Notaris pada Lembaga Pengangkatan Anak di Kota Medan

24 Menurut Hakim tersebut apabila perundang-undangan mewajibkan para pihak sebelum mengajukan permohonan pengangkatan anak ke Pengadilan, didahului dengan penyerahan anak secara Notaril akan memberatkan beban ekonomi calon orang tua angkat. Tidak seluruhnya calon orang tua angkat mampu secara ekonomis. Adakalanya, anak dialihkan pemeliharaannya kepada keluarga lain bukan alasan ekonomis semata namun juga psikologis, pihak yang mengangkat lebih mampu mendidik anak tersebut misalnya anak tersebut berasal dari keluarga berantakan atau anak dilahirkan tanpa atau tidak diakui bapaknya.

B. Notaris pada Lembaga Pengangkatan Anak di Kota Medan

Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa berdasarkan pasal 1 angka 9 UU nomor 23 tahun 2002 telah tersirat bahwa legalitas pengangkatan anak harus melalui Pengadilan. Oleh karena itu, penelitian terhadap tingkat penerimaan masyarakat terhadap layanan notaris pada lembaga Pengangkatan Anak di Kota Medan, merujuk data yang bersumber dari Pengadilan Negeri Kelas IA, Medan. Sehingga, apabila ada akta pengangkatan anak atau akta-akta sejenis yang dibuat dihadapan Notaris namun tidak dimintakan penetapan atau keputusannya ke Pengadilan maka hal tersebut luput dari penelitian ini. Tabel 2 Jumlah Penetapan Pengangkatan Anak di Pengadilan Negeri Kelas IA, Medan Periode 2005-2006 Penyerahan dengan Akta Yang Mengangkat Notaris Dibwh Tangan Keterangan Tahun 2005 Indonesia Muslim 19 Indonesia Kristen 1 4 WNI Tionghoa 1 1 WNA 0 lain-lain 0 1 WNI Hindu Total 2 25 Tahun 2006 Indonesia Muslim 11 1 penetapan dg penyerahan lisan Indonesia Kristen 1 5 1 dengan akta dibawah tangan yang dilegalisasi Notaris WNI Tionghoa 4 WNA 0 2 Tetty Ruslie Naulibasa : PERANAN NOTARIS PADA LEMBAGA PENGANGKATAN ANAK, 2008. 25 Penyerahan dengan Akta lain-lain 0 Total 1 20 Sumber : Pengadilan Negeri Kelas IA, Medan diperoleh tanggal 29 Juni 2007. Berdasarkan data tersebut menunjukkan penurunan peranan Notaris pada lembaga pengangkatan anak khususnya kota Medan atau dengan kata lain masyarakat kota Medan amat sedikit yang menggunakan layanan Notaris pada lembaga pengangkatan anak. Hampir seluruh penyerahan pengangkatan anak yang dimohonkan penetapannya kepada Pengadilan Negeri dengan akta dibawah tangan dan 1 satu penetapan berdasarkan penyerahan lisan. Pada tahun 2005 dari 27 penetapan pengangkatan anak hanya 2 yang penyerahannya dengan akta Notaris ± 7,4 sedangkan di tahun 2006 dari 21 penetapan pengangkatan anak, hanya 1 yang penyerahannya dengan akta notaris ± 4,8 sedang 1 lagi hanya akta dibawah tangan yang dilegalisasi oleh Notaris. Pada realitasnya, berdasarkan data tersebut, ternyata dari 3 tiga penetapan yang penyerahannya melibatkan notaris, 2 dua akta yang para pihaknya WNI Asli beragama Kristen dan hanya 1 satu akta yang para pihaknya WNI Tionghoa. Padahal, selama tahun 2005-2006 ada 6 enam penetapan pengangkatan anak yang para pihaknya WNI Tionghoa. Berarti WNI Tionghoa yang melakukan pengangkatan anak dengan akta notaris selama periode 2005- 2006 hanya 1 satu dari 6 enam penetapan saja. Pada periode 2006, justru dari 4 empat penetapan pengangkatan anak WNI Tionghoa tidak satupun yang penyerahannya dengan akta notaris. Data tersebut menunjukkan, pada Pengadilan Negeri Kelas IA, Medan staatsblad 1917 nomor 129 tidak diterapkan lagi. Disisi lain, pada realitasnya justru WNI Asli yang baginya dahulu tidak diberlakukan staatsblad 1917 nomor 129 yang menggunakan layanan Notaris. Berdasarkan informasi dari pegawai bagian Perdata Pengadilan Negeri kelas IA, Medan, penetapan yang penyerahannya dengan akta notaris oleh WNI Asli, lebih dilatarbelakangi antara lain persyaratan yang diwajibkan oleh institusinya misalnya dari kepolisian atau kemampuan ekonomi para pihak. Untuk mendukung informasi yang telah disajikan diatas, terlampir 3 tiga set akta yang melibatkan notaris pada lembaga pengangkatan anak di Kota Medan, yaitu: 1. Akta Pengangkatan Anak Adopsi nomor 03 yang para pihaknya WNI Asli beragama Kristen 2. Akta Pengangkatan Anak Adopsi nomor 2 yang para pihaknya WNI Tionghoa 3. 