8
UU nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, mendefinisikan Notaris dari wewenangnya yang secara terperinci dijabarkan lagi pada pasal 15 UU nomor
30 tahun 2004.
18
Dalam penelitian ini, konsep Notaris merujuk pada latin style Notary sebagaimana yang dikenal di Indonesia sedangkan yang merujuk pada Anglosaxon
Notary akan diabstraksi menjadi Notary Public.
2. Kerangka Konsepsi
Berdasarkan kerangka teori tersebut, maka pada penelitian ini konsep pengangkatan anak yang dimaksud adalah proses peralihan hak seorang anak dari
lingkungan kekuasaan keluarga orang tua kandung atau walinya yang sah ke dalam lingkungan keluarga angkatnya sehingga melahirkan akibat-akibat hukum
baik sebagian maupun keseluruhan bagi pihak yang mengangkat maupun anak angkat berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan. Sedangkan konsep Notaris
merujuk pada latin style Notary yaitu Pejabat Umum yang memiliki kewenangan berdasarkan perundang-undangan untuk membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian, dan ketetapan-ketetapan baik yang diwajibkan oleh perundang-undangan maupun dikehendaki oleh para pihak, sepanjang pembuatan
akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau pihak lain berdasarkan perundang-undangan.
Berdasarkan hal tesebut, yang merupakan kerangka konsepsi pada penelitian ini adalah peningkatan peranan Notaris sebagai salah satu profesi hukum yang
mampu melindungi kepentingan pihak yang tidak atau kurang mengerti pada lembaga pengangkatan anak di Indonesia.
G.
Metode Penelitian 1.
Jenis Penelitan Metode penelitian yang dipergunakan adalah yuridis normatif dengan
menganalisa implementasinya di lapangan, berupa tinjauan langsung ke Pengadilan Negeri Kelas IA, Medan.
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dengan menggunakan data sekunder berupa bahan- bahan hukum primer, sekunder maupun bahan hukum tertier. Sedangkan pada
peninjauan langsung ke Pengadilan Negeri kelas IA, Medan dengan teknik wawancara serta meneliti penetapan-penetapan Pengangkatan Anak periode
tahun 2005 dua ribu lima sampai dengan tahun 2006 dua ribu enam.
3. Analisis Data
Penguraian informasi dan data menggunakan metode kualitatif analitis. Selanjutnya penarikan kesimpulan menggunakan logika berpikir deduksi.
18. Pasal 15 UU Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan
yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,
menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang
lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang.
8
Tetty Ruslie Naulibasa : PERANAN NOTARIS PADA LEMBAGA PENGANGKATAN ANAK, 2008.
9
BAB II SISTEM HUKUM PENGANGKATAN ANAK DI INDONESIA
A. Periode Pra Kemerdekaan R.I
Pra kemerdekaan R.I, berdasarkan SK Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 9 Mei 1769 dikenal lembaga pengangkatan anak termasuk bagi Golongan
Eropa. Namun, sejak KUHPdt diberlakukan di Indonesia pada tahun 1848, Golongan Eropa tidak lagi memiliki dasar hukumnya.
19
Lembaga pengangkatan anak hanya dikenal pada sistem kekeluargaan golongan masyarakat adat yang yang berpedoman pada hukum adatnya masing-
masing dan masyarakat Timur Asing Tionghoa yang berpedoman pada staatsblad 1917 nomor 129. Di beberapa daerah yang mayoritas penduduknya beragama
Islam, sesuai dengan teori Receptio In Complexu yang dikemukakan Van Den Berg, hukum adat yang berlaku adalah hukum adat yang telah diresepsi Hukum
Islam.
20
Berdasarkan hukum Islam, sesuai Al-Quran Surah Al Ahzab ayat 4 dan 5, pada prinsipnya agama Islam memperbolehkan dilakukan pengangkatan anak,
sepanjang tidak diangkat sebagai anak kandung
21
juga tidak diperbolehkan pemutusan hubungan dan hak-hak orang tua kandungnya. Pengangkatan anak
hanya dari segi kecintaan, pemeliharaan dan pendidikan. Juga tidak ada hubungan waris mewaris anak angkat dengan keluarga angkatnya karena berdasarkan Surat
Al-Anfal ayat 75 bahwa sebab-sebab mempusakai hanya berdasarkan hubungan darah, perjodohan, persaudaraan dan kekerabatan menurut tertib mereka masing-
masing.
22
Namun, sebagaimana penelitian H.Hilman Hadikusuma, di Lampung yang mayoritas masyarakatnya menganut agama Islam, masih ada hubungan waris
mewaris antara anak angkat dengan keluarga angkat, tergantung dari latar belakang diadakannya pengangkatan anak. Anak angkat tegak tegi menciptakan
hubungan waris mewaris sedangkan anak angkat pada lembaga perkawinan ambil lelaki ngakuk ragah tidak menciptakan hubungan waris mewaris sepanjang tidak
diangkat sebagai anak tegak tegi
23
. Berbeda dari masyarakat Adat, sehubungan dengan kebutuhan dagang
kolonial Belanda dengan golongan Timur Asing makin lama makin erat pada abad ke-19, pada awalnya Pemerintahan Belanda mencoba memberlakukan hukum
kekayaan vermogensrecht Eropa saja
24
untuk keseluruhan golongan Timur Asing. Tahun 1919, Belanda memberlakukan keseluruhan hukum perdatanya
untuk golongan Tionghoa dan membagi golongan Timur Asing menjadi Timur Asing Tionghoa dan Timur Asing lain India, Arab dan lain-lain.
19. Ibid, hal. 190. 20. Muderis Zaini, op.cit., hal. 72.
21. R.Soeroso, op.cit., hal. 196. 22. Ramlan Yusuf Rangkuti, Sistematika dan Methoda Pembagian Warisan Menurut
Hukum Islam, penerbit UISUUSU, 1987, hal. 139.
23. H.Hilman Hadikusumah, Hukum Waris Adat, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung,
2003, hal. 80,82-83..
24. E.Utrecht , Moh.Saleh Djindang, op.cit., hal. 189.
9
Tetty Ruslie Naulibasa : PERANAN NOTARIS PADA LEMBAGA PENGANGKATAN ANAK, 2008.