Pengetahuan Orang Tua Tentang Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi di Yayasan Tali Kasih dan Kidz Smile Medan

(1)

Pengetahuan Orang Tua tentang Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi

pada Anak Autisme di Yayasan Tali Kasih

dan Yayasan Kidz Smile Medan

Eldyana Aprila

101121090

Skripsi

Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara


(2)

(3)

Judul : Pengetahuan Orang Tua Tentang Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi di Yayasan Tali Kasih dan Kidz Smile Medan Nama Mahasiswa : Eldyana Aprila

NIM : 101121090

Jurusan : Fakultas Keperawatan

Tahun : 2012

Abstrak

Nutrisi pada anak autisme sangat penting karena nutrisi dapat mempengaruhi perkembangan anak autisme. Anak autisme tidak dapat menyerap nutrisi dengan baik karena anak autisme memilki masalah dalam proses pencernaan sehingga tidak dapat menyerap nutrisi dengan baik, oleh karena itu orang tua harus selalu mengawasi makanan dan minuman yang baik untuk dikonsumsi anak autisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan orang tua tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi di yayasan tali kasih dan kidz smile medan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif, sampel diambil dengan metode total sampling. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 50 responden Penelitian ini dilakukan pada tanggal 25 Oktober – 18 Desember 2011. Data dikumpulkan melalui data demografi dan kuesioner, data diolah dengan sistem komputerisasi dalam bentuk tabel distribusi persentase. Uji validitas yang digunakan adalah validitas isi dan uji reabilitas yang digunakan adalah KR 20 dengan nilai 0,84. Dari penelitian diperoleh hasil orang tua sebagai responden dengan pengetahuan baik yaitu sebanyak 28 responden (56%) dan pengetahuan cukup yaitu sebanyak 22 responden (44%). Tidak ada orang tua dengan pengetahuan yang kurang baik. Dari hasil penelitian ini diharapkan kepada orang tua untuk meningkatkan pengetahuannya tentang kebutuhan nutrisi pada anak autisme, sehingga orang tua dapat memberikan makanan yang baik untuk kesehatan anak autisme.


(4)

Prakata

Alhamdulillah rasa syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan kesempatan bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengetahuan Orang tua Tentang Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Pada Anak Autisme di Yayasan Tali Kasih dan Kidz Smile Medan”.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini, sebagai berikut :

1. Bapak dr. Dedi Ardinata M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Reni Asmara Ariga, SKp, MARS selaku pembimbing skripsi.

4. Ibu Cholina Trisa Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.KMB sebagai dosen penguji I dan Ellyta Aizar, S.Kp sebagai dosen penguji II yang dengan teliti memberikan masukan berharga bagi peneliti dalam penyelesaian skripsi ini. 5. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS sebagai dosen pembimbing akademik

penulis yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam proses perkuliahan.

6. Seluruh dosen dan staf pengajar serta civitas akademika Program S1 Keperawatan USU yang telah memberi bimbingan selama perkuliahan, khususnya dosen-dosen mata kuliah riset keperawatan.

7. Ayahanda dan Ibunda yang menjadi motivasi dalam hidup penulis yang selalu berdoa, menyayangi, memberi dorongan baik moril maupun materil, serta keluarga besar penulis.

8. Teman-teman sejawat Program S1 Ekstensi Sore 2010 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan seluruh sahabat penulis, terima kasih atas bantuan dan semangatnya.


(5)

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan tersebut. Amin. Penulis menyadari bahwa penulisan proposal ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sehingga skripsi ini menjadi lebih baik bagi perkembangan ilmu keperawatan.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peningkatan pengetahuan dan pengembangan profesi keperawatan.

Medan, February 2012


(6)

DAFTAR ISI

Halaman Halaman Judul

Halaman Pengesahan ... i

Prakata ... ii

Daftar Isi ... iv

Daftar Skema ... vi

Daftar Tabel ... vii

Abstrak ... viii

BAB 1 Pendahuluan 1. Latar Belakang ... 1

2. Rumusan Masalah ... 3

3. Tujuan Penelitian ... 3

4. Manfaat Penelitian ... 4

4.1. Bagi Praktek Keperawatan ... 5

4.2. Bagi Peneliti selanjutnya ... 5

4.3. Bagi Pendidikan Keperawatan ... 5

4.4. Bagi Masyarakat/Keluarga ... 5

BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Pengetahuan ... 6

2.1.1. Definisi Pengetahuan ... 6

2.1.2 Tingkat Pengetahuan ... 6

2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan ... 9

2.2 Autisme ... 9

2.2.1. Pengetian Autisme ... 10

2.2.2. Etiologi Gangguan Nutrisi... 10

2.2.3. Manifestasi Klinis Gangguan Nutrisi ... 11

2.3 Nutrisi ... 14

2.3.1. Nutrisi Pada Anak Autisme ... 15

2.4 Makanan Pada Anak Autisme ... 16

2.4.1. Pentingnya Makanan Pada Autisme ... 17

2.5 Jenis Makanan Pada Autisme... 20

2.5.1. Makanan Bebas Kasein dan Glutein ... 20

2.5.2. Makanan Bebas Ragi dan Gula ... 21

2.6 Pemberian Makanan Pada Anak Autisme... 23

2.6.1. Melakukan Diet Secara Bertahap ... 31

2.6.2. Membuat Rotasi Makanan... 32

2.6.3. Membuat Food Diary ... 33

2.6.4. Pemberian Suplemen... 33

2.7 Pengawasan Pemberian Makanan ... 37

2.7.1. Orang – orang Sekitar ... 38


(7)

2.7.3. Acara Makan di Restoran ... 39

BAB 3 Kerangka Penelitian 1. Kerangka Konseptual Penelitian ... 40

2. Defenisi Operasional ... 41

BAB 4 Metode Penelitian 1. Desain Penelitian ... 42

2. Populasi dan Sampel ... 42

2.1. Populasi ... 42

2.2. Sampel ... 42

3. Lokasi dan Waktu ... 43

4. Pertimbangan Etik ... 43

5. Instrumen Penelitian ... 44

6. Validitas dan Reliabilitas ... 45

7. Pengumpulan Data... 46

8. Analisa Data ... 47

BAB 5 Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian ... 48

2. Pembahasan ... 51

BAB 6 Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan ... 55

2. Saran ... 56

Daftar Pustaka ... 57 Lampiran

Lampiran 1 Lembar Persetujuan menjadi responden Lampiran 2 Jadwal Penelitian

Lampiran 3 Anggaran

Lampiran 4 Instrumen Penelitian

Lampiran 5 Surat Izin Survey Awal dan Pengumpulan Data Lampiran 6 Hasil Uji Validitas

Lampiran7 Tabel Distribusi Persentasi Pengetahuan Orang Tua Tentang Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Pada Anak Autisme


(8)

DAFTAR SKEMA

Skema 1.Kerangka Konseptual dalam Penelitian Pengetahun Orang tua tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi di yayasan tali kasih dan kidz smile medan ... 41


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Pantangan Makanan Untuk anak Autisme ... 26 Tabel 2. Defnisi Operasional………... 42 Tabel 3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Demografi Pengetahuan Orang

Tua Tentang Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi di Yayasan Tali Kasih dan Kidz Smile Medan ... 56 Tabel 4. Distribusi Pengetahuan Orang Tua Tentang Pemenuhan Kebutuhan


(10)

Judul : Pengetahuan Orang Tua Tentang Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi di Yayasan Tali Kasih dan Kidz Smile Medan Nama Mahasiswa : Eldyana Aprila

NIM : 101121090

Jurusan : Fakultas Keperawatan

Tahun : 2012

Abstrak

Nutrisi pada anak autisme sangat penting karena nutrisi dapat mempengaruhi perkembangan anak autisme. Anak autisme tidak dapat menyerap nutrisi dengan baik karena anak autisme memilki masalah dalam proses pencernaan sehingga tidak dapat menyerap nutrisi dengan baik, oleh karena itu orang tua harus selalu mengawasi makanan dan minuman yang baik untuk dikonsumsi anak autisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan orang tua tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi di yayasan tali kasih dan kidz smile medan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif, sampel diambil dengan metode total sampling. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 50 responden Penelitian ini dilakukan pada tanggal 25 Oktober – 18 Desember 2011. Data dikumpulkan melalui data demografi dan kuesioner, data diolah dengan sistem komputerisasi dalam bentuk tabel distribusi persentase. Uji validitas yang digunakan adalah validitas isi dan uji reabilitas yang digunakan adalah KR 20 dengan nilai 0,84. Dari penelitian diperoleh hasil orang tua sebagai responden dengan pengetahuan baik yaitu sebanyak 28 responden (56%) dan pengetahuan cukup yaitu sebanyak 22 responden (44%). Tidak ada orang tua dengan pengetahuan yang kurang baik. Dari hasil penelitian ini diharapkan kepada orang tua untuk meningkatkan pengetahuannya tentang kebutuhan nutrisi pada anak autisme, sehingga orang tua dapat memberikan makanan yang baik untuk kesehatan anak autisme.


(11)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Autisme adalah perkembangan kekacauan otak dan gangguan pervasif yang di tandai dengan terganggunya interaksi sosial, keterlambatan dalam bidang komunikasi, gangguan dalam bermain, bahasa, perilaku, gangguan perasaan dan emosi, interaksi social, gangguan dalam perasaan sensoris, serta tingkah laku yang berulang – ulang. Gangguan yang membuat seseorang menarik diri dari dunia luar dan menciptakan dunia fantasinya sendiri: berbicara, tertawa, menangis dan marah – marah sendiri. Gejala autisme dapat terdeteksi pada usia sebelum 3 tahun. (Huzaemah, 2010)

Berbagai pendekatan, metode, teknik, dan treatmen dikembangkan untuk membantu anak – anak penyandang autisme dari mulai terapi modifikasi tingkah laku, wicara, makanan makanan yang dikonsumsi, farmakoterapi, cognitive, bahkan sampai pada masalah sensori yang dialami oleh penyandang auitsme. Dari beberapa jenis terapi yang telah diimplementasikan secara meluas, ada yang melibatkan peran serta orang tua. Ada terapi yang memerlukan bantuan ahli atau terapis dan ada juga yang dilakukan sendiri oleh orang tua di rumah. Banyak hal yang bisa dan harus dilakukan orang tua anak autis. Termasuk diantaranya penerapan makanan bagi anak autisme. Anak autisme mengalami Semakin dini orang tua mengetahui kelainan perkembangan anaknya, maka akan semakin dini


(12)

pula peran orang tua berusaha mendapatkan tindakan yang tepat untuk kesembuhan anaknya (Suryana,2005)

Berdasarkan data CDC (Center for Diseases Control and Prevention) pada tahun 2006 menunjukkan peningkatan anak autisme yang lebih besar yaitu sekitar 60 per 10.000 kelahiran, atau satu diantara 150 penduduk. Di Inggris saat ini perbandingan antara anak normal dan autisme 1:100. Pada beberapa daerah di Amerika angka ini bisa mencapai satu diantara 100 penduduk. Angka sebesar ini dapat dikatakan sebagai “wabah”, sehingga di Amerika autisme telah dinyatakan sebagai national alarming. Berdasarkan data dari Departemen Pendidikan Amerika bahwa angka peningkatan penyandang autisme di Amerika cukup mengerikan, yaitu sebesar 10% sampai 17% pertahun. Jumlah penyandang autisme di Amerika saat ini sebanyak 1,5 juta orang anak. Pada dekade berikut diperkirakan akan terdapat sekitar empat juta penyandang autisme di Amerika (Sutadi, 2005).

