Golput karena Masalah Teknis

ini sebagai hadiah untuk PKB yang telah mencabut usulannya tentang larangan terdawa dan syarat SLTA, walaupun dalam perkembangannya akhirnya Gus Dur tetap terganjal dengan ketentuan pasal 6 ayat d UU No. 23 tahun 2003 yang menyatakan “mampu secara jasmani dan rohani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai presiden dan wakil presiden.” Dalam hal ini KPU sebagai penyelenggara pilpres berdasarkan rekomendasi Ikatan Dokter Indonesia IDI yang memerikasa semua kesehatan capres dan cawapres menyatakan Gus Dur tidak lolos. 140 Dengan mulai meningkatnya rasionalitas rakyat, maka pada pemilu 2004 ini masyarakat memberikan pelajaran kepada para politisi kita, sebagai wakil rakyat, sebagai pemimpin negara, mereka harus memperhatikan kepentingan rakyat. Turunnya tingkat partisispasi pemilih registered voter turnout pada pemilu kali ini, menghukum para elit-elit politik kita bahwa ketika kepentingan dan aspirasi rakyat tidak diperhatikan, maka rakyat menjadi golput. 141

B. Golput karena Masalah Teknis

Di samping kekecewaan masyarakat terhadap parpol dan elit-elit politik, khususnya elit yang sedang berkuasa pada waktu itu, meningkatnya angka golput juga disebabkan oleh adanya kendala teknis, baik kesalahan dalam hal pendataan KPULembaga Statistik maupun tata cara pencoblosan yang tidak benar. Mengenai faktor kesalahan pendataan penduduk dapat diketahui misalnya pada saat pengumuman penetapan hasil pemilu legislatif 5 Mei 2004 lalu, KPU menyebutkan mengenai sejumlah faktor yang menyebabkan meningkatnya angka 4 2 43 141 Diakses 13 Oktober 2008 dari http:www.demosindonesia.orgpdf3Demos25Jan 05 . golput, diantaranya yaitu masih adanya pemilih yang terdaftar lebih dari satu kali di tempat yang berbeda, adanya pemilih yang terdaftar lebih dari satu kali di tempat yang sama, adanya kartu pemilih yang tidak dapat dibagikan karena pemiliknya tidak dikenali, adanya warga yang belum berhak memilih akan tetapi sudah mendapat kartu pemilih, adanya pemilih sudah meninggal dunia yang masih terdaftar, adanya pemilih terdaftar yang tidak menerima kartu pemilih dan tidak datang ke TPS 142 . Faktor teknis inilah yang juga penyebab meningkatnya angka golput pada pemilu 2004 lalu. Faktor kendala teknis di atas, salah satunya dipicu oleh pendaftaran pemilih yang telah lebih dahulu dilakukan oleh KPU bekerja sama dengan Biro Pusat Statistik BPS yang disebut dengan P-4B. Seperti yang sudah penulis jelaskan pada bab III, pendataan seperti ini jika tidak didukung dengan data-data baru dari RTRW di lapangan maka akan menyebabkan data kurang akurat, banyak pemilih yang semestinya terdaftar sebagai pemilih tidak masuk dalam daftar pemilih. Setelah hari H baru terungkap ada jutaan warga yang belum terdaftar. Di DKI Jakarta saja tercatat ada sekitar 2 juta warga yang sebenarnya berhak memilih tetapi tidak dapat menggunakan hak pilihnya. 143 Didik Supriyanto, Koordinator Bidang Pengawas Pemilu Panwas, membenarkan bahwa penyebab naiknya golput adalah daftar pemilih yang tidak “bersih”. Artinya masih ada pemilih yang tidak dikenal atau yang semestinya tidak berhak memilih, tetapi tercantum dalam daftar. Pertambahan jumlah pemilih pun pantas diragukan. Sebagai perbandingan, pada pemilu 1999 jumlah pemilih 89 + 4 CC 66 C 4C 4C C : 2 . , 7 8 terdaftar hanya 118,158 juta orang. Namun, dalam lima tahun saja, jumlah pemilih terdaftar melejit menjadi 148 juta pada pemilu legislatif dan 155,048 juta pada pemilu presiden dan wakil presiden putaran pertama. Pertambahan jumlah pemilih ini patut diragukan mengingat tidak mungkin pertambahan pemilih yang begitu pesat hanya dalam lima tahun saja. Ramlan Surbakti, Wakil Ketua Umum KPU 2004 juga mengakui, bahwa dari total pemilih terdaftar, terdapat sekitar 2,5 persen yang merupakan pemilih yang tidak dikenal ghost voters. 