E.Utrecht, Moh. Saleh Djindang, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Ichtiar Baru,

5 Nama N I M Judul T. Ewi Melfi Hamid 047011067 Tinjauan Yuridis terhadap Pengangkatan anak adoptie oleh Warga Negara Asing studi kasus di Depsos R.I. Sumber : Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Pada umumnya penelitian-penelitian tersebut, meninjau lembaga pengangkatan anak dari aspek akibat hukumnya yang memang berbeda-beda di Indonesia. Sedangkan pada penelitian ini tinjauannya dari aspek peranan Notaris. Setiap penelitian masing-masing pribadi juga memiliki keunikannya, bahkan untuk menemukan kebenaran-kebenaran yang hakiki dan up to date, walaupun terhadap suatu topik telah dilakukan penelitian, tidak akan membatasi pihak lain melakukan penelitian lagi.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Sehubungan perbedaan paradigma dari berbagai pihak terhadap suatu obyek, maka perlu pembatasan-pembatasan kerangka baik teori maupun konsepsi dalam suatu penelitian agar tidak terjebak dalam polemik yang tidak terarah. secara etimologi asal usul kata, Pengangkatan Anak yang bersinonim dengan istilah Adopsi berasal dari bahasa Belanda Adoptie atau Adoption Bahasa Inggeris yang berarti pengangkatan anak. Menurut kamus hukum, Istilah dalam bahasa Belanda tersebut berarti pengangkatan seorang anak untuk sebagai anak kandung.. 8 Berberapa sarjana telah melahirkan konsep Pengangkatan Anak berdasarkan paradigma masing-masing. Hilman Hadikusuma menjabarkan dari konsep Hukum Adat. Mahmud Syaltut, dari konsep Hukum Islam yang dijabarkan dari 2 dua konsep yang berbeda yaitu konsep dimasa Jahiliyah yang diabstraksi dengan istilah Tabanni serta konsep menurut Hukum Islam. Sedangkan J.A Nota dari konsep Hukum Belanda yang menciptakan hubungan kekeluargaan baik sebagian atau keseluruhan yang berpangkal dari keturunan karena kelahiran antara pihak yang mengangkat anak dengan anak angkat. R.Soeroso 9 berkesimpulan bahwa memang belum terdapat suatu kesamaan arti terhadap pengangkatan anak. Namun, beliau menjabarkan pengangkatan anak dalam dua pengertian berdasarkan hubungan yang tercipta yaitu pengangkatan anak dalam arti luas sebagai peristiwa hukum dan pengangkatan anak dalam arti terbatas yang merupakan peristiwa sosial. Pada awalnya, pengangkatan anak merupakan peristiwa sosial untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Namun, saat ini pengangkatan anak berkembang menjadi suatu peristiwa hukum rechtfeits yaitu peristiwa kemasyarakatan yang membawa akibat yang diatur hukum. 10 Pada peristiwa

8. R.Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata,Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal. 174. 9. Ibid.

10. E.Utrecht, Moh. Saleh Djindang, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Ichtiar Baru,

Jakarta, 1983, hal. 273. 5 Tetty Ruslie Naulibasa : PERANAN NOTARIS PADA LEMBAGA PENGANGKATAN ANAK, 2008. 6 tersebut, sebagaimana dikemukakan oleh Van Apeldoorn, hukum bekerja sehingga akibat-akibatnya melahirkan atau menghapus hak-hak 11 . Hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pihak yang lahir pada pengangkatan anak adalah sebagai berikut : 1. Kewajiban pihak yang mengangkat sebagaimana layaknya orang tua untuk memelihara dan mendidik anak-anak sedangkan disisi lain, anak angkat juga wajib menghormati pihak yang mengangkat serta jika ia telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya pihak yang mengangkatnya maupun keluarga pihak yang mengangkat dalam garis lurus ke atas. 12 2. Adanya hubungan waris mewaris antara pihak yang mengangkat dengan anak angkat beserta akibat-akibat hukumnya. Pengangkatan anak berdasarkan konsep Hukum Islam hanya melahirkan sebagian saja dari akibat-akibat hukum tersebut, karena menurut konsep hukum Islam, tidak ada hubungan waris mewaris antara pihak yang mengangkat dengan anak angkat. Berdasarkan hukum adat, akibat hukum pengangkatan anak bervariasi, ada yang sebagian saja yaitu dari sisi kecintaan dan pemeliharaan saja dan adapula yang seluruhnya tergantung dari daerah dan latar belakang dilakukannya pengangkatan anak. Sedangkan berdasarkan konsep staatsblad 1917 nomor 129 yang diperuntukkan bagi Golongan Timur Asing Tionghoa, akibat hukum meliputi baik segi pemeliharaan maupun dari segi waris mewaris seluruhnya. Berdasarkan perundang-undangan Nasional, pengaturan akibat hukum pengangkatan anak masih minim dan tidak jelas prinsip-prinsipnya. Berdasarkan pasal 39 angka 2 UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak telah ditegaskan bahwa pengangkatan anak tidak memutus hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya. Redaksi tersebut, menciptakan suatu ketidakjelasan sehubungan dengan hak anak angkat menggunakan nama keluarga angkatnya dan hubungan waris mewaris khususnya yang non Muslim. Di Indonesia. sistem hukum pengangkatan anak juga berbeda-beda tergantung kepada golongan penduduknya. Untuk golongan Eropa setelah lahirnya KUHPdt, lembaga pengangkatan anak tidak dikenal lagi. Terhadap Golongan Timur Asing Tionghoa diberlakukan Bab ke II dari Staatsblad tahun 1917 nomor 129 sedangkan untuk golongan Masyarakat adat diserahkan pengaturannya berdasarkan hukum adat masing-masing yang pada umumnya tidak tertulis. Dalam penelitian ini, sehubungan dengan variasi sistem hukum yang bekerja pada lembaga pengangkatan anak hingga saat ini, tanpa mengabaikan realitas hukum yang bekerja pada masyarakat, fokus penelitian lebih diarahkan kepada sistem hukum sebagai norma kaidah yang saat ini berlaku di Indonesia, baik hukum-hukum peninggalan kolonial Belanda yang masih berlaku atau disangsikan

11. Ibid. 12. Hak-hak dan kewajiban pada poin 1 disari dari Pasal 45 angka 1 UU Nomor 1 tahun