Ketua Yayasan Autisme Indonesia menyatakan adanya peningkatan yang luar biasa. Bila sepuluh tahun yang lalu jumlah penyandang autisme di indonesia diperkirakan 1 : 5000 anak, sekarang meningkat menjadi 1 : 500 anak . Tahun 2.000 silam, staf bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memperkirakan terdapat kurang lebih 6.900 anak penyandang autisme di Indonesia (Moore, 2010). Di Sumatera Utara sendiri sampai saat ini belum ada data resmi berapa sebenarnya jumlah anak penerita autis. Dari survey yang dilakukan 3 institusi yang menangani masalah autisme pada anak, jumlah penderita autisme yang ditangani semakin meningkat (Kompas, 2008). Jika


(13)

diambil statistik prevalensi, maka secara matematis, jumlah anak autisme yang lahir di kota Medan khususnya bisa mencapai 250 orang pertahun ( Medanpunya. Com, 2009).

Pengaturan makanan akan membawa dampak perbaikan pada anak autisme. Shattock dan Whitney (1999), mengemukakan bahwa makanan merupakan senjata utama dalam penatalaksanaan autisme. Pada penderita autisme tidak mampu mengeluarkan racun dari sistem tubuh mereka sendiri karena kekurangan enzim phenol sulfur transferase (PST) sehingga banyak diantara mereka yang mengalami gangguan pencernaan, mempunyai kecenderungan alergi, daya tahan tubuh yang rentan, dan mengalami keracunan logam berat. Banyak penelitian melaporkan fakta bahwa sebagian besar anak autisme terutama autisme tingkat lanjut memiliki respon yang baik setelah diberi makanan khusus. Meski belum ada bukti autentik secara akademis atau penelitian tentang pengaruh makanan khusus terhadap perkembangan autisme pada anak-anak, namun beberapa fakta dan pengalaman yang banyak diceritakan tentang pengaruh makanan terhadap autisme ini patut menjadi pertimbangan dalam meminimalisis perkembangan autis yang semakin mencemaskan para orang tua. Tidak hanya itu, beberapa teori telah mampu menjelaskan peran gizi terhadap penurunan tingkat keparahan autisme (Didiek, 2010).

Orang tua memiliki peran dominan dalam upaya penyembuhan karena orang tua merupakan orang yang paling dapat mengerti dan dimengerti anak penyandang autisme. Untuk itu orang tua tetap dituntut untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi kesembuhan anaknya. Dalam persoalan ini orang tua


(14)

dituntut mengerti hal – hal seputar autisme dan mampu mengorganisir kegiatan pemberian makanan untuk anak autisme. Para ahli tidak akan dapat bekerja tanpa peran serta orang tua yang paling memahami dan berada paling dekat serta hidup bersama anak penyandang autisme

( Prasetyono, 2008)

Berdasarkan uraian diatas, penulis menyadari akan pentingnya pemberian makanan pada anak autisme, maka peneliti tertarik untuk meneliti pengetahuan orang tua dalam pemberian makanan pada anak autisme.

2. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana pengetahuan orang tua tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak autisme di Yayasan Tali Kasih dan Kidz Smile Medan

3. TUJUAN PENELITIAN 3.1 Tujuan umum

Mengidentifikasi pengetahuan orang tua tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak autisme di Yayasan Tali Kasih dan Kidz Smile Medan

3.2 Tujuan khusus

Untuk mengidentifikasi bagaimana pengetahuan orang tua tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak autism.


(15)

4. MANFAAT PENELITIAN 4.1 Praktek keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan informasi bagi praktek keperawatan khususnya keperawatan anak dalam memberikan asuhan keperawatan dengan mengetahui pentingnya pemberian makanan pada anak autis.

4.2. Peneliti selanjutnya

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian berikutnya terutama yang berhubungan dengan penelitian tentang pemberian makanan pada anak autis.

4.3. Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran keperawatan anak khususnya memberikan gambaran tentang pemberian makanan pada anak autis secara nyata.

4.4. Masyarakat/ Keluarga

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi keluarga/masyarakat dan dapat memberikan sikap dan tindakan yang baik dalam memberikan makanan pada anak autis.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengetahuan

2.1.1. Defenisi pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan “ what “ misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan sebagainya. (Notoadmodjo, 2005).

Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil pengggunaaan panca indra ( Mubarok, 2009).

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, penciuman, rasa dan raba, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmodjo, 2007).

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Secara garis besar tingkat pengetahuan dapat dibagi menjadi 6 tingkat yaitu: a. Know (tahu)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

b. Comprehension (memahami)

Memahami sesuatu objek tidak hanya sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak hanya sekedar menyebutkan, akan tetapi orang tersebut


(17)

juga harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

c. Application (aplikasi / penerapan)

Aplikasi dapat diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahuinya tersebut pada situasi yang lain.

d. Analysis (analisis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.

e. Synthesis (sintesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, bahwa sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi yang telah ada.

f. Evaluation (evaluasi)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. (Notoatmodjo, 2007)


(18)

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan 1. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin mudah pula mereka menerima informasi. Pada akhirnya, makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, maka akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi, dan nilai – nilai yang baru diperkenalkan.

2. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

3. Usia

Dengan bertambahnya usia seseorang, maka akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikilogis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu : perubahan ukuran, pereubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama, dan timbulnya ciri-ciri baru. Hal ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau mental tarap berpikir sweseorang semakin matang dan dewasa.


(19)

4. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik akan berusaha untuk dilupakan oleh seseorang. Namun, jika pengalaman terhadap objek tersebut menyenangkan, maka secara psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam kehidupannya. 5. Informasi

Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan baru.

2.2AUTISME

2.2.1 Pengertian Autisme

Istilah Autisme berasal dari kata “Autos” yang berarti diri sendiri dan “Isme” yang berarti suatu aliran. Jadi, autisme berarti suatu paham yang tertarik hanya pada diri sendiri. Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasinya. Gejalanya tampak sebelum berusia 3 tahun. Salah satu dari penyebab autisme adalah berkaitan dengan kondisi metabolis, infeksi virus atau bakteri, ataupun sebab genetis, pada tahun 2001 oleh Medical Research Council di inggris meneliti bahwa makanan


(20)

yang dikonsumsi dapat menjadi penyebab sekaligus mengontrol gejala autisme (Rosemary, 2011)

2.2.2 Etiologi Gangguan Nutrisi Pada Autisme 1) Phenilketonuria

Phenilketonuria adalah kelainan metabolis turunan dalam proses metabolisme protein. Karena ada gen yang tidak sempurna, hati tidak mampu mengubah fenilalanin menjadi tirosin sehingga fenilalanin menumpuk didalam darah, yang akhirnya mencapai otak dan menyebabkan keterbelakangan mental serta masalah saraf lainnya (Rosmary, 2011)

2) Kelebihan Opioid

Pada anak autisme ditemukan adanya kandungan peptide yang tidak normal dalam urin. Peptida adalah molekul pendek yang terbentuk secara teratur dari asam amino dan berfungsi sebagai gumpalan protein. Peptida terdiri dari betacasomorphin dan gluteomorphin adalah zat yang mirip dengan opioid (Rosmary, 2011)

3) Sulfasi

Ada dua system detoksifikasi utama dalam tubuh, salah satunya adalah system sulfasi yang dilakukan oleh sekelompok enzim yang bernama phenol sulphur transferase (PST). Rosmary, menemukan bahwa anak – anak dan orang dewasa penderita autisme tidak mampu mengeluarkan racun dari system tubuh mereka sendiri karena kekurangan enzim phenol sulphur tansferase.


(21)

4). Toksisitas Merkuri

Secara fisiologi, keberadaan merkuri di dalam tubuh dapat menimbulkan efek yang merugikan. Merkuri akan berikatan dengan kelompok sulfidril pada sejumlah protein yang menghasilkan penurunan fungsi enzim dan kehilangan integritas struktur. Efek klinis terhadap CNS meliputi gangguan perencanaan motorik, pandangan mengabur, penurunan lapangan pandang, insomnia, iritabilitas, tantrum, gangguan memori jangka pendek, kesulitan kemampuan verbal, kesulitan untuk berkonsentrasi (Jepson, 2003).

2.2.3 Manifestasi klinis Gangguan Nutrisi

Penyerapan nutrisi yang tidak baik pada autism disebabkan oleh adanya gangguan pencernaan. Berikut ini ada beberapa gangguan saluran pencernaan yang sering terjadi pada anak autis.

1. Mal absorption

Kekurangan penyerapan nutrisi makanan. 2. Mal digestion

Gangguan metabolisme nutrisi 3. Microbial overgrowth

Pertumbuhan bakteri yang berlebihan dalam usus oleh jamur, bakteri, dan virus yang mengakibatkan ketidakseimbangan flora dalam usus.


(22)

Peningkatan permeabilitas usus, mengakibatkan usus memiliki lubang – lubang kecil (leaky gut)

5. Undishcharged paneth cells

Pembentukan sel panet tidak optimal, mengakibatkan gangguan lambung sehingga anak cenderung mengalami gastritis atau magg 6. Diare, konstipasi, kembung, sering bersendawa, dan adanya

makanan yang utuh atau tidak tercena pada feses anak. 2.3 Nutrisi

Zat gizi (nutrisi) adalah bahan dasar penyusun bahan makanan. Nutrisi adalah proses pengambilan zat-zat makanan penting (Nancy Nuwer Konstantinides). Jumlah dari seluruh interaksi antara organisme dan makanan yang dikonsumsinya (Cristian dan Gregar 1985). Sedangkan menurut Rock CL (2004), nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ – organ, serta menghasilkan energy.

Dengan kata lain nutrisi adalah apa yang manusia makan dan bagaimana tubuh menggunakannya. Masyarakat memperoleh makanan atau nutrien esensial untuk pertumbuhan dan pertahanan dari seluruh jaringan tubuh dan menormalkan fungsi dari semua proses tubuh.

Nutrien adalah zat kimia organik dan anorganik yang ditemukan dalam makanan dan diperoleh untuk penggunaan fungsi tubuh.


(23)

Jenis-jenis Nutrien : 1. Karbohidrat

Karbohidrat adalah komposisi yang terdiri dari elemen karbon, hidrogen dan oksigen.

Karbohidrat dibagi atas :

a. Karbohidrat sederhana (gula) ; bisa berupa monosakarida (molekul tunggal yang terdiri dari glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Juga bisa berupa disakarida (molekul ganda), contoh sukrosa (glukosa + fruktosa), maltosa (glukosa + glukosa), laktosa (glukosa + galaktosa). b. Karbohidrat kompleks (amilum) adalah polisakarida karena disusun

banyak molekul glukosa.

c. Serat adalah jenis karbohidrat yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, tidak dapat dicerna oleh tubuh dengan sedikit atau tidak menghasilkan kalori tetapi dapat meningkatkan volume feces.