1 satu Akta Penyerahan Anak Untuk Dipelihara yang dilegalisasi Notaris dan Berita Acara Pemeriksaannya pada Pengadilan Negeri Kelas IA, Medan. Menganalisa Akta Pengangkatan Anak nomor 03 yang para pihaknya WNI asli beragama Kristen dan Akta Pengangkatan Anak nomor 2 yang para pihaknya WNI Tionghoa menunjukkan penuangan kehendak-kehendak para pihak summier sifatnya. Pada prinsipnya, dalam penyusunan suatu kesepakatan drafting akta 2 Tetty Ruslie Naulibasa : PERANAN NOTARIS PADA LEMBAGA PENGANGKATAN ANAK, 2008. 26 otentik, Notaris sebagai pihak yang impartiality seharusnya berperan juga memberikan nasehat-nasehat menyangkut kesepakatan yang akan diperbuat dengan terlebih dahulu merujuk perundang-undangan yang berlaku. Pada Akta nomor 03, walaupun pengaturannya summier namun tidak berbenturan dengan perundang-undangan yang ada. Namun, pada Akta nomor 2 yang dilayani Notaris pada tanggal 29 dua puluh sembilan Juni 2005 dua ribu lima yang menuangkan akibat hukum pengangkatan anak dengan merujuk pasal 14 staatsblad 1917 nomor 129 53 berpotensi mengandung benturan dengan UU nomor 23 tahun 2002 pasal 39 yang secara tegas telah menyatakan bahwa pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya. Hanya, karena hingga saat ini belum ada pengaturan lebih lanjut dari pasal tersebut sehingga akibat-akibat hukum dari pasal ini juga masih belum jelas. Disamping itu, apabila dianalisa berita acara Pengangkatan Anak di Pengadilan sesuai lampiran 3, tergambar pemeriksaannya tanpa kehadiran ibu kandung dari anak tersebut. Hanya pemohon yang merupakan pasangan suami isteri yang menerima penyerahan anak tersebut yang hadir. Sedangkan 2 dua saksi yang dihadirkan semuanya dari pihak pemohon yaitu 1 satu orang keluarga dan 1 satu lagi tetangga mereka. Memang, belumlah dapat ditarik suatu kesimpulan terhadap pemeriksaan tersebut yang hanya menghadirkan pihak yang mengangkat dan saksi-saksi dari pihak yang mengangkat sebagai pemeriksaan yang proforma saja sifatnya. Namun, temuan-temuan mahkamah agung yang dijadikan salah satu dasar diterbitkan SEMA-RI nomor 6 tahun 1983 telah lama mensinyalir kondisi demikian sebagaimana diuraikannya pada bagian III angka 2.1 SEMA-RI tersebut sebagai berikut Pemeriksaan dimuka sidang dilakukan terlalu summier seolah- olah hanya merupakan proforma saja, tanpa tampak adanya usaha untuk memperoleh gambaran dari motif yang menjadi latar belakangnya. Dengan realitas proses pengangkatan anak di Pengadilan sebagaimana yang disinyalir oleh Mahkamah Agung tersebut, amatlah rawan dalam kaitannya dengan perlindungan anak. Sedangkan saat ini, sebagian besar paradigma masyarakat belum menyadari pentingnya masa pra pengangkatan anak yang dapat melibatkan peranan notaris yang hakikat profesinya impartiality tidak memihak. Oleh karena itu, perlu ditumbuhkan kesadaran pada masyarakat untuk melibatkan para profesi dibidang hukum khususnya Notaris pada tahap pra pengangkatan anak sedangkan pengacara dan Pengadilan pada tahap memperoleh legalitas pengangkatan anak sesuai dengan kewenangan dan wilayah kerjanya masing- masing. 53. Pasal 14 staatsblad 1917 nomor 129 menyebut bahwa karena berlangsungnya suatu pengangkatan, terputuslah segala hubungan perdata yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran antara si yang diangkat dengan kedua orang tuanya dan sekalian keluarga sedarah dan semenda kecuali .... 2 Tetty Ruslie Naulibasa : PERANAN NOTARIS PADA LEMBAGA PENGANGKATAN ANAK, 2008. 27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN