sejumlah rasio keuangan yang biasa dijadikan dasar penilaian tingkat
kesehatan bank. Analisis rasio keuangan memungkinkan manajemen untuk mengidentifikasi perubahan-perubahan pokok pada trend jumlah, dan hubungan
serta alasan perubahan tersebut. Hasil analisis laporan keuangan akan membantu
9
mengintepretasikan berbagai hubungan kunci serta kecenderungan yang dapat memberikan dasar pertimbangan mengenai potensi keberhasilan perusahaan
dimasa akan datang. Almilia dan Herdiningtyas, 2005. Whalen dan Thomson 1988 dalam Wilopo 2001 menemukan bahwa
rasio keuangan CAMEL cukup akurat dalam menyusun rating bank, dan di Indonesia Surifah 1999 menguji manfaat rasio keuangan dalam memprediksi
kebangkrutan bank dengan menggunakan model CAMEL. Dalam penelitian oleh Almilia dan Herdiningtyas 2005:1 tertulis bahwa
rasio CAR, APB, ROA, NIM dan BOPO secara statistik berbeda untuk kondisi bank bangkrut dan tidak bangkrut. Penelitian ini membuktikan secara empiris
bahwa hanya rasio CAR dan BOPO yang secara signifikan untuk memprediksi kondisi kebangkrutan dan kesulitan keuangan pada sektor perbankan.
Payamata dan Machfoedz dalam Aprilia, 2010 mengatakan penilaian terhadap kinerja perbankan di Indonesia seringkali dilakukan dengan
menggunakan rasio CAMEL yang meliputi Capital, Assets, Earnings, Management, dan Liquidity. CAMEL tidak sekedar mengukur tingkat kesehatan
bank, tetapi juga digunakan sebagai indikator dalam menyusun peringkat dan memprediksi kebangkrutan bank. Rasio-rasio CAMEL yang sering digunakan
adalah Capital Adequacy Ratio CAR, Non Performing Loan NPL, Return On Assets ROA, Return On Equity ROE, Biaya Operasional terhadap Pendapatan
Operasional BOPO, Net Interest MarginNIM, dan Loans to Deposits Ratio LDR. Penelitian dengan menggunakan rasio-rasio CAMEL di dalam
10
memprediksi kebangkrutan atau kegagalan bank telah beberapa kali dilakukan sebelumnya namun belum menunjukkan hasil yang konsisten.
Almilia dan Herdiningtyas 2005 dalam penelitiannya tentang “Analisis
Rasio CAMEL terhadap prediksi kondisi bermasalah pada lembaga perbankan periode 2002-
2005” menyatakan CAR negatif signifikan terhadap kebangkrutan bank, sedangkan penelitian Santoso 1996 dalam Mulyaningrum 2008
menyatakan CAR positif signifikan. Sebaliknya Nasser dan Aryati dalam Almilia dan Herdiningtyas, 2005 menyatakan CAR tidak signifikan.
Suharman dalam Mulyaningrum 2008 tentang penelitiannya “Analisis
Risiko Keuangan untuk Memprediksi Tingkat Kegagalan Usaha Bank” menyatakan NPL negatif signfikan terhadap kebangkrutan bank. Santoso 1996
menyatakan NPL positif signifikan terhadap kebangkrutan bank. Namun pada penelitian Almilia dan Herdiningtyas 2005 NPL tidak berpengaruh signifikan.
Penelitian Altman 1968 dalam Mulyaningrum 2008 dengan menggunakan EBITTA menyatakan ROA positif signifikan terhadap
kebangkrutan bank, sedangkan Santoso 1996 menyatakan ROA negatif signifikan. Namun dalam penelitian Mulyaningrum 2008 ROA tidak
berpengaruh secara signifikan. Santoso 1996
dalam penelitian nya yang berjudul ”The Determinants of Problem Banks in Indonesia An Empirical Study
” menyatakan ROE negatif signifikan. Namun pada penelitian Almilia dan Herdiningtyas 2005, serta
Mulyaningrum 2008 ROE tidak signifikan.
11
Pada penelitian Almilia dan Herdiningtyas 2005 tentang “Analisis Rasio
CAMEL terhadap prediksi kondisi bermasalah pada lembaga perbankan periode 2002-
2005” dan Mulyaningrum 2008“Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Kebangkrutan Bank di Indonesia” menyatakan rasio NIM tidak signifikan dalam
memprediksi kebangkrutan. Penelitian yang dilakukan Aryati dan Balafif 2007 yang berjudul tentang
“Analisis Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesehatan Bank dengan Regresi Logit” menyatakan rasio NPL mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
probabilitas sehat dan tidak sehat pada bank tersebut sedangkan rasio CAR, ROA, ROE, LDR dan NIM menunjukan hasil yang tidak signifikan atau tidak ada
pengaruh probabilitas sehat dan tidak sehat. Penelitian yang dilakukan oleh Almilia dan Herdiningtyas 2005
menghasilkan rasio BOPO positif signifikan, sedangkan Meyer dan Pifer dalam Mulyaningrum, 2008 menyatakan BOPO negatif signifikan. Namun pada
penelitian Mulyaningrum 2008 BOPO tidak signifikan. Penelitian Mulyaningrum 2008 tentang
“Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Kebangkrutan Bank di Indonesia” menghasilkan rasio LDR negatif
signifikan. Namun, pada penelitian Almilia dan Herdiningtyas 2005 hasil rasio LDR tidak signifikan.
Berdasarkan hasil
penelitian terdahulu,
peneliti tertarik
untuk menggunakan kembali rasio-rasio CAMEL tersebut. Penelitian ini mengacu
kepada penelitian Almilia dan Herdiningtyas 2005 dan Mulyaningrum 2008 yang bertujuan untuk mengetahui probabilitas kondisi bermasalah yang dialami
12
oleh sektor perbankan di Indonesia dimana suatu bank dikatakan bermasalah jika mengalami net income negatif minimal selama 2 tahun berturut-turut atau bank
yang telah mengalami masalah pada tahun 2007-2011. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terdapat pada periode penelitian, dimana pada
penelitian sebelumnya periode yang diteliti selama 2 tahun periode 2000-2002 maka penelitian ini mencoba dengan periode yang lebih panjang 2007-2011 dan
sampel yang digunakan adalah bank-bank yang terdaftar di dalam Direktori Bank Indonesia tahun 2007-2011. Sedangkan variabel independen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah rasio CAMEL yang terdiri dari CAR, NPL, ROA, ROE BOPO, LDR,dan NIM. Sehingga penelitian ini diberi judul
“ANALISIS PENGARUH RASIO CAMEL TERHADAP TINGKAT KESEHATAN
BANK PADA BANK UMUM SWASTA NASIONAL DI INDONESIA PERIODE 2007-2011
”