2. Lemak

Lemak merupakan sumber energi yang dipadatkan. Lemak dan minyak terdiri atas gabungan gliserol dengan asam-asam lemak.

Fungsi lemak :

a. sebagai sumber energi ; merupakan sumber energi yang dipadatkan dengan memberikan 9 kal/gr.

b. Ikut serta membangun jaringan tubuh. c. Perlindungan.


(24)

e. Perasaan kenyang, lemak dapat menunda waktu pengosongan lambung dan mencegah timbul rasa lapar kembali segera setelah makan.

f. Vitamin larut dalam lemak. 3. Vitamin

Vitamin adalah bahan organic yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh dan berfungsi sebagai katalisator proses metabolisme tubuh.

Ada 2 jenis vitamin :

a. Vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D, E, K.

b. Vitamin larut air yaitu vitamin B dan C (tidak disimpan dalam tubuh jadi harus ada didalam diet setiap harinya).

4. Mineral dan Air

Mineral merupakan unsure esensial bagi fungsi normal sebagian enzim, dan sangat penting dalam pengendalian system cairan tubuh. Mineral merupakan konstituen esensial pada jaringan lunak, cairan dan rangka. Rangka mengandung sebagian besar mineral. Tubuh tidak dapat mensintesis sehingga harus disediakan lewat makanan.

a. Konstituen tulang dan gigi ; contoh : calsium, magnesium, fosfor. Tiga fungsi mineral :

b. Pembentukan garam-garam yang larut dan mengendalikan komposisi cairan tubuh ; contoh Na, Cl (ekstraseluler), K, Mg, P (intraseluler). c. Bahan dasar enzim dan protein.


(25)

5. Protein

Protein merupakan konstituen penting pada semua sel, jenis nutrien ini berupa struktur nutrien kompleks yang terdiri dari asam-asam amino. Protein akan dihidrolisis oleh enzim-enzim proteolitik. Untuk melepaskan asam-asam amino yang kemudian akan diserap oleh usus.

Fungsi protein :

a. Protein menggantikan protein yang hilang selama proses metabolisme yang normal dan proses pengausan yang normal.

b. Protein menghasilkan jaringan baru.

c. Protein diperlukan dalam pembuatan protein-protein yang baru dengan fungsi khusus dalam tubuh yaitu enzim, hormon dan haemoglobin. d. Protein sebagai sumber energi.

2.3.1 Nutrisi pada Anak Autisme

Penderita autisme tidak dapat menyerap nutrisi dari usus secara efisien karena penderita autisme mengalami kebocoran kecil dari dinding usus yang disebut dengan leaky gut syndrome. Ini yang menyebabkan peptide menembus dinding usus, masuk ke aliran darah sehingga menimbulkan efek, seperti opium. Peptide yang diserap penderita autis berasal dari protein susu (kasein) dan gandum (glutein) sehingga dapat mengganggu perkembangan otak dan memperparah perilaku autistik. Oleh sebab itu anak autisme harus membatasi makanan dengan melakukan diet makanan. pembatasan terhadap makanan yang dikonsumsi, baik karena menghindari makanan yang memberikan reaksi yang


(26)

tidak menyenangkan, mengalami peradangan usus, dapat mengakibatkan kekurangan nutrisi yang penting bagi tubuh mereka. Nutrisi yang berkurang pada anak autisme dapat diganti dengan memberikan suplemen pengganti.

. 2.5 Manfaat Makanan pada Anak Autisme

Makanan anak autisme sama seperti makanan anak pada umumnya, yaitu harus sehat dan memenuhi gizi seimbang, 4 sehat dan 5 sempurna. Hanya harus diperhatikan bahan – bahan makanannya. Hindari makanan yang di larang dan upayakan diganti dengan bahan makanan lain, tanpa harus kehilangan zat gizinya.

Anak-anak dengan autisme sering memiliki pencernaan yang buruk, fungsi kekebalan tubuh rendah, dan status gizi kurang, namun mereka sering bisa sangat sensitive terhadap makanan tertentu. Makanan yang harus dihindari adalah makanan yang mengandung kasein dan glutein, karena makanan yang berbahan kasein dan glutein termasuk protein yang sulit dicerna. Salah satu cara menghindari makanan tersebut adalah dengan cara melakukan diet makanan yang mengandung bahan makanan yang dihindari oleh anak autisme. ( Suryana, 2004)

Dengan pemberian diet makanan yang baik dan benar maka akan berdampak baik pada anak autisme, salah satu dampaknya adalah membantu pencernaan pada anak autisme, meningkatkan penyerapan gizi dan cadangan, dukungan fungsi otak dan keseimbangan, meningkatkan fungsi kekebalan tubuh, memelihara pertumbuhan dan perkembangan anak, Gangguan


(27)

komunikasi nonverbal, seperti bergumam kata-kata tidak bermakna, nada dan volume bicara tidak wajar, menarik tangan orang juga berkurang, serta mengurangi perilaku hiperaktif pada anak autisme.

2.5.1 Pentingnya makanan pada Anak Autisme

Dalam berbagai aspek, anak autisme memiliki batasan – batasan untuk membantu diri mereka lebih terkontrol dengan baik. Batasan yang di berikan bukan hanya dalam hal bermain, beraktivitas, tetapi juga dalam hal makanan. Aspek pengaturan pola makan sedemikian penting bagi anak autisme karena suplai makanan merupakan bahan dasar pembentuk neurotransmitter. Anak autism sebagian besar mengalami keracunan logam berat, seperti timbale (Pb), merkuri/raksa (Hg), cadmium (Cd), dan stibium (Sb). Kontaminasi logam berat berasal dari polusi udara, seperti asap kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar yang mengandung timbale, ikan dari perairan yang tercemar. Logam berat yang masuk ke tubuh akan melakukan pengrusakan, misalnya sel otak yang sedang berkembang, jika terkena merkuri akan langsung megalami kerusakan. Disamping itu, sebagian besar anak autisme juga mengalami reaksi alergi dan intoleransi terhadap makanan dengan kadar gizi tinggi. Efeknya, zat – zat makanannya yang seharusnya membentuk neurotransmitter untuk menunjang kesinambungan kerja system saraf, justru dalam tubuh anak autisme diubah menjadi zat lain yang bersifat meracuni saraf atau neurotoksin.

Mekanisme pencernaan yang tidak sempurna dalam tubuh anak autisme dipengaruhi oleh kondisi flora usus yang tidak seimbang. Kuantitas jamur dan bakteri yang berlebihan dalam usus mereka membuat sebagian besar anak


(28)

autisme mengalami bocor usus atau leaky gut. Kondisi ini semakin memperburuk kondisi system pencernaan anak autisme, dimana zat makanan yang sebagian besar berbahan dasar gluten dan kasein tidak dapat tercerna dengan baik oleh usus diubah menjadi asam amino tunggal yang kemudian terbawa masuk ke dalam aliran darah dalam bentuk pecahan protein yang tidak sempurna atau di kenal sebagai peptide. Peptide yang diserap penderita autis bisa berasal dari protein susu (kasein) dan protein gandum (glutein). Peptide kasein di dalam otak akan menjadi casomorphin, sedangkan peptide glutien menjadi gluteomorphin. Peptide inilah yang bersifat meracuni otak anak autisme ketika bersinergi dengan reseptor opiod dalam otak.

Reaksi opioid pada anak autisme dapat menimbulkan reaksi mencandu serupa pemakai narkoba. Oleh karena itu, bila reaksi opioid ini tidak dihentikan, maka akan menggangu perkembangan saraf otak bahkan secara lebih spesifik akan mempengaruhi bagian temporal lobes otak yang berfungsi menjaga kesinambungan kemampuan bicara dan pendengaran. Sensitivitas anak yang tinggi terhadap kasein dan gluten sangat berbahaya bagi perkembangan anak autisme itu sendiri karena dengan takaran1 mg saja, gluten dan kasein dapat berefek sangat dahsyat sehingga semakin memperburuk symptom autisme bagi anak yang menyandangnnya. (Hembing, 2004)

Selain ketidakmampuan mencerna protein susu dan gandum, terdapat dugaan bahwa penderita autisme mengalami gangguan metabolisme asam lemak serta ketidakseimbangan elektrolit dan mineral, serta gangguan produksi sel darah merah dan darah putih. Dalam suatu analisis pada penderita autism


(29)

ditemukan terjadinya gangguan ketidakseimbangan elektrolit. Elektrolit berfungsi mengatur lalu lintas membrane sel dan sangat menentukan zat apa yang boleh masuk dan kelur dari sel Gangguan elektrolit dalam tubuh dapat menyebabkan gizi tidak dapat masuk pada sel dan racun sulit dikeluarkan.

Analisis hematoligi dapat menggungkapkan jumlah sel darah merah dan sel darah putih pada penderita autisme. Jumlah sel darah merah yang terlalu rendah menyebabakan gangguan suplai otak yang utama adalah oksigen dan glukosa. Kekurangnan oksigen pada otak menyebabkan ganggguan konsentrasi dan ketidakmampuan berpikir jernih. Kurangnya sel darah putih yang mungkin dialami anak autisme menyebabkan turunnya kekebalan tubuh sehingga memudahkan terjadinya serangan infeksi. Gangguan sistem pencernaan dan peradangan akan muncul karena kekebalan tubuh yang tidak optimal.

Makanan siap saji, gula, lemak terhidrogenisasi, monosodium glutamate atau vetsin sebaiknya tidak dikonsumsi. Anak – anak autisme dengan gangguan perkembangan mental sangat sensitive terhadap makanan – makanan tersebut (Khomsan, 2007)

2.6 Jenis – Jenis Makanan Pada Anak Autisme

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya tidak semua makanan dapat dikonsumsi oleh anak autisme karena adanya gangguan pencernaan pada anak autisme, oleh karena itu diet pada anak autisme sangat diperlukan.

2.6.1 Makanan bebas kasein dan gluten


(30)

Glutein dan kasein berbeda dalam keluarga protein. Gluten berasal dari gandum – ganduman, misalnya terigu, oat, sedangkan kasein protein berasal dari susu sapi. Keduanya sulit dicerna.

Anak autisme harus menghindari olahan berbahan dasar kedua protein tersebut. Semua yang berasal dari tepung terigu merupakan hasil olahan yang mengandung gluten, seperti roti, makaroni, spageti, mi, sereal, crackers, tepung panir, ragi, dan bahan pengembang kue. Produk olahan yang mengandung kasein adalah susu sapi segar, susus bubuk, mentega, keju, cokelat, yoghurt dan eskrim. Mengonsumsi gluten dan kasein akan membuat anak autisme mengalami gangguan pencernaan lebih menderita.