144 Dari pemaparan di sini jadi jelas bahwa menigkatnya angka golput pada pemilu 2004 diantaranya juga disebabkan karena adanya faktor pendataan yang kurang akurat. Di samping adanya kesalahan teknis KPU tadi, ada juga yang disebabkan karena teknis lain misalnya kesalahan pencoblosan, dalam hal ini tata cara pencoblosan yang tidak benar bisa menyebabkan surat suara menjadi rusak. Banyak masyarakat yang belum paham tentang tata cara pencoblosan yang benar ditambah surat suara yang terlalu lebar mengakibatkan kesulitan bagi pemilih dalam membuka kertas suara tersebut. Satu kasus pernah terjadi pada pemilu presiden putaran pertama, banyak pemilih tidak membuka lebar-lebar kertas suaranya dan mengakibatkan kertas suara tercoblos dua. Kertas suara tercoblos dua yang menembus sampai bagian depan menjadi kontroversi antara sah dan tidak, banyak petugas di lapangan menganggap surat suara tersebut tidak sah. Akan tetapi, surat suara tersebut masih bisa diselamatkan oleh KPU dengan surat edarannya ber-Nomor 115115VII2004 yang menyebutkan bahwa surat suara yang dicoblos dalam kondisi terlipat dua secara horizontal, yang mengakibatkan coblosan menembus 89 + 4 CC 66 C 4C 4C C : 2 ke halaman judul, tetap dinyatakan suara sah. Walaupun demikian, Penulis menduga, dari kasus salah coblos tersebut tidak tertutup kemungkinan adanya coblosan yang mengenai calon lain dan jelas ini menjadi suara tidak sah. Dalam hal kesalahan pencoblosan, menurut penulis terjadi setidaknya disebabkan oleh dua faktor. Pertama, pemilih kurang memahami cara pencoblosan yang benar. Pemilu 2004 adalah pemilu pertama dengan sistem dan tata cara pemilihan yang berbeda dengan pemilu sebelumnya, yaitu adanya sistem proporsional terbuka yakni nama-nama caleg terpampang dengan jelas, berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya yang hanya memilih partai. Dengan perbedaan seperti ini pemilih kurang memahami cara pencoblosan dengan benar. Kurangnya pemahaman terhadap tata cara pencoblosan, ada kemungkinan juga disebabkan faktor sosialasi. Penulis menduga bahwa sosialasi pada pemilu 2004 tidak sampai pada masyarakat luas. Walaupun sering juga dilakukan lewat berbagai macam media, sepertinya banyak masyarakat kurang memperhatikan hal tersebut. Kurangnya informasi yang didapatkan oleh masyarakat, diperkuat juga oleh temuan LSI terhadap dua data survei. Survei pertama di 220 desa dan kota di semua provinsi kecuali Aceh bulan Agustus 2003. Survei kedua bulan November 2003 di 370 desa dan kota di seluruh provinsi termasuk Aceh. Kesimpulan yang didapat bahwa pengetahuan pemilih mengenai pemilu tidak memadai. Banyak pemilih yang tidak tahu apa itu DPD atau KPU. 145 Jika terhadap lembaga yang akan dipilih saja tidak tahu, tidak bisa diharapkan pula mereka mengetahui tata cara pencoblosan yang benar. Dengan minimnya sosialisasi pelaksanaan teknis pemilu 2004 lalu, banyak 3 + 3 7 - 2- masyarakat yang masih belum paham mengenai aturan baru pada pemilu tersebut. Dalam hal ini Ray Rangkuti, Koordinator Komite Independen Pemantau Pemilu KIPP Nasional mencontohkan, peraturan pemilihan yang baru, surat suara dikatakan sah apabila pemilih mencoblos nomor atau tanda gambar dan atau nama caleg. Artinya, masih sah jika si pemilih hanya mencoblos nomor atau tanda gambar saja. Surat suara dianggap tidak sah jika si pemilih hanya mencoblos nama caleg sementara nomor atau tanda gambar tidak dipilih. Jadi, golput bukan semata-mata sebagai ekspresi perlawanan atau sikap politik saja. Akan tetapi, bisa juga muncul lantaran soal teknis 146 disebabkan kurangnya pemahaman terhadap aturan baru. Jadi dengan adanya sistem proporsional terbuka dengan tata cara pencoblosan yang rumit ini mengakibatkan masayarakat banyak yang salah dalam hal pencoblosan. Mereka banyak yang tidak tahu bagaimana mencoblos dengan benar. Memang kenyataan tentang kemungkinan kurangnya pemahaman pemilih mengenai pemberian suara ini tanda-tanda awalnya sudah nampak pada saat simulasi pemilu dilakukan di beberapa tempat. Tidak sedikit suara pemilih mengalami nasib dinyatakan tidak sah. 147 Pemilu legislatif 2004 lalu memang menyisakan problem “memilih kucing dalam karung.” Profil partai terlihat mendominasi pilihan politik. Nama- nama calon sepertinya tidak tersosialisasi dengan baik. Kalaupun tersosialisasi, banyaknya daftar nama caleg membuat para pemilih kurang mengakses informasi para caleg secara keseluruhan. Pengetahuan tentang calon legislatif hanya 146 Diakses pada 27 Januari 2009 dari http:www2.kompas.comkompas.comkompas- cetak030428nasional280770.htm + + , sebagian dan minim. Sehingga tidak sedikit orang yang kemudian salah coblos, bingung atau ada juga yang mencoblos sekenanya tanpa mengetahui profil nama caleg yang sesungguhnya. 148 Kenyataan ini yang menyebabkan adanya tuduhan terhadap sistem proporsional terbuka yang dijalankan bersifat setengah hati, apalagi dalam menentukan calon terpilih masih menggunakan nomor urut. Mereka yang langsung memperoleh suara sesuai dengan Bilangan Pembagi Pemilih BPP langsung menjadi anggota terpilih. Akan tetapi, sebaliknya apabila ternyata hasil pemilihan tidak mencapai angka pembagi, maka untuk itu berlaku nomor urut calon. Lagi-lagi masyarakat pemilih tidak dapat menghukum calon atau partai yang tidak disukainya dengan mengalihkan suara ke partai atau calon lain secara bersilang, karena tidak diijinkan oleh undang-undang. 149 Kedua, pemilih di Indonesia mayoritas berpendidikan rendah yang memang bukan sebagai pemilih rasional. Dengan banyaknya lambang partai, mereka bingung harus memilih partai mana ketika masuk ke TPS yang pada akhirnya pilihannya menjadi asal coblos, sekenanya. Juga dengan pencoblosan yang rumit mengakibatkan banyak surat suara yang dinyatakan tidak sah disebabkan kesalahan pencoblosan tadi. Berbeda dengan pemilu 1999, walaupun banyak partai politik, tata cara pencoblosan pada pemilu tersebut tidak serumit pada pemilu 2004. Apalagi jika dibandingkan dengan pemilu-pemilu Orde Baru yang hanya diiukti oleh tiga gambar kontestan partai politik. 148 Diakses pada 27 Januari 2009 dari http:saidiman.wordpress.com20070608masa- depan-golput-pada-pemilu-presiden 6 + + , 2 Sedangkan untuk pemilu presiden putaran pertama, pemilih yang golput sedikit mengalami penurunan menjadi 21,96, angka ini lebih kecil bila dibandingkan dengan pemilu legislatif. Menurunnya angka golput menurut penulis, pertama disebabkan tata cara pemilihan presiden tidak serumit pada pemilu legislatif dan kontestan yang harus dicoblos juga tidak sebanyak gambar parpol. Kedua, adanya dampak dari surat edaran yang dikeluarkan KPU Nomor 115115VII2004 terkait dengan kasus salah colos, dengan surat edaran tersebut ternyata terbukti presentase suara tidak sah pada pemilu presiden putara pertama menjadi rata-rata 2,17 dibandingkan dengan suara tidak sah pada pemilu legislatif yang sampai mencapai 8,81. 150 Sementara pada pilpres putara kedua, penulis menduga meningkatnya angka golput ada juga diantaranya disebabkan oleh kejenuhan atau kelelahan pemilih. Pemilih sudah merasa jenuh dengan mendatangi TPS-TPS, apalagi jika TPS-nya jauh dari tempat tinggal pemilih.

C. Jenis-jenis Golput pada Pemilu 2004