Anak autisme tidak bisa mencerna kasein dan gluten dengan sempurna. Dalam keadaan normal, sebagian besar protein dicerna menjadi asam amino dan sisanya menjadi peptida. Kasein dan gluten mempunyai kombinasi asam amino tertentu yang oleh sistem pencernaan anak dengan gangguan autisme tidak bisa dipecah secara sempurna menjadi asam amino tunggal, tetapi masih dalam bentuk peptida yang secara biologis masih aktif. Peptida yang tidak tercerna tersebut dapat diserap oleh usus halus selanjutnya keluar dari usus halus dan masuk ke dalam peredaran darah, untuk selanjutnya masuk ke reseptor ‘opioid’ otak. Peningkatan aktivitas opioid akan menyebabkan gangguan susunan saraf pusat dan dapat berpengaruh terhadap persepsi, emosi, perilaku dan sensitivitas. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa pemberian diet tanpa gluten dan kasein ternyata memberikan respon yang baik terhadap 81% anak autismeme. Sebagai pengganti susu dapat digunakan sari kedelai,


(31)

sari almond, dan sari kacang hijau; pengganti terigu dapat digunakan tepung beras merah, tepung beras, tepung kedelai, tepung tapioka, tepung kentang dan tepung beras.(Elvyra, 2010)

2.6.2 Makanan bebas ragi dan gula

Sebagian anak autisme juga mengalami masalah di saluran pencernaan seperti diare, sembelit, sakit perut dan kembung. Kondisi ini dapat disebabkan oleh pertumbuhan mikroba patogen yang dominan di dalam saluran pencernaannya. Pertumbuhan patogen yang berlebihan di dalam saluran pencernaan dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas usus atau juga menghambat keluarnya enzim sehingga pencernaan terganggu.

Menghindari konsumsi gula dan ragi, akan mereduksi pertumbuhan patogen didalam saluran pencernaan sehingga masalah di dalam saluran pencernaan yang terkait dengan patogen dapat menjadi lebih ringan. Makanan hasil fermentasi yang mengandung ragi sebaiknya dihindari seperti roti, vinegar, keju, kecap, dan produk fermentasi lainnya. Menghindari konsumsi gula dan ragi, akan mereduksi pertumbuhan patogen didalam saluran pencernaan sehingga masalah di dalam saluran pencernaan yang terkait dengan patogen dapat menjadi lebih ringan.

Fruktosa (gula buah) dapat digunakan sebagai pengganti gula karena penyerapannya lebih lambat dari gula (sukrosa). Selain itu, juga bisa menggunakan sorbitol dan sukralosa. Sukralosa terbuat dari glukosa gula jagung yang diberi gas klorin hingga membentuk senyawa yang kompleks dan menimbulkan rasa manis di mulut sampai 600 kali gula pasir dan produk dapat memberi klaim No Sugar. (Elvyra, 2010)


(32)

Tabel 1. Pantangan Makanan Untuk Anak Autisme Makanan Yang Sebaiknya Di hindari Pengganti

- Pewarna, pengawet, penambah rasa, makanan kaleng, makanan siap saji, kaldu instant

- Kopi, teh, sirup, coklat, minuman soda, minuman mengandung kola, alcohol

- Tepung Terigu, havsermouth (oatmeal), Mie instan, semua produk makanan yang mengandung glutein.

- Susu sapi, keju, es krim dari susu sapi dan semua produk olahan yang mengandung susu sapi

- Permen, jelly, gula (segala bentuk gula termasuk gula jawa, gula pasir, gula halus dan lain - lain)

- Daging atau telur atau ayam olahan yang telah diproses dengan menggunakan tambahan bahan kimia, hormone atau antibiotik

- Buah strawberry, anggur, melon, jeruk

- Makanan Segar, sayur (buncis, kacang polong, kacang panjang, kol, seledri, wortel, labu, asparagus, bit) - Jus dari buah atau sayuran

segar, teh rempah, bubuk carob (pengganti coklat)

- Tepung beras, tepung tapioca, tepung kanji, kentang, beras ketan, singkong, ubi, beras, merah. - Susu kedelai, susu dari

kacang almond, susu dari beras. Es krim dari jus buah segar buatan sendiri

- Madu murni, sirup maple, sirup dari beras, sebaiknya digunakan dalam jumlah sangat terbatas.

- Ikan segar, telur dan ayam kampong

- Buah pir, pisang, pepaya

2.7 Pemberian Makanan Pada Anak Autisme

Penting diperhatikan bahwa pemberian makanan untuk penderita autis bersifat individual. Diet yang diberikan pada satu anak autis belum tentu sama dengan diet terhadap anak lain yang juga mengalami autis. Sehingga, konsultasi dengan ahli gizi dan dokter anak sangat diperlukan. Orang tua juga hendaknya


(33)

selalu membuat daftar makanan yang dikonsumsi oleh anak autis dan efek yang ditimbulkannya.

Sebelum melakukan diet makanan, orang tua hendaknya melakukan persiapan – persiapan yang cukup agar hasilnya maksimal, persiapan tersebut diantaranya adalah :

1. Melibatkan Dokter

Sebelum memulai diet, diskusikan terlebih dahulu dengan dokter yang selama ini menangani anak autisme. Dokter dapat memberi bantuan, seperti cara mengevaluasi diet, menentukan hasil yang harus diperoleh, menentukan kemungkinan efek samping, dan menentukan terapi yang dapat diteruskan atau dihentikan.

2. Pemeriksaan Laboratorium

Saat ini, perkembangan riset mengenai autisme banyak ditujukan pada gangguan metabolisme. Banyak sekali gangguan metabolisme yang ditemukan pada anak autisme, seperti gangguan pencernaan, alergi makanan, gangguan kekebalan tubuh, dan ketidakmampuan membuang racun dari tubuhnya. Semua gangguan ini saling berkaitan dan mengganggu fungsi otak serta mencetus gejala autisme.

Berbagai gangguan metabolisme tersebut bisa diketahui dengan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk mencari gangguan metabolism yang bisa memperberat gejala autisme, bahkan pencetus gejala lain. Sebaiknya, lakukan tes secara keseluruhan karena masing - masing


(34)

hasil tes memiliki korelasi dan saling memperkuat. Berikut ini beberapa pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan;

a. Pemeriksaan feses

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan gangguan pencernaan, pemeriksaan adanya jamur, bakteri dan parasit dalam usus, infeksi pada saluran pencernaan, dan keadaan dinding usus sendiri.

b. Pemeriksaan urin

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan morfin yang terbentuk dari kasein dan gluten, pemeriksaan logam berat , pemeriksaan gangguan fungsi ginjal, dan infeksi pada saluran kencing.

c. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan darah lengkap, yaitu kimiawi darah, fungsi hati dan ginjal, alergi makanan, sistem kekebalan tubuh, kadar vitamin, dan logam berat dalam darah yang merupakan indicator adanya keracunan yang sedang berlangsung.

d. Pemeriksaan rambut

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan kandungan logam berat dan mineral dalam tubuh. Terutama logam berat, seperti aluminium (Al), arsenic (As), cadmium (Cd), air raksa (Hg), timbal (Pb), dan antimoni (Sb). Logam berat dalam rambut menunjukkan adanya keracunan kronis selama enam bulan terakhir.


(35)

3. Mempelajari kondisi kesehatan anak

Penting bagi orang tua mempelajari kondisi kesehatan anaknya terlebih dahulu sebelum diet makanan yang tepat. Berikut ini beberapa contoh kondisi kesehatan yang dialami anak autisme.

a. Alergi Makanan

Alergi berhubungan dengan sistem imun tubuh. Dinding usus anak autisme yang bocor atau berlobang menyebabkan terjadinya multiple food allergy atau alergi terhadap jenis makanan. Berupa muntah, diare, bintik merah pada kulit, pussing, dan pilek. Jika terjadi alergi hebat, dapat mengancam jiwa karena pembengkakan saluran udara.

Efek serius lainnya disebut brain allergy atau alergi yang mengganggu otak. Hal ini terjadi karena pada saat alergi, terjadi pengeluaran zat tertentu dalam tubuh, seperti histamine yang dapat mengganggu kerja otak. Teori lainnya mengatakan, alergi yang mengganggu saluran pencernaan akan mengakibatkan pengeluaran zat tertentu dalam pencernaan dan dapat mengganggu kerja otak. Alergi yang mengganggu fungsi otak sangat mengganggu perkembangan dan perilaku anak. Akibatnya timbul gangguan dalam konsentrasi, emosi, keterlambatan bicara, hingga autisme. Reaksi alergi tampak dalam satu menit hingga dua jam setelah anak memakan suatu makanan.

Untuk mengetahui kasus alergi pada anak, yang paling akurat adalah dengan tes kulit alergi, pemeriksaan darah. Cara termudah dan termurah adalah dengan mengawasi terjadinya gejala alergi pada anak. Caranya,


(36)

mencatat bahan makanan yang diberikan ke anak pada food diary atau buku agenda makanan dan menulis reaksi yang muncul. Jika lain waktu anak di beri bahan makanan yang sama dan timbul reaksi lagi maka kuat dugaan anak alergi terhadap makanan tersebut. Reaksi alergi tampak dalam satu menit hingga dua jam setelah anak makan suatu makanan.

Pemberian obat – obatan terus menerus bukan cara yang baik dalam mengatasi alergi. Yang paling penting adalah menghindari penyebab, pencetus atau pemicu alergi, yang disebut allergen.

b. Intoleransi makanan

Selain alergi makanan, anak autisme juga memiliki kepekaan, sensitive, atau intoleransi terhadap jumlah makanan. Intoleransi makanan tidak ada hubungannya dengan zat antibody. Umumnya, intoleransi makanan disebabkan oleh factor genetika, yaitu terjadi mutasi gen yang mempengaruhi proses metabolisme tubuh. Kasus intoleransi makanan yang sering ditemukan di masyarakat, misalnya tidak tahan susu.

Reaksi intoleransi makanan dapat timbul dalam jangka waktu 24 – 72 jam setelah makanan ditelan. Dapat menimbulkan masalah fisik maupun perilaku seperti pusing, sakit perut, mual, masalah pencernaan, sakit otot di kaki, infeksi telinga, serangan kejang, mengompol, melamun, merengek, sulit tidur, agresif, meningkatnya gangguan motorik, dan gangguan emosi. Akibat lain sering tampak adalah lingkaran merah muda atau gelap di mata dan telinga, atau pipi memerah setelah memakan makanan yang tidak cocok dengan tubuhnya.


(37)

Tidak mudah mengetahui makanan yang menjadi pencetus gejala intoleransi makanan pada anak. Apalagi, jika pada tes alergi pada makanan tertentu didapatkan hasil negatif, artinya secara medis makanan tersebut bukan allergen dan aman. Oleh karena itu, cara efektif untuk melacaknya adalah dengan mencatat dan mengamati semua yang dikonsumsi anak dan reaksi yang timbul.

Sejumlah anak autisme alergi terhadap anggur, jagung, stroberi, dan apel merah. Ada juga yang sensitif atau intoleran pada wortel,kepiting, madu, dan putih telur. Namun, ada anak yang gejala autismenya semakin parah setelah makan kelapa, kacang – kacangan dan daging ayam. Jadi, setiap anak autisme memiliki kondisi yang berbeda – beda.

Baik alergi maupun intoleransi makanan pada anak autisme dapat diatasi dengan melakukan diet eliminasi dan rotasi makanan. Pada diet eliminasi, hindari sama sekali makanan yang diduga allergen selama dua atau empat minggu. Jika kondisi kesehatan anak membaik, kembalikan makanan tersebut dalam menunya, dengan tetap mengamati adanya reaksi alergi atau tidak pada anak. Jika ternyata memang menimbulkan reaksi alergi, berarti makanan tersebut harus dihindari selamanya, atau boleh dikonsumsi sesekali jika akibat dari mengonsumsi makanan tersebut membahayakan jiwa.

Rotasi makanan dilakukan pada makanan yang sedikit sekali tidak akan mencetuskan alergi. Prinsip rotasi makanan adalah memberi anak makanan sevariatif mungkin. Pennyusunan menu harus dilakukan dengan cermat, agar tidak ada makanan yang dimakan terlalu sering atau banyak.


(38)

Untuk mengatasi serangan alergi, bisa ditempuh cara sederhana, yaitu minum satu gelas air yang telah dibubuhkan satu sendok bubuk vitamin C. jika tidak berhasil konsultasi kepada dokter tentang obat antialergen yang sesuai.

c. Sindrom enzim phenol sulfo transferase (PST)

Ada dua system detoksifikasi utama dalam tubuh, salah satunya adalah system sulfasi yang dilakukan oleh sekelompok enzim bernama phenol sulfo transferase. Enzim ini dibutuhkan dalam proses pembuangan racun dalam organ hati. Anak autisme mengalami kekurangan sulfur pada aliran darah sehingga tidak tersedia ion sulfat yang memadai untuk menjalankan fungsi enzim PST. Akibatnya, komposisi fenol tidak dapat di buang dengan baik dan terkumpul di otak serta system saraf yang dapat mengganggu kegiatan neotransmitter. Itulah sebabnya, mengonsumsi makanan yang mengandung fenol dapat berakibat buruk bagi anak autism dengan sindrom PST, baik tingkah laku, suasana hati, fungsi neurologis, dan pencernaan. Jadi, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa sindrom PST terjadi jika anak memiliki kemampuan rendah yang membuang sisa – sisa fenol karena kekurangan sulfat yang dialaminya.

Gejala anak dengan PST adalah memiliki lingkaran hitam dibawah mata, sering berkeringat dan berbau khas fenol, tubuh lembab, pipi atau telinga merah, perut kembung, rasa haus berlebihan, dan demam tinggi yang tidak diketahui penyebabnya dengan atau tanpa muntah.


(39)

Sebaiknya, anak yang mengidap sindrom PST mengurangi makanan yang mengandung fenol tinggi, seperti pisang, apel ,ubi, pir, sukun, talas dan buah – buahan citrus lainnya. Biasanya, jika dikupas atau dibelah warna makanan yang mengandung fenol berubah menjadi cokelat karena fenol mudah teroksidasi udara. Obat demam paracetamol juga mempunyai zat sisa fenol yang seharusnya dibuang jika tidak dibutuhkan lagi. Namun, karena anak tidak mampu membuang fenol tersebut menumpuk di tubuhnya.

Anak dengan phenol sulfo transferase, kekurangan ion sulfat ditubuhnya sehingga membutuhkan suplemen sulfur. Beberapa keuntungan suplemen sulfur mengandung bahan – bahan MSM (methyl sulfonyl methene), asam amino (taurin). Ada juga suplemen sulfur melalui kulit, berupa krim oles, seperti magnesium sulfate cream dan bubuk mandi.

Jadi, membuat rotasi makanan dan food diary sangat penting mencegah terlalu banyaknya asupan fenol dalam menu anak. Jika kasus PST-nya parah, lebih baik menghindari semua makanan fenol. Namun jika PST-nya masih bisa ditolerir, beri makanan yang mengandung fenol dengan jarak. Misalnya, sepuluh hari sekali makan kentang, lalu sepuluh hari kemudian baru diberi pisang. Pemantauan orang tua terhadap food diary sangat berguna sebagai dasar evaluasi. Apalagi jika dikonsulkan juga dengan dokter yang merawat anak.

d. Gangguan Gizi

Umumnya, anak autisme mengalami gangguan gizi akibat system pencernan yang tidak sempurna karena sulit menyerap zat – zat gizi tertentu.


(40)

Gangguan gizi juga menyebabkan gangguan pada otak dan system kekebalan tubuh. Pengaturan makanan, akan sangat membantu memperbaiki kondisi gangguan gizi. Anak autisme mengalami gangguan gizi seperti, kekurangan seng (Zink), kekurangan kalsium, kekurangan magnesium, kekurangan mineral, kekurangan asam lemak omega-3, serat makanan, antioksidan, dan vitamin lain serta kelebihan tembaga.

e. Gangguan sensori pada aktivitas makan

Anak autisme dengan gangguan sensori yang parah, tidak bisa mencium aroma masakan tertentu. Banyak makanan yang lezat tidak bisa ditolerir oleh anak autisme. Beberapa anak autisme, makan hanya berdasarkan jadwal mereka juga tidak mampu menakar makanan yang dibutuhkan tubuhnya sehingga jika menyukai suatu makanan, akan memakannya terus dan baru berhenti jika makanan itu habis, atau dihentikan orang lain.

Keluarga diharap bisa memahaminya. Misalnya, menghadapi anak yang selalu memuntahkan makanannya karena tidak bisa mentolerir tekstur dan rasa, menambah jumlah jenis makanan karena tidak bisa mentolerir tekstur dan rasa, menambah jumlah jenis makanan yang bisa di tolerir sehingga anak tidak hanya makan itu – itu saja, mengontrol makanan yang disukai sehingga tidak berlebihan, dan menghadapi amukan anak yang misalnya ingin makan pisang, tetapi inderanya tidak bisa menerimanya. (Bonny Danuatmaja, 2005)

2.7.1 Melakukan Diet Makanan Secara Bertahap

Dalam melakukan diet, asupan kasein dan glutein jangan diberhentikan secara mendadak. Hal ini menimbulkan penolakan pada anak, salain itu, juga


(41)

harus mempertimbangkan efek withdrawal (ketagihan) yang akan timbul. Ketika anak autism melakukan diet, ia akan mengalami sakaw atau ketagihan ibarat pecandu narkoba yang tiba – tiba dihentikan narkobanya. Hal itu bisa memperburuk keadaannya, seperti kontak mata yang sudah tercipta jadi hilang lagi, semakin hiperaktif, mengamuk, bahkan mulai melukai diri sendiri. Keadaan ini baru reda setelah 2 – 3 minggu. Namun, jangan panic dan berkecil hati karena efek ini normal dan merupakan bagian dari prosedur. Untuk meringankan efek ini, sebaiknya penghentian asupan kasein dan gluten dilakukan bertahap, agar anak terbiasa dengan pola makanan barunya.

Kasein dan Glutein adalah protein, sedangkan protein merupakan zat gizi yang penting bagi pembentukan sel – sel baru. Menghilangkan asupan kedua jenis protein ini bisa membuat anak kekurangan protein. Oleh karena itu, ganti asupan proteinnya dengan protein jenis lain, seperti protein hewani yang terdapat pada daging, serta protein nabati dari kacang – kacangan. Selain mengandung protein, susu sapi juga kaya vitamin dan mineral yang penting bagi tubuh, seperti vitamin A,B, dan kalsium. Jika anak tidak minum susu sapi dan produk susu lainnya, pastikan mendapat asupan vitamin dan mineral pengganti, agar tidak kurang gizi sebelum melakukan diet pada anak.

2.7.2 Membuat Rotasi Makanan

Biasanya, orang tua pusing memikirkan makanan yang boleh dimakan dan tidak boleh dimakan dan yang disukai dan tidak disukai anak autisme dalam sehari – hari. Oleh karena itu, pembuatan inventarisasi makanan diperlukan, yaitu


(42)

autisme. Dari daftar tersebut, nantinya disusun menu keluarga satu bulan yang memperhatikan rotasi makanan.

Manfaat rotasi makanan, pertama untuk mengamati makanan yang berbahaya bagi anak autisme. Dengan cara melihat reaksinya setelah tiga hari. Jika perilakunya meningkat, seperti tingkah laku hiperaktifnya meningkat, konsentrasi menurun, bicara tidak terarah, tidak pernah letih dan mengantuk, tangannya bergoyang terus, dan kepalanya dibenturkan ke dinding atau di pukul dengan tangannya anda bisa memperkirakan dan mencermati makanan yang dimakannya tiga hari yang lalu. Kedua, menjaga agar anak tidak menjadi peka atau alergi terhadap suatu makanan. Hal ini dikarenakan anak autisme dengan syndrom leaky gut, mudah alergi terhadap makann yang itu – itu saja atau tidak diganti – ganti. Jika frekuensi pemberian suatu makanan dijaga, tidak mencetuskan alergi. Menghindari makanan atau zat makanan yang menimbulkan alergi selama 2 – 4 bulan secara bergantian. Untuk itu,orang tua harus membuat rotasi semua jenis makanan, termasuk yang sangat disukai anak.

2.7.3 Membuat Food Diary

Salah satu cara mengetahui hubungan antara kesehatan dengan makanan yang dikonsumsi anak autisme adalah dengan cara food diary atau buku agenda makanan. Buat catatan yang teratur segala makanan/ minuman yang masuk ke mulutnya setiap hari dan perilaku serta kemampuan yang dicapainya. Catat juga waktu ketika makanan/minuman dikonsumsi dan waktu perilaku.Orang tua yang menggunakan food diary bisa mengetahui makanan apa saja yang memberikan


(43)

efek buruk pada perilaku, pola tidur, dan keterampilan anak. Dengan begitu, bisa mengenal makanan yang berbahaya bagi anak. Efek makanan yng dikonsumsi anak tidak sama antara anak yang satu dengan anak yang lainnya. Jika ada makanan yang dicurigai hindari kira – kira selama dua minggu untuk melihat efeknya.

Setelah sebulan, Anda dapat melihat pola makan pada anak dan dapat dipertegas dengan riset kecil – kecilan. Agar lebih mudah, sertai pembuatan food diary dengan melakukan rotasi diet dan mencurigai makanan yang amat disukai anak (Prasetyono, 2010)

2.7.4 Pemberian Suplemen

Suplemen merupakan bagian dari diet. Dalam diet, menghilangkan beberapa jenis makanan penting dari menu anak, berarti mengurangi pemasukan vitamin dan mineral ke tubuhnya. Untuk mengurangi kekurangan gizi, diperlukan pemberian suplemen supaya anak tetap sehat. Pemberian obat dan suplemen bagi anak autisme bersifat sangat individual. Jika dokter menganggap anak memerlukannya, sebaiknya diskusikan dengan orang tua anak. Orang tua harus mendapat penjelasan manfaatnya, cara mengonsumsi, efek samping yang mungkin terjadi, dan penjelasan lainnya.

Dalam seminar di Jakarta mengenai terapi biomedis, Dr. Woody, seorang pakar autisme, menyebutkan sepuluh jenis nutrisi yang paling dibutuhkan anak autisme adalah zink, magnesium, kalsium, vitamin B6, fatty acid, vitamin A, vitamin C, vitamin E, vitamin B12, dan biotin. Dalam pemberian makanan tambahan atau suplemen harus dalam pengawasan ahli agar tidak mengganggu


(44)

metabolisme tubuh anak. Berikut ini paparan mengenai berbagai suplemen yang layak digunakan dalam terapi biomedis dengan dosis yang berbeda – beda setiap anak autisme.

1. Probio gold

Suplemen probiotik untuk mengontrol kelebihan pertumbuhan jamur bakteri patogen, dan virus dari usus. Setiap kapsul terdapat 20 milyar Bakteri baik dari jenis lactobacillus, bifidium bacterium, dan streptococcus thermophilus.

2. Reduced L – Glutathion lotion

Merupakan glutsthion dalam bentuk krim yang dapat diserap kulit. Glutathione membantu mengeluarkan logam berat dari tubuh anak.

3. Selenium

Selenium diberikan dalam dosis 50 – 100 mg selama proses pengeluaran logam berat (detoksifikasi logam berat). Selenium merupakan antioksidan yang membantu mengeluarkan racun – racun dari tubuh.

4. Zink

Mineral merupakan komponen penting dalam sistem kekebalan tubuh. Zink hadir pada 200 enzim di tubuh. Penting bagi kulit normal, penglihatan, penciuman, rasa, sintesis protein, penyembuhan luka, dan kekebalan tubuh. Kekurangan zink mempermudah terjadinya infeksi virus. Salah satu penyebab kekurangan zink dalam tubuh adalah diare yang biasa terjadi pada anak autis. Gejala kekurangan enzim adalah kurang nafsu makan, penyembuhan luka


(45)

lama, gangguan kulit, pembengkakan perut, sulit tidur, tingkah laku abnormal, dan mudah terserang virus atau infeksi

5. Glisin

Glisin merupakan produk hipoalergik untuk menurunkan agresivitas anak autis. Glisin juga melindungi hati terhadap kerusakan selama kelasi (proses pembuangan logam berat dalam tubuh, merupakan suatu prosedur tersendiri dalam terapi biomedis).

6. Melatonin

Melatonin merupakan hormon yang diproduksi tubuh dan sangat berperan dalam mengatur pola tidur, melindungi sel otak terhadap kerusakan, serta memiliki efek antioksidan. Kekurangan kadar melatonin dapat menyebabkan gangguan tidur bahkan insomnia.

7. Folik acid

Berfungsi menyehatkan sistem saraf otak. Kekurangan folik acid selama dalam kandungan dapat menyebabkan kelahiran yang lemah.

8. Vitamin C

Vitamin C merupakan antioksidan yang meningkatkan kekebalan tubuh, membuang racun, menghalangi aktivitas virus, dan fermeentasi. Gejala kekurangan vitamin C adalah mudah terserang infeksi, luka sulit sembuh, perdarahan gusi, memar pada tubuh, depresi, histeris, dan kekelahan luar biasa.


(46)

9. Kalsium

Kadar kalsium perlu ditingkatkan karena anak autis biasanya kekurangan kalsium akibat diet makanan.

10.Megadosis vitamin B6 dan magnesium

Vitamin B6 dengan kadar 500 – 1000 mg/hari dengan magnesium dan vitamin B lain, sering digunakan anak autis karena berdampak positif. Namun, secara teori bisa menimbulkan efek samping negative, seperti hiperaktif. Produk megadosis vitamin B6 dikenal sebagai Super Nu thera. Kandungan megadosis, selain vitamin B6 adalah magnesium, vitamin A,D,E, tiamin (vitamin B1), riboflavin (Vitamin B2), niacinamide (vitamin B3), panthothenis acid, vitamin B12, folic acid, biotin, vitamin C, selenium, dan zink. Semua zat yang terrkandung dalam megaddosis berfungsi menambahkan kemampuan komunikasi, mengurangi kegelisahan, mengurangi kebiasaan kurang tidur yang kurang baik, mengurangi rangsangan terhadap diri sendiri yang berulang – ulang, dan membuat kontak mata lebih baik pada anak autisme.

11.Vitamin E

Merupakan antioksidan bagi seluruh sel dan jaringan, termasuk otak 12.Esential fatty acid atau asam lemak esensial

Merupakan jenis lemak tidak jenuh yang sangat penting bagi pertumbuhan dan fungsi normal semua sel, otot, saraf, dan organ tubuh. Jenis lemak ini tidak bisa dibuat sendiri oleh tubuh, tetapi dari makanan. Essential fatty acid mudah rusak oleh cahaya panas, udara, logam. Terdiri dari asam lemak


(47)

omega-3 dan asam lemak omega-6. Suplemen essential fatty acid banyak digunakan sebagai terapi dan pencegahan berbagai penyakit, terapi anti-peradangan, terapi nutrisi bagi arthtritis, asma dan alergi, depresi, gangguan daya ingat, kesulitan belajar dan gangguan pencernaan.

2.8 Pengawasan Pemberian Makanan

Melakukan diet makanan memang tidak mudah. Diperlukan disiplin tinggi dan pengawasan yang tinggi untuk mendapatkan hasil maksimal. Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan diet makanan.

2.8.1 Orang – orang sekitar

Dalam menerapkan diet pada anak autisme perlu didukung oleh orang – orang sekitarnya. Pengalaman banyak orang tua, pemberian makanan yang berhasil adalah pemberian makanan ketat dan disiplin. Diet akan berhasil jika semua makanan dan komponen makanan yang dilarang benar – benar dijauhkan dari mulut anak autisme. Memang tidak mudah, karena biasanya jika dalam satu minggu diet makanan tidak menunjukkan hasil positif, semangat orang tua menjadi agak kendor sehingga mulai lalai.

Terkadang hambatan justru datang dari orang terdekat. Contohnya kakek dan nenek yang menunjukkan cinta terhadap cucu dengan cara yang salah, seperti memberi mereka makanan yang dilarang, dengan alasan, “ Ah Cuma sedikit, nggak apa – apa”. Jika anda mengalami masalah seperti ini, jangan ikut – ikutan pemisif. Karena dalam diet makanan, walaupun hanya sedikit makanan yang menjadi pantangan bagi anak autisme tetap merusak dan membahayakan.


(48)

Solusinya, jelaskan secara informal tetapi serius kepada orang tua dan kerabat anda mengenai diet yang tengah anda terapkan pada anak autisme.

2.8.2 Faktor Psikologis

Faktor psikologis anak mempengaruhi sukses atau gagalnya diet. Saat berdiet, perasaan anak harus dijaga agar tidak merasa dibedakan. Prosedur diet pasti membuatnya bertanya, ada apa gerangan yang terjadi pada dirinya. Perasaan diri yang berbeda dengan yang lain, seperti kakak, adik, dan anggota keluarga lainnya bias menimbulkan perasaan negatife sehingga anak rendah diri. Walaupun anak autisme memang berbeda dengan anak normal, tetapi harga dirinya tetap harus dijaga dan dikembangkan seperti anak normal. Saat makan bersama, usahakan anak makan makanan yang sama seperti anggota keluarga lainnya. Modifikasikan bahan makanan. Memang rasanya berbeda, tetapi paling tidak anak tidak akan merasa dibedakan.

2.8.3 Acara makan di restoran

Anak autisme masih bisa makan direstoran atau kafe. Namun, jika bersamanya Anda tidak boleh sembarangan masuk dan mengorder menu. Banyak hidangan direstoran mengandung makanan pantangan, seperti terigu dalam mi bakso, pizza, siomai, fried chicken, belum lagi kandungan MSG, nitrit, nitrat, dan zat aditif lainnya dalam hidangan olahan. Berikut ini hal – hal yang harus diperhatikan jika ingin makan direstoran, seperti pilih restoran yang aman, pesan dengan hati – hati, pilih makanan yang segar, masak secara terpisah makanan bebas kasein dan gluten atau yang mengandung ragi dan gula, bawa bekal sendiri. (Bonny Danuatmaja, 2005)


(49)

Kategori pengetahuan :

− Baik − Cukup − Kurang

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN 3.1 KERANGKA PENELITIAN

Kerangka penelitian adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat merekomendasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel (baik variabel yang diteliti maupun variabel yang tidak diteliti. Kerangka penelitian dalam penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana pengetahuan orang tua tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak autisme.

Skema 1. Kerangka penelitian

Pengetahuan orang tua tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak autisme meliputi :

− Pengertian nutrisi

− Manfaat makanan pada anak autisme

− Jenis – jenis makanan pada autisme − Pemberian makanan pada anak

autisme

− Pengawasan makanan pada anak autisme


(50)

3.2DEFENISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN No Variabel Defenisi

Operasional Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala 1 Pengetahuan

orang tua tentang Pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak autisme Semua informasi yang diketahui oleh orang tua mengenai pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak autisme. Kuesioner seba -nyak 25 pertanyaan dengan pilihan jawaban benar dan salah. Untuk pernyataan positif adalah benar (skor 1) dan salah (skor 0 ) dan

pernyataan negative benar (skor 0) dan salah (skor 1)

- Baik (18 - 25 ) - Cukup (9 - 17) - Kurang (0 - 8)


(51)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan membuat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif (Setiadi, 2007). Yang bertujuan untuk mengidentifikasi pengetahuan orang tua tentang pemberian makanan anak autisme di Yayasan Tali Kasih dan Yayasan Kidz Smile Medan.

2. Populasi dan Sampel 2.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah orang tua dengan anak autisme yang berada di Yayasan Tali Kasih Medan dan Kidz Smile Medan yang bila ditotalkan berjumlah 50 anak autisme

2.2. Sampel

Semua sampel yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu tergantung pada kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana (Arikunto, 2006). Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan cara totally sampling yitu mengambil seluruh jumlah populasi yang tersedia. Pengambilan sampel dilakukan pada 2 yayasan autis yang berbeda yaitu Yayasan Tali Kasih dan Yayasan Kidz Smile Medan


(52)

mengingat jika hanya dari 1 tempat tidak memenuhi kriteria yang diharapkan pada penelitian ini.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Yayasan Tali Kasih Medan dan Kidz Smile Medan. Lokasi ini dipilih karena wilayah tersebut memungkinkan untuk melakukan penelitian dengan jumlah responden yang memadai dan lokasi penelitian dapat dijangkau oleh peneliti sehingga dapat mengambil data dan menyelesaikan penelitian ini tepat waktu

4. Pertimbangan Etik

Dalam melakukan penelitian ini sebelum pengambilan data peneliti sudah mendapatkan ijin dari bagian pendidikan Fakultas Ilmu Keperawatan USU. Pada pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri, kemudian menjelaskan terlebih dahulu maksud, tujuan, dan prosedur pengisian kuesioner kepada responden. Apabila responden setuju maka responden terlebih dahulu harus menandatangani lembar persetujuan (Informed Consent). Responden berhak menolak atau mengundurkan diri selama proses penelitian. Untuk menjaga kerahasiaan, maka nama responden tidak akan dicantumkan pada lembar pengumpulan data yang telah diisi oleh responden dan hanya diberi kode tertentu. Kerahasiaan yang diberikan oleh responden akan dijamin oleh peneliti dan hanya digunakan dalam penelitian ini saja.


(53)

5. Instrumen Penelitian

Instrumen ini terdiri dari dua bagian yaitu kuisioner data demografi dan kuisioner pengetahuan. Kuisioner pengetahuan disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka Bloom (Notoatmodjo, 2003) yang berisikan pernyataan yang terdiri dari

5.1. Kuisioner Data Demografi

Instrumen penelitian berisi data demografi responden meliputi Umur orang tua, umur anak, Jenis Kelamin, Tingkatan Pendidikan, Pekerjaan, Penghasilan,

5.2. Kuisioner Pengetahuan

Instrumen berisi pernyataan untuk mengidentifikasi pengetahuan orang tua tentang pemberian makanan pada anak autisme. Kuisioner ini terdiri dari 25 pernyataan. Skor untuk pernyataan positif adalah benar (skor 1) dan salah (skor 0) dan pernyataan negative adalah benar ( skor 0 ) dan salah (skor 1). Pernyataan positif terdapat pada nomor 5, 9, 10, 12, 16, 25 dan pernyataan positif terdapat pada nomor 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 11, 13, 14, 15, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24. Nilai yang tertinggi di peroleh 25 dan nilai yang terendah diberi nilai 0.

Berdasarkan rumus statistika menurut Sudjana (2005): Rentang

P =


(54)

Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang 25 dan 3 kategori kelas untuk menilai pengetahuan orang tua tentang pemberian makanan pada anak autisme yaitu pengetahuan baik, pengetahuan cukup dan pengetahuan kurang, maka didapatkan panjang kelas 8,3= 8. Menggunakan P = 8 dan nilai terendah 0 sebagai batas bawah kelas interval pertama, maka pengetahuan orang tua tentang pemberian makanan pada anak autisme dikategorikan interval sebagai berikut :

0 – 8 adalah pengetahuan kurang, 9 – 17 adalah pengetahuan cukup dan 18 – 25 adalah pengetahuan baik.

6. Uji Instrumen 6.1 Uji Validitas

Kuesioner pengetahuan orang tua tentang pemberian makanan pada anak autis dibuat oleh peneliti sendiri mengacu pada isi tinjauan pustaka. Oleh sebab itu, penting dilakukan uji validitas. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kesahihan suatu instrument. Suatu instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2005). Dalam hal ini, peneliti melakukan uji validitas kepada dosen Fakultas Keperawatan Usu.

6.2 Uji Realibilitas

Realibilitas instrumen pengukuran mengacu kepada kemampuannya untuk mendapatkan hasil yang konsisten saat dipakai ulang. Uji reliabilitas ini bertujuan untuk mengetahui seberapa derajat atau kemampuan suatu


(55)

instrumen untuk mengukur secara konsisten sarnpel yang akan diukur. Uji reliabilitas yang akan digunakan pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus KR – 20 karena banyaknya pertanyaan kuesioner pada instrumen berjumlah ganjil (Arikunto, 2006). Uji reabilitas diberikan kepada sampel di luar responden dengan jumlah 15 orang dengan hasil 0,84, hasil ini dinyatakan reliabel karena menurut asumsi Polit dan Hungler (1995) suatu instrumen yang baru reliabel bila koefisiennya 0.70 atau lebih.

7. Rencana Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan dengan mengajukan izin pendahuluan kepada bagian pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan USU setelah mendapatkan persetujuan dari bagian pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan, kemudian peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada Yayasan Tali Kasih dan setelah itu Yayasan Kidz Smile Medan, setelah mendapatkan persetujuan dari ketua Yayasan Tali Kasih dan Yayasan Kidz Smile Medan maka dilakukan pengumpulam data. Kemudian peneliti menjelaskan tentang prosedur, manfaat penelitian dan cara pengisian kuesioner dan meminta kesediaan responden untuk mengikuti penelitian. Responden yang bersedia diminta untuk menandatangani Informed consent. Setelah itu peneliti menjelaskan cara pengisian kuisioner secara teliti dan cermat sesuai dengan yang diketahui dan dilakukan responden.


(56)

8. Analisa Data

Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, peneliti melakukan pengolahan data atau analisa data. Analisa data dilakukan melalui beberapa tahap yang dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah disi, dilanjutkan dengan memberikan kode untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi data, dan selanjutnya data tersebut dianalisa dengan program aplikasi computer. Hasil analisa data disajikan dalam bentuk tabel distribusi persentase untuk melihat pengetahuan orang tua tentang pemberian makanan pada anak autisme yang di gambarkan dalam kategori baik, cukup, kurang dengan pembagian rentang kelas menggunakan rumus menurut Sudjana (2005).


(57)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini diuraikan hasil penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasikan pengetahuan orang tua tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak autisme di Yayasan Tali kasih dan Kidz smile medan. Hasil penelitian ini diperoleh melalui pengumpulan data yang dilaksanakan pada tanggal 25 Oktober – 18 Desember 2011. Pengumpulan data dilakukan pada 50 responden. Penyajian data meliputi karakteristik data demografi responden dan distribusi persentase pengetahuan orang tua tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak autisme.

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Karakteristik Responden

Berdasarkan karakteristik data demografi orang tua yang memiliki anak autisme di Yayasan Tali Kasih dan Kidz Smile Medan telah didapat 50 responden yang menjadi subjek penelitian. Karakteristik responden yang dipaparkan mencakup umur, umur anak, kedudukan dalam keluarga, tingkat pendidikan, pekerjaan dan penghasilan.

Dari hasil penelitian mayoritas responden berumur 31 - 40 tahun sebanyak 44 orang (88%), umur anak 6 – 10 tahun sebanyak 30 orang (60%), kedudukan dalam keluarga adalah ibu sebanyak 39 orang (78%), tingkat pendidikan adalah sarjana sebanyak 27 orang (54 %), pekerjaan adalah wiraswasta sebanyak 21


(58)

orang (42%), penghasilan keluarga adalah > Rp.1.900.00 sebanyak 24 orang (48 %). Untuk lebih jelasnya dapat di lihat dari table 5.1

Tabel 5.1 Distribusi Persentase Karakteristik Data Demografi Orang Tua di Yayasan Tali Kasih dan Kidz Smile Medan Tahun 2012 (n=50 ) Karakteristik Responden Frekuensi Persentase Umur

- 20 – 30 tahun - 31 – 40 tahun - 41 – 50 tahun

2 44 4 4 88 8 Umur Anak

- 1 – 5 tahun - 6 – 10 tahun - 11 – 15 tahun

16 30 4 32 60 8 Kedudukan Dalam Keluarga

- Ayah - Ibu 11 39 22 78 Tingkat Pendidikan - SD - SMP - SMU - Diploma - Sarjana - - 8 15 27 - - 16 30 54 Pekerjaan

- Ibu Rumah Tangga - Wiraswasta

- Pegawai Swasta - Pegawai Negeri

10 21 11 8 20 42 22 16


(59)

Lanjutan.

Penghasilan Keluarga - < Rp 850.000

- Rp 850.000 – 1.200.000 - Rp. 1.200.000 – 1.550.000 - Rp. 1.550.000 – 1.900.000 - > Rp.1.900.000

- 7 8 11 24 - 14 16 22 48

Berdasarkan pengetahuan orang tua tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi di yayasan tali kasih dan kidz smile medan terlihat bahwa mayoritas dalam kategori pengetahuan baik yaitu 31 responden (62 %) dengan skor kuesioner 18 – 25, kategori pengetahuan cukup 19 responden (38 %) dengan skor kuesioner 9 – 17, dan kategori pengetahuan kurang hanya 0 % dengan skor 0 – 8. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat dari table 5.2.

Tabel 5.2 Distribusi Pengetahuan Orang Tua Tentang Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi di Yayasan Tali Kasih dan Kidz Smile Medan Tahun 2012 (n=50)

Tingkat Pengetahuan Skor Kuesioner Frekuensi Persentase (%) Baik

Cukup Kurang

18 – 25 9 – 17

0 – 8

31 19 - 62 38 -


(60)

5.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan orang tua tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak autisme yang telah dilakukan di yayasan tali kasih dan kidz smile medan, menunjukkan bahwa mayoritas responden berpengetahuan baik dengan skor kuesioner 18 – 25 yaitu sebanyak 31 orang (62 %) responden, hal ini sesuai dengan data demografi bahwa mayoritas pendidikan orang tua adalah sarjana sebanyak 27 orang (54%) hal ini sesuai dengan asumsi Notoadmojo (2007) bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang memungkinkan terjadinya pengetahuan. Hal ini juga sesuai dengan asumsi Saifuddin (2002) dalam Widya (2008), bahwa jenjang pendidikan sangat mempengaruhi terhadap hal untuk memperoleh informasi, dan hak menolak atau menerima penjelasan yang diberikan. Kemudian semakin baik pendidikan orangtua maka orang tua akan semakin mudah menerima informasi dari luar tentang cara yang baik untuk merawat dan mengasuh anak penderita autisme.

Tingkat pengetahuan juga dipengaruhi oleh usia berdasarkan hasil penelitian mayoritas usia orang tua yang berusia 31 – 40 tahun sebanyak 44 orang (88 %). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Notoadmojo (2003) bahwa semakin bertambah usia seseorang maka semakin banyak pengetahuan yang ia terima. Di dalam data demografi mayoritas umur anak adalah berusia 6 – 10 tahun sebanyak 30 orang (60 %) hal ini tidak sesuai dengan asumsi Priyatna (2010) bahwa anak autisme harus segera mendapatkan pendidikan sejak dini karena perilaku autistic anak autisme sudah terlihat dari usia 3 tahun dan orang tua juga mendapatkan infornasi tentang makanan yang baik untuk memenuhi nutrisi anak autisme sejak dini.


(61)

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan mayoritas responden berkedudukan sebagai ibu sebanyak 39 orang (78 %), hal ini dikarenakan pada saat melakukan penelitian mayoritas ibu yang mengantarkan anaknya ke yayasan dan ketika berada di rumah ayah juga berperan penting dalam mengasuh anaknya yang menderita spektrum autisme. Hal ini sesuai dengan asumsi yang dikemukakan oleh Suyatna (2004) bahwa orang tua baik ayah dan ibu harus bersama – sama mendidik dan mengasuh anak autisme karena anak autisme harus diberikan perhatian yang ekstra atau lebih dari pada anak normal lainnya. Asumsi ini juga sesuai dengan yang dikemukakan oleh Danuatmaja (2005) dalam penelitian Widya (2008) bahwa dukungan dari keluarga dan kesabaran orang tua dalam mencari pengobatan yang terbaik untuk anaknya salah satunya adalah dengan perbaikan makanan yang baik untuk dikonsumsi anak autisme (Danuatmaja, 2005).

Lingkungan juga mempengaruhi pengetahuan misalnya lingkungan pekerjaan karena lingkungan memiliki fungsi sebagai alat bertukar informasi terutama mengenai nutrisi anak autisme. Dari hasil data yang di peroleh bahwa mayoritas pekerjaan orang tua adalah wiraswasta sebanyak 21 orang (42 %) dan mayoritas orang tua berpenghasilan > Rp. 1.900.000 sebanyak 24 orang (48 %). Hal ini sesuai dengan asumsi Danuatmaja (2003) dalam penelitian Widya (2008) bahwa dengan keadaan social ekonomi yang baik, orang tua mampu menggunakan pelayanan kesehatan dan memberikan nutrisi yang baik untuk anaknya. Hal ini juga sesuai dengan asumsi yang dikemukakan oleh Rosmary (2010) bahwa waktu dan uang adalah alasan utama para orang tua mendapatkan pengetahuan sebagai


(62)

pedoman yang dapat dijadikan panduan untuk merawat dan menghadapi anak autisme.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 19 orang (38 %) responden memiliki tingkat pengetahuan yang cukup. Hal ini sesuai dengan data demografi bahwa masih ada pendidikan orang tua anak autisme yang berpendidikan SMA sebanyak 8 orang (16 %) dan masih ada orang tua yang menjawab salah pada kuesioner bahwa pertumbuhan dan perkembangan tidak dipengaruhi oleh nutrisi. Hal ini kemungkinan karena masih ada orang tua anak autisme yang tidak mengetahui dampak atau gejala dari makanan yang dikonsumsi anak apakah baik atau buruk untuk kesehatan anak autisme. Hal ini juga sesuai dengan asumsi MPATI (2006) dalam penelitian Widya (2009) bahwa orang tua masih mengganggap gangguan perkembangan yang terjadi pada anaknya hanya keterlambatan perkembangan saja. Sehingga orang tua tidak mau mencari informasi mengenai pengobatan untuk anaknya terutama makanan yang dikonsumsi untuk anak autisme.

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, penciuman, rasa dan raba, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmodjo, 2007). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pengetahuan orang tua dalam kategori baik.

Menurut asumsi peneliti bahwa orang tua merupakan orang yang pertama dan terutama harus membina anak autisme karena sebagian waktu anak adalah berada


(63)

di keluarga dan orang tua merupakan orang yang paling mengerti dan dimengerti anak penyandang autisme untuk itu orang tua tetap dituntut berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi kesembuhan anaknya. Dalam sebuah keluarga orang tua dapat berperan sebagai guru yang mendidik dan mengajarkan anak untuk berperilaku baik. Keterlibatan orang tua dalam mengasuh anak autisme merupakan bagian penting dalam proses pendidikan/terapi anak untuk mencapai perkembangan yang maksimal. Keterlibatan orang tua dapat termanifestasikan dalam proses pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas sesuai dengan kebutuhan anak.

Dalam masa tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna. Sering timbul masalah terutama dalam pemberian makanan pada anak autisme oleh karena itu orang tua harus selalu melakukan pengawasan yang ketat pada pola makan anak, mencatat makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh anak agar orang tua dapat mengetahui jenis makanan yang dapat menimbulkan alergi pada anak, memenuhi kebutuhan anak khususnya menyediakan makanan dan minuman yang tidak megandung kasein dan glutein.

Dengan adanya pengetahuan yang baik maka orang tua dapat memberikan nutrisi yang baik untuk anaknya yaitu dengan mengetahui makanan yang dapat membahayakan untuk kesehatan anak autisme atau makanan yang dapat menjaga kesehatan anak autisme, karena dengan memberikan makanan yang berdampak baik untuk anak autisme akan mengurangi perilaku autistik anak penderita spektrum autisme.


(64)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan dan saran mengenai pengetahuan orang tua tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak autis di Yayasan Tali Kasih dan Kidz Smile Medan.

6.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan karakteristik responden, dari 50 responden dari hasil penelitian mayoritas responden berumur 31 - 40 tahun sebanyak 44 orang (88%), umur anak 6 – 10 tahun sebanyak 30 orang (60%), kedudukan dalam keluarga adalah ibu sebanyak 39 orang (78%), tingkat pendidikan adalah sarjana sebanyak 27 orang (54 %), pekerjaan adalah wiraswasta sebanyak 21 orang (42%), penghasilan keluarga adalah > Rp.1.900.00 sebanyak 24 orang (48 %).

2. Berdasarkan pengetahuan orang tua tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi di yayasan tali kasih dan kidz smile medan terlihat bahwa mayoritas dalam kategori pengetahuan baik yaitu 31 responden (62 %) dengan skor kuesioner 18 – 25, kategori pengetahuan cukup 19 responden (38 %) dengan skor kuesioner 9 – 17, dan kategori pengetahuan kurang hanya 0 % dengan skor 0 – 8.


(65)

6.2 Saran

6.2.1 Bagi praktek keperawatan

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat seharusnya tidak hanya berfokus kepada pelayanan yang bersifat kuratif, tetapi juga harus memperhatikan pelayanan kesehatan yang bersifat preventif yaitu dengan memberikan informasi pentingnya pemenuhan kebutuhan nutrisi untuk mengurangi perilaku autistik anak autisme kepada masyarakat, khususnya orangtua anak autis.

6.2.2 Pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini menjadi masukan dan menambah ilmu keperawatan anak dalam memberikan gambaran tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak autisme.

6.2.3 Penelitian keperawatan

Pada penelitian selanjutnya disarankan agar diteliti angka kebutuhan nutrisi pada anak autisme dan pola makan pada anak autisme. Selain itu, karena keterbatasan waktu penelitian jumlah sampel dalam penelitian ini juga hanya sebesar 50 orang, untuk itu sebaiknya pada penelitian selanjutnya dapat mengambil sampel yang lebih banyak sehingga hasilnya lebih representatife. Dan pada saat mengisi kuesioner peneliti harus mendampingi responden sehingga tidak ada kesalahan dalam pengisian kuesioner.


(66)

6.2.4 Masyarakat

Hasil penelitian ini sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi keluarga/orangtua bahwa kebutuhan pemenuhan nutrisi berpengaruh terhadap perkembangan dan kesehatan anak autisme.


(67)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Edisi revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta

Danuatmadja, B. (2003). Terapi Anak Autis di Rumah. Cetakan Pertama. Jakarta: Puspa Swara

Danuatnadja, B. (2004). Menu Autis Panduan Makanan Tepat untuk Anak Autis. Jakarta: Puspa Swara

Didik, Haryadi. (2010). Pentingnya Gizi Pada Anak Autisme. Available from: http://didikhariyadi.wordpress.com/2010/08/28/pentingnya-gizi-pada-anak-autis (diunduh February 2011)

Elvira, Syamsir. (2010). Pangan Untuk Penderita Autisme. Available from : http://ilmupangan.blogspot.com/2010/11/pangan-untuk-penderita-autis.html (diunduh February 2011)

Huzaemah. (2010). Kenali Autisme Sejak Dini. Jakarta : Pustaka Populer Obor Jepson, B.M.D., 2003. Understanding Autism:The Physiological Basis and

Biomedical Intervention Option of Autism Spectrum Disorders, Children’s Biomedical Center of Utah. Available from Kessick, Rosemary. (2009). Autisme dan Masalah pada Sistem Pencernaan Yang

Penting Anda Ketahui. Jakarta: P.T Gramedia Pustaka Umum.

Kessick, Rosemary. (2009). Autisme dan Pola Makan. Jakarta: P.T Gramedia Pustaka Umum.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: P.T Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: P.T Rineka Cipta.

Nursalam. (2009). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Moore, aleycia. (2010). Jenis Kelainan Pada Anak. Jogyakarta : Kalamboti Prasetyono, D.S. (2008). Serba – Serbi Anak Autisme. Jogyakarta : Diva Press


(68)

Priyatna, Andri. (2010). Amazing Autisme ! Memahami, Mengasuh, dan Mendidik Anak Autisme. Jakarta: P.T Gramedia

Safaria, Triantoro. (2005). Autisme Pemahaman Baru Untuk Hidup Bermakna Bagi Orang tua. Jogyakarta: Graha Ilmu

Setiadi. (2007). Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Sudjana. (2005). Metode statistik. Bandung : Tarsito

Suryana, A. (2004). Terapi Autisme, Anak Berbakat dan Hiperaktif. Jakarta : Progress

Sutadi, R. (2003). Penatalaksanaan Holisti Autisme. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Tuti, Soenardi, (2009). Terapa Makanan Anak Dengan Gangguan Autisme. Available from:http://www.autis.info/index.php/terapi-autisme/terapi-makanan (diunduh Maret 2011)

Trottier, G, Srivastava, L, Walker, C, D. 1999. Etiology of Infantile Autism: A Review of recent advance in genetic and neurobiological research. Journal of psyciatry and neuroscience. Available from: pubmedcentral. nih. gov.articlerender.fcgi?artid=1188990.

Wijayakusuma,H. (2004). Psikoterapi Anak Autisme, Teknik Bermain Kreatif Non Verbal & Verbal, Terapi Khusus Untuk Autisme. Edisi Pertama. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Williams Chris dan Barry Wright. (2007). How to Live with Autism and Asperger Syndrome, Strategi Praktis Bagi Orang Tua dan Guru Anak Autis. Cetakan Pertama. Jakarta:Dian Rakyat.

Yuwono, Joko. (2009). Memahami Anak Autistik: Kajian Teoritik Dan Empirik. Bandung : Alfabeta


(69)

Lampiran

Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Pengetahuan Orang tua Tentang Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Pada Anak Autisme di Yayasan Tali Kasih dan Kidz Smile Medan

Oleh Eldyana Aprila

Saya adalah mahasiswi Program S-1 Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang sedang melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengidentifikasi adanya Pengetahuan Orang tua Tentang Pemenuhan kebutuhan nutrisi pada Anak Autisme di Yayasan Tali Kasih dan Kidz Smile Medan.

Saya mengharapkan kesediaan anak Bapak/Ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, dimana tidak akan memberikan dampak yang membahayakan bagi anak Bapak/Ibu. Jika Bapak/Ibu bersedia maka saya akan memberikan kuisioner kepada Bapak/Ibu meliputi data demografi dari anak Bapak/Ibu.

Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga Bapak/Ibu bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa sanksi apapun. Semua informasi yang Bapak/Ibu berikan akan dirahasiakan dan hanya akan dipergunakan dalam penelitian ini. Terima kasih atas partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini.

Jika Bapak/Ibu bersedia anak Bapak/Ibu menjadi peserta dalam penelitian ini, maka silahkan Bapak/Ibu menandatangani formulir persetujuan ini.

Medan, November 2011

Peneliti Responden


(1)

72 24.

25.

menghindari makanan yang mengandung kasein dan glutein

Orang tua harus menjelaskan kepada kerabat atau keluarga mengenai diet makanan yang sedang diterapkan pada anak autisme agar keluarga tidak memberikan makanan yang membahayakan untuk anak Makanan seperti permen dan es krim dapat diberikan pada anak jika keluarga terdekat memberikannya.